Anda di halaman 1dari 4

8/2/2020 Jejak Raja Bone di Kerajaan Riau-Lingga-Johor-Pahang | Muhammad Sapri Andi Pamulu, Ph.D.

21 hours ago Jejak Raja Bone di Kerajaan Riau-Lingga-Johor-Pahang

[https://1.bp.blogspot.com/-3HdMAkbvWBU/XyVWHHaPATI/AAAAAAAAhk8/2S-
Jj4LXd2YvOrc4rCfYTFnfpcikgAkzwCLcBGAsYHQ/s400/raja-ali-haji-buku-1.jpg]

Kerajaan Lingga merupakan sebuah kerajaan Melayu yang berpusat di Kota Daik sebagai Negara Kesultanan Johor-
Pahang-Riau-Lingga, berdiri sejak 1150 yang pada awalnya merupakan bagian dari Kesultanan Melaka, mulai dari
Kerajaan Bintan (1150-1158), Kerajaan Bintan-Temasik (yang berpusat di Singapura) (1159-1384), Kerajaan Melaka
(1384-1511), berlanjut lagi ke Bintan, lalu ke Kampar dan di Johor (1511—1678). hingga Sultan Mahmud Riayat Syah
sebagai Sultan Melaka yang terakhir yang telah membangun Kesultanan Riau-Lingga-Johor-Pahang sejak 1761
sampai 1812, yang bermula di Hulu Riau, Sungai Carang, Pulau Bintan (1761—1787) dan kemudian selama 25 tahun
berlanjut di Lingga dan Pulau Penyengat (1787—1812). Kemudian terbagi dua bagian berdasarkan Traktat London
(1824) pada masa Sultan Abdurrahman (1812-1832) yaitu Bagian utara menjadi Kesultanan Melayu Johor-Singapura.
dan Bagian Selatan yang menjadi wilayah Kesultanan Melayu Lingga-Riau. Pada masa Sultan Abdurrahman Muazam
Syah (1883-1913), Kesultanan lingga ini dihapus oleh pemerintah Hindia Belanda dengan memakzulkan Sultan secara
in absentia 3 Februari 1911. Dalam sejarah kebudayaan Melayu, Kerajaan Lingga Riau ini berperan penting dalam
perkembangan bahasa Melayu hingga menjadi bentuknya sekarang sebagai bahasa Indonesia. Tokoh besar di balik
perkembangan tersebut adalah adalah Raja Ali Haji, seorang budaywan dan pahlawan nasional keturunan Bugis yang
melahirkan karya-karya besar seperti seperti Gurindam Dua Belas, Bustan al-Katibin, Kitab Pengetahuan Bahasa,
Tsamarat al-Muhimmah, Muqaddimah fi Intizam al-Wazaif al-Muluk, Syair Abdul Muluk, Tuhfat al-Nafis, Silsilah Melayu
Bugis, Sinar Gemala Mestika Alam, dan lain-lain. Sultan Riau Lingga terakhir, Abdurrahman Muazam Syah (1883-
1913) yang masih keturunan Bugis Melayu. Menurut Syahri (2012) ada tiga buah salinan naskah yang telah
diidentifikasi sebagai naskah Silsilah Melayu dan Bugis. Pertama, naskah yang berasal dari abad ke-19 yang
tersimpan pada Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda, dengan nomor inventaris Cod. Or. 6345. Naskah ini disalin
https://www.sapripamulu.com/2020/08/jejak-raja-bone-di-kerajaan-riau-lingga.html 1/4
8/2/2020 Jejak Raja Bone di Kerajaan Riau-Lingga-Johor-Pahang | Muhammad Sapri Andi Pamulu, Ph.D.

oleh Abdul Aziz ibni al-Marhum Nawawi al-Falaqiah. Naskah kedua, juga berada di Perpustakaan Universitas Leiden,
berupa sebuah salinan naskah Silsilah Melayu dan Bugis yang dimuat di dalam sebuah kitab kumpulan salinan
naskah-naskah sejarah dari kerajaan Riau-Lingga yang berjudul, Sadjarah Riouw Lingga dan Daerah Taaloqnya yg
kemudian diterbitkan kembali oleh Universiti Kebangsaan Malaysia, pada tahun 2013. Terakhir, Naskah ketiga, dikenal
dengan nama “Sejarah Bugis” yang tersimpan di Perpustakaan Muzium Negara Malaysia di Kuala Lumpur, dengan
nomor inventaris MS 209. Naskah ini adalah koleksi yang diambil dari Museum Negeri Perak pada tahun 1962.

[https://1.bp.blogspot.com/-dW-0Rw65WdI/XyVZ-
GFQWRI/AAAAAAAAhlk/49WRVUsySxs8rr6atgLWyjshF2R9mQeNwCLcBGAsYHQ/s1553/Capita%2BSelecta-
%2BSejarah%2BSulawesi%2BSelatan-old.JPG]

Selain itu ada juga naskah yang berjudul “Sejarah Raja-Raja Melayu dan Bugis” koleksi Pusat Dokumentasi Melay
Dewan Bahasa dan Pustaka Kuala Lumpur dengan nomor inventaris MS 87 yang merupakan salinan naskah Tuhfat al-
Nafis. Naskah inilah yang paling banyak dirujuk sebagai sumber sejarah diaspora Bugis Makassar terkait kiprah lima
orang bugis bersaudara di semenanjung yang berasal dari Kerajaan Luwu dimana Lamadusasalat (baca: La
Maddusila) adalah Raja Luwu yang pertama memeluk Islam dan memiliki tiga orang putra termasuk Opu Tenriborong
Daeng Rilekke' yang kemudian membawa merantau kelima putranya yang bernama Upu Daing Perani ,Upu Daing
Menambon, Upu Daing Marewah, Upu Daing Chelak dan Upu Daing Kumasi (baca, Opu Daeng Kamase). Inilah
kemudian yang terkenal sekarang sebagai Opu Lima. Prof. Zainal Abidin Farid (1999) dalam bukunya Capita Selecta:
Sejarah Sulawesi Selatan, silsilah yang terdapat di dalam Tuhfat al-Nafis dan Salasilah Melayu dan Bugis sama sekali
tidak sesuai dengan isi Lontarag NB No. 208 yang ada di Leidse Rijksuniversiteits Bibliotheek di Nederland, dan
semua Lontaraq yang ada di daerah Bugis, karena tidak ada nama Raja Luwu yang bernama Maddusila, tapi ada
nama yang sama sebagai anak dari Raja Luwu We Tenri Leleang dengan La Mallarangeng yang diperkirakan hidup
sekitar tahun 1778 dan sampai awal abad ke-19. Dalam buku edisi terakhir 2017 dengan judul yang sama, Prof. Zainal

https://www.sapripamulu.com/2020/08/jejak-raja-bone-di-kerajaan-riau-lingga.html 2/4
8/2/2020 Jejak Raja Bone di Kerajaan Riau-Lingga-Johor-Pahang | Muhammad Sapri Andi Pamulu, Ph.D.

menduga sebagai kesimpulan bahwa jikalau Opu Tenriborong Daeng Rilekke’ memang bersaudara We Ummung Datu
Larompong, permaisuri Raja Bone maka Opu tersebut adalah anak Datu Luwu' Settiaraja Sultan Alinmuddin, Matinroe
ri Tompotika, tetapi hal ini memerlukan penelitian silsilah lebih lanjut. Malah menurutnya, uraian Tuhfat al-Nafis dan
Salasilah Melayu dan Bugis tentang kunjungan Ope Tenriborong Daeng Rilekke' di Bone untuk menemui saudara atau
sanak keluarga nya (Salasilah Melayu dan Bugis) dapat membuka tabir atas asal usul para Lima Opu tersebut karena
Raja Bone ke-16, La Patau Matanna Tikka (1696-1714) adalah sezaman dengan Opu‘Tenriborong Oaeng
Rulekke'pada akhir abad ke-17 sampai awal abad ke-18. Sahdan, Opu Tenriborong dan kelima putranya ke Bone untuk
minta doa-restu Raja Bone, karena mereka akan ‘berangkat "pergi mengembara mengadu tuah ke sebelah Barat,
mudah-mudahan dengan pertolongan Rabbulalamin supaya dapat menjadi masyhur nama raja-raja Bugis di tempat itu,
lalu kemudian Raja Bone (La Patau') membekalinya keris pusaka yang bernama Tanjung Lada, (Salasilah Melayu dan
Bugis, op.cit:18). Jejak Raja Bone juga ditemukan dalam Disertasi Andaya (1971) dan Koh (2007) yang menceritakan
bantuan pasukan oleh Raja Bone ke-19 La Pareppa Tosappewali (1718-1721) dan Ratu Bone ke-21 We Bataritoja
(1724-1749) kepada Daeng Marewa dalam berbagai perang.
.

[https://1.bp.blogspot.com/-
xK8D_aZt0OM/XyVX0yDFZsI/AAAAAAAAhlY/yJYeNCIVDio7oIDwmxbRzSISKoxAOqVsACLcBGAsYHQ/s1213/stamboom-riau-
1855-bone.jpg]

Dalam Naskah Belanda sebagaimana dimaksud di atas sebagai naskah kedua tentang sejarah Lingga Riau yang jelas
menuliskan silsilah (stamboom) yang ditulis pada bulan januari 1955 oleh T.J. Willer, Residen Belanda yang dimuat
dalam buku Bleeker et.al (1855) dalam Tidschrift voor Indische Tall Land en Volkenkunde pada halaman 411 dengan
sub-judul "Stamboom der onderkoningen van Riouw". Susunan silsilah dimulai dari yang paling atas adalah Raja Bone
(Koning van Boni) lalu tingkatan berikutnya turun ke anak-anaknya yaitu Raja Bone (Koning van Bone) dan Upu Prins
van Bone (Pangeran Bone) yang kemudian turun ke level berikutnya adalah Daeng Marewa sebagai Yang Dipertuan
Muda Riau I (paling kiri), lalu Daeng Parani (di tengah) dan Daeng Pali sebagai Yang Dipertuan Muda II (paling kanan).
Generasi berikutnya adalah anak daeri Daeng Parani yaitu Daeng Kamboja sebagai Yang Dipertuan Muda Riau III,
kemudian anak dari Daeng Pali yaitu Raja Haji sebagai Yang Dipertuan Muda Riau IV lalu kembali ke anak Daeng
Kamboja yakni Raja Ali sebagai Yang Dipertuan Muda Riau V. Setelah ini, keturunan Daeng Pali yang lanjut
meneruskan trah Bugis Bone di Kerajaan Lingga Riau. Dalambuku Belanda lainnya tahun 1870 disebut nama Daeng
Cella' (Chelak) sebagai nama lain dari Daeng Pali. Susunan yang sama tentang silsilah ini dapat ditemukan sekarang
https://www.sapripamulu.com/2020/08/jejak-raja-bone-di-kerajaan-riau-lingga.html 3/4
8/2/2020 Jejak Raja Bone di Kerajaan Riau-Lingga-Johor-Pahang | Muhammad Sapri Andi Pamulu, Ph.D.

dalam Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu (2019) dalam tulisan Syahrul Rahmat dengan judul Bugis di Kerajaan
Melayu dan Sejarah Kabupaten Lingga yang ditulis oleh Bupati Lingga 2016-2021, Ilyas Wello dalam buku Tamadun
Melayu Lingga yang merupakan kumpulan makalah “Seminar Memuliakan Tamadun Melayu” yang diterbitkan oleh
Dinas Kebudayaan Kabupaten Lingga (2018). Susunannya adalah sebagai berikut: 1) Daeng Marewah / Yang
Dipertuan Muda Riau I (1722-1728); 2) Daeng Chelak / Yang Dipertuan Muda Riau II (1728-1745); 3) Daeng Kamboja /
Yang DipertuanMuda Riau III (1748-1777); 4) Raja Haji / Yang Dipertuan Muda Riau IV (1777-1784); 5) Raja Ali / Yang
Dipertuan Muda Riau V (1784-1806); 6) Raja Jaafar / Yang Dipertuan Muda Riau VI (1806-1831); 7) Raja Abdul
Rahman / Yang dipertuan Raja Muda Riau VII (1833-1843); 8) Raja Ali/ Yang Dipertuan Muda Riau VIII (1845-1857); 9)
Raja Abdullah/ Yang Dipertuan Muda Riau IX (1857-1858) dan 10) Raja M. Yusuf/ Yang Dipertuan Muda Riau X (1858-
1899) – Merupakan anak Raja Ali dan cucu dari Raja Jaafar. Raja M Yusuf kemudian menikahi Tengku Embung
Fatimah. Dari pernikahan tersebut lahir Raja Abdurrahaman yang kemudian menjabat sebagai sultan Kerajaan Riau
Lingga dengan gelar sultan Abdurrahman Muazamsyah II dan merupakan sultan terakhir tersebut sebelum dibubarkan
oleh Belanda pada tahun 1913.

Meski jejak Raja Bone tampak jelas dalam berbagai data di atas, namun tetap ada misteri berikutnya yaitu siapakah
Raja Bone, dan anak-anaknya yang dicatat tanpa nama dalam stambuk Belanda tersebut? Jika mengikuti petunjuk
waktu Prof. Zainal Abidin Farid, maka kemungkinan Raja Bone yang dimaksud ada di pusaran periode dari zaman
Raja Bone ke-10 We Tenri Tuppu, (1602-1611) sampai Raja Bone ke-16 La Patau Matanna Tikka (1696-1714) dengan
melihat masa wafat dari ketiga raja pertama dari Yang Dipertuan Muda yang wafat pada tahun 1722, 1723 dan 1743.
Nama-nama yang pasti dan tokoh-tokoh bugis lainnya kemungkinan akan terungkap dalam buku yang dalam proses
penerbitan oleh Ambo Upe, dkk.

Posted 21 hours ago by Sapri Pamulu

0 Add a comment

Enter your comment...

Comment as: Sapri Pamulu ( Sign out

Publish Preview Notify me

https://www.sapripamulu.com/2020/08/jejak-raja-bone-di-kerajaan-riau-lingga.html 4/4

Anda mungkin juga menyukai