Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH TENTANG ALUR LAUT

KEPULAUAN INDONESIA (ALKI)

DISUSUN OLEH:

ANDI CHAERUL AKBAR


B011181422
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia memandang bahwa semua pulau dan kepulauan Indonesia
serta laut yang menjadi perekatnya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan-
pisahkan dalam bingkai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kesadaran mendalam terhadap perlunya kesatuan ini tentu dipengaruhi secara kuat
oleh realitas yang tidak bisa diubah, yakni bahwa geostrategi Indonesia merupakan
negara kepulauan yang terletak pada posisi silang dunia antara benua Asia dan
Australia serta menghubungkan Samudera Hindia dengan Samudera Pasifik. Sejarah
perkembangan bangsa Indonesia telah menunjukkan, bahwa inti kejayaan negara
kepulauan Nusantara ini adalah integritas Nusantara sebagai satu kesatuan dan
kekuatan yang bulat dan utuh dalam semua aspek kehidupan. Hanya kekuasaan yang
mampu menegakkan dan mempertahankan integritas Nusantara yang dapat berjaya di
kepulauan Nusantara, seperti ditunjukkan oleh Kemaharajaan Sriwijaya dan
Majapahit di masa lalu dan oleh NKRI di masa sekarang.1 Tetapi karena sifatnya
yang terbuka, maka laut juga dianggap sebagai warisan bersama umat manusia,
sehingga hampir setiap negara merasa berhak untuk melintasi dan memanfaatkan
lautan bagi kepentingannya. Asumsi tersebut tentu dapat menjadi sumber konflik
yang potensial apabila tidak diatur melalui perangkat hukum laut internasional yang
mengatur antara hak dan kewajiban setiap negara berkaitan dengan perlintasan
melalui laut, karena berkaitan dengan keamanan dan kedaulatan sebuah negara.
Pertentangan antara keinginan menguasai laut dan adanya sifat alami laut sebagai
ruang terbuka, akhirnya melahirkan berbagai perjanjian, kesepakatan bersama, serta
aturan hukum internasional.2 Tetapi meskipun norma-norma hukum Internasional
terus lahir, tidak ada satu negara pun yang mampu menjamin akan terbebas dari
sengketa antar negara, termasuk yang paling ekstrim terlibat dalam perang terbuka
yang mengancam kedaulatan wilayahnya. Peta-peta geografis yang dimiliki oleh
suatu negara dapat diubah oleh perang dan negaranegara baru dapat muncul dari
perang itu3. Oleh karena itu pula, maka masalah upaya penegakan dan
mempertahankan integritas Nusantara adalah tantangan abadi bangsa Indonesia.
Konvensi Hukum Laut 1982 ditentukan bahwa negara kepulauan harus
mengajukan usul penetapan alur-alur laut kepulauannya kepada organisasi
internasional yang berwenang dengan maksud untuk dapat diterima. Penetapan alur
laut kepulauan tersebut dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dengan memperhatikan
kepentingan masyarakat internasional melalui organisasi Internasional yang
kompeten yaitu International Maritim Organization (IMO).
Selain itu sarana bantu pelayaran juga sangat penting di kaji mengingat
nelayan dan pelaut bangsa kita sangat tertinggal dengan bangsa lain.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Alur Laut Kepulauan Indonesia?
2. Apa saja yang termasuk dalam sarana bantu navigasi?
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI)
ALKI terbentuk setelah United Nations Convention on the Law of the Sea
(UNCLOS) tahun 1982 (yang diratifikasi dengan UU No. 17 Tahun 1985) dan
dinyatakan sebagai hukum positif internasional sejak 16 November 1994 telah
mengakui hak Indonesia sebagai Archipelagic State (Wahyono, 2007).
Pengakuan tersebut muncul karena Indonesia memiliki garis pantai
sepanjang 81.000 kilometer dan luasnya bentang landas kontinen. UNCLOS
mengatur seluruh kewenangan negara pantai dan negara kepulauan terhadap wilayah
laut (laut teritorial, zona tambahan, ZEE, dan landas kontinen). Dukungan status juga
diperkuat dikarenakan Indonesia yang memiliki potensi sumberdaya laut hayati dan
nonhayati yang sangat berlimpah. Dipandang dari segi estetika, memiliki nilai yang
sangat tinggi bagi pariwisata bahari. Dari sisi ekonomi dan industri, sangat
menguntungkan bagi alur transportasi laut dan daerah penangkapan hasil laut.
Sementara dari segi geografis, terletak pada posisi silang antara dua samudera yang
merupakan jalur penting perdagangan dunia. Konsekuensi logis dari sisi geografis ini,
perairan Indonesia memiliki nilai politik dan strategi keamanan yang sangat penting
bagi negara lain.
Pasca penetapan status Indonesia sebagai negara kepulauan, kewajiban
pemerintah Indonesia terhadap status tersebut telah diatur dalam Pasal 46-53
UNCLOS 1982. Indonesia dapat menentukan alur laut untuk lintas kapal dan pesawat
udara bagi negara asing yang akan melewat secara terus-menerus dan langsung, serta
secepat mungkin melalui atau diatas perairan kepulauannya dan territorial yang
berdampingan dengannya (Budiman, 2010). UNCLOS Pasal 47 menyatakan bahwa
negara kepulauan dapat menarik garis pangkal lurus kepualauan (archipelagic
baselines), dimana aturan ini sudah di transformasikan ke dalam UU No.6 Tahun
1996 tentang perairan Indonesia dan disusul PP No. 37 Tahun 2002 tentang hak dan
kewajiban kapal dan pesawat udara asing dalam melaksanakan hak lintas alur laut
melalui alur laut kepulauan yang telah ditetapkan. PP No. 38 Tahun 2002 juga
menyempurnakan aturan tentang daftar koordinat geografis titik-titik garis pangkal
kepulauan Indonesia (RI, 2002). Pembetunkan ALKI juga berlandaskan pada UU No.
17 Tahun 1985(BPKP, 2009). Definisi ALKI dan negara kepulauan yang tertuang
dalam dasar perumusan RUU Pengelolaan Ruang Udara Nasional berdasarkan UU
No. 6Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, negara kepulauan Indonesia dan Alur
Laut Kepulauan. Pertama, Negara Kepulauan adalah negara yang seluruhnya terdiri
dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau‐pulau lain. Kedua,
Kepulauan adalah suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau dan perairan di antara
pulau‐pulau tersebut, dan lain‐lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama
lain demikian eratnya sehingga pulau‐pulau, perairan, dan wujud alamiah lainnya itu
merupakan satu kesatuan geografi, ekonomi, pertahanan keamanan, dan politik yang
hakiki, atau yang secara historis dianggap sebagai demikian. Ketiga, Perairan
Indonesia adalah laut teritorial Indonesia beserta perairan kepulauan dan perairan
pedalamannya. Keempat, Alur laut kepulauan adalah alur laut yang dilalui oleh kapal
atau pesawat udara asing di atas alur laut tersebut, untuk melaksanakan pelayaran
dan penerbangan dengan cara normal semata‐mata untuk transit yang terus
menerus, langsung dan secepat mungkin serta tidak terhalang melalui atau di
atas perairan kepulauan dan teritorial yang berdampingan antara satu bagian laut
lepas atau Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia dan bagian laut lepas atau Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia lainnya. Definisi tersebut menegaskan bahwa status
Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang memiliki luas wilayah perairan
lebih besar dari pada daratan dengan hak penuh untuk memanfaatkan segala
potensi yang terkandung didalamnya. Mengingat persebaran pulau‐pulau baik yang
berada di wilayah perairan dalam maupun perbatasan Indonesia yang berada pada
jalur ALKI I, ALKI II dan ALKI III maka prospek penjagaan keamanan laut wajib
ditingkatkan dengan menyesuaikan luas wilayah yang dimiliki. Setiap tahunnya,
ketiga jalur pelayaran resmi tersebut semakin ramai dilalui oleh kapal‐kapal besar
dari benua Asia ke benua Amerika melalui Pasifik maupun sebaliknya (Karim,
2010).
Sampai saat ini Indonesia telah membuka dan menetapkan jalur ALKI yang
terdiri atas ALKI I Selat Sunda yang di bagian utarabercabang menuju Singapura
(A1) dan menuju Laut China Selatan. ALKI II Selat Lombokmenuju Laut Sulawesi.
Sedangkan ALKI III yang di bagian selatan bercabang tiga menjadi ALKI III A
(sekitar perairan Laut Sawu, Kupang), ALKI III B, ALKI III C (sebelah timur Timor
Leste), danALKI III D (sekitar perairan Aru). Keberadaan tiga jalur ALKI tersebut
selain merupakan jalur pelayaran internasionaljuga berfungsi sebagai “pintu gerbang
memanjang” yang seolah membelah wilayah kelautan Indonesia. Fenomena itu dapat
menjadi suatu hal yang menguntungkan, tetapi di sisi lain membawa potensi ancaman
terhadap pertahanan dan keamanan Indonesia.
A. 1. Jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia I (ALKI I)
Jalur pada ALKI I ini difungsikan untuk pelayaran dari Laut Cina Selatan
melintasi Laut Natuna, Selat Karimata, Laut Jawa, dan Selat Sunda ke Samudera
Hindia, dan sebaliknya; dan untuk pelayaran dari Selat Singapura melalui Laut
Natuna dan sebaliknya (Alur Laut Cabang I A). Pada jalur ALKI I ini terdapat garis-
garis pangkal yang ada di Laut Natuna. Dijelaskan dalam rangka implementasi ALKI
yang teIah ditetapkan tersebut, Pemerintah Republik Indonesia telah melakukan
serangkaian kegiatan penting diantaranya dengan menetapkan garis-garis pangkal
kepulauan Indonesia dan koordinat-koordinat ketiga ALKI tersebut. Salah satu hasil
penyesuaiannya adalah garis-garis pangkal kepulauan di laut Natuna yang dilewati
oleh ALKI I dengan memasukkan sebagian ZEE di daerah tersebut menjadl perairan
kepulauan. Penyesuaian garis pangkal dl laut Natuna tersebut telah dituangkan dalam
Peraturan Pemerintah RI No.6 Tahun 1998 tentang Daftar Koordinat Titik-titik Garis
Pangkal Kepulauan Indonesia di laut Natuna dan telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris, juga telah disampaikan ke IMO (Anugerah, 2014). Dalam kaitan ini
Indonesia merupakan negara pertama yang menetapkan alur laut kepulauannya sesuai
ketentuan Konvensi Hukum Laut 1982. Keberadaan jalur ALKI I dilihat dapat
membawa berbagai potensi kerawanan keamanan dan pertahanan. Ditambah Karena
jalur ALKI I merupakan jalur yang memiliki banyak problematika didalamnya, yaitu
Laut China Selatan. Potensi ancaman di jalur ALKI I terkait imbas konflik klaim
wilayah atas kepulauan Spratly dan Paracel di Laut Cina Selatan, seperti
digunakannya wilayah ALKI I untuk kegiatan manuver angkatan perang negara yang
terlibat (Raba, 2016). Di samping itu, imbas kepadatan lalu lintas pelayaran di Selat
Malaka, seperti digunakannya wilayah ALKI I oleh perompak untuk menghindari
kejaran aparat keamanan Indonesia dan aparat keamanan gabungan (Indonesia,
Malaysia, dan Singapura) atau penyelundupan.Imbas dari pusat pertumbuhan dan
perekonomian Asia dan Asia Tenggara di Republik Rakyat Cina (RRC) dan
Singapura, seperti penyelundupan barang-barang ilegal dan juga perdagangan
manusia, turut menjadi potensi ancaman di ALKI I, termasuk imbas bahaya ancaman
bencana alam dan tsunami di Selat Sunda, seperti ancaman gempa vulkanik/erupsi
gunung berapi (anak Krakatau) dan imbas politik ekspansional Malaysia, seperti
kemungkinan klaim wilayah teritorial baru. Potensi ancaman lain dilihat bukan hanya
dari Laut Cina Selatan, tetapi juga datang dari kawasan Laut Natuna. Dimana Negara
tirai bamboo yaitu China masih mengklaim kawasan Laut Natuna ada sebagai
wilayah penangkapan tradisional China. Seperti yang diberitakan oleh BBC Indonesia
(13/07/2016) dimana terdapat insiden penangkapan kapal-kapal nelayan China oleh
TNI baru-baru ini di perairan Kepulauan Natuna (BBC Indonesia, 2016). China
mengklaim perairan Natuna sebagai wilayah tradisional penangkapan ikan mereka.
Sebuah sikap yang jelas-jelas ditolak oleh Indonesia dengan mengedepankan klaim
Zona Ekonomi Eksklusifnya. Dilihat dari segi ZEE Pasal 3 UU ZEE No. 5 tahun
1983 ayat (1) dijelaskan bahwa Apabila Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia tumpang
tindih dengan ZEE negara-negara yang pantainya saling berhadapan atau
berdampingan dengan Indonesia. Maka batas ZEE antara Indonesia dan negara
tersebut ditetapkan dengan persetujuan antara Republik Indonesia dan negara yang
bersangkutan. Dari segi ini maka sudah jelas tindakan yang dilakukan oleh
pemerintah Indoensia, yakni dengan tegas untuk menyelesaikan kasus yang berada di
kawasan ALKI I ini. Apalagi apabila dikaitkan dengan hak kedaulatan Negara.
Dijelaskan pula dalam Pasal (5) UU ini bahwa Dengan tidak mengurangi ketentuan
ayat (1), eksplorasi dan/atau eksploitasi sumber daya alam hayati harus mentaati
ketentuan tentang pengelolaan dan konservasi yang ditetapkan oleh Pemerintah
Republik Indonesia (Cahyani, 2016). Dengan adanya tindakan China yang melakukan
illegal fishing di kawasan ALKI I, juga pengklaiman Laut Natuna, maka sudah jelas
bahwa China harus mengikuti dan mematuhi segala aturan yang berlaku dalam
pemerintahan Indonesia. Melihat insiden ini, sangat disarankan kepada Pemerintah
Indonesia untuk lebih meningkatkan pertahanan dan keamanan dalam hal militernya
di kawasan jalur ALKI I.
A.2. Jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia II
Jalur pada ALKI II ini difungsikan untuk pelayaran dari Laut Sulawesi
melintasi Selat Makasar, Laut Flores, dan Selat Lombok ke Samudera Hindia, dan
sebaliknya. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa masing-masing jalur
ALKI mempunyai potensi ancaman yang berbeda-beda. Pada ALKI II, potensi
ancaman berasal dari imbas konflik Blok Ambalat, seperti digunakannya wilayah
ALKI II untuk maneuver angkatan perang negara tetangga dan imbas lepasnya pulau
Sipadan dan Ligitan, seperti penangkapan ikan dan sumber daya alam lainnya secara
ilegal. Di samping itu, imbas dari pusat pariwisata dunia di Bali, seperti
penyelundupan barang secara ilegal dan perdagangan manusia, serta terorisme dan
imbas politik ekspansional Malaysia, seperti kemungkinan baru klaim wilayah
teritorial setelah berhasil menguasai pulau Sipadan dan Ligitan, serta provokasi atas
wilayah Blok Ambalat, juga merupakan potensi ancaman bagi ALKI II.
Diantara ALKI I, II, dan III, ALKI II merupakan lintasan laut dalam yang ekonomis
dan aman untuk dilalui. ALKI II yang melewati Selat Makassar-Selat Lombok
membelah sisi Indonesia Bagian Barat dan Indonesia Bagian Timur. Lebih jauh,
pendangkalan yang terjadi akhir akhir ini di Selat Malaka menyebabkan kapal-kapal
besar, terutama kapal tangki, memindahkan trayek pelayarannya melalui Selat
Lombok-Selat Makassar. Sebagai jalur perdagangan dan pelayaran internasional,
ALKI II memiliki nilai strategis. ALKI II yang mencakup Selat Lombok, Selat
Makassar, dan Laut Sulawesi menjadi penting dalam posisinya sebagai jalur
pendukung utama dari Selat Malaka yang sudah amat padat. Rahardjo Adisasmita
mengemukakan dengan konsep ”Kawasan Pembangunan SEMEJA”-nya, bahwa di
masa depan Selat Lombok-Selat Makassar memegang peran kunci sebagai jalur
pelayaran dunia, dimana jika garis jalur pelayaran vertikal dan garis jalur pelayaran
horizontal ditarik pada bola dunia akan beririsan pada titik yang berada tepat di Selat
Makassar. Selat Makassar–Selat Lombok yang memotong Laut Jawa– Banda–
Arafura menjadi penghubung dari Utara (Filipina) ke arah Selatan (Samudera Hindia)
adalah sebagai alur utama transportasi laut internasional (international sea
transportation highway). “Kawasan Pembangunan SEMEJA” adalah konsep yang
khas dan diformulasikan untuk kawasan kepulauan. Konsep pengembangan SEMEJA
ini dapat berbentuk selat, teluk, dan laut yang berfungsi untuk memfasilitasi
berkembangnya kegiatan perdagangan dan transportasi antar daerah yang berada di
sekelilingnya dengan berdasar pada prinsip saling membutuhkan, saling melengkapi,
dan saling menguntungkan, di manakota yang lebih kuat, besar, dan maju wajib
mendorong dan menarik kota yang lebih “kecil” (Adisasmita, 2008). Pada dasarnya,
negara-negara di dunia sebagai pengguna jalur pelayaran dapat memilih jalur yang
paling aman dan ekonomis dengan mematuhi ketentuan dalam UNCLOS 1982.
Sebaliknya, negara yang dilalui seperti Indonesia, harus menjamin keamanan dan
keselamatan alur laut tersebut di samping memanfaatkan peluang ekonomi dan
meminimalkan kendala dari pilihan jalur tersebut (Djalal, 1995). Untuk itu, ALKI II
sebagai jalur pelayaran dunia yang potensial di masa mendatang perlu mendapat
perhatian terkait hal ini. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Pertama,
peningkatan pertahanan-keamanan di wilayah ALKI II mengingat potensi ancaman
yang dimiliki sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, baik dari Negara tetangga
maupun kapal-kapal asing, terutama potensi ancaman keamanan nontradisional.
Peningkatan pertahanan-keamanan ini bisa dilakukan melalui peningkatan personel
dan peralatan yang dimiliki TNI Angkatan Laut kita, maupun koordinasi keamanan
laut yang efektif di bawah BAKORKAMLA.
Kedua, perubahan paradigma lama dari continental-based development menjadi
maritime/sea-based development sudah saatnya dilaksanakan secara konsisten,
sehingga pemanfaatan ALKI II ini harus ditarik ke arah pertumbuhan ekonomi
kawasan dan pembangunan wilayah. Peningkatan ekonomi di kawasan pesisir tentu
diharapkan akan berkorelasi positif dengan pengurangan gangguan keamanan di laut.
Ketiga, perlunya kajian komprehensif mengenai ALKI II, baik dari aspek pertahanan
keamanan, ekonomi, dan sosial-budaya sehingga mendapat pemetaan yang jelas
mengenai potensi ancaman dan potensi ekonomi yang bias dikembangkan masyarakat
pesisir, terutama mendukung maritime/sea based development (LIPI, 2011).
A.3. Jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia III
Jalur ALKI III pada umumnya dibagi menjadi beberapa bagian. Bagian
selatan bercabang tiga menjadi ALKI III-A(sekitar perairan Laut Sawu, Kupang),
ALKI III-B, ALKI III-C (sebelah timur Timor Leste), dan ALKI III-D (sekitar
perairan Aru). Jalur pada ALKI III-A difungsikan untuk pelayaran dari Samudera
Pasifik melintasi Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai, dan Laut
Sawu. ALKI III-A sendiri mempunyai 4 cabang, yaitu ALKI Cabang III B: untuk
pelayaran dari Samudera Pasifik melintasi Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda,
dan Selat Leti ke Samudera Hindia dan sebaliknya; ALKI Cabang III C: untuk
pelayaran dari Samudera Pasifik melintasi Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda ke
Laut Arafura dan sebaliknya; ALKI Cabang III D: untuk pelayaran dari Samudera
Pasifik melintasi Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai, dan Laut Sawu
ke Samudera Hindia dan sebaliknya; ALKI Cabang III E: untuk pelayaran dari
Samudera Hindia melintasi Laut Sawu, Selat Ombai, Laut Banda, Laut Seram, dan
Laut Maluku. Sejalan dengan keputusan MSC-, dalam rangka pemberlakuan ALKI
secara Internasional, Pemerintah RI diwajlbkan untuk mengundangkannya dalam
peraturan nasionalnya dan disampaikan kepada IMO untuk diumumkan. Dalam
kaitan ini, Departemen Luar Negeri selaku koordinator masalah ALKI yang
berdimensi Internasional bersama-sama dengan Departemen Hukum dan Perundang-
undangan (Departemen Kehakiman) telah merarnpungkan Rancangan Peraturan
Pemerintah yang saat ini telah siap untuk diproses pengesahannya. RPP ini memuat
tentang penetapan ALKI dan ketentuan tentang Hak-hak dan Kewajiban Kapal Asing
di ALKI. Namun perubahan wilayah Indonesia sebagai konsekuensi hasil jajag
pendapat dl Timor Timur pada tahun 1998 secara Iangsung mernpengaruhi penerapan
salah satu ALKI yaitu ALKI III khususnya di bagian III-A dan III-B. Jalur ALKI-III-
A dan III-B yang karena pemisahan tersebut, tidak lagi melintasi wilayah teritorial
Indonesia tetapi diperkirakan akan melewati wilayah teritorial dan ZEE Timor Timur.
Bagi Indonesia, hal ini sudah tidak lagi memenuhi kriteria dan kaidah hukum
internasional sesuai dengan pasal 53 (I) Konvensi tentang jalur ALKI sehingga
penanganan lebih Ianjut penerapan ALKI yang sesuai dengan kaidah hokum
lnternasional dan komitmen Indonesia dalam menangani seluruh masalah hukum laut
secara terpadu melalui mekanisme institusi Konvensi perlu terus ditegakkan,
termasuk penyelesaian masalah ini dengan bakal Negara Timor Timur. Sementara itu,
potensi ancaman untuk ALKI III berasal dari imbas konflik internal negara tetangga
di utara (Filipina) dan selatan (Timor Leste), seperti dijadikannya wilayah ALKI III-
A sebagai sarana pelarian atau kegiatan lain yang membahayakan keamanan laut serta
imbas dari lepasnya Timor Timur menjadi negara berdaulat (Timor Leste) terkait
dengan blok migas di sebelah selatan pulau Timor, seperti pelanggaran wilayah,
penyelundupan, dan klaim teritorial. Di samping itu, imbas konflik internal seperti
separatisme Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku dan dan Gerakan Papua
Merdeka (GPM) di Papua serta imbas politik luar negeri Australia, seperti pelebaran
pengaruh Australia terhadap wilayah sekitar di utara (Indonesia, Timor Leste, dan
Papua New Guinea) serta dukungannya terhadap gerakan separatisme dan juga imbas
potensi sumber kekayaan alam melimpah yang belum terkelola, seperti pencurian
ikan dan pencurian kekayaan alam lainnya, juga merupakan potensi ancaman
tersendiri bagi ALKI III.
B. Keinginan Dari Negara Lain Terkait ALKI IV
Jalur ALKI membuat posisi Indonesia menjadi penghubung antara dua lautan
bebas, Karena letaknya yang memotong kesatuan wilayah kepulauan Indonesia dalam
tiga bagian. ALKI sangat berharga bagi negara-negara lain luar kawasan dimana
kepentingan utama mereka adalah kepastian akses serta ketersediaan sumber daya di
laut. Jalur ALKI dapat digunakan sebagaimana laut bebas bagi negara lain. Kapal-
kapal asing termasuk kapal perang dapat melalui jalur tersebut tanpa harus meminta
izin kepada pemerintah Indonesia. Kapal selam juga dapat melalui jalur ini tanpa
wajib muncul ke permukaan laut. Begitu juga dengan pesawat yang dapat bebas
melewati ruang udara dalam jalur ALKI. Setelah ALKI secara resmi diakui dalam
peraturan pemerintah, perkembangan lingkungan strategis baik secara global,
regional dan nasional menunjukkan adanya peningkatan aktivitas laut. Banyak negara
maupun actor bukan negara yang setiap hari beroperasi di dalam wilayah dan sekitar
ALKI. Peningkatan aktivitas tersebut mendorong peningkatan potensi ancaman baik
dari ancaman keamanan tradisional maupun non-tradisional. Saat ini ALKI sendiri
masih sebatas jalur dari Utara ke Selatan Indonesia, sedangkan Barat sampai ke
Timur Indonesia (ALKI IV) belum ditentukan. Ini menjadi perhatian yang sangat
penting bagi pemerintah Indonesia untuk sesegera mungkin menentukan ALKI dari
Barat ke Timur Indonesia. Apabila jalur ini tidak terbentuk bisa dikatakan Negara
Indonesia belum memiliki ALKI meskipun kita sudah memiliki jalur sementara
Utara-Selatan dengan artian kapal asing bebas untuk melintasi laut territorial
Indonesia. Selain itu, Indonesia juga sudah berjanji kepada dunia bahwa akan
membuka jalur ALKI Barat-Timur pada tahun 1989 ketika saat MSC Meeting yang
ke-72. Disana terdapat berbagai desakan dari negara lain yang menginginkan
Indonesia untuk dapat membuka jalur ALKI IV ini atau ALKI Barat-Timur demi
kepentingan bersama. Sebagian besar negara-negara maju seperti Amerika Serikat,
China, dan Australia yang sangat menginginkan jika Indonesia dapat dengan segera
membuka jalur ALKI IV ini.
B.1. Amerika Serikat
Amerika Serikat (AS) melakukan perdagangan luar negerinya 95% melewati
laut (Fajriansyah, 2007). Perairan Indonesia menjadi jembatan yang menghubungkan
AS dengan negara lain. Melihat berbagai potensi di Asia Pasifik, AS berusaha
menunjukkan perannya dengan bergabung dalam Quadrilateral Security Partnership
(QSP), yaitu sebuah kerjasama dalam bidang maritime dengan negara-negara lain
seperti Australia, Jepang, dan India yang memilki tujuan menghimpun kekuatan di
kawasan untuk membendung maneuver China dan Rusia di Asia Pasifik (Chellaney,
2010). Hal ini menyempurnakan keinginan AS untuk mengontrol dan mengendalikan
Sea Lanes of Communication (SLOC) yang terbentang dari Samudera Hindia hingga
Laut Jepang (Somantri, 2009), termasuk di dalamnya Choke Point yang penting di
dunia yang berada di wilayah ALKI. Choke Point merupakan titik-titik titik penting
dalam wilayah perairan yang di dalamnya mengandung banyak sumber kekayaan
laut. Banyak negara memiliki kepentingan pada titik‐titik tersebut. Di dunia terdapat
sembilan Choke Point, empat diantaranya terdapat di perairan Indonesia. Beberapa
Choke Point strategis bagi kepentingan global tersebut adalah Selat Sunda, Selat
Makassar‐Lombok, Selat Malaka dan Perairan Ombai Wetar. Amerika Serikat juga
mengalihkan pangkalan pertahanannya dari Okinawa ke Guam. Dengan alasan untuk
mewujudkan fleksibilitas strategi, kebebasan dan kecepatan bertindak, peningkatan
kemampuan deterrence, perang global terhadap terorisme, gelar penindakan untuk
masa damai maupun untuk menghadapi kemungkinan perang serta respons terhadap
situasi krisis yang terjadi di kawasan atau global. Kekuatan militer di Guam
yang terdiri atas kekuatan Udara, Laut dan Marinir ini terus dikembangkan hingga
mencapai sekitar 40.000 personel. Dari perspektif keamanan hal tersebut tentunya
menjadi ancaman bagi Indonesia karena kekuatan besar telah berada tepat di depan
pintu keluar masuk Choke Points Indonesia yaitu ALKI II. AS jelas menaruh
perhatian khusus terhadap ALKI, bahkan hingga kini AS masih mendesak untuk
dibukanya jalur ALKI baru yaitu ALKI timur‐barat atau ALKI IV.
B.2. China
Telah diketahui bahwa China telah mengklaim wilayah laut lepas yang
mendekati Natuna dan telah mengembangkan Angkatan Lautnya menjadi kekuatan
Blue Water Navy ke selatan hingga wilayah Asia Tenggara. Untuk memenuhi
kebutuhan energi dan perdagangannya, China telah membeli beberapa kapal
berukuran besar diantaranya kapal container raksasa dan kapal tanker raksasa sebagai
konsekuensi penggunaan kapalkapal tersebut dibutuhkan pada alur perairan yang
lebih dalam yaitu pada ALKI II dan ALKI III. China memang sangat membutuhkan
jalur ALKI, terutama ALKI II yang menjadi lintas utamanya untuk melakukan
perdagangan dengan Australia. Selain itu, China juga membutuhkan ALKI Barat-
Timur dimana China mempunyai keinginan menguasai beberapa sumber daya laut
yang ada di kawasan Laut Jawa atau jalur ALKI IV.
B.3. Australia
Sudah menjadi rahasia umum bahwa Australia mempunyai berbagai
kepentingan dalam wilayah perairan Indonesia. Keinginan Australia adalah menjadi
penata keamanan kawasan sekaligus sebagai pemimpin negara- negara di Asia
Pasifik. Oleh karena itu, selain AS, Australia adalah salah satu negara yang sangat
berambisi untuk mengajukan pembukaan jalur ALKI baru, ALKI Timur-Barat. ALKI
Timur‐Barat yaitu ALKI IV adalah jalur ALKI diajukan oleh Amerika Serikat dan
Australia. Dari perspektif kepentingan nasional di laut, penetapan ALKI Timur‐Barat
memiliki implikasi yang lebih besar dibandingkan dengan ALKI UtaraSelatan, ALKI
Timur‐Barat terbentang dari Laut Arafuru sampai dengan Laut Jawa yang terhubung
dengan alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) I Utara‐Selatan. Keinginan pembukaan
jalur ALKI baru yang belum terpenuhi ini memicu Australia beberapa kali melakukan
pelanggaran wilayah laut maupun ruang udara Indonesia. Seperti pelanggaran
perairan oleh kapal perang Australia terjadi pada 6 Januari 2013, dimana kapal perang
Australia masuk ke perairan Indonesia hingga 7 mil dari pesisir Pulau Rote, Nusa
Tenggara Timur (Greater, 2014).

C. Sarana Navigasi Pelayaran


Sarana bantu navigasi pelayaran yang disingkat SBNP adalah merupakan
peralatan yang dibutuhkan sebagai rambu rambu lalu lintas laut atau panduan navigasi
dari pelayaran kapal di laut. Pengertian sarana bantu navigasi pelayaran sebagai alat
bantu serta panduan yang harus di diketahui oleh seorang nakoda kapal atau anak
kapal saat berlayar dilaut yang memiliki aturan standar sebagai rambu pelayaran dan
rambu lalu lintas di laut yang berlaku di juga pada laut diseluruh dunia atau berlaku
Internasional. Banyaknya makalah yang membahas masalah kecelakaan di kapal saat
ini khususnya di laut pasti tentang sarana bantu navigasi pelayaran yang minim.

Berikut adalah tempat tempat yang seharusnya terdapat sarana navigasi pelayaran :
1. Di tempat pintu keluar dan pintu masuk pelabuhan berupa sarana bantu seperti
lampu Merah dan Lampu hijau bagi kapal dalam melakukan pelayaran agar tidak
saling bertabrakan antar kapal.
2. Di tempat bagian yang dangkal dan berbahaya di tengah laut sarana bantu navigasi
pelayaran dalam bentuk pelampung suar diletakan agar tidak melewati area itu. Atau
di tempat adanya kapal karam yang mengakibatkan perairan itu berbahaya bila kapal
besar melewatinya.
3. Di Perbatasan laut antar negara sebagai tanda batas laut yang seharusnya tidak boleh
dimasuki oleh kapal tanpa ijin dari negara masing masing.
4. Di tengah laut di kedalaman adanya pipa gas atau sambungan kabel bawah laut juga
biasanya akan diletakkan pelampung suar yang menandakan area laut tidak boleh
dilalui dan sangat berbahaya.

Berikut adalah fungsi dari sarana bantu navigasi pelayaran agar agar dipatuhi dan
diketahui semua orang yang berhubungan dalam dunia pelayaran dan kelautan pada
umumnya.
1. Sebagai sarana navigasi pelayaran dalam menentukan mengambil keputusan ketika
menemukan rambu pelayaran di area yang belum pernah dilalui sebelumnya.
2. Mengurangi tingkat kesalahan atau kecelakaan di laut.
3. Mercusuar sebagai petunjuk dan panduan arah serta acuan arah navigasi bagi
nakhoda.
4. Pengawasan area perbatasan laut suatu negara dari kapal yang tidak memiliki ijin
memasuki area laut itu.
5. Pengawasan pencurian sumber daya laut dari kapal asing
6. Sebagai tanda area di lautan yang dalam dan yang dangkal serta berbahaya untuk
dilewati.
7. Sebagai patokan koordinat serta posisi dimana anda berada saat berlayar dan
menemukan tanda rambu pelayaran.
8. Batas perairan international atau laut bebas.

Berikut adalah jenis dan fungsi sarana bantu navigasi pelayaran:


1. MARINE RADAR Navigasi kapal
alat navigai Kapal laut modern sekarang dilengkapi dengan alat navigasi kapal berupa
marine radar untuk mendeteksi kapal lain, cuaca/ awan yang dihadapi di depan
sehingga bisa menghidar dari bahaya yang ada di depan kapal.
2 . Menara suar atau Mercusuar 
Jenis sarana bantu pelayaran ini umumnya tinggi karena berada di darat dan berbentuk
berupa bangunan tinggi melingkar mengerucut, dapat juga berupa Tower dengan
tangga dengan tiang bangunan dari besi dengan lampu penerang dengan lensa khusus
yang kearah laut lepas atau sekelilingnya yang dipasang pada bagian paling atas dari
menera biasanya selalu ada dekat dengan pelabuhan, atau penanda pulau kecil di
tengah laut atau juga pulau perbatasan di tengah laut. Memiliki fungsi sebagai tanda
serta acuan arah untuk kapal-kapal yang akan menuju atau menghindari pulau dan
juga sebagai penentuan koordinator posisi kapal saat itu. Menara mercusuar biasanya
selalu ada yang menunggu dan bertugas sebagai pegawai yang juga dibayar oleh
pemerintah khususnya di pulau pulau kecil di dekat perbatasan laut antar negara.
3. Rambu suar (buoy) 
Jenis sarana bantu pelayaran yang satu ini berada di air khusus sebagai rambu
pelayaran memiliki alat penerang menggunakan tenaga matahari (solar cell) . Bentuk
seperti permanen atau pelampung mengapung namun terikat sampai kebagian dasar
laut yang ditempatkan di perairan pantai atau di dalam pelabuhan dan berfungsi
memberikan informasi kepada kapal-kapal yang sebagai panduan navigasi di daerah
sekitarnya. Biasa diletakkan pada lokasi-lokasi seperti di pelabuhan, posisi jalur masuk
dan jalur keluar serta tempat-tempat dangkal atau tempat yang memiliki halangan di
bawah air dan juga di jalur sebagai penanda rambu pelayaran yang aman untuk bisa
dilewati.
4. Lampu Suar spot
Jenis sarana bantu pelayaran berbentuk berupa lampu penerang dengan posisi tetap
diletakan pada bagian paling tinggi pada satu menara yang cahayanya berfungsi
sebagai penerangan memberikan informasi dari kejauhan kepada kapal-kapal yang
berlayar di sekitar daerah tersebut akan adanya benda-benda berbahaya seperti kapal
karam dengan atau adanya karang serta tempat-tempat dangkal yang tidak boleh
dilalui.
5. Lampu Suar penuntun (landing light) 
yaitu suatu alat berbentuk lampu penerang yang memiki lensa yang mampu dan
berfungsi sebagai penerangan , yang dipasang diatas bangunan atau tower sejenis
menara pelabuhan diarea selat sempit yang memberikan panduan kepada kapal-kapal
akan melewati jalur yang sulit dan sempit di pelabuhan atau selat dekat dengan pulau.
6. Lampu Suar pengarah 
Yaitu suatu alat penerang yang yang mampu sekaligus mengeluarkan tiga jenis sinar
yang berbeda. Dipasang pada bagian atas bangunan seperti tower atau menara pada
pelabuhan atau selat selat berfungsi untuk memberikan penerangan dan mengarahkan
kapal yang beroperasi di jalur jalur pelayaran yang sempit dengan sinar warna
putihditengah diapit oleh sinar warna hijau dan sinar warna merah.
7. Stasiun rambu radio 
yaitu perlengkapan radio dengan gelombang menengah memiliki transmiter, antena
dan peralatan pendukung lainnya untuk menyiarkan sinyal gelombang menengah agar
supaya kapal-kapal yang dilengkapi dengan perlengkapan pencari arah dari radio
dapat menggunakan pancaran dari sinyal yang dikeluarkan dari statiun tersebut untuk
tujuan dapat menentukan posisi.
8. Navigasi Satelit Kapal
Adalah alat yang menggunakan sinyal radio yang di salurkan ke penerima di
permukaan tanah untuk menentukan lokasi sebuah titik kapal di permukaan bumi
maupun lautan. Contoh populer navigasi satelit adalah GPS, milik Amerika Serikat,
dan ada juga Glonass, milik Rusia.
9. PETA
Merupakan perlengkapan utama dalam pelayaran kapal bentuk dua dimensi (pada
bidang datar) keseluruhan atau sebagian dari permukaan bumi yang di proyeksikan
dengan perbandingan/skala tertentu
10. KOMPAS
Kompas adalah alat nafigasi untuk menentukan arah kapal berupa sebuah penunjuk
magnetis yang bebas menyelaraskan dirinya dengan medan magnet bumi secara
akurat. Arah mata angin yang di tunjuknya adalah utara,selatan,timur, dan barat.
Apabila di gunakan bersama-sama dengan jam dan sekstan, maka akan lebih akurat.
11. IRS (Inertial Reference System)
adalah alat yang mampu mengetahui posisi kordinat kapal berdasarkan efek
inertial. Selain bisa di gunakan di laut, alat ini juga bisa di gunakan sebagai alat
nafigasi di darat, di pesawat udara, serta di ruang angkasa
BAB 3
KESIMPULAN
Alur Laut Kepualauan Indonesia (ALKI) merupakan konsensus yang
ditetapkan pada Peraturan Pemerintah no 37 tahun 2002, dengan membagi wilayah
Indonesia untuk dilewati oleh 3 jalur ALKI dengan adanya keputsanIMO pada sidang
Marine Safety Comitte ke-69. Jalur ALKI menjadi sebuah representasi dari luasnya
wilayah perairan yurisdiksi nasional yang berkaitan erat dengan status Indonesia
sebagai sebuah negara maritime. ALKI sendiri merupakan suatu wilayah terbuka
yang membagi Indonesia dalam empat kompartemen strategis.
Mengingat negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki luas
laut serta pulau yang banyak tentu sarana rambu navigasi pelayaran menjadi sangat
dibutuhkan untuk menghindari atau mengurangi tingkat kecelakaan pelayaran di laut
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai