Anda di halaman 1dari 4

1.

Yurisdiksi adalah refleksi dari kedaulatan suatu negara, yang dilaksanakan dalam batas-batas
wilayahnya. Secara etimologis yurisdiksi berasal dari bahasa latin yaitu yurisdictio yang
terdiri dari 2 (dua) suku kata, yuris yang berarti kepunyaan menurut hukum, dan dictio yang
berarti, ucapan, sabda, perkataan. Jadi, dapat disimpulkan yurisdiksi menurut bahasa latin
berarti:
a. Kepunyaan seperti yang ditentukan oleh hukum
b. Hak menurut hukum
c. Kekuasaan menurut hukum
d. Kewenangan menurut hukum
Pada tahun 1985 melalui UU Nomor 17 Tahun 1985, Indonesia meratifikasi Law of The Sea
Convention 1982 atau yang lebih dikenal dengan nama UNCLOS 1982, hal ini berarti
Indonesia sudah mengakui bahwa pasal-pasal dalam UNCLOS 1982 tersebut telah menjadi
hukum positif di Indonesia. Oleh sebab itu, dalam memandang wilayah perairan dan laut,
Indonesia harus melihat UNCLOS 1982 sebagai rujukan ketentuan hukum termasuk dalam
memutuskan kebijakan untuk menenggelamkan kapal kasus illegal fishing. Ada berbagai
pendapat dalam menanggapi kebijakan penenggelaman kapal ini, ada yang mendukung ada
pula yang kontra akan kebijakan ini. Dalam melihat hal ini, kita harus melihat aturanaturan
internasional sebagai rujukan karena tindakan penenggelaman kapal ini punya dampak
dalam hubungan diplomatik dengan negara lain. Tindakan perlindungan kekayaan ikan di
perairan Indonesia harus dilakukan secara tepat tanpa mengabaikan ketentuan-ketentuan
internasional yang sudah kita ratifikasi.
Dalam UNCLOS 1982, hak Indonesia atas perairan dan lautnya dibagi menjadi 2 kategori
besar. Pertama adalah Perairan Kedaulatan Indonesia (sovereignty) yang terdiri atas Perairan
Pedalaman (sungai, teluk, pelabuhan dll), Perairan Kepulauan (Selat dan Laut antara pulau-
pulau di Indonesia yang berada di dalam Garis Pangkal) dan Laut Teritorial (12 Nm dari
Garis Pangkal). Pada Perairan Kedaulatan ini, hak negara pantai (Indonesia) adalah
berdaulat penuh atas air, wilayah udara di atasnya, dasar laut dan bawah laut. Penggolongan
kedua adalah Hak Berdaulat (sovereign right) atas kekayaan alam. Hal yang termasuk dalam
penggolongan ini adalah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan Landas Kontinen (12 sampai
200 Nm dari Garis Pangkal) dan Landas Kontinen Tambahan (extended continental shelf
sejauh maksimal 350 Nm atau 100 Nm di luar Isobar 2.500 m dan harus dibuktikan secara
ilmiah dan submit ke The Commission on The Limits of The Continental Shelf - CLCS).
Aturan mengenai prosedur penegakan hukum atas pelaku illegal fishing di Laut Pedalaman,
Perairan Kepulauan dan Laut Teritorial tidak dibahas secara khusus dalam UNCLOS 1982.
Akan tetapi apabila dikaji bahwa hak negara lain atas perairan-perairan tersebut hanyalah
Hak Lintas (Lintas Damai untuk Laut Teritorial dan Lintas ALKI untuk Perairan
Kepulauan), maka setiap pelanggaran atas ketentuan hak lintas tersebut merupakan hak
negara pantai dalam hal ini Indonesia untuk menegakkannya sesuai peraturan perundang-
undangan. Salah satu tindakan yang melanggar Hak Lintas Damai kapal-kapal negara lain
adalah seluruh aktivitas menangkap ikan diatur dalam UNCLOS 1982 pasal 19 ayat 2.
Dengan demikian, sangatlah jelas bahwa sudah menjadi hak dan kewajiban Indonesia
sebagai negara pantai untuk menjaga kedaulatan wilayahnya pada perairan-perairan tersebut
dengan menerapkan hukum domestik atas pelanggaran Lintas Damai oleh kapal asing.
Aktivitas illegal fishing oleh kapal asing pada perairan-perairan tersebut adalah pelanggaran
Kedaulatan Indonesia sebagaimana latihan perang, aktivitas yang menyebabkan polusi,
melaksanakan riset, propaganda dan spionase dan aktivitas-aktivitas sejenisnya.
Hal ini sedikit berbeda apabila membahas ZEE. Penegakan hukum oleh negara pantai atas
ZEE diatur dalam pasal 73 UNCLOS 1982. ayat 1 dalam pasal 73 tersebut menyebutkan
bahwa negara pantai bisa untuk mengambil tindakantindakan dalam melindungi hak-haknya
di ZEE seperti menghentikan, memeriksa, dan menangkap kapal asing yang terbukti
melakukan illegal fishing. ayat 2 menyebutkan bahwa kapal dan ABK-nya harus segera
dilepas setelah memberikan jaminan yang cukup. Pada ayat 3 menjelaskan bahwa hukuman
bagi pelanggaran Undang-Undang Perikanan di ZEE tidak termasuk hukuman penjara. ayat
4 menjelaskan bahwa dalam hal penangkapan kapal asing di ZEE, negara pantai harus
dengan cepat memberitahukan negara asal (flag state) sesuai jalur termasuk dalam hal
hukuman yang diberikan. Pasal 73 UNCLOS ini tidak secara detail membahas tentang boleh
atau tidaknya menenggelamkan kapal pelaku illegal fishing. Akan tetapi apabila kita lihat
keseluruhan ayat 1 sampai 4, sangat jelas adanya hak negara bendera (Flag State) untuk
mendapatkan pemberitahuan (notification) atas perlakuan terhadap kapal-kapal ikannya
yang diperiksa, ditangkap, dan diproses hukum oleh negara pantai (Indonesia) di ZEE
Indonesia.
Dan menurut Hukum Internasional, penindakan penenggelaman kapal kasus illegal fishing
di wilayah yurisdiksi Indonesia yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia tidak melanggar ketentuan yang terdapat dalam UNCLOS 1982 atau
yang dikenal sebagai Hukum Laut Internasional. UNCLOS 1982 tidak memberikan
ketentuan-ketentuan yang detail tentang boleh atau tidaknya penenggelaman kapal asing
pelaku illegal fishing. Akan tetapi, UNCLOS 1982 memberikan pengaturan akan hak-hak
atas perairan sesuai rezim perairan. Hak untuk melindungi Kedaulatan atas Perairan
Pedalaman, Perairan Kepulauan dan Laut Teritorial yang dijamin UNCLOS 1982 menjadi
payung hukum atas tindakan-tindakan tegas hukum nasional negara-negara pantai. Terkait
dengan ZEE, UNCLOS 1982 memberi guidance untuk memberi notifikasi negara asal kapal
pelaku illegal fishing atas tindakan-tindakan hukum negara pantai dalam hal ini adalah
Indonesia.
2. Keberlakuan yurisdiksi ekstrateritorial di wilayah pelabuhan atau laut pedalaman dapat
bervariasi tergantung pada peraturan dan hukum yang berlaku di setiap negara. Yurisdiksi
ekstrateritorial adalah konsep hukum yang memberikan suatu negara atau yurisdiksi hak
untuk memperluas hukum dan aturannya di luar wilayah tradisionalnya.

Yuridiksi ekstra territorial kapa lasing di Pelabuhan, kapal niaga asing tunduk pada yuridiksi
negara Pantai terhadap kejahatan yang dilakukan oleh awak kapal niaga asing dan
penumpang kapal niaga asing. Orang-orang yang berada di atas kapal niaga asing yang
memasuki perairan suatu negara Pantai, berada dan tunduk pada “otorita setempat” apabila
mereka melakukan suatu tindak pidana, meskipun tindak pidananya dilakukan diatas kapal
niaga asing. Namun terhadap perbuatan-perbuatan yang merupakan pelanggaran, maka
yuridiksi yang berlaku terhadap tindak pidana pelanggaran itu diserahkan pada negara
bendera kapal. Tindak pidana pelanggaran ini biasanya menyangkut soal tata tertib intern
dan disiplin.

Yuridiksi ekstra territorial kapa asing di perairan pedalaman, kapal yang memasuki wilayah
perairan pedalaman suatu negara, maka keadaan kapal tersebut berda dibawag yuridiksi
negara yang bersangkutan. Sebenarnya terhadap kapa lasing itu sendiri mempunyai suatu
perluasan yuridiksi atau ekstra yuridiksi yang berlaku penuh diatas kapal itu sendiri. Namun
dengan masuknya kapal ke territorial suatu negara yaitu di Pelabuhan dan di perairan
pedalaman, maka yuridiksi ekstra territorial yang dimiliki oleh suatu kapa lasing berubah
menjadi yuridiksi smeu atau dikenal dengan istilah “kuasi territorial”.

Dengan masuknhya suatu kapa lasing ke perairan pedalaman suatu negara atau ke Pelabuhan
suatu negara, maka disini timbul dua yuridiksi yang saling bertentangan kedudukannya,
yaitu negara Pantai yang mempunyai yuridiksi territorial penuh sedangkan negara bendera
kapal mempunyai yuridiksi kuasi territorial. Dengan demikian yuridiksi diperairan
pedalaman dan di Pelabuhan, otorita tertinngi ada pada negara Pantai. Hal yang menjadi
dasar pertimbangannya yaitu kedudukan negara Pantai lebih kuat karena dapat menerapkan
hukumnya.

3. Landasan hukum tersebut mencakup beberapa aspek, dan di antaranya adalah:

a. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang


Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan

UU ini memberikan landasan hukum terkait pengaturan kegiatan perikanan, termasuk


upaya penanggulangan penangkapan ikan ilegal, unreported, dan unregulated (IUU)
fishing. Penenggelaman kapal dapat diatur dalam konteks sanksi terhadap pelaku IUU
fishing. Tindak Pidana Illegal Fishing Sebagai Pelaksanaan Teori Penegakan Hukum
Pidana Internasional Prosedur penegakan hukum pidana internasional, menurut Romli
Atasasmita, dibagi ke dalam dua cara, yaitu: direct enforcement system; dan indirect
enforcement system. Kebijakan penenggelaman kapal asing pelaku tindak pidana
illegal fishing pada prinsipnya merupakan bentuk penegakan hukum pidana
internasional dengan prosedur indirect enforcement system atau penegakan hukum
pidana internasional secara tidak langsung, yaitu suatu upaya mengajukan tuntutan dan
peradilan terhadap para pelaku tindak pidana internasional melalui undang- undang
nasional. Pelaksanaan kebijakan penenggelaman kapal asing pelaku tindak pidana
illegal fishing oleh Pemerintah Indonesia, pada dasarnya ialah bagian dari kebijakan
penegakan hukum berupa pemusnahan barang bukti kapal perikanan, baik kapal ikan
berbendera Indonesia ataupun kapal ikan berbendera asing, yang melakukan tindak
pidana perikanan dan kelautan, Hal ini mengisyaratkan bahwa ada proses hukum yang
dilalui, sebelum dilakukannya pelaksanaan penenggelaman kapal asing pelaku tindak
pidana illegal fishing, baik melalui ketentuan Pasal 69 ayat (1) dan ayat (4) Undang-
undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31
Tahun 2004 tentang Perikanan, maupun melalui mekanisme Pasal 76A Undang-
undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31
Tahun 2004 tentang Perikanan jo Pasal 38 jo. Pasal 45 Undang-undang Nomor 8
Tahun 1981 (KUHAP).

b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran

UU ini mencakup ketentuan-ketentuan terkait pelayaran, keamanan, dan kepatuhan


kapal-kapal asing terhadap peraturan yang berlaku di perairan Indonesia.

c. United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS)

UNCLOS adalah kerangka kerja hukum internasional yang mengatur hak dan
kewajiban negara-negara terkait penggunaan dan pengelolaan laut. UNCLOS
memberikan hak suatu negara untuk melindungi sumber daya perikanan di Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE) melalui berbagai tindakan, termasuk tindakan hukum dan
penenggelaman kapal ilegal. Dengan merujuk pada landasan hukum tersebut, dapat
ditarik beberapa poin yang relevan.

Sumber : http://www.landasanteori.com. Templatoid. Pengertian Yurisdiksi Definisi Negara


dalam Hukum International, Teritorial, Personal, Perlindungan, Universal. Diakses Pada
Hari Sabtu, Tanggal 11 November 2023, https://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20297611-
HUPE-30-1-(Jan-Mar)2000-7/Pengaturan Perluasan Yuridiksi Pidana di Suatu Wilayah
Negara, Yasin Tasyrif, SH, MH, Jan-Mar 2000.

Anda mungkin juga menyukai