Anda di halaman 1dari 7

HUKUM LAUT INDONESIA PASKA MULAI BERLAKUNYA KONVENSI HUKUM

LAUT PBB 1982

Disusun oleh :

Sri Nengsi 2222115

AKADEMI KETATALAKSANAN PELAYARAN NIAGA BAHTERA


YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2023


1. Tinjauan Ringkas Mengenai Konevensi Hukum Laut PBB 1982
Konvensi PBB tahun 1982, juga dikenal sebagai UNCLOS 1982, membahas
hukum kelautan dan peraturannya. Konvensi ini ditandatangani di Teluk Montego ,
Jamaika, pada 10 Desember 1982. Konvensi hukum laut ini berlaku pada tanggal 16
November 1994, seperti yang dilansir oleh United Nations. Setiap negara peserta yang
menerima konvensi ini harus tunduk pada peraturannya, termasuk Indonesia.
Konvensi ini terdiri dari 320 pasal dan 9 lampiran. Hal ini mencakup batas laut,
pengendalian lingkungan, kegiatan ekonomi dan komersial, transfer teknologi,
penelitian ilmiah, dan penyelesaian penyelamatan. Perjanjian internasional mengenai
laut tahun 1958 diadakan oleh konvensi yang disepakati pada tahun 1982. Guyana
menjadi negara ke-60 pada tahun 1994, ketika UNCLOS ditetapkan.
2. Implikasi Dari Berlakunya Konevensi Hukum Laut PBB 1982 Terhadap
Peraturan Perundang Undangan Nasional Indonesia Dalam Bidang Hukum Laut.

Hukum Laut Internasional (UNCLOS) tahun 1982 memuat ketentuan tentang


pengakuan wilayah perairan kepulauan sebagai wilayah kesatuan negara . Pasal 2 ayat
1 Konvensi menyatakan bahwa: kedaulatan negara pantai, selain itu wilayah daratan
dan perairan pedalaman, perairan kepulauannya mempunyai suatu garis laut yang
membatasinya, yang disebut dengan laut teritorial. Ayat 2 menjelaskan bahwa
kedaulatan suatu negara pantai meliputi wilayah udara dan dasar laut yang berada di
atasnya serta tanah yang berada di bawahnya, termasuk kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya, khususnya perikanan.

Dalam pengakuan penuh kedaulatan negara, maka luas laut teritorial diukur atau
diambil dari garis pangkal terluar pulau-pulau yang ada dan/atau diantara pulau-pulau
tersebut, menurut peraturan yang baru, luas laut wilayah Indonesia diukur atau diambil
dari garis pangkal setiap daratan di pulau-pulau terluar Indonesia. Laut teritorial adalah
laut di luar garis pangkal dan tidak melebihi 12 (dua belas) mil laut. Penetapan laut
teritorial laut t dari sebelumnya mulai dari 3 (tiga) sampai dengan 12 (dua belas) mil
laut menjadi 12 (dua belas) mil laut dan berlaku untuk semua negara. Hal ini jelas sangat
menguntungkan bagi Indonesia sebagai negara kepulauan. Perubahan luas laut teritorial
menjadi 12 (dua belas) mil laut juga sangat mempengaruhi selat negara kepulauan
(secara langsung). Penyebabnya mungkin karena adanya perubahan jarak antar pulau
yang selama ini 3 (tiga) mil laut. Kapal asing yang ingin melintasi selat tersebut tidak
perlu mengajukan izin kepada otoritas pemerintah, karena selat tersebut dianggap
sebagai kawasan internasional. Oleh karena itu, kapal asing yang hendak melintasi selat
tersebut harus meminta izin kepada otoritas pemerintah yang mempunyai jarak
penyeberangan 12 (dua belas) mil laut, karena selat tersebut dianggap sebagai otoritas
nasional. Hal ini diatur dalam Pasal 3 Konvensi Internasional Hukum Laut Tahun 1982
(UNCLOS) yang menjelaskan bahwa: laut teritorial suatu pulau dapat mencapai
batasidak melebihi 12 (dua belas) mil laut dari garis dasar pulau itu.

Zona tambahan adalah laut di luar garis pangkal yang luasnya tidak lebih dari
24 mil laut dari batas laut teritorial (garis pangkal). Zona tambahan hanya dimiliki oleh
negara-negara yang mempunyai wilayah pantai (coastal states). Negara pantai dapat
melakukan pengawasan yang diperlukan untuk mencegah pelanggaran hukum dan
peraturan, khususnya di bidang bea cukai, perpajakan, imigrasi dan sanitasi. Sebagai
negara pantai, Indonesia telah menetapkan wilayah Zona Ekonomi Ekslusif-nya. Hal
ini juga diatur dalam Pasal 33 Konvensi Internasional Hukum Laut (UNCLOS) tahun
1982 yang menjelaskan bahwa negara pantai berhak membuat jalur tambahan dengan
lebar paling banyak 24 (dua puluh empat) mil laut dari garis dasar untuk menentukan
lebar laut teritorialnya. Negara Indonesia sendiri menetapkan kawasan Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE) seluas 200 (dua ratus) mil laut berdasarkan Undang-Undang Zona
Ekonomi Indonesia No. 5 Tahun 1983. Tentu ini juga menjadi kekayaan (warisan) yang
tiada habisnya bagi Indonesia. Hal ini merupakan implementasi dari Pasal 57 Konvensi
Internasional Hukum Laut 1982 (UNCLOS), yang menyatakan bahwa setiap negara
pantai berhak membentuk zona ekonomi eksklusif (ZEE) sendiri yang jaraknya tidak
boleh melebihi batas wilayah laut. melebihi 200 (dua ratus) mil laut. dari garis dasar
yang sama. digunakan untuk mengukur lebar laut teritorial.

Terkait dengan ketentuan perjanjian mengenai konsep landas kontinen,


pemerintah Indonesia juga segera melaksanakan ketentuan tersebut dengan
menerbitkan Undang-Undang Landas Kontinen Indonesia No. 1 Tahun 1973. Hal ini
juga merupakan implementasi dari Pasal 76 (1) Konvensi Hukum Laut Internasional
(UNCLOS) 1982 yang menyatakan bahwa: Landas kontinen suatu negara pantai
meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya yang berada di bawah permukaan laut.
terletak di luar laut teritorialnya sampai dengan perpanjangan alami daratannya sampai
ke tepi kontinen atau paling jauh 200 (dua ratus) mil laut dari garis pangkal yang
digunakan untuk lebar laut teritorial.
Konsep lain yang diatur dalam konvensi adalah tentang laut lepas (high sea). Laut lepas
atau yang lebih dikenal dengan laut bebas (free sea) yang dalam prinsip-prinsip hukum
umum disebut dengan “mare liberium” merupakan wilayah laut yang dijadikan milik
bersama,baik oleh negara-negara yang berpantai (coastal states) atau negara tidak
berpantai (land-locked). yang meliputi antara lain kebebasan-kebebasan untuk berlayar,
melakukan penerbangan, memasang kabel dan pipa di bawah laut, membangun pulau
buatan dan instalasi lainnya, menangkap ikan dan melakukan riset ilmiah. Dalam
Konvensi Hukum laut Internasional (UNCLOS) 1982, Pasal 86 menjelaskan bahwa:
laut lepas bagian laut yang tidak termasuk Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE), Laut
Teritorial atau perairan pedalaman suatu negara atau perairan kepulauan dari suatu
negara kepulauan. Selanjutnya dalam Pasal 87 menjelaskan bahwa: kebebasan laut
lepas bagi semua negara, baik negara pantai dan negara tak berpantai.

Terakhir, ada konsep wilayah (te international sea-bed area), atau lebih dikenal
dengan “The Area”, yaitu dasar laut dan dasar laut dalam serta daratan di bawahnya,
yang terletak di luar yurisdiksi nasional dan yang secara geografis bukan ke dalam
tepian kontinen. Dalam kawasan ini, negara tidak mempunyai kebebasan untuk
mengeksploitasi atau memanfaatkan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya.
Konvensi menjadikan bagian laut ini sebagai warisan bersama umat manusia. Pasal
133 Konvensi Internasional Hukum Laut (UNCLOS) tahun 1982 menjelaskan bahwa
sumber daya alam adalah kumpulan mineral baik berupa biji-bijian atau gas yang
terdapat di wilayah laut internasional atau di bawah dasar laut, termasuk bintil-bintil
polimetalik. Pasal 136 selanjutnya menjelaskan bahwa kawasan inti internasional dan
sumber daya alam yang terkandung di dalamnya merupakan warisan bersama umat
manusia.

Berlakunya Konvensi Hukum Laut PBB 1982 dapat berpengaruh signifikan


terhadap peraturan perundang-undangan nasional Indonesia dalam bidang hukum laut.
Konvensi ini menetapkan prinsip-prinsip hukum laut internasional yang mengatur
pengelolaan sumber daya laut, hak dan kewajiban negara-negara pantai, serta
perlindungan lingkungan laut.

Perubahan luas wilayah laut (territorial sea) 12 (dua belas) mil laut serta zona
tambahan (contiguous zone) 24 (dua puluh empat) mil laut, dan berlaku untuk semua
negara, sangatlah menguntungkan negara-negara kepulauan (archipelagic state)
termasuk Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia memilki wilayah laut (pantai) yang
sangat panjang dan luas, sehingga dapat menjamin keamanan dan keselamatan negara.
Penetapan luas wilayah 200 (dua ratus) mil laut untuk zona ekonomi ekslusif (economic
exclusive zon) maupun untuk landas kontinen (continent shelf), sangat menguntungkan
negara Indonesia, karena dengan luas wilayah dimaksud Indonesia memiliki peluang
untuk mengelola sumber daya alam yang ada di atas laut maupun yang ada di dasar
laut. sudah tentu dimaksudkan untuk memberikan kesejahteraan kepada seluruh rakyat
Indonesia.

Penerapan Konvensi Hukum Laut PBB 1982 dapat memastikan bahwa Indonesia
mematuhi standar internasional dalam pengelolaan sumber daya laut dan menjaga
keseimbangan antara pemanfaatan ekonomi dan perlindungan lingkungan laut.

3. Dampak dari Pemisahaan Provinsi Timor Timur Menjadi Negara Baru dengan
Nama Timur Leste pada Tahun 1999 Terhadap Wilayah dan Zona Maritim
Indonesia
Timor-Leste atau Timor Timur menjadi negara merdeka dan berdaulat selain dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia, berakhirlah Perjanjian Pemisahan Timor. Bagian
landas kontinen yang terletak di celah Timor bukan lagi menjadi milik wilayah
Indonesia-Australia, melainkan milik Timor Timur dan Australia. Pasca pembebasan
Timor Timur dari Indonesia, timbul masalah baru antara kedua negara, terutama
mengenai perbatasan darat, pembagian perbatasan laut dan penggunaan zona ekonomi
eksklusif. Sejak tahun 2002, Parlemen Timor Leste telah mengesahkan undang-undang
tentang batas wilayah yang memungkinkan negara tersebut memperluas wilayah
maritimnya. Ironisnya, negara pantai yang meratifikasi Konvensi Hukum Laut tahun
1982 menetapkan ZEE-nya di sebelah barat dan timur Celah Timor. Memasuki wilayah
perairan Indonesia di Laut Timor dan berdampak pada ladang minyak dan gas
Laminaria/Carolina di sebelah barat dan kawasan Greater Sunrise di bagian timur zona
timur gap.

Penetapan batas wilayah maritim secara sepihak merugikan Indonesia dalam


beberapa hal. Oleh karena itu, pemerintah sangat menentang Undang-Undang Batas
Wilayah yang disahkan secara sepihak oleh pemerintah Timor Leste. Mengenai
pengertian batas wilayah, harus meminta persetujuan negara tetangga untuk
menentukannya, untuk menghindari tumpang tindih batas wilayah.
Pemerintah Indonesia belum merundingkan batas maritim dengan banyak
negara tetangga, termasuk Timor Timur. Sebab, mereka masih menunggu penyelesaian
sengketa perbatasan darat yang melibatkan tiga segmen Kabupaten Belu dan Timor
Tengah Utara. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2008 Perubahan Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002 tentang Daftar Titik Acuan Koordinat Geografis
Kepulauan Indonesia mengatur tentang titik acuan penetapan batas laut. Di Kupang
pada Kamis, 23 Juli 2009, Kolonel Marinir Ferial Fachroni, Komandan Unit Penelitian
Perairan dan Kelautan TNI Angkatan Laut, mengumumkan bahwa batas laut baru akan
dibahas setelah batas darat selesai. Batas maritim tersebut terdiri dari batas laut teritorial
(disebut juga laut teritorial), batas landas kontinen, dan batas zona ekonomi eksklusif
(ZEE). Batas-batas maritim telah ditetapkan.

Dalam konvensi hukum laut III pasal 74 ayat 1 dan pasal 83 ayat 1 menjelaskan:

Pasal 74 ayat 1

“Penetapan batas zona ekonomi eksklusif antara negara-negara yang pantainya


berhadapan atau berdampingan harus dilakukan dengan persetujuan atas dasar hukum
internasional, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 38 Status Mahkamah Internasional,
untuk mencapai suatu pemecahan yang adil”.

Pasal 83 ayat 1

“Penetapan garis batas landas kontinen antara negara-negara yang pantainya


berhadapan atau berdampingan harus dilakukan dengan persetujuan atas dasar hukum
internasional, sebagaimana tercantum dalam Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional
untuk mencapai suatu penyelesaian yang adil”.

Kesimpulan

1. Konvensi PBB tahun 1982, juga dikenal sebagai UNCLOS 1982, membahas hukum
kelautan dan peraturannya. Konvensi ini terdiri dari 320 pasal dan 9 lampiran. Hal ini
mencakup batas laut, pengendalian lingkungan, kegiatan ekonomi dan komersial,
transfer teknologi, penelitian ilmiah, dan penyelesaian penyelamatan
2. Berlakunya Konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982 dapat berpengaruh
signifikan terhadap peraturan perundang-undangan Indonesia di bidang hukum laut.
Perubahan luas laut teritorial 12 mil laut dan zona tambahan 24 mil laut. Pentapan
wilayah ZEE dan landas kontinen seluas 200 mil laut.perubahan luas laut sangat
menguntungkan negara Indonesia, karena dengan wilayah tersebut Indonesia dapat
menjamin keselamatan dan keamanan negara serta dapat mengelola sumber daya alam
di atas dan bawah laut.
3. Pemerintah Indonesia belum melakukan perundingan batas maritim dengan banyak negara
tetangganya, termasuk Timor Leste. Ini karena mereka masih menunggu penyelesaian
sengketa batas darat yang meliputi tiga sekmen di Kabupaten Belu dan Timor Tengah Utara.

Anda mungkin juga menyukai