PENDAHULUAN
Gurindam Pasal Pertama Barang siapa
tiada memegang agama, sekali-kali tiada
boleh dibilangkan nama. Barang siapa
mengenal yang empat,
maka ia itulah orang yang marifat
Barang siapa mengenal Allah, suruh
dan tegahnya tiada ia menyalah.
Barang siapa mengenal diri,
maka telah mengenal akan Tuhan yang bahari.
Barang siapa mengenal dunia,
tahulah ia barang yang teperdaya.
Barang siapa mengenal akhirat,
tahulah Ia dunia mudarat.
Demikian bunyi gurindam pasal pertama dari gurindam dua belas yang
ditulis Raja Ali Haji (1808-1873) yang merupakan keturunan kedua Raja Haji
Fisabillah Yang Dipertuan IV dari Kesultanan Lingga-Riau. Lahir di pulau
Penyengat Kepulauan Riau (Kepri) dan dikenal sebagai ulama penyair, ahli
sejarah, pedagogi pujangga, pencatat dasar-dasar tata bahasa Melayu melalui
Pedoman Bahasa, yang kemudian menjadi pijakan Bahasa Indonesia, yang
diresmikan dalam Kongres Pemuda Indonesia pada 28 Oktober 1928.
Kehebatan Raja Ali Haji dalam menafsir kebajikan dalam upaya
membangun moral individu pada setiap diri manusia tak perlu diragukan. Ini
tergambar utuh dari gurindam dua belas. Sebagaimana Confucius membangun
pilar-pilar karakter kebajikan pada masyarakatnya. Beliau terjun langsung ke
dunia pendidikan untuk mengajar Ilmu Nahu, Ilmu Sharaf, Ilmu Ushuluddin, Ilmu
Fiqih, dan Ilmu Tasawuf. Dengan kepakaran yang tinggi di berbagai disiplin ilmu
itu beliau menjadi seorang ulama besar yang sangat disegani.
Karya gurindam dua belas adalah maha karya Raja Ali Haji yang patut
dipahami dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari di Bumi Melayu
Kepulauan Riau. Sebagai pedoman bagi generasi mendatang, karya tersebut perlu
ditelaah sebagai pedoman bagi anak bangsa.
Mengamati keberadaan gurindam dua belas yang dibuat 300 tahun silam
tersebut, bisa disimpulkan bahwa Melayu adalah bangsa yang berjaya sejak dulu.
Kejayaan itu jelas terlihat dari segi budaya, etika, moral, tata krama, dan segala
tauladan kehidupan bersosial, beragama dan berbangsa.
Meskipun sebuah karya yang telah ada sejak ratusan tahun lalu, namun
kedahsyatan nilai yang terkandung dalam pasal demi pasal dalam gurindam dua
belas tak pernah lekang ditelan zaman. Isi dan pesan yang disampaikan selalu
relevan dengan perjalanan waktu, bahkan menjadi pedoman yang kokoh bagi
masyarakat Melayu hingga kini.
BAB II
GURINDAM DUA BELAS
A. LATAR BELAKANG GURINDAM DUA BELAS
1.
menjumpai Gubernur Jendral Baron van der Capellen. Saat itu, ia sempat
menonton Komidi Holanda di Schouwbrurg (sekarang Gedung Kesenian Jakarta).
Tahun 1826, bersama sang ayah ia berniaga ke pulau Jawa dan sempat bertemu
dengan Residen Jepara D.W. Punket van Haak. Sekitar tahun 1827, Raja Ali Haji
bersama ayahnya menunaikan ibadah haji ke Mekah. Kemudian tinggal di sana
selama setahun untuk memperluas pengetahuan agama. Di Mekah, ia sempat
belajar beberapa bidang keislaman dan ilmu bahasa Arab pada Syeikh Daud bin
Abdullah Al-Fatani.
Berbekal pengembaraan intelektual dan pengalaman yang telah dilaluinya,
Raja Ali Haji tumbuh menjadi pemuda berwawasan luas. Meskipun usianya masih
muda, ia sudah dikenal sebagai seorang ulama yang seringkali diminta fatwanya
oleh pihak kerajaan. Pada tahun 1845, Raja Ali bin Raja Jafar diangkat menjadi
Yamtuan Muda, dan Raja Ali Haji dikukuhkan sebagai penasehat keagamaan
negara. Pada tahun 1858, Yang Dipertuan Muda Riau IX Raja Abdullah Mursyid
mangkat, maka Raja Ali Haji diberi amanat untuk mengambil alih segala urusan
hukum yaitu semua urusan yang menyangkut jurisprudensi Islam. Meskipun ia
memiliki posisi penting di pemerintahan Kerajaan Riau-Lingga, hal itu tak
membuat produktivitasnya dalam menulis menjadi surut.
Begitu piawainya ia menulis dan merangkai kata-kata, sehingga hasil
karyanya meliputi berbagai bidang bahasan, seperti keagamaan, kesusastraan
Melayu, politik, sejarah, filsafat, dan juga hukum. Lewat karya-karya tersebut,
Raja Ali Haji membuktikan dirinya tidak hanya sekadar sejarawan, tapi juga
seorang ulama, pujangga, dan sastrawan yang memiliki komitmen memelihara
nilai keislaman serta rasa tanggung jawab terhadap masyarakat. Ia dikenal sebagai
pencatat pertama dasar-dasar tata bahasa Melayu lewat karyanya Pengetahuan
Bahasa yang menjadi standar bahasa Melayu yang kemudian dalam Kongres
Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 ditetapkan sebagai bahasa nasional, bahasa
Indonesia. Ia juga dikenal sebagai sejarawan lewat karya monumentalnya berjudul
Tuhfat al-Nafis, dan sebagai sastrawan lewat karyanya Gurindam Dua belas.
Raja Ali Haji wafat pada tahun 1873 dan dimakamkan di Pulau Penyengat,
tepatnya di kompleks pemakaman Engku Putri Raja Hamida. Untuk melestarikan
4
lebih banyak berkisar pada upaya restorasi kerajaan dan tradisi Melayu pada masa
itu. Pemikiran tersebut, sebagian besar tertuang dalam berbagai karyanya. Dalam
Tuhfat al-Nafis, disebutkan bahwa suasana Melayu telah memasuki masa modern
dan kolonialisme, dimana masyarakat Melayu tengah menghadapi perubahanperubahan di bidang sosial dan budaya. Maka Raja Ali Haji tampil sebagai
seorang askar kerajaan untuk menjaga keberlangsungan tradisi dan budaya
Melayu. Pemikiran Raja Ali Haji dinyatakan melalui himbauan moral yang
ditujukan kepada elit kerajaan yang berkuasa, agar melaksanakan kekuasaan
mereka berdasarkan nilai dan norma islami.
Dalam Tsamarat al-Muhimmah, Raja Ali Haji juga menegaskan bahwa
prasyarat untuk menjadi seorang raja dan elit kekuasaan, yaitu : harus beriman,
cakap, adil, bijaksana, serta syarat-syarat lain yang menjadi kriteria konsep
penguasa ideal. Baginya, kerajaan merupakan sistem politik yang tepat untuk
membangun masyarakat Melayu. Oleh karena itu, kedudukan raja sangat penting
dalam pembentukan kehidupan sosial-keagamaan kerajaan dan masyarakat.
Bahkan pada salah satu pembahasannya, ia mengetengahkan kritik pedas
terhadap perilaku politik raja-raja Melayu yang dinilai telah menyimpang dari
nilai-nilai Islam. Dalam hal ini, ia menunjuk pada konflik politik antara Sultan
Mahmud dan Raja Indra Bungsu, yang berujung pada terjadinya kerusuhan pada
tahun 1787. Menurut Raja Ali Haji, kasus ini merupakan bukti bahwa ajaran
Islam, khususnya pengendalian hawa nafsu, telah terabaikan dalam kehidupan
politik raja-raja Melayu. Dalam pemikiran-pemikiran yang dilontarkan, Raja Ali
Haji berusaha membangun kembali supremasi politik kerajaan Melayu sebagai
satu bangunan sosial-politik bagi masyarakat Melayu. Pemikiran Raja Ali Haji
tersebut banyak berpengaruh pada masyarakat Melayu, khususnya para seniman
5
telah banyak melahirkan karya berupa naskah dan cetakan dalam huruf Arab,
antara lain :
a. Bustan al-Katibin Li al-Subyan al-Mutaallimin, Yayasan Kebudayaan
Indera Sakti Pulau Penyengat, (tahun 1983)
b. Kitab
Pengetahuan
Bahasa,
diterbitkan
oleh
Al-Mathba
at
Al-
l. Penyair dan Tuan Puteri, dalam Berkala Sastra Menyimak, terbitan ketiga
28 April 28 Juli, Pekanbaru (tahun 1993).
4.
Kepulauan Riau, pada tarikh 23 Rajab 1263 Hijriyah atau 1847 Masehi dalam usia
38 tahun. Karya ini terdiri atas 12 pasal dan dikategorikan sebagai Syiar
al-Irsyadi atau puisi didaktik, karena berisikan nasihat dan petunjuk menuju hidup
yang diridhoi Allah. Selain itu terdapat pula pelajaran dasar Ilmu Tasawuf tentang
mengenal yang empat : yaitu syariat, tarikat, hakikat, dan makrifat. Diterbitkan
pada tahun 1854 dalam Tijdschrft van het Bataviaasch Genootschap No. II,
Batavia, dengan huruf Arab dan terjemahannya dalam bahasa Belanda oleh Elisa
Netscher.
Gurindam dua belas merupakan salah satu karya monumental Raja Ali
Haji. Disebut monumental, karena walaupun ditulis sekitar dua abad yang lalu,
kedalaman makna, keindahan bunyi, serta kandungan isinya masih relevan hingga
saat ini. Gurindam termasuk salah satu bentuk puisi lama. Menurut Raja Ali Haji,
Gurindam adalah perkataan bersajak pada akhir pasangannya, tetapi sempurna
perkataannya dengan satu pasangan sahaja, jadilah seperti sajak yang pertama itu
syarah dan sajak yang kedua itu seperti jawab. Sementara disebut Gurindam dua
belas karena gurindam ini terdiri dari dua belas pasal.
Gurindam dua belas merupakan sari pati dari dua karya Raja Ali Haji,
muqaddima fi intizam dan tsamarat al muhimmah (Hasan Junus dkk, 1995: 114).
Oleh karena itu, walaupun hanya terdiri dari dua belas pasal, kandungan isi
Gurindam dua belas mencakup ranah yang sangat luas, seperti masalah ketuhanan,
keluarga, etika pergaulan, dan kenegaraan.
Raja Ali Haji, selaku seorang muslim yang taat, mengaktualisasikan empat
aspek ajaran agamanya itu (syariat, tarikat, hakikat, dan makrifat ) ke dalam
Gurindam dua belas yang terkenal dalam sejarah sastra Melayu Indonesia. Raja
Ali Haji menciptakan Gurindam dua belas itu pada hakikatnya merupakan
cerminan perasaan, pengalaman, dan pemikirannya dalam hubungannya dengan
hidup dan kehidupan manusia di dunia ini. Gurindam dua belas itu dengan
sendirinya mengandung intensi Raja Ali Haji yang berupa buah pikiran dan
perasaannya,
pandangan
dan
gagasannya,
ataupun
segenap
pengalaman
kejiwaannya, yang pada gilirannya karya sastranya itu membuat pembaca yang
mampu memahaminya merasa senang dan dengan perasaan yang tidak mengenal
jemu senantiasa menjadikannya sebagai sesuatu yang menyenangkan dan
berguna.
Di dalam Gurindam dua belas itu Raja Ali Haji telah mengungkapkan
pemikiran dan cita-cita keagamaanya yang pada dasamya sangat erat kaitannya
dengan sumber dan muara gurindam sebagai karya sastra, yakni bidang agama
yang melingkupi Raja Ali Haji dan masyarakat Me1ayu. Bagi Raja Ali Haji,
seseorang sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama apabila dia tidak mengenal
dan menghayati yang empat seperti yang diungkapkannya di dalam gurindam
pasal yang pertama itu. yakni syariat, tarikat, hakikat, dan makrifat. Oleh karcna
itu, tidaklah terlalu berlebihan apabila dikatakan bahwa agama Islam bagi Raja
Ali Haji merupakan gapura agung bagi karya sastranya, atau merupakan sumber
penciptaan gurindamnya dan kepada agamalah gurindamnya itu bermuara. "Pada
awal mula, segala sastra adalah religius," demikian kata mangunwijaya (1982),
walaupun harus disadari bahwa pengertian agama jangan diidentikkan dengan
pengertian religi.
Bagi Raja Ali Haji, dalam perspektif kebudayaan bangsa dan
masyarakatnya, agama Islam merupakan simpul pengikat bagi berbagai macam
tingkatan sosial dalam pembinaan kebudayaan itu sendiri. Agama (nilai-nilai
Islam) yang akan menjaga pranata tradisi Melayu, yang menjaga pranata moral,
9
Gurindam VI
Ini gurindam pasal yang keenam:
Cahari olehmu akan sahabat,
yang boleh dijadikan obat.
Cahari olehmu akan guru,
yang boleh tahukan tiap seteru.
Cahari olehmu akan isteri,
yang boleh menyerahkan diri.
Cahari olehmu akan kawan,
pilih segala orang yang setiawan.
Cahari olehmu akan abdi,
yang ada baik sedikit budi,
Gurindam VII
Ini Gurindam pasal yang ketujuh:
Apabila banyak berkata-kata,
di situlah jalan masuk dusta.
Apabila banyak berlebih-lebihan suka,
itulah tanda hampirkan duka.
Apabila kita kurang siasat,
itulah tanda pekerjaan hendak sesat.
Apabila anak tidak dilatih,
Jika besar bapanya letih. Apabila
banyak mencela orang, itulah
tanda dirinya kurang. Apabila
orang yang banyak tidur, sia-sia
sahajalah umur.
Apabila mendengar akan khabar,
menerimanya itu hendaklah sabar.
Apabila mendengar akan aduan,
membicarakannya itu hendaklah cemburuan.
13
Hendak marah,
dahulukan hajat.
Hendak dimulai,
jangan melalui.
Hendak ramai,
murahkan perangai.
Gurindam XII
Ini gurindam pasal yang kedua belas:
Raja muafakat dengan menteri,
seperti kebun berpagarkan duri.
Betul hati kepada raja,
tanda jadi sebarang kerja.
Hukum adil atas rakyat,
tanda raja beroleh inayat.
Kasihan orang yang berilmu,
tanda rahmat atas dirimu.
Hormat akan orang yang pandai,
tanda mengenal kasa dan cindai.
Ingatkan dirinya mati,
itulah asal berbuat bakti.
Akhirat itu terlalu nyata,
kepada hati yang tidak buta.
C. MAKNA TIAP PASAL PADA GURINDAM DUA BELAS
Gurindam Dua belas merupakan sari pati dari dua karya Raja Ali Haji,
muqaddima fi intizam dan tsamarat al muhimmah (Hasan Junus dkk,1995: 114).
Oleh karena itu, walaupun hanya terdiri dari dua belas pasal, kandungan isi
Gurindam Dua belas mencakup ranah yang sangat luas, seperti masalah
ketuhanan, keluarga, etika pergaulan, dan kenegaraan. Melalui Gurindam Dua
16
belas, nampaknya Raja Ali Haji hendak membangun sebuah masyarakat Melayu
yang berlandaskan nilai-nilai keislaman.
Dalam pasal pertama misalnya, Raja Ali Haji menekankan pentingnya
orang agama. Menurutnya, hanya orang-orang beragama yang namanya pantas
untuk disebutkan. Orang yang beragama niscaya akan mengetahui dirinya dan
mengenal tuhannya, sehingga dia tidak akan terpedaya oleh tipu daya dunia.
Setelah menekankan pentingnya beragama dan bertuhan pada pasal
pertama, pada pasal kedua Raja Ali Haji memberikan alasan mengapa hanya
orang beragama yang namanya layak untuk disebutkan. Menurutnya, agama
mempunyai seperangkat aturan yang akan menuntun manusia menuju kebaikan.
Pada pasal ketiga, Raja Ali Haji menekankan pentingnya menjaga anggota
badan.
Kemampuan
menjaga
anggota
badan
akan
membawa
manusia
18
BAB III
PENUTUP
Demikianlah Raja Ali Haji telah menunjukkan kemampuannya dalam
menyerap teks-teks sumber ajaran agama, ajaran Islam, yang kemudian
diaktualisasikannya di dalam bait-bait gurindamnya. Raja Ali Haji telah
memanfaatkan
sebaik-baiknya
teks-teks
sumber
ajaran
agamanya
itu,
19
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Musa. (2010). Aktualisasi Nilai-nilai Islam dalam Gurindam Dua Belas
Karya Raja Ali. [Online]. Tersedia:http://www.wordpress.com
Mahdini. (2003). Raja dan Kerajaan dalam Kepustakaan Melayu. Riau : Yayasan
Pustaka Riau.
-. (2010). Resensi Buku Gurindam Dua Belas dan Syair Sinar Gemala Mestika Alam.
[Online]. Tersedia:http://www.rajaalihaji.com
-. (2010). Raja Ali Haji. [Online]. Tersedia:http://www.melayuonline.com
20