OLEH :
Jupri / 2001020015
Dosen Pengampu :
Dr.Zaitun,S.S.M.Ag
TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
T.A 2020/2021
Biografi Raja Ali Haji
Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad (Jawi: )احمد حاج راج ب ن حاج ع لي راجatau cukup
dengan nama penanya Raja Ali Haji (lahir di Selangor, ca. 1808 - meninggal di Pulau Penyengat,
Kepulauan Riau, ca. 1873, masih diperdebatkan) adalah ulama, sejarawan, dan pujangga abad 19
keturunan Bugis dan Melayu.[1] Dia terkenal sebagai pencatat pertama dasar-dasar tata bahasa
Melayu lewat buku Pedoman Bahasa; buku yang menjadi standar bahasa Melayu. Bahasa
Melayu standar itulah yang dalam Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 ditetapkan
sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia. Ia merupakan keturunan kedua (cucu) dari Raja Haji
Fisabilillah, Yang Dipertuan Muda IV dari Kesultanan Lingga-Riau dan juga merupakan
bangsawan Bugis.
Mahakaryanya, Gurindam Dua Belas (1847), menjadi pembaru arus sastra pada
zamannya. Bukunya berjudul Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamus Loghat Melayu-Johor-
Pahang-Riau-Lingga penggal yang pertama, merupakan kamus ekabahasa pertama di Nusantara.
Ia juga menulis Syair Siti Shianah, Syair Suluh Pegawai, Syair Hukum Nikah, dan Syair Sultan
Abdul Muluk. Raja Ali Haji juga patut diangkat jasanya dalam penulisan sejarah Melayu. Buku
berjudul Tuhfat al-Nafis ("Bingkisan Berharga" tentang sejarah Melayu), walaupun dari segi
penulisan sejarah sangat lemah karena tidak mencantumkan sumber dan tahunnya, dapat dibilang
menggambarkan peristiwa-peristiwa secara lengkap. Meskipun sebagian pihak berpendapat
Tuhfat dikarang terlebih dahulu oleh ayahnya yang juga sastrawan, Raja Ahmad. Raji Ali Haji
hanya meneruskan apa yang telah dimulai ayahnya. Dalam bidang ketatanegaraan dan hukum,
Raja Ali Haji pun menulis Mukaddimah fi Intizam (hukum dan politik). Ia juga aktif sebagai
penasihat kerajaan.
Raja Ali Haji berasal dari keturunan Melayu dan Bugis, dalam diri Raja Ali Haji
mengalir darah Bugis dari pihak Moyangnya laki-laki, sebab pihak ayahnya adalah Daeng Celak
yang berasal dari tanah Bugis dari keluarga Raja Luwu. Beliau adalah Yang Dipertuan Muda
Riau kedua, wafat tahun 1745 M. Sedangkan dari pihak moyang perempuan mengalir darah
Melayu, sebab ibunya bernama Raja Hamidah binti Panglima Selangor.Dari neneknya (Opu
Daeng Celak) yang berasal dari tanah Bugis, kemudian menetap di Riau dan memperoleh jabatan
sebagai Yang Dipertuan Agung / Pembantu Sulthan urusan Pemerintahan, cerita ini bermula
ketika La Madusilat, Raja Bugis pertama kali masuk Islam ternyata memiliki keturunan salah
satunya bernama Daeng Rillaka.Jabatan tersebut merupakan realisasi dari perjanjian Kesulthanan
Riau Lingga dengan Raja Bugis yang telah berhasil menaklukkan Minangkabau, ketika terjadi
perang antara Minangkabau dan Kesulthanan Melayu. Berdasar garis keturunan tersebut Raja Ali
Haji merupakan keturunan Kesulthanan Riau Lingga yang dikenal memiliki tradisi keagamaan
dan keilmuan yang sangat kuat. Dari istrinya Daeng Cahaya dan Raja Safiah beliau memiliki
anak-anak yang umumnya juga pengarang12, Raja Ali Haji.
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
Pasal 5
Pasal 6
Pasal 7
Pasal 8
Pasal 9
Pasal 10
Pasal 11
Hendaklah berjasa,
Kepada yang sebangsa.
Hendaklah jadi kepala,
Buang perangai yang cela.
Hendaklah memegang amanat,
Buanglah khianat.
Hendak marah,
Dahulukan hujjah.
Hendak dimalui,
Jangan memalui.
Hendak ramai,
Murahkan perangai.
Pasal 12