Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH WAWASAN KEMARITIMAN

“Pertahanan Dan Keamanan Maritim”

Oleh Kelompok 8:

Ummi Kalsum (A1K120078)


Wa Ode Siti Nurfani (A1K120080)
Wiwin Supryani Udin (A1K120082)
Ihsan Adiyana Pratama (A1K120086)
Sitti Yuniar Fahmianti Fiki (A1K118062)
Nurham (A1K115074)

Dosen Pengampun : La Sahara, S.Pd., M.Pd

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2021
KATA PENGANTAR

Assalaamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
tugas makalah Wawasan Kemaritiman yang berjudul “Pertahanan dan
Keamanan Maritim” dan berkat rahmat-Nya juga yang telah memberikan ilmu
pengetahuannya, serta shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada
Rasulullah S.A.W. Penulis menuliskan dengan mengambil dari beberapa sumber
buku maupun internet dan membuat gagasan dari beberapa sumber media
informasi lainnya.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini berkat bantuan
dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,
untuk itu penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah
ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna, menambah wawasan


serta pengetahuan kita mengenai judul makalah ini dan dapat lebih memahami
mengenai sub materi pokok pada makalah ini. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik,saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang saya buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa adanya saran yang membangun.

Wassalaamu’alaikum Wr.Wb.

Kendari, 31 Maret 2021

Kelompok 8
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan salah satu
negara kepulauan terbesar didunia dengan garis pantai sepanjang 99.93 km,
menjadikan Indonesia sebagai negara dengan garis pantai terpanjang kedua
didunia setelah kanada. Konsepsi pertahanan dan keamanan maritime bagi
NKRI, tidak akan sama dengan pihak manapun didunia, sehingga tidak perlu
ragu untuk merumuskan batasan tersendiri yang mengangkat kekhasan
tersebut dan tentunya denga landasan hukum yang kuat.
Karakter yang khas tersebut menyangkut tiga poin, yaitu (i) negara
kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 17.480 pulau, memiliki coast line
dan life lines yang sangat panjang, (ii) kedudukan pada jalan silang dunia,
yang ‘wajib’ hukumnya untuk mengakomodasikan kepentingan pihak lain,
apakah dalam bentuk innocent passage, transit passage, archipelagic sea lanes
passage dan atau masih ada juga dalam tuntutan lalu-lintas tradisional, (iii)
ada laut di dalam laut wilayah, berikut kekayaan fauna flora yang
mempertemukan dua samudera di daerah tropis.
Perlu dipahami dengan sebaik-baiknya bahwa ketiga karakter tersebut
adalah modal politik, ekonomi, dan militer, untuk membangun bangsa dan
negara dan memampukan untuk berbicara di panggung kawasan Asia
Tenggara, bahkan di Asia Pasifik.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pertahanan dan keamanan maritim ?
2. Dimana saja batas maritim Negara Republic Indonesia ?
3. Apa fungsi alur laut ?
4. Apa saja sengketa laut yang terajadi di Indonesia dan bagaiman cara
menyelesaikannya ?
5. Kenapa ALKI menjadi sebuah peluang dan ancaman ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian pertahanan dan keamanan maritim
2. Untuk mengetahui batas-batas maritim Negara Republic Indonesia
3. Untuk mengetahui fungsi alur laut
4. Untuk mengungkap sengeketa laut yang terjadi di Indonesia dan cara
menyelesaikannya
5. Untuk mengetahui mengapa ALKI menjadi sebuah peluang dan ancaman
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pertahanan Dan Keamanan Maritim

Pertahanan adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan


negara, keutuhan wilayah sebuah negara dan keselamatan segenap bangsa
dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Pertahanan nasional merupakan kekuatan bersama (sipil dan militer)
diselenggarakan oleh suatu Negara untuk menjamin integritas wilayahnya,
perlindungan dari orang dan/atau menjaga kepentingan-kepentingannya.
Keamanan merupakan istilah yang secara sederhana dapat dimengerti sebagai
suasana “bebas dari segala bentuk ancaman bahaya, kecemasan, dan
ketakutan”. Dalam kajian tradisional, keamanan lebih sering ditafsirkan
dalam konteks ancaman fisik (militer) yang berasal dari luar. kolom
keamanan nasional dalam International Encyclopaedia of the Social Science
mendefinisikan keamanan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk
melindungi nilai-nilai internalnya dari ancaman luar”.

B. Batas Maritim Indonesia


Indonesia sebagai negara kepulauan, perairannya berbatasan langsung
dengan 10 negara, yaitu : India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam,
Philipina, Papua Nugini, Palau, Timor Leste dan Australia. Batas-batas laut
Republik Indonesia dengan negara tetangga, meliputi : batas laut Wilayah
(Territorial Sea), batas laut ZEE dan batas landas kontinen.
Salah satu batas maritim dengan negara tetangga yang belum selesai
ditetapkan adalah batas maritim RI-Palau. Republik Palau berada di sebelah
Timur Laut Indonesia, di sebelah Utara Papua. Merupakan negara federal,
berupa kepulauan dengan jumlah total luas daratan berkisar 500 km. Republik
Palau terdiri dari beberapa pulau, diantaranya adalah pulau Babelthuap
dengan Ibukota Koror.
Berdasarkan konstitusi tahun 1979, Republik Palau memiliki
yurisdiksi dan kedaulatan pada Perairan Pedalaman dan Laut Teritorialnya
sampai 200 mil laut, diukur dari garis pangkal kepulauan yang mengelilingi
Kepulauan Palau. Dalam konstitusi tersebut juga dicantumkan letak titik-titik
pangkal untuk menarik garis lurus kepulauan, sedangkan cara-cara
penarikannya secara rinci diatur dalam Fishery Zona and Regulations of
Foreign Fishing.
Di dalam Title 27 Palau Nation Code, Republik Palau telah
menetapkan zona perikanan, bahwa lebar Laut Teritorial adalah 3 mil laut,
diukur dari garis pangkal. Pada zona tersebut Pemerintah Palau memiliki
kedaulatan sebagaimana pada laut teritorial. Republik Palau juga memiliki
zona perikanan yang diperluas (Extended Fishery Zone), berada di luar dan
berbatasan dengan zona perikanan eksklusif , yang lebarnya 200 mil laut
diukur dari garis pangkal apabila Republik Palau menarik garis zona
perikanan yang diperluas (Extended Fishery Zone) 200 mil laut sesuai dengan
rezim Zona Ekonomi Eksklusif, maka kemungkinan akan terjadi tumpang
tindih antara Zona Ekonomi Eksklusif RI dengan zona perikanan yang
diperluas Republik Palau. Dengan demikian perlu diadakan perundingan
antara kedua negara untuk menentukan garis batas Zone Ekonomi Eksklusif,
agar ada kepastian hukum bagi kedua negara untuk mengelola perikanan
secara optimal dan berkesinambungan.
Naskah konsep penetapan batas maritim Indonesia dengan Palau,
dimaksudkan untuk membuat konsep penetapan batas maritim antara
Indonesia dengan Palau sehingga diperoleh batas maritim yang equitable bagi
Indonesia dan diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai tambahan referensi
yang akan memperkuat posisi pemerintah Indonesia dalam perundingan batas
maritim dengan Palau di Samudera Pasifik.
C. Alur Laut
Berdasarkan peraturan menteri perhubunganno No. 5 tahun 2010 pasal
1 ayat 13 dan 15 menyatakan bahwa, Alur dan Perlintasan adalah bagian dari
perairan yang dapatdilayari sesuai dimens i/spesifikasi kapal di laut, sungai,
dan danau. Alur Laut Kepulauan Indonesia adalah alur laut yang dilalui oleh
kapal atau pesawat dan /atau pesawat udara asing di atas alur tersebut, untuk
melaksanakan pelayaran dan penerbangan dengan cara normal semata-mata
untuk transit yang terus menerus, langsung dan secepat mungkin serta tidak
terhalang melalui atau di atas perairan kepulauan dan laut teritorial yang
berdampingan antara satu bagian laut lepas atau Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia dan bagian laut lepas atau Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
lainnya.
Alur laut adalah alur yang ditetapkan sebagai alur untuk
pelaksanaakan hak lintas alur laut kepulauan berdasarkan konvensi hukum
lautin ternasional. Alur laut atau alur pelayaran berdasarkan UU No. 17
Tahun 2008 pasal 1 ayat 45 menyebutkan bahwa Alur-Pelayaran adalah
perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas hambatan pelayaran
lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari.
Pada UU No. 17 tahun 2008 pasal 1 ayat 1 dan 6 menyebutkan bahwa
Pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di perairan,
kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan
maritim. Trayek adalah rute atau lintasan pelayanan angkutan dari satu
pelabuhan ke pelabuhan lainnya.
Pada pengembangan pembangunan nasional alur luat berperan sangat
penting bagi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada sektor
armada angkutan laut. Wawasan pembangunan nasional adalah wawasan
nusantara sebagai satu kesatuan wilayah, politik dan ekonomi sehingga untuk
membangun nusantara wilayahnya yang 75% wilayahnya adalah laut
diperlukan angkutan laut yang kuat untuk melancarkan arus masuk, barang
dan jasa. Selain itu ekspor dan impor produk memerlukan jasa transportasi
yang prima. Saat ini sekitar 96% angkutan ekspo rimpor dan 55% angkutan
domestic masih dilayani oleh kapal-kapal berben daera asing, Namun
demikian, ternyata pemintaan yang besar tersebut tidak dapat dilayani oleh
armada nasional dikarenakan berbagai kelemahan di antaranya terbatasnya
armada kapal yang handal, lemahnya dukungan lembaga keuangan,
kemampuan manajemen dalam persaingan internasional, sehingga armada
angkutan laut seperti menjadi tamu di negeri sendiri karena aktivitas
transportasi lebih banyak ditangani perusahaan asing.
Pemerintah dan dunia swasta harus segera mengantisi pasiglobalisasi
perdagangan dengan membangun armada laut nasional, apabila bangsa
Indonesia ingin mengembangkan perekonomian dan membangun jati-dirinya
sebagai Negara bahari terbesar di dunia.OIeh karena itu, hendaknya sekurang-
kurangnya kita dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri, melalui penerapan
kebijakan yang berpihak pada armada nasional serta pembangunan kembali
armada niaga modern dan tradisional.

D. Sengketa Laut
Pada awal pembentukan konsepsi nusantara sudah menjadi rencana
Pemerintah Indonesia untuk dibawa ke forum internasional. Adapun
maksudnya supaya tindakan-tindakan sepihak (unilateral) Indonesia untuk
mewujudkan suatu konsepsi perairan nasional yang baru mendapat
pengakuan untuk menjamin pelaksanaan konsepsi yang berisi keutuhan
teritorial termasuk untuk melindungi kekayaan negara Indonesia diperlukan
pengaturan secara internasional.
Namun tindakan yang telah direncanakan oleh Indonesia pada saat
diadakannya Konferensi Hukum Laut PBB yang pertama belum dapat
diterima oleh negara-negara maritim besar, sehingga dalam konferensi hukum
laut PBB tersebut mengenai hak-hak atas lautan yang diadakan dalam bulan
Februari 1958 di Jenewa belum mendapatkan pengaturan. Lebih lanjut dalam
memperjuangkan konsepsi negara kepulauan ke forum internasional,
Indonesia tidak hanya berhenti sampai disini.
Dalam konferensi hukum laut PBB 1960 diajukan kembali untuk yang
ke dua kalinya. Bahkan pada saat pengajuan dalam konferensi 1960, yaitu
pada tanggal 18 Februari 1960 Deklarasi Djuanda sudah ditingkatkan menjadi
Undang-Undang Nomor 4 Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia.
Namun dalam konferensi yang ke dua ini pun konsep Negara kepulauan
masih belum dapat diterima.
Negosiasi merupakan cara penyelesaian sengketa yang paling penting
dan banyak ditempuh serta efektif dalam menyelesaikan sengketa
internasional. Praktik negara-negara menunjukkan bahwa mereka lebih
cenderung untuk menggunakan sarana negosiasi sebagai langkah awal untuk
menyelesaikan sengketanya. Negosiasi adalah perundingan yang dilakukan
secara langsung antara para pihak dengan tujuan untuk mencari penyelesaian
melalui dialog tanpa melibatkan pihak ketiga.
Menurut Fleischhauer, dengan tidak adanya keikutsertaan pihak
ketiga, penyelesaian sengketa masyarakat internasional telah menjadikan
negosiasi sebagai langkah pertama dalam penyelesaian sengketa. Dalam
melakukan negosiasi, biasanya negara mengutus perwakilannya bisa oleh
menteri-menteri luar negeri, duta-duta besar atau wakil khusus ditunjuk
negara-negara bersengketa untuk berunding dalam kerangka diplomasi.
Dalam penyelesaian sengketa Indonesia dan Malaysia langkah awal
penyelesaian secara damai yang harus dilakukan adalah dengan melakukan
pertemuan antar menteri luar negeri masing-masing untuk menyepakati
bahwa kedua belah pihak akan membentuk tim teknis yang akan melakukan
perundingan ke arah penyelesaian sengketa. Hikmanto Juwana berpendapat
bahwa dalam pembentukan tim teknis yang melakukan perundingan atau
disebut anggota tim perundingan, terdapat beberapa hal yang harus
diperhatikan.
Di antaranya adalah anggota tim perundingan harus memiliki
keterampilan (skill) bernegosiasi, keterampilan tidak cukup dengan
kepiawaian berbahasa Inggris atau memahami terminologi hukum dalam
bahasa Inggris saja, tetapi juga keterampilan lain yaitu keterampilan untuk
“meyakinkan” dengan argumentasi , dasar hukum yang dapat dipercaya.
Selanjutnya para perunding harus memiliki keterampilan untuk
menelusuri berbagai instrumen hukum internasional, khususnya mengenai
kasus-kasus yang pernah diputus terkait dengan penyelesaian sengketa
wilayah beserta pemaparan bukti-buktinya. Hal terakhir yang harus
diperhatikan adalah tim perunding tidak sekadar ditunjuk ataupun jabatan
dalam instansi. Tim perunding harus dibentuk secara ad hoc berdasarkan
kriteria ketersediaan waktu, keahlian, dan tenaga untuk mengumpulkan
amunisi dan berargumentasi di meja perundingan. Bila perlu senioritas
individu tidak menjadi pertimbangan.
Penyelesaian melalui negosiasi akan terdiri dari dua fase. Fase
pertama adalah pembicaraan untuk mengeksplorasi dan mengetahui posisi
masing-masing negara atas klaimnya terhadap suatu wilayah tertentu. Pada
fase ini apabila diperoleh titik temu dimana para pihak mengetahui posisi
masing-masing, menyadari dan menerima siapa yang berhak dan siapa yang
tidak berhak atas kepemilikan suatu wilayah tertentu yang diperebutkan,
maka inilah yang diharapkan. Artinya, akan ada kata akhir terhadap sengketa
ini. Akan tetapi apabila yang terjadi adalah sebaliknya, maka perundingan
akan memasuki fase kedua. Fase kedua dalam penyelesaian damai adalah
bagaimana kedua negara dapat menyepakati jalan keluar dari tumpang tindih
(overlapping) atas wilayah yang diperebutkan. Dalam menyepakati jalan
keluar dapat dirujuk pengalaman beberapa negara sebagai alternatif bagi
solusi sengketa Indonesia dan Malaysia.

E. ALKI Sebuah Peluang dan Ancaman

Alur laut kepulauan Indonesia Dengan telah diberlakukannya


UNCLOS, Indonesia diakui sebagai negara kepulauan yang utuh sesuai pada
Bab IV UNCLOS 1982, yang isinya tentang prinsip dan ketentuan Hukum
Internasional, yang melandasi ‘suatu negara kepulauan dipandang sebagai
sesuatu kesatuan wilayah negara yang utuh’. Sebagai konsekuensinya, maka
Indonesia diwajibkan memberikan akses hak lintas damai sesuai dengan
UNCLOS 1982 pasal 53 ayat 9, yang isinya ‘’…dalam menentukan atau
mengganti skema pemisah lalu lintas, suatu negara kepulauan harus
mengajukan usul kepada organisasi internasional yang berwenang dengan
maksud untuk diterima…’’ Sesuai dengan ketentuan itu, Indonesia
mempunyai kewajiban untuk menyediakan jalur ALKI (Alur Laut Kepulauan
Indonesia). Pengaturan mengenai hak lintas damai dan hak lintas alur
kepulauan diatur dalam UU No. 6 Tahun 1996, yaitu selain untuk menjamin
kepentingan pelayaran internasional dan kepentingan keamanan, ketertiban
dan perdamaian Negara Kesatuan Republik Indonesia (Hasibuan R, 2002).
ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) merupakan konsensus yang
ditetapkan pada Peraturan Pemerintah no 37 tahun 2002, dengan membagi
wilayah Indonesia untuk dilewati oleh 3 jalur ALKI yaitu:
1. ALKI I : Selat Sunda, Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina
Selatan
2. ALKI II : Selat Lombok, Selat Makassar, dan Laut Sulawesi
3. ALKI III-A : Laut Sawu, Selat Ombai, Laut Banda (Barat Pulau Buru)-
Laut Seram (Timur Pulau Mongole) – Laut Maluku, Samudera Pasifik
4. ALKI III-C : Laut Arafuru, Laut Banda terus ke utara ke utara ke ALKI
III-A.
Peraturan mengenai penentuan jalur ALKI baru diatur lebih lanjut
dalam UNCLOS’82 pasal 53 ayat 1, yaitu ” suatu Negara Kepulauan dapat
menentukan alur laut dan rute penerbangan yang cocok untuk digunakan
lintas kapal dan pesawat udara asing yang terus menerus langsung serta
secepat mungkin melalui atau di atas perairannya dan laut teritorial yang
berdampingan dengannya. Selain alur kepulauan, Negara Kepulauan dapat
menetapkan skema pemisah lintas untuk keperluan lintas kapal yang aman
melalui terusan yang sempit dalam alur laut kepulauan”. Namun dalam
penentuan ALKI ini tidak diwajibkan. Pemerintah Indonesia boleh saja tidak
menentukan ALKI – nya tapi yang konsekuensinya, semua kapal
internasional diperbolehkan melewati jalur-jalur navigasi yang sudah normal
digunakan dalam pelayaran dunia (routes normally used for international
navigation) (UNCLOS’82 pasal 53 ayat 12).
Apabila Pemerintah Indonesia telah menentukan ALKI, maka kapal
internasional yang akan melewati jalur ALKI tersebut harus mengikuti jalur
yang sudah tentukan. Tidak boleh lagi bercabang dalam bernavigasi atau
menyisir area ke daratan sesuai ruterute pelayaran yang terdahulu. Kapal
internasional tersebut wajib mematuhi jalur yang sudah ditetapkan. Misalnya
dalam menentukan jalur ALKI timur – barat atau ALKI IV. Selama ini, rute
pelayaran melalui laut jawa banyak cabangnya, seperti di pulau Bawean.
Kapal boleh berlayar di utara Bawean dan ada pula yang melintasi jalur di
selatan pulau Bawean. Nah, apabila tidak ditentukan ALKI timur – barat atau
ALKI IV, maka semua kapal internasional berhak melewati semua area pada
jalur tersebut. Akan tetapi, apabila telah ditentukan jalur ALKI IV ini,
kemudian kita usulkan ke PBB bahwa jalur kapal harus melalui sebelah utara
pulau Bawean, maka semua kapal internasional yang melewati laut jawa
wajib melalui rute diutara pulau Bawean tersebut.
Terkait dengan keuntungan dan kerugian ALKI IV (ALKI timur –
barat), yang butuh jalur ALKI tersebut kelihatannya negara Amerika, Inggris
atau Australia dimana terdapat kepentingan militer ataupun perdagangan.
Akan tetapi sebetulnya, yang memerlukan jalur ALKI IV itu adalah Negara
Indoneisa. Bagi Negara-negara besar tersebut, tanpa adanya ketentuan jalur
ALKI IV, kapal-kapal mereka sesukanya dapat melewati area dimana aja
selama jalur tersebut belum ditetapkan. Namun apabila jalur ALKI IV itu
ditentukan, tentunya negara-negara asing akan menghormatinya dengan
hanya melewati jalur ALKI IV yang telah ditetapkan tersebut. Sehingga bisa
dilihat dari sisi hukum internasional, dibukanya rute itu akan menguntungkan
kita Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang
utuh.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pertahan dan keamanan maritim sangat berperan penting dalam
mempertahankan dan mengamankan keutuhan sebuah Negara. Apalagi
Negara tersebut adalah Negara kepulauan dan Negara pantai. Seperti halnya
bangsa Indonesia yang terdiri dari 5 pulau besar dan ribuan pulau kecil
dimana lautnya lebih luas dari pada daratannya. Lautnya yang kaya akan
sumber daya baik itu dari segi perikanan diperkirakan jumlah spesies ikan
yang hidup di perairan Indonesia sekitar 45% dari jumlah spesies ikan di
dunia . karena jumlahnya yang cukup besar itu, tak heran jika negara tetangga
seperti Malaysia dan Vietnam selalu mencuri ikan diperaian Indonesia.
Karena wilayah Indonesia yang sangat strategis yang membuat bangsa
Indonesia menjadi salah satu jalur perdagangan internasional. Oleh karena itu
pertahanan dan keamanan maritim indonesia harus di jaga.

B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangannya
dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan
atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini, tentunya
masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya
pengetahuan dan rujukan . Penulis banyak berharap para pembaca yang
budiman memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi
sempurnanya makalah ini dan penulisan.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai