Anda di halaman 1dari 3

Kebiasaan Internasional

Oleh : Handika s.s.

Dewasa ini istilah kebiasaan internasional menjadi suatu istilah yang sangat
penting bagi Hukum Internasional, bahkan sebagian besar Hukum Internasional
terdiri dari kaidah – kaidah kebiasaan1. Pada saat ini, dikarenakan kebiasaan
internasional itu sendiri tidak dalam bentuk tertulis, maka beberapa dari kebiasaan
internasional itu sendiri sudah tertuang dalam beberapa perjanian Internasional.
Sehingga posisi kebiasaan inernasional yang pada awalnya memiliki peranan yang
sangat penting sekarang sudah tidak lebih penting dari Perjanjian Internasional.
Hal itu dikarenakan karena semakin banyak persoalan diatur dengan Perjanjian
Internasonal2. Namun, selama perkembangan masyarakat internasional yang
identik selalu dinamis, dan selama hal tersebut belum terjamah, maka kebiasan
Internasional tetap berperan penting dalam Hukum Internasional sebagai sumber
hukum yang dapat mengikuti perkembangan masyaraka Internasional.

Jika berangkat dari istilah kebiasaan, maka akan terdapat relevansinya


dengan Adat – Istiadat. Mengapa demikian? Kita tahu bahwa sebuah kebiasaan
tidak akan tercipta tanpa adanya adat istiadat, sehingga yang akan lebih dahulu
muncul ke permukaan jika membicarakan kebiasaan adalah adat istiadat. Menurut
kamus bahasa Indonesia, adat istiadat adalah tata kelakuan yang kekal dan turun-
temurun dari generasi satu ke generasi lain sbg warisan sehingga kuat integrasinya
dng pola perilaku masyarakat. Sedangkan kebiasaan ialah suatu pola yang
dikerjakan secara berlang – ulang untuk hal yang sama. Perlu dipahami bahwa adat
Istiadat itu belum mempunyai kekuatan hukum, dan baru mempunyai kekuatan
hukum jika terdapat pelaksanaan dari adat istiadat tersebut dan dapat diterima
secara umum.

J.G STARKE dalam bukunya menerangkan tentang kaidah – kaidah yang


dikembangkan dari Adat – istiadat diantaranya ialah:

- Hubungan diplomatic antar Negara – Negara


- Praktek Organisasi – organisasi Internasional
- Perundang – undangan dan keputusan – keputusan Negara.

1
J.G STARKE, pengantar hukum internasional (1),2006,hal.45
2
Mochtar K, pengantar hukum internasional bag.1, 1976, hal.133
Jika kembali ke permasalahan kebiasaan Internasional, perlu dipahami pula bahwa
tidak semua kebiasaan Internasional adalah sumber Hukum oleh karena Kebiasaan
Internasional termasuk sumber hukum Internasional.

Menurut Prof. Mochtar Kusumaatmadja dalam bukunya pengantar Hukum


Internasional Jilid 1, harus ada unsur diterimanya Kebiasaan Internasional menjadi
Sumber Hukum Internasional,:

1. Harus terdapat suatu kebiasaan yang bersifat umum


2. Kebiasaan itu harus diterima sebagai hukum.

Dari penjelasn diatas, dapat kita namakan unsure Materiil(kenyataan) dan


pshycologis(diterima). Mengenai Unsure materiil maka suatu kebiasaan
internasional itu harus benar – benar ada terlebih dahulu sehingga menciptakan
kaidah kebiasaan. Sedangkan unsure pshycologis ialah adanya pengakuanatau
kehendak dan penaatan dari pelaksanaan kebiasaan internasional tadi karena
dirasakan merupakan suruhan kaedah sehingga pengulangan kebiasaan itu adalah
akibat dari suatu kaidah yang terkesan dipaksakan. Unsure pshycologis ini juga
biasa dikenal dengan istilah opinio juris sive necessitates. Opinion juris disini
mempunyai fungsi tersendiri, yaitu sebagai pembeda antara suatu kebiasaan yang
diikuti karena sukarela atau karena alasan lain yang membuat kebiasaan itu harus
dilaksanakan. Perlu diingat, jika suatu kebiasaan sudah terlaksana , maka karena
sifatnya kaidah tersebut hampir tidak pernah akan ditolak oleh masyarakat
Internasional. Hal tersebut karena adanya pengakuan secara umum, General
Recognition menurut J.G STARKE.

Dalam penerapan Yudisial Kebiasaan, maka baik pengadilan nasional


maupun internasional memainkan suatu peranan penting dalam penerapan kaidah
kebiasaan3. Meminjam kata – kata Mr. Justice Cardozo, pengadilan dengan
kekuasaannya akan menguji kualitas hokum dari kebiasaan tersebut. Kesulitan
yang timbul dalam mengekstrak kaidah kebiasaan adalah banyaknya dokumen –
dokumen yang beragam dan praktek pendokumentasian dari Negara – Negara yang
bersangkutan kurang baik. Sehingga berdasarkan pasal 24 statuta tanggal 21
November 1947, Komisi Hukum Internasional PBB ditugaskan untuk memikirkan
nasib bagaimana caranya memperoleh dengan mudah Fakta – fakta hokum

3
J.G STARKE, pengantar hukum internasional (1),2006,hal.49
kebiasaan Internasional. Dan untuk selanjutnya melapor kepada Majelis Umum
PBB.

Disamping itu, ternyata Kebiasaan Internasional dapat diajukan keberatan


apabila Negara – Negara berkeberatan. Keberatan ini dapat dinyatakan dengan cara
jalan diplomatic atau dengan mengajukan keberatan dihadapan suatu mahkamah4.

Perlu diketahui, bahwa kebiasaan Internasional disini sebagai sumber Hukum tidak
berdiri sendiri5. Kebiasaan Internasional sangat erat dengan Perjanjian
Internasional. Karena hubungannya adalah timbal balik. Seperti dijelaskan di awal,
saat ini beberapa kebiasaan internasional sudah banyak yang tertuang dalam
Perjanjian Internasional. Bahwasanya kebiasaan Internasional dapat meimbulkan
kaidah – kaidah hukum kebiasaan internasional sehingga kemudian dituangkan
dalam perjanjian – perjanjian internasonal seperti konvensi mengenai hukum
perang. Hal tersebut juga dimungkinkan sebaliknya perjanjian internasional yang
dilakukan berulang kali dengan masalah yang sama, lama – kelamaan juga akan
menjadi kebiasaan juga dan menciptakan lembaga hukum melalui proses Hukum
Kebiasaan Internasional6. Seperti contoh, mengenai Hubungan Konsuler.

Dari contoh di atas, maka jelaslah pula mengenai hubungan kebiasaan


internasional dengan perjanjian internasional, yang mana keduanya memiliki
hubungan yang sangat erat.

Daftar pustaka :

Starke,J.G(2006),pengantar hukum internasional jilid1,Jakarta: sinar grafika.

Kusumaatmadja,Mochtar(1976),Pengantar Hukum Internasional


Buku1,Bandung:Penerbit Bina Cipta

4
Mochtar K, pengantar hukum internasional bag.1, 1976, hal.135
5
Ibid, hal.137
6
Ibid, hal.137

Anda mungkin juga menyukai