Anda di halaman 1dari 3

Ujian Tengah Semester

Hukum Laut, Udara dan Luar Angkasa

Nama : Taufiq Hamzah


NPM : 183112330050134
Dosen :

Soal
1. Indonesia memiliki kedaulatan yang mutlak atas ruang udara, laut dan tanah
dibawahnya sebutkan dan jelaskan unsur apa saja hak kedaulatan wilayah laut
Indonesia ?

2. Pada tanggal 24 Januari 2021 lalu, Badan Keamanan Laut Republik Indonesia
(Bakamla RI) melakukan penindakan atas dua kapal tanker asing, MT Horse yang
berbendera Iran dan MT Frea yang berbendera Panama. Diketahui bahwa kapal MT
Frea ini dikelola oleh perusahaan logistik asal Shanghai, Cina. Kedua kapal asing ini
diduga kuat telah melakukan pelanggaran aturan navigasi dan kegiatan ilegal alih-
muat muatan minyak di wilayah perairan Indonesia, Dalam kasus MT Horse dan MT
Frea, tindakan Bakamla RI dalam menindak hukum atas kedua kapal asing ini ada 3
landasan aspek hukum Sebutkan dan jelaskan aspek hukum tersebut ?
Jawab
1. - Perairan pedalaman merupakan bagian dari wilayah perairan nusantara. Pada
wilayah ini Indonesia memiliki kedaulatan mutlak, sementara kapal-kapal asing
tidak mempunyai hak untuk melewati perairan ini. Ketentuan-ketentuan tentang
penetapan perairan pedalaman telah diatur di dalam UNCLOS 1982. Indonesia
hingga saat ini belum menetapkan perairan pedalaman

- Perairan nusantara (kepulauan) adalah bagian luar perairan pedalaman.


Wilayah perairan ini dapat dipahami sebagai laut-laut yang terletak di antara
pulau-pulau dibatasi atau dikelilingi oleh garis-garis pangkal, tanpa
memperhatikan kedalaman dan lebar laut-laut tersebut. Pada λ
MMPI5302/MODUL 1 1.13 wilayah perairan nusantara ini, kapal-kapal asing
memiliki hak lewat berdasarkan prinsip lintas damai (innocent passage).
Sedangkan bagi kepentingan pelayaran internasional kapal-kapal asing juga
mempunyai hak lewat melalui sea lanes atau lebih dikenal sebagai Alur Laut
Kepulauan Indonesia (ALKI). Indonesia telah menetapkan ALKI berdasarkan
PP No. 37 Tahun 2002. Adanya hak lewat bagi kapal asing berdasarkan
prinsip lintas damai ini, menunjukkan perbedaan hak dan kewenangan antara
perairan pedalaman dan perairan nusantara
- Laut teritorial adalah wilayah perairan di luar perairan nusantara yang
lebarnya tidak melebihi 12 mil laut diukur dari garis pangkal. Di wilayah laut
ini, Indonesia juga memiliki kedaulatan penuh. Seperti halnya yang berlaku di
wilayah perairan nusantara, kapal-kapal asing juga memiliki hak lewat
berdasarkan lintas damai di wilayah laut teritorial. Selain itu kapal asing juga
mempunyai hak lewat melalui ALKI yang merupakan kelanjutan ALKI yang
telah ditentukan pada perairan nusantara

2. - kedua kapal telah melanggar hak dan kewajibannya dalam melakukan lintas di
wilayah laut Indonesia. Baik dari hak lintas damai maupun lintas transit ALKI,
kedua kapal ini terbukti berhenti, buang jangkar dan keluar dari jalur yang
ditetapkan tanpa ijin dan tanpa dasar keadaan memaksa (force majeure) atau
darurat. Kedua kapal ini berhenti, buang jangkar dan keluar dari jalurnya untuk
melakukan kegiatan transfer muatan minyak (ship-to-ship). Meskipun muatan
tersebut tidak terkait dengan kepemilikan Indonesia, kegiatan ini tidak dapat
dikatakan sebagai keadaan darurat atau memaksa. Kegiatan ini murni dilakukan
secara sengaja untuk kepentingan komersial.

Penindakan atas kapal-kapal asing yang buang (lego) jangkar tanpa izin di
wilayah laut Indonesia bukanlah tindakan yang baru dilakukan oleh aparat
penegak hukum. Kapal-kapal asing yang akan masuk ke wilayah singapura
seringkali melakukan hal tersebut di sekitar wilayah laut pulau Batam. Beberapa
kasus terkait hal ini telah diproses hingga mendapatkan putusan pengadilan yang
tetap.

- Di tengarai bahwa kedua kapal ini sempat mematikan Automatic Identification


System (AIS) saat melewati wilayah laut Indonesia. Hal ini tentu saja
melanggar ketentuan internasional dan nasional di Indonesia. Dengan tidak
ditemukannya keadaan darurat atau keadaan memaksa, maka tindakan
mematikan AIS ini patut diduga dilakukan secara sengaja untuk menghindari
kewajiban hukum. Dengan tidak beroperasinya AIS, kapal asing ini
membahayakan keamanan dan keselamatan pelayaran yang ada di wilayah
laut Indonesia.
Untuk memastikan kepatuhan atas standar keamanan dan keselamatan pelayaran,
negara-negara berinisiatif untuk membuat sebuah Memorandum of
Understanding (MoU) atas Port State Control (PSC) berdasarkan wilayah
tertentu. Indonesia sendiri tergabung dalam Tokyo MoU untuk wilayah Asia.
Berdasarkan MoU ini, negara Pelabuhan dapat memberikan sanksi kepada kapal
asing yang melanggar aturan atas kewajiban AIS ini seperti menahan kapal hingga
peralatan yang dianggap penting dalam pelayaran dipastikan beroperasi dengan
baik.

kegiatan operasi pemindahan muatan minyak dari kapal ke kapal (ship-to-ship)


yang dilakukan oleh MT Horse dan MT Frea adalah kegiatan yang tidak memiliki
izin dari otoritas negara Indonesia. Hal ini jelas melanggar ketentuan Pasal 193
dan 317 UU 17/2008. Selain itu, sangat mungkin kegiatan ilegal tersebut
menimbulkan pencemaran lingkungan laut. Dengan tiadanya izin melakukan
kegiatan tersebut, tentunya pemindahmuatan ini dilakukan tanpa adanya prosedur
yang formal untuk mencegah terjadinya pencemaran. Selain itu, perlu dipastikan
juga apakah kedua kapal ini tidak membuang limbah yang dibawa dan atau limbah
yang berasal dari operasional kapal tersebut. Kewajiban perlindungan atas
lingkungan laut ini secara jelas tercantum dalam Pasal 60 dan 104 UU No. 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Penahanan yang dilakukan oleh Bakamla terhadap kedua kapal MT Horse dan MT
Frea ini sudah sesuai dengan kewenangan dan peraturan hukum yang berlaku. Jika
ada yang mengaitkan kekeliruan penahanan oleh Bakamla dengan Konvensi
Internasional tentang Penahanan Kapal (International Convention on Arrest of
Ship) tahun 1999 maka dapat dikatakan justru sebaliknya pendapat demikianlah
yang merupakan kekeliruan. Dalam konvensi ini, penahanan kapal asing hanya
terkait pada sengketa keperdataan yang timbul dari kontrak komersial di antara
pelaku usaha. Kapal yang digunakan sebagai kegiatan usaha juga pada umumnya
digunakan sebagai jaminan atas pembiayaan usaha. Selain itu, Indonesia hingga
saat ini belum menjadi pihak dari konvensi tersebut.
Pada akhirnya, kita perlu menunggu dan mencermati bagaimana kelanjutan proses
hukum atas kedua kapal asing ini. Perhatian tidak hanya datang dari dalam negeri
tetapi juga komunitas internasional akan menantikan bagaimana sikap penanganan
Indonesia. Hal ini akan dicatat sebagai praktik negara (state practice) dan menjadi
pertimbangan pelaku usaha asing lainnya. Penegakan hukum yang tegas dan
konsisten juga akan berpengaruh pada reputasi Indonesia dan mengirimkan pesan
yang jelas kepada seluruh kapal asing yang akan melintasi di wilayah laut
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai