Anda di halaman 1dari 9

KAPAL ASING MENGANGKUT LIMBAH BERBAHAYA

TANPA IZIN MASUK KE INDONESIA DITINJAU DARI


HUKUM INTERNASIONAL

OLEH
ADIT NOPRIANSYAH LATUCONSINA
NIM : 2017-21-342

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian


Guna Memenuhi Persyaratan Tugas Proposal di Fakultas
Hukum Program Studi Ilmu Hukum

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2022
Kerangka latar belakang :

 Kondisi geografis indonesia

 Wilayah laut indonesia

 Dassolen :

1. Yurisdiksi kapal asing

2. Angkutan kapal

3. Yurisdiksi negara pantai

 Dass sein :

1. Pengangkutan limbah berbahaya di wilayah laut

2. Contoh kasus
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Nenek moyang bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala terkenal sebagai

para pelaut yang sudah mengarungi lautan ke segala penjuru dunia, terbukti dari

peninggalan-peninggalan purbakala di berbagai tempat. Beberapa etnis yang

unggul antara lain etnis Sangihe/Talaud, Madura, Buton, Bugis dan Makassar.

Etnis Bugis Makassar terkenal dengan perahu pinisinya sampai ke seluruh dunia.

Dari praktik dan perilaku yang terus berlangsung secara turun temurun dengan

memanfaatkan laut di sekitar, di tengah-tengah, ataupun di antara pulau-pulau dari

kepulauan nusantara, dapat disimpulkan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia

tidak memandang laut sebagai pemisah antara pulau ataupun antara etnis, tetapi

memandang sebagai sarana mempersatukan seluruh kepulauan nusantara. Dengan

demikian, laut itu pun dipandang tidak terpisahkan dengan daratan dan tanah

dibawahnya dari pulau-pulau ataupun dari ruang udara diatas laut serta daratan

tersebut. Ketiganya dipandang sebagai satu kesatuan yang saling menguatkan

yang dikenal dengan sebutan tanah air. Akan tetapi, berapa batas luar dari bagian

laut yang merupakan tanah air mem 1ang tidak ditegaskan oleh setiap etnis yang

mendiami nusantara.

Wilayah Negara Indonesia terdiri dari wilayah laut yang berada di bawah

kedaulatan negara seluas 3,1 juta km2 , wilayah laut dimana negara memiliki hak-

hak berdaulat seluas 2,7 juta km2 , wilayah darat seluas 1,9 juta km2 terdiri dari

1
Suharyono Kartawijaya, NASKAH PUBLIKASI JURNAL PROGRAM STUDI MAGISTER
ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015,
“PEMANFAATAN HAK LINTAS KAPAL ASING DI PERAIRAN INDONESIA DAN
PENEGAKAN HUKUMNYA” halam 7
17.508 pulau besar dan kecil dengan panjang pantai 81.900 km, serta wilayah

udara yang terdapat di atasnya. Jumlah penduduk yang bermukim secara tersebar

tidak merata di pulau-pulau diperkirakan lebih dari 251 juta jiwa pada tahun 2013.

Wilayah NKRI berbatasan dengan 10 (sepuluh) negara, yaitu India, Malaysia,

Singapura, Thailand, Vietnam, Pilipina, Palau, Papua New Guinea, Australia, dan

Timor Leste.2

Pada Deklarasi Djuanda pada bulan Desember tahun 1957 Indonesia

mendeklarasikan wilayah laut nasionalnya sebagai satu kesatuan yang tak

terpisahkan dari wilayah darat yang berbentuk pulau-pulau. Wilayah laut tersebut

terdiri dari laut teritorial selebar 12 mil laut yang diukur dari garis pangkal

kepulauan mengelilingi kepulauan Indonesia, perairan nusantara yang terletak di

antara pulau-pulau, beserta dasar laut yang berada di bawahnya. Deklarasi

Djuanda tersebut tetap mengakui hak-hak internasional seperti hak lintas damai

kapal-kapal asing yang berlayar melalui perairan Indonesia serta pipa-pipa dan

kabelkabel yang telah ada di dasar laut. Materi deklarasi tersebut kemudian

dijadikan materi UU Nomor 4 Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia.3

Kemudian, UU nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, yang

menggantikan UU Nomor 4 Prp. Tahun 1960 karena sudah tidak sesuai lagi

dengan perkembangan rezim hukum negara kepulauan sebagaimana dimuat dalam

Bagian IV Konvensi UNCLOS 1982. Selanjutnya, sebagai tindak lanjut dari UU

Nomor 6 Tahun 1996, pemerintah Indonesia menerbitkan PP No 37 Tahun 2002

2
Achmad Jusnadi, Herie Saksono dan Suryo Sakti, 2005, Platform Penanganan
Permasalahan Perbatasan Antarnegara, Direktorat Wilayah
Administrasi dan Perbatasan, Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum, Departemen Dalam
Negeri, Jakarta hlm. 1-4.
3
356 MIMBAR HUKUM Volume 26, Nomor 3, Oktober 2014, Halaman 356
tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing dalam Melaksanakan

Hak Lintas Alur Laut Kepulauan.

Hak lintas kapal-kapal asing yang berlayar pada hakekatnya merupakan salah

satu prinsip utama dari UNCLOS 1982 yakni Kebebasan berlayar atau Freedom

of Navigation (FoN). Prinsip ini kemudian menjadi hak lintas yang diterapkan

diseluruh rezim laut yang ditetapkan dalam UNCLOS 1982. Sehubungan dengan

ketentuan internasional bagi kapal-kapal pengangkut barang berbahaya dan

beracun dan bahan khusus dalam pelayaran, yang sebagaimana telah diatur dalam

pasal 23 konvensi hukum laut UNCLOS 1982, yakni kapal asing bertenaga nuklir

dan kapal yang mengangkut nuklir atau barang lain karena sifatnya berbahaya

atau beracun, apabila hendak melakukan pelayaran pada perairan teritorial negara

internasional, harus membawa dokumen dan mematuhi tindakan pencegahan

khusus yang ditetapkan oleh perjanjianinternasional bagi kapal-kapal.

Serta ada peraturan pemerintah Nomor 36 Tahun 2002 Tentang Hak dan

Kewajiban Kapal Asing Dalam Melaksanakan Lintas Damai Melalui Perairan

Indonesia, dalam pasal 11 ayat (1) berbunyi, kapal tanker asing, kapal ikan asing,

kapal riset kelautan atau kapal survey hidrografi asing, dan kapal asing bertenaga

nuklir atau kapal asing yang memuat bahan nuklir atau bahan lainnya yang karena

sifatnya berbahaya dan beracun, dalam melaksanakan lintas damai hanya untuk

melintas dari satu bagian laut bebas atau zona ekonomi ekslusif ke bagian lainnya

dari laut bebas atau zona ekonomi eksklusif melalui perairan indonesia wajib

menggunakan air laut yang lazim digunakan untuk pelayaran internasional. Alur

laut yang lazim untuk pelayaran di indonesia telah tercantum dalam peta navigasi
atau buku-buku kepanduan bahari yang ditebitkan secara khusus untuk

keselamatan pelayaran.

Ketentuan bagi kapal pengangkut limbah B3 di indonesia harus melakukan

rekomendasi pengangkutan pada menteri lingkungan hidup dan izin dari menteri

perhubungan. Sebagaimana yang telah diatur pada pasal 48 ayat (1) dalam

peraturan pemerintah nomor 101 tahun 2014 tentang pengelolaan limbah bahan

berbahaya dan beracun, yang berbunyi bahwa : pengangkutan Limbah B3 wajib

memiliki :

a. Rekomendasi pengangkutan limbah B3, dan

b. Izin pengelolaan limbah B3 untuk kegiatan pengangkutan limbah B3.

Kapal-kapal pengangkut limbah harus dilengkapi dengan alat-alat perlindungan

keamanan, serta selalu melaporkan pemberitahuan kepada pihak-pihak yang

terkait untuk keselamatan pelayaran dan untuk mengambil tindakan permulaan

yag diperlukan jika terjadi sesuatu yang tidak menguntungkan.

Syarat pengangkut limbah B3 harus dilakukan secara khusus, dengan

dipisahkan dari jenis-jenis bahan lainnya guna mencegah terjadinya hal buruk

dalam pelayaran, serta adapun syarat khusus berupa dokumen atau surat izin

lainnya untuk alat angkut berupa kendaraan laut, sungai, danau, dan

penyeberangan, adapun persyaratan diantaranya yakni surat izin usaha perusahaan

alat angkut laut, surat bukti kepemilikan alat angkut kapal dan surat bukti

kelayakan kapal.

Hukum internasional mengatur kewajiban untuk menjaga lingkungan dari

pencemaran bagi Negara-Negara Internasional, dalam pasal 192 Konvensi Hukum


Laut 1982, memberikan kewajiban bagi setiap negara anggota untuk menjaga dan

melestarikan lingkungan laut, walaupun negara peserta memiliki hak berdaulat

untuk mengeksploitasi sumber daya alamnya, namun juga harus melaksanakan

kewajibannya untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut sebagaimana

diatur dalam Konvensi Hukum Laut 1982.

Pada prinsipnya hukum internasional mengakui setiap negara mempunyai

yuridiksi atas wilayah internasionalnya, namun ketetapan ini bukan berarti negara-

negara internasional bisa bebas dari tanggungjawabnya oleh sebab itu tidak ada

satu negara yang dapat meniknati hak-haknya tanpa menghormati hak-hak negara

lain.

Yuridiksi negara pantai terhadap lintas kapal asing yang melakukan

pelanggaran di wilayah perairan teritorial indonesia, berdasarkan kedaulatan

dalam pasal 2 konvensi hukum laut 1982 bahwa kedaulatan negara pantai, dapat

dilaksanakan yurisdiksi atas laut teritorialnya, dengan tunduk pada kovensi hukum

laut dan peraturan-peraturan lainnya dari hukum internasional4.

Pemerintah indonesia telah menetapkan alur laut kepulauan indonesia

(ALKI) untuk melaksanakan lalu lintas internasional, oleh karena itu bagi kapal-

kapal asing dan pesawat udara yang hendak melintas pada wilayah teritorial

negara indonesia mesti memperhatikan serta menghormati aturan-aturan hukum

nasional indonesia.

Adapun kewajiban yang harus dilaksanakan serta dipenuhi bagi kapal-

kapal dan pesawat udara asing yang melaksanakan hak lintas alur laut kepulauan

4
Lihat Pasal 2 Konvensi Hukum Laut 1982, diratifikasi oleh indonesia pada undang-undang
Nomor 17 Tahun 1985 Tentang Pengesahan United Convention On The Law Of The Sea.
melalui alur laut kepulauan indonesia (ALKI), Pada Peraturan Pemerintah Nomor

37 Tahun 2002 Tentang hak dan kewajiban kapal dan pesawat udara asing dalam

melaksanakan hak lintas alur laut kepulauan melalui alur laut kepulauan yang

ditetapkan5, yaitu ;

a. Kapal dan pesawat udara asing yang melaksanakan hak lintas alur laut

kepulauan harus melintas secepatnya dengan cara normal semata-mata

untuk melakukan transit yang terus menerus dan tidak terhalang.

b. Kapal dan pesawat udara asing selama melintas laur laut kepulauan

tidak boleh menyimpang lebih dari 2,5 mil pada kedua sisi dari garis

sumbu alur laut kepulauan.

c. Kapal dan pesawat asing tidak boleh melakukan ancaman atau

menggunakan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah dan

kemerdekaan politik negara kepulauan atau dengan cara lain apapun

yang melanggar prinsip-prinsip hukum internasional yang terkandung

dalam piagam perserikatan bangsa-bangsa.

d. Kapal dan pesawat udara militer asing, tidak boleh melakukan latihan

perang serta penggunaan senjata apapun dengan mempergunakan

amunisi.

e. Kapal asing dalam melaksanakan hak lintas alur laut kepulauan tidak

boleh berhenti atau buang jangkar, kecuali dalam hal force majeure

5
Lihat peraturan pemerintah Nomor 37 Tahun 2002 Tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan
Pesawat Udara Asing Dalam melaksanakan Hak Alur Laut Kepulauan Melalui Alur Laut
Kepulauan Yang ditetapkan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 71,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4210)
atau dalam hal keadaan musibah atau memberikan pertolongan pada

orang atau kapal yang terkenal musibah.

f. Kapal dan pesawat udara asing, dilarang melakukan siaran gelap atau

melakukan komunikasi dengan orang atau kelompok yang tidak

memiliki ijin di wilayah indonesia.

Meskipun sudah ada peraturan-peraturan yang mengatur, tidak menutup

kemungkinan akan terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh kapal-kapal asing.

Seperti kasus baru-baru ini, pada rabu 1 september 2021, waktu 15:33 WIB, TNI

AL menangkap kapal tanker berbendera panama, yaitu MT Zodiac Star di

kawasan perairan pulau Tolop posisi 01’10’12” U – 103’51;07” T, Batam,

kepulauan riau, yang masih termasuk wilayah laut teritorial Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai