Anda di halaman 1dari 6

<!

--------AWAL ILHAM----------->
1. Sejarah Kemaritiman

Umrah adalah universitas yang


Sejarah Kemaritiman Indonesia tidak lepas dari Perjalanan panjang Batas Maritim
Indonesia. Perjalanan Panjang Batas Maritim Indonesia dimulai dari adanya Ordonansi Laut
Teritorial dan Maritim pada tahun 1930, hingga muncul Deklarasi Djuanda 1953, Konferensi
Jenewa 1958, UNCLOS 1973 hingga UNCLOS 1982.
Berikut adalah sekilas sejarah panjang perjalanan batas maritim Indonesia:

a. Ordonansi Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim

Ordonansi Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim 1939 berisi mengenai ‘Laut teritorial
negara Indonesia membentang ke arah lut seluas 3 mil laut dihitung dari garis air surut pada
tiap-tiap pulau atau bagian-bagian dari pulau, dengan konsekuensi: tiap pulau di dalam RI
mempunyai laut teritorial sendiri-sendiri dipisahkan oleh laut bebas.

b. Deklarasi Djuanda 1957

Deklarasi Juanda 13 Desember 1957 (Pengumuman Pemerintah tentang Perairan


Indonesia). Dasar adanya Deklarasi Juanda adalah: bentuk geografis Indonesia sebagai
negara kepulauan, keutuhan teritorial dan perlindungan semua kekayaan alam, meliputi
kepulauan dan laut yang terletak diantaranya dianggap kesatuan bulat. Ordonansi 1939
tidak sesuai lagi dengan kepentingan keselamatan dan keamanan RI.

Penggagas adanya Deklarasi Juanda ini adalah pakar hukum laut Indonesia yang bernama
Ir. H. Djuanda Kartawdjaja. Beliau mengusulkan konsep "Archipelago State" atau "Negara
Kepulauan".

c. UU No. 4 PRP Tahun 1960 (Pengukuhan Deklarasi Juanda)


1. Perairan Indonesia terdiri dari:
● Laut teritorial, yaitu lajur laut selebar 12 mil laut yang garis luarnya diukur tegak
lurus terhadap garis dasar pada garis air rendah pulau-pulau atau bagian-bagian
pulau-pulau terluar.
● Perairan pedalaman, yaitu semua perairan yang terletak pada sisi dalam dari garis
dasar.
2. Lalu lintas damai terbuka bagi kendaraan air asing, selama tidak mengganggu
keamanan Indonesia.

d. Undang-Undang No. 1 Th. 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia

Pengukuhan Pengumuman Pemerintah Indonesia 7 februari 1969, LKI adalah dasar laut
dan tanah di bawahnya, di luar wilayah perairan Indonesia, sampai kedalaman 200 meter
dan lebih, dimana masih mungkin diselenggarakan eksplorasi dan eksploitasi kekayaan
alam.

e. Undang-Undang No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif

Pengukuhan Pengumuman Pemerintah Indonesia tentang ZEE 21 Maret 1980, ZEE adalah
jalur di luar dan berbatasan dengan laut teritorial, yang meliputi dasar laut tanah di
bawahnya, dan air di atasnya dengan batas terluar 200 mil laut diukur dengan garis pangkal.

f. Batas Maritim Indonesia Final

Sampai saat ini, batas maritim Indonesia tersebar dari Sabang hingga Merauke terdiri dari
zona-zona maritim yang melingkari, sebagai sebuah negara berdaulat bernama: 'Negara
Kesatuan Republik Indonesia'.
<!--------AKHIR ILHAM----------->
2. Hukum Laut
<!--------AWAL FARIZ ----------->
Konvensi PBB 1982 telah ditandatangani oleh lebih dari 100 negara peserta. Konvensi PBB
1982 dikenal sebagai United Nation Convention of Law of the Sea atau UNCLOS 1982.
Sesuai dengan namanya, UNCLOS 1982 membahas perihal hukum kelautan termasuk
aturan di dalamnya. Konvensi ini ditandatangani pada 10 Desember 1982 di Montego Bay,
Jamaika. Dilansir dari United Nations, konvensi hukum laut ini mulai berlaku pada 16
November 1994. Pemberlakukan konvensi ini berarti seluruh negara peserta harus tunduk
pada peraturannya, termasuk Indonesia. Secara garis besar, konvensi ini terdiri atas 320
pasal dengan sembilan lampiran. Isinya berupa penetapan batas kelautan, pengendalian
lingkungan, penelitian ilmiah terkait kelautan, kegiatan ekonomi dan komersial, transfer
teknologi, serta penyelesaian sengketa yang berkaitan dengan masalah kelautan.

Beberapa poin penting dalam UNCLOS 1982:

Negara pesisir (negara yang memiliki pantai) menjalankan dan menetapkan kedaulatan laut
teritorialnya tidak boleh melebihi lebar 12 mil. Kapal laut dan pesawat udara diperbolehkan
melintas di selat yang digunakan untuk navigasi internasional.

Negara kepulauan memiliki kedaulatan sendiri atas wilayah laut, ditentukan oleh garis lurus
yang ditarik di titik terluar pulau. Negara dapat menentukan jalur laut dan rute udara yang
bisa dilintasi oleh negara asing.
Negara yang memiliki perbatasan langsung dengan laut, bisa menetapkan ZEE atau Zona
Ekonomi Eksklusif sejauh 200 mil.

Negara asing memiliki kebebasan navigasi dan penerbangan di wilayah ZEE, termasuk
pemasangan kabel dan pipa bawah laut.

Negara yang tidak memiliki pantai, mendapat hak untuk mengakses laut dan melakukan
transit melalui negara transit.
<!--------AKHIR FARIZ ----------->
<!--------AWAL JUPRI ----------->
Seluruh negara harus turut serta dalam mencegah dan mengendalikan pencemaran laut,
termasuk bertanggung jawab atas kerusakan yang diakibatkan oleh pelanggaran negara
terhadap konvensi. Penelitian ilmiah di kelautan ZEE dan landas kontinen haruslah tunduk
pada negara pesisir. Jika penelitian ini dilakukan untuk tujuan perdamaian atau lainnya,
maka harus meminta persetujuan dari negara lainnya yang tergabung dalam UNCLOS
1982. Permasalahan yang ada hendaknya diselesaikan dengan cara damai. Untuk sengketa
bisa diajukan ke pengadilan internasional atau ke pihak lainnya yang terkait dengan
konvensi ini. berdasarkan UNCLOS 1982, wilayah laut Indonesia dibagi menjadi tiga jenis,
yaitu: Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Salah satu ketentuan dalam konvensi hukum laut yang
amat penting bagi indonesia adalah adanya Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).

ZEE diukur dari garis dasar selebar 200 mil ke arah laut terbuka. Adanya zona ekonomi
eksklusif membuat Indonesia memiliki kewenangan pertama untuk mengolah dan
memanfaatkan sumber daya lautnya. Namun, ZEE juga termasuk kebebasan pelayaran dan
pemasangan kabel serta pipa bawah laut. Pemasangan ini tetap mengacu pada peraturan
hukum laut internasional, batas landas kontinen serta ZEE. Zona Laut Teritorial Zona laut ini
diambil dari jarak 12 mil laut dari garis dasar (baseline) ke arah laut lepas. Garis dasar ini
merupakan garis khayal yang menghubungkan titik ujung terluar pulau. Sedangkan laut
teritorial berarti laut yang terletak di antara batas teritorial. Negara memiliki kedaulatan
sepenuhnya terhadap laut hingga batas laut teritorial. Namun, negara juga wajib
memberikan izin dan menyediakan jalur pelayaran lintas damai, baik untuk penerbangan
ataupun pelayaran. Landas kontinen merupakan laut yang secara geologis maupun
morfologis menjadi kelanjutan dari sebuah kontinen atau benua. Zona landas kontinen
diukur dari garis dasar, yakni jarak paling jauhnya ialah 200 mil laut. Dalam hal ini, Indonesia
terletak di dua landasan kontinen, yakni Asia dan Australia. Indonesia memiliki kewenangan
untuk memanfaatkan sumber daya alam dan menyediakan pelayaran lintas damai di dalam
garis batas landas kontinen.

Secara keseluruhan wilayah Kepulauan Riau terdiri dari 5 kabupaten, dan 2 kota, 52
kecamatan serta 299 kelurahan/desa dengan jumlah 2.408 pulau besar, dan kecil yang 30%
belum bernama, dan berpenduduk. Adapun luas wilayahnya sebesar 8.201,72 km², sekitar
96% merupakan lautan, dan hanya sekitar 4% daratan.
Secara geografis provinsi Kepulauan Riau berbatasan dengan negara tetangga, yaitu
Singapura, Malaysia, dan Vietnam yang memiliki luas wilayah 251.810,71 km² dengan 96
persennya adalah perairan dengan 1.350 pulau besar, dan kecil telah menunjukkan
kemajuan dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan
kemasyarakatan.
<!--------AKHIR JUPRI ----------->

3. Potensi Maritim Kepri


<!--------AWAL ORI ----------->

1. SUMBER DAYA KELAUTAN

Sumberdaya kelautan meliputi ekosistem terumbu karang, pantai dan pulau kecil tersebar di
beberapa lokasi di Provinsi Kepulauan Riau. Wilayah di Provinsi Kepulauan Riau memiliki
kondisi ekosistem terumbu karang yang potensial untuk dikembangkan menjadi daerah
wisata bahari, dengan prioritas kawasan yaitu: Kabupaten Natuna, Kabupaten Lingga, Kota
Batam, Kabupaten Bintan, dan Kabupaten Kepulauan Anambas. Beberapa lokasi memiliki
ekosistem terumbu karang yang indah, masih dalam kondisi baik dan jenis-jenis ikan karang
yang cukup banyak dengan bentuk dan warna yang menarik. Lokasi tersebut diantaranya
yaitu, Natuna Bagian Selatan (Selat Lampa) tepatnya di Pulau Burung dan Pulau Setahi,
Natuna Bagian Utara (Teluk Buton) tepatnya di Pulau Panjang dan Pulau Pendek, dan lain
sebagainya. Provinsi Kepulauan Riau memiliki potensi pantai yang tinggi untuk
dikembangkan menjadi kawasan wisata dengan kategori rekreasi pantai. Hal ini didukung
dengan banyaknya pulau kecil yang dimiliki oleh Kepulauan Riau.

2. PERIKANAN

Lebih dari 95% wilayah Propinsi Kepulauan Riau (Kepri) adalah perairan laut,
mengidentifikasikan bahwa potensi sumber daya perikanan laut sangat besar. Secara garis
besar, jenis sumber daya ikan yang terdapat di perairan laut Kepri adalah: kelompok sumber
daya ikan pelagis (tongkol, tenggiri, kembung, layang, teri dan sebagainya), kelompok
sumber daya ikan demersal [kakap merah, kurisi, beloso, bawal, dsb), kelompok sumber
daya ikan karang (kerapu, baronang, napoleon, dsb), kelompok sumber daya moluska
(cumi-cumi, sotong, dsb), dan kelompok sumber daya krustase [kepiting, rajungan], dan
kelompok sumber daya udang.

3. PERIKANAN TANGKAP

Potensi sumber daya ikan laut di Laut Cina Selatan (WPP 711) diperkirakan sebesar
1.057.050 ton/tahun dan diperkirakan wilayah perairan laut Kepulauan Riau memiliki potensi
sumber daya ikan sebesar 860.650,11 ton/tahun meliputi ikan pelagis besar sejumlah
53,802.34 ton/tahun, ikan pelagis kecil sejumlah 506.025.30 ton/tahun, ikan demersal
sejumlah 272.594,16 ton/tahun, ikan karang sejumlah 17.562.29 ton/tahun, lainnya (cumi,
udang, lobster) sejumlah 10.666,02 ton/tahun. Sementara, dengan pendekatan hasil survei
kapal riset MV. SEAFDEC tahun 2006 diperkirakan total potensi sumber daya ikan di
perairan laut Kepri sebesar 689.345.17 ton/tahun terdiri dari ikan pelagis besar sejumlah
16.48329 ton/tahun, ikan pelagis kecil sejumlah 14630934 ton/tahun, ikan demersal
sejumlah 491.653,06 ton/tahun, Krustase (Udang, Kepiting, Rajungan, Lobster, Mantis)
sejumlah 4402,70 ton/tahun, Moluska (Cumi, Sotong, Gurita) sejumlah 30.496,77
ton/tahun.Potensi perikanan tangkap di Provinsi Kepulaun Riau terbesar berada di perairan
Natuna dengan tingkat pemanfaatan baru mencapai 4-6% dari total potensi Kabupaten
Natuna sebesar 504.212,85 ton/tahun [58,59% dari total potensi Provinsi Kepulauan Riau) ,
diikuti Kabupaten Bintan, Kabupaten Kepulauan Anambas, dan Kabupaten Lingga.

4. BUDIDAYA LAUT

Provinsi Kepri yang memiliki laut seluas 24.121.530,0 ha (95,79%] dan daratan seluas
1.059.511,0 ha (4,21%) menyimpan potensi pengembangan perikanan budidaya
(akuakultur) yang sangat besar, terutama budidaya laut [marikultur). Diperkirakan terdapat
kurang lebih 455.7799 ha areal laut yang berpotensi untuk pengembangan marikultur, yang
terdiri dari 54.672,1 ha untuk marikultur pesisir (coastal marine culture) dan 401.1079 ha
untuk marikultur lepas pantai [offshore marine culture) yang tersebar hampir di setiap
kabupaten/kota.

Potensi pengembangan marikultur yang tinggi adalah Kabupaten Lingga, yakni mencapai
19.054 ha untuk coastal marine culture dan sekitar 226.538 ha untuk offshore marine
culture.

•Budi daya air laut : rumput laut, ikan dan biota laut bernilai ekonomis tinggi serta komoditi
hasil budidaya perikanan

<!--------AKHIR ORI ----------->

5. BUDIDAYA AIR PAYAU DAN TAWAR

<!--------AWAL ERVAN----------->
Dengan luas daratan 1.059.511,0 ha, Provinsi kepri memiliki potensi pengembangan
perikanan budidaya air payau dan tawar yang diperkirakan masing-masing seluas 2.063 ha
dan 819 ha, dan menyebar hampir di semua Kabupaten/Kota.

● Budidaya air payau : usaha budidaya udang (vannamei dan windu) dan ikan
(bandeng, kakap putih dan kerapu lumpur). usaha budidaya rumput laut Gracilaria.
● Budi daya air tawar : budidaya ikan lele (lele dumbo, lele sangkuriang), nila, gurami,
mujair dan ikan air tawar lainnya.

PELUANG INVESTASI SEKTOR PERIKANAN

Potensi kelautan dan perikanan di Provinsi Kepulauan Riau sangat besar karena
sekitar 96% wilayah Kepulauan Riau adalah lautan. Potensi perikanan yang dimiliki Provinsi
Kepulauan Riau terdiri dari perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan produk
perikanan, industri bioteknologi kelautan, industri sumberdaya laut-dalam dan pemanfaatan
muatan barang kapal tenggelam, wisata bahari dan potensi mangrove dan terumbu karang.
Komoditas hasil kelautan dan perikanan yang dikembangkan merupakan komoditas
unggulan yang terdiri dari rumput laut (seaweed), ikan dan biota laut ekonomis tinggi serta
komoditi hasil budidaya perikanan. Potensi perikanan berupa ikan kecil (pelagis) dengan
potensi sekitar 513.000 ton namun pemanfaatannya baru sekitar 65%. Ikan demersal
potensi 656.000 ton baru dimanfaatkan 75%. Lobster dan cumi-cumi dengan potensi
masing-masing 400 ton dan 2.700 ton. Ikan karang dan ikan hias dengan potensi 27.600 ton
dan 293.600 ton, dimana yang baru dimanfaatkan pada tahun 2008 tercatat 225.439 ton
atau sebesar 97,23%.

Peluang pasar sektor perikanan antara lain :

● Meningkatnya kebutuhan masyarakat lokal maupun ekspor luar negeri khususnya


Singapore, Vietnam, Malaysia, Hongkong, dan China.
● Produk ekspor berupa ikan segar maupun ikan yang bisa diolah dalam kalengan
sehingga lebih tahan lama dan bisa mencakup pengiriman produk hasil olahan ikan
yang lebih banyak.
● Pemenuhan restoran, hotel, rumah makan dan tempat kuliner baik local maupun
eskpor Singapore, Vietnam, Malaysia, Hongkong, dan China.

Berkaitan dengan potensi alam serta potensi pasar pengembangan sektor perikanan, maka
peluang investasi di sektor perikanan yang dapat di kembangkan antara lain :

Jenis ikan pelagis memiliki potensi produksi sebesar 559.928 ton/tahun namun hanya
sebesar 84.060 ton /tahun [15,02%) saja yang baru dimanfaatkan oleh masyarakat.
Selebihnya yaitu sebesar 475.574 ton /tahun merupakan peluang besar yang bernilai Rp.
3,9 triliun/tahun. Peluang besar ini memerlukan penyediaan kapal purse seine 60 GT
sebanyak 416 unit dari perikanan industri dan armada drift gillnet [jaring insang hanyut) 5 GT
sebanyak 2.854 unit dari perikanan masyarakat.Produksi ikan demersal hanya sebesar
27,67% atau sebesar 75.435 ton/tahun dari keseluruhan potensi produksi sebesar 272.594
ton/tahun. Dengan demikian masih terdapat 197.159 ton/tahun yang dapat diproduksi per
tahunnya atau senilai Rp 1,38 triliun/tahun. Peluang ini memerlukan penyediaan alat
tangkap berupa rawai dasar 5 GT dan lampara dasar 60 Gt sejumlah 1.183 unit rawai dasar
5 GT dan 172 unit lampara dasar 60 GT.

Potensi pasar yang tersedia antar lain banyak jenis ikan konsumsi dari budidaya laut yang
mempunyai nilai jual tinggi. Diantaranya, ikan Kerapu, Bawal bintang dan Kakap putih yang
merupakan komoditi ekspor dan banyak diminati pasar luar negeri (Vietnam, Thailand,
Iepang dan Korea). Investasi yang dapat di kembangkan :

● Budidaya karamba (jaring apung dan tancap),


● Kolam, tambak, bak.
● Usaha Pengolahan Hasil Perikanan yang Dilakukan Secara Terpadu dengan
Penangkapan ikan di Perairan Umum
● Pengolahan rumput laut
● Usaha pemasaran, distribusi hasil perikanan
● Pengolahan kitin kitosan

<!--------AKHIR ERVAN----------->

Anda mungkin juga menyukai