Anda di halaman 1dari 6

C.

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) dan

Indonesia merupakan Negara yang memiliki wilayah laut sangat luas yaitu sekitar 5,8 juta
km2 , tiga per empatnya bagian dari total wilayah Indonesia, yang terdapat 15.504 pulau dan
dikelilingi oleh garis pantai1, pulau-pulau tersebut tersebar dan terbentang di khatulistiwa yang
terletak posisi lintang yang secara geografis sangat strategis yang diampit oleh dua benua dan 2
samudera yaitu benua Asia dan Australia, samudera Pasifik dan Hindia 2. Juga berbatasan langsung
dengan negra-negara lain yaitu Malaysia, Vietnam, Singapura, Thailand, Papua Nugini, Australia,
Palau, dan Timor Leste. Adanya perbatasan dan diampit dengan 2 benua dan 2 samudera perairan
Indonesia memiliki keuntungan tersendiri dalam lalu lintas perdagangan dan pelayaran internasional,
juga memegang peranan penting dibidang ekonomi karean wilayah kelautan asia tenggara sebagian
besar merupakan otoritas kawasan Indonesia. Ditunjang dengan adanya ALKI (Alur Laut Kepulauan
Indonesia)3.

ALKI merupakan alur laut kepulauan Indonesia yang digunakan untuk pelaksanaan hak lintas
alur laut kepulauan atas konversi hukum laut internasional. Alur digunakan sebagai alur pelayaran
atau penerbangan internasional yang melintasi perairan wilayah Indonesia dan mencegah adanya
pelanggaran kapal dan pesawat udarah Negara asing 4. Tanggal 19 mei 1998, pada sidang ke-69
Komisi Pelayaran (Maritime Safety Committee/MSC) dan Organisasai Maritim International
(International Marritime Organization/IMO) menyetujui terkait usulan pemerintah mengenai tiga
jalur alur laut kepulauan Indonesia (ALKI). Setelah Indonesia resmi meratifikasi UNCLOS tahun
1982 dengan UU No.17 tahun 1985 dan dinyatakan sebagai hukum positif international yang
mengakui hak Indonesia sebagai Negara kepulauan resmi dibentuk. Sebagaiama kewajiban
pemerintahan indonesia diatur dalam pasal 47-53 konvensi hukum laut (UNCLOS) 1982. Landasan
yang digunakan untuk merumuskan alur lintas kepulauan ialah pada pasal 53 ayat 1 UNCLOS 1982
yaitu Negara kepulauan dapat menunjuk jalur laut dan rute udara di sana, cocok untuk perjalanan
kapal dan pesawat asing yang terus menerus dan cepat di atas perairan kepulauan dan laut teritorial
yang berdekatan5. UNCLOS pasal 47 menyebutkan bahwa Negara kepulauan dapat menarik garis
pangkal lurus kepulauan, aturan tersebut telah di tranformasi dalam UU No. 6 Tahun 1996 tentang
perairan Indonesia yang disusul oleh oleh PP No. 37 Tahun 2002 yang menjelaskan tentang hak dan

1
https://law.ui.ac.id/v3/penegakan-hukum-di-wilayah-laut-indonesia/
2
Siti Merida Hutagalung, Penetapan Alur Laut Kepulauan Indonesia (Alki): Manfaatnya Dan Ancaman Bagi
Keamanan Pelayaran Di Wilayah Perairan Indonesia, Jurnal Asia Pacific Studies, Volume 1, Number 1 (January -
June 2017), 76.
3
Cicilia Safaatul Colline, “Strategi Badan Keamanan Laut Republik Indonesia dalam Penanganan Kejahatan
Perampokan Bersenjata di Kawasan Alur Laut Kepulauan Indonesia Tahun 2017-2020”, Skripsi UIN Sunan
Ampel Surabaya (Surabaya, 2021), 2.
4
Siti Merida Hutagalung, Penetapan Alur Laut Kepulauan Indonesia (Alki): Manfaatnya Dan Ancaman Bagi
Keamanan Pelayaran Di Wilayah Perairan Indonesia, Jurnal Asia Pacific Studies, Volume 1, Number 1 (January –
June 2017), 82.
5
United Nations Convention on the Law of the Sea Article 53, 42.
kewajiban kapal dan pesawat udara milik Negara asing dalam menjalankan hak lintas alur laut dari
alur laut kepulauan yang telah ditentukan dalam PP No. 38 Tahun 2002 yang menjelaskan tentang
aturan tentang daftar geografis titik garis pangkal kepulauan Indonesia. ALKI ditujukan untuk
berbagai macam jenis kapal dan pesawat asing yang terus menerus yaitu Negara kepulauan dalam
menentukan alur laut kepulauan harus memperhatikan Zona Ekonmi Eksekutif (ZEE) yang diukur
dari garis dasar selebar 200 mil ke arah laut terbuka serta landas kontinen dan secepat mungkin
melalui perairan teritorial yang terdekat dan harus sama untuk mengadakan lintasan secara langsung
dan tidak terputus6.

Tiga jalu alur laut kepulauan Indonesia yang telah disetujui yaitu:

1. ALK I : Selat Sunda, Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut Cina Selatan
2. ALKI II : Selat Lombok, Selat Makasar, dan Laut Sulawesi
3. ALKI III dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
a. ALKI III-A : Laut Sawu, Selat Ombai-Wetar, Laut Banda (Sebelah Barat Laut
Buru), Laut Seram (Sebela Timur Pulau Mongole), Laut Maluku dan Samudera
Pasifik.
b. ALKI III-B : Laut Timor, Selat Leti, Laut Banda (Barat Laut Buru), selanjutnya
ke ALKI III-A
c. ALKI III-C : Laut Arafuru, Laut Banda (Barat Laut Buru) Selanjutnya Terus ke
Utara Gabung dengan ALKI III-A7.

Penenuan ALKI dibentuk agara kegiatan atau aktivitas pelayaran ataupun penerbangan internasional
dapat terstuktur. Dengan harapan tidak terjadi suatu pelanggran dan bagi pengguna kawasan perairan
kepulauan Indonesia kapal dan pesawat asing sesuai degan aturan yang telah disepakati. adanya ALKI
I, ALKI II, dan ALKI III tentu membuka peluang terhadap berbagai kosekuensi kemanan diperairan
Indonesia Dengan adanya jalur ALKI mengharuskan Indonesia menjadi Negara yang terbuka, dari
segi posisi geografis dengan pintu masuk dan pintu keluar dengan posisi menyebar yang serba
terbuka membuat para pelaku yang melakukan pelanggran dapat melarikan diri dengan bebas.,
pemicu ancaman keamanan laut dapat yang ditinjau dari 2 bentuk yaitu:

1. Keamanan tradisional yang bersumber dari kehadiran militer asing dengan ancaman senjata
namun ancaman pada ALKI berasal dari actor Negara dan non-negra, individual ataupun
kelompok. Cara mengetahui ancaman tradisonal dapat diketahui dengan apa yang
diperkenalkan para ahli keamanan pasca perang dingin 19898.

6
. Siti Merida Hutagalung, Penetapan Alur Laut Kepulauan Indonesia (Alki):……..,82.
7
Ismah Rustam, Tantangan ALKI dalam Mewujudkan Cita-cita Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia,
Indonesian Perspentive, Vol 1, Nomor 1, (januari-Juni), 9.
8
Poltak Patogi Nainggolan, Indonesia dan nacaman keamanan di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALIK), Kajian,
Vol. 20, No. 3, (September 2015), 189.
2. Keamanan non tradisional atau transnasional merupakan kelompok terorganisir yang
bertujuan mendapatakan uang secra lega maupun illegal engan menjual barang yang dapat
memberikan timbal balik yang maksimal dengan meminimkan resiko seperti jual beli senjata,
obat terlarang, protisutusi, penyelundupan , pembajakan, sabotase, perampokan.

Kawasan perbatasan Indonesia yang berda pada jalur ALKI I, ALKI II, ALKI III perlu prospek
penjagaan keamanan karena pada ALKI I sebagian besar insiden yang terjadi yaitu tindak kejahatan
perampokan bersenjata yang paling bahaya yaitu di kawasan selat malaka, Selain itu ALKI I
memiliki potensi kerawanan pertahanan karena jalur ini mempunyai problematika dengan laut china
selatan yaitu kasus kaim wilayah Spatly dan Paracel yang ada di laut selatan China. ALKI II
merupakan kawasan yang berbahaya karena laut Sulawesi berbatasan langsung dengan sabah
Malaysia dan laut sulu Filipina, kawasan ini merupakan kawasan yang rawan akan pembajakan dan
perampokan bersenjata, penangkapan ikan dan pengambilan SDA secara ilegal, penyelundupan
barang dan perdagangan manusia secra illegal. sedangkan ALKI III juga terdapat beberapa kasus
perampokan bersenjata di beberapa kawasan.

Upaya penanganan ALKI membutuhkan kemampuan dalam pencegahan dan penangkalan


lewat kerjasama yang melibatkan seluruh instansi dari dalam negeri baik dari pusat maupun di daerah
serta kerja sama dengan Negara lain dalam mendukung teksnis yang berkaitan dengan keamanan di
ALKI.

Keinginan negara lain terkait ALKI IV

ALKI merupakan suatu hal yang berharga bagi Negara lain sebgai akses ketersediaanya
SDA dilat, jalur ALKI dapat digunakan kapal-kapal asing ataupun kapal perang tanpa izin dari
pemerintahan Indonesia. Banyaknya aktivitas didalam kawasan alki menyebabkan banyaknya potensi
ancamana keamanan tradisional ataupun non tradisional. Saat ini ALKI hanya ada dijalur Utara ke
Selatan Indonesia, sedangkan dibagian barat ke Timur belum ditentukan, hal ini menjadi perhatikan
bagi pemerintahan negara Indonesia untuk menentukan ALKI dari Barat ke Timur. Karena banyak
negara lain seperti Amerika, Singapura, China, dan Australia mendesak Indonesia untuk segera
membuka jalur ALKI IV atau ALKI dari Barat ke Timur.

Penyelesaian Sengketa Wilayah Laut, Udara dan Wilayah Angkasa

a. Penyelesaian sengketa wilayah Laut


 Masalah perbatasan laut antara Malaysia dan Indonesia
Sebagai Negara yang memiliki banyak pulau-pulau yang berbatasan langsung
dengan negra tetangga, terdapat 10 negara yang berbatasan langsung dengan perairan
Indonesia salah satunya adalah Malaysia, singapura, Vietnam, Thailand, Timor Leste,
Palau, Papua Nugini, Australia, India, dan Philipina. Adanya perbatasan langsung dengan
perairan Indonesia memicu adanya konflik seperti yang terjadi anatara Malaysia dengan
Indonesia. International Court Of Justice Nomor 102 Tanggal 17 Desember 2002
tengtang Case Counting Soverreignty Over P. Ligitan and P. Sipadan Mahkamah
Internasional memberikan kedaulatan atas Pulau Lingitan dan Pulau Singitan kepada
Malaysia. Dalam PP Nomor 37 Tahun 2008 yang mengubah PP Nomor 38 Tahun 2002
tentang Daftar Koordinat geografis titik Pangkal kepulauan Indonesia dalam peta dua
pulau tersebut tidak dimasukan. Hal tersebut terjadi karena kurangnya perhatian
pemerintah dengan perbatasan khususnya pulau-pulau kecil yang ada di kawasan
perbatasan9.
Sengketa yang terjadi antara Indonesia dan Malaysia harus diselesaikan karena
dalam UNCLOS menyebutkan “States Parties shall settle any dispute between them
concerning the interpretation or application of this Convention by peaceful means in...” 10
bahwasannya UNCLOS memerintahkan bagi anggota konvensi yang bersengketa harus
menyelesaikan dengan jalur damai dan tidak menggunakan kekerasan. Sebgaiman tujuan
dari PBB yaitu untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional dan
menyelesaikan perselisihan yang terjadi dengan damai, ditegaskan dalam piagam PBB
pasal 33 yang menyebutkan bahwa negara yang yang sedang bersengketa melakukan
upaya penyelesaian memalului jalur damai yaitu negoisasai, mediasi, konsiliasi,
arbitrasi11. Hal yang dilakukan untuk menyelesaikan sengketa antara Indonesia dan
Malaysia adalah negoisasi, karena cara negosisi menghindarkan perhatian public dan
tekanan poitik dalam negeri.
b. Penyelesaian sengketa wilayah Udara
 Sengketa FIR diatas Kepulauan Natuna dengan Singapura
FIR (Flight Information Region) merupakan suatu ruang udara yang telah ditentukan
dimensinya. Indonesia ikut andil dalam oranisasi Penerbangan Sipil Internasional yang
baru terlihat dalam pertemuan Reginal Aviation Navigation (RAN) yang perdana
diselenggrakan oleh ICAO kawasan Asia Pasifik pada Tahun 1973. Dalam pertemuan
tersebut Singapura mengajukan FIR di kawasan Natuna tetap dikelolahnya, yang mana
usulan tersebut diterima oleh Indonesia dan Organisasi dikarenakan singapura lebih layak
dalam mengelola ruang udara yang ada dikawasan tersebut. Namun sebagian masyarakat
Indonesia menganggap keputusan tersebut merupakan sebuah kesalahan besar. Setelah
FIR diambil alih dan dikelolah, singapura mempersulit akes Negara Indonesia untuk
terbang diatas kawasan natuna dan menuju singapura. ICAO menyelenggarakan
9
Ummi Yusnita, Penyelesaian Sengketa Batas Laut antara Indonesia dan Malaysia dalam Perspektif Hukum
Internasional, Binamuia Hukum, Vol. 7, No. 1,(Juli 2018), 100.
10
United Nations Convention on the Law of the Sea Article 279, 129.
11
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Statuta Mahkamah Internasional Pasal 33, 23.
pertemuan RAN yang kedua di singapura pada 1983, dalam pertemuan tersebut Indonesia
berusaha meminta untuk mengelolaruang udara diatas Kepulauan Natuna dari Sigapura
namun permintaan tersebut ditolak. Namun, pada pertemuan di Bali 2021 singapura
menyatakan bahwa besedia untuk mengembalikan FIR kepulauan Natuna kembai ke
Indonesia jika mendapatkan persetujuan dari ICAO12.
Dalam menyelesaiakn suatu sengketa FIR Kepulauan Natuna Indonesia
menggunakan Diplomasi joint management yaitu pengelolaan dilakukan bersama antara
Indonesia dengan singapura dengan wujud good neighbouring dan win-win solution. Hal
tersebut ditandai dengan kerjasama pelatihan militer di Kepulauan militer.

c. Penyelesaian sengketa wilayah Angkasa


Ruang Angkasa memiliki prinsip yang digunakan untuk mengatur ruang angkasa.
Prinsip utamanya adalah non appropriation principle (non-kepemilikan) dan freedom
exploitation principle (bebas). Prinsip pertama yaitu ruang angakasa beserta benda yang
berada di langit merupakan milik bersama umat manusia, yang mana tidak dapat diklam
oleh suatu Negara. Sedangkan prinsip yang kedua adalah seluruh Negara dapat
menggunakan ruang angkasa untuk kepentingan yang bersifat damai. 13
dalam peluncuran benda ruang angkasa serin menimbullkan dampak positif yang
memiliki banyak manfaat bagi negra peluncur, namun juga tidak bisa dipungkiri bahwa
setiap peluncuran benda tetap ada suatu kecelakaan di ruang angkasa. Kecelakaan yang
terjadi menimbulakan suatu kerusakan yang memicu adanya sengketa antar Negara.
Dalam penyelesaian sengketa yang diatur dalam ruang angkasa sama dengan
penyelesaian sengketa dalam huum internasional. Hukum ruang angkasa adalah bagian
dari hukum interasional dalam dilakukan melalui ICJ (International Court of Justice)
proses ini dapat dilakukan jika salah satu pihak melakukan hal yang terjadi dan dapat
dilakukan bilamana kedua pihak merupakan anggota PBB.
Bukan hanya itu penyelesaian sengketa juga dapat dilakukan dengan cara arbitrase
yaitu proses penyelesaian diluar pengadilan. Dalam ICJ kasus yang diajukan oleh salah
satu pihak dengan persetuan pihak lawan. PCA telah membentuk peraturan opsional
terkait aktivitas diluar angkasa yang telah disusun oleh para ahli dalam kerangka
arbitrase. 14

12
Ramadhita Lestari, DIPOMASI INDONESIA DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA FIR (FLIGHT INFORMATION
REGION)DI ATAS KEPULAUAN NATUNA DENGAN SINGAPURA, JOM FISIP, Vol 1, Nmor. 1, (Februaru 2016), 3.
13
https://bahasan.id/kedaulatan-di-wilayah-ruang-angkasa-outter-space/#:~:text=Terdapat%20beberapa
%20prinsip%20yang%20digunakan,principle%20%3Fdan%20Freedom%20Exploitation%20Principle. Diakses
pada 27 April 2022 pukul 02:17.
14
Devi Yusvitasari, State Responsibility dari Adanya Space Debris Luar Angkasa, Jurnal Media Komunikasi
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Volume 2, Nomor 1, (April 2020), 64.

Anda mungkin juga menyukai