Anda di halaman 1dari 20

BATAS WILAYAH SERTA HAK NEGARA INDONESIA SEBAGAI

NEGARA PANTAI MENURUT KONVENSI PBB 1982

Di Susun oleh :

Risky Firmansyah

203300040002

UNIVERSITAS MPU TANTULAR JAKARTA


BATAS WILAYAH SERTA HAK NEGARA INDONESIA SEBAGAI NEGARA PANTAI

MENURUT KONVENSI PBB 1982

Risky firmansyah

Unisversitas Mpu Tantular Jakarta

Abstrak

Berdasarkan Hukum laut internasioanal atau yang sering disebut dengan UNCLOS yang

telah disepakati oleh PBB tahun 1982 dan diratifikasi oleh Indonesia dengan UU No.17/1985.

Indonesia memiliki wilayah perairan yang terdiri dari 6 rezim yaitu : laut teritorial, perairan

kepulauan, peraiaran pedalaman, zona tambahan, zona eksklusif, dan landasan kontinen.

Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif dimana penelitian hukum normatif adalah

penelitian hukum kepustakaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sampai dimanakah

batas-batas wilayah perairan Indonesia dan bagaimana pengaturan hak kedaulatan dan hak

berdaulat di wilayah perairan Indonesia menurut hukum internasional (UNCLOS) 1982.

Kata kunci : Batas wilayah perairan Indonesia, Hak berdaulat, hak kedaulatan.

Abstract

Based on the international law of the sea or often referred to as UNCLOS which was
agreed by the United Nations in 1982 and ratified by Indonesia with Law No.17/1985. Indonesia
has territorial waters consisting of 6 regimes, namely: territorial sea, archipelagic waters, inland
waters, additional zone, exclusive zone, and continental shelf. This research uses normative legal
methods where normative legal research is library law research. This study aims to find out
where the boundaries of Indonesian waters are and how to regulate sovereign rights and
sovereign rights in Indonesian waters according to international law (UNCLOS) 1982.

Keywords: Indonesian territorial boundaries, sovereign rights, sovereign rights


PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Negara republik Indonesia adalah negara pantai ( coastal state) yang komponen wilayah

nasionalnya terdiri dari daratan, lautan, dan ruang udara dari keseluruhan wilayah Indonesia

adalah lautan, Indonesia juga disebut sebagai negara kepulauan ( archipalage state). Sehubung

denga wilayah hal yang menarik dibahas secara kewilayahan adalah suatu negara yang

menyangkut kedaulatan dan hak berdaulat suatu negara secara nyata terhadap wilayah

negaranya. Hal ini bisa dilihat dari perbatasan sebuah negara baik perbatasan darat maupun laut

(Juwono Sudarsono,2008:1).

Hukum internasional memberikan hak dan kewenangan sepenuhnya untuk mengatur masalah

dalam negerinya sendiri termasuk dalam penentuan batas-batas wilayah perairan suatu negara.

Perbatsan internasional juga merupakan factor penting dalam upaya identifikasi dan pelestarian

kedaulatan nasional. Bahkan negara-negara tetangga yang berhubungan dan menjalin

persahabatanpun harus mengetahui lokasi perbatasan mereka guna menegakkan hukum dan

peratruan masing-masing negara. Oleh karena itu penetapan perbatasan negara secara jelas tidak

hanya mengurangi resiko terjadinya konflik diperbatasan di kemudian hari, melainkan juga dapat

menjamin pelaksanaan hukum di sisi perbatasan. Adanya penetapan garis batas wilayah secara

lengkap akan dapat memperkecil terjadinya sengketa perbatasan, atau sebaliknya terjadi

ketidakpastian batas wilayah yang dapat menyebabkan klaim tertorial yang tumpang-tindih.

Secara teoritis ada Sembilan aspek yang sering menjadi klaim suatu wilayah oleh sebuah negara

yaitu : a.perjanjian (treaties), merupakan klaim paling umum yang didasarkan oleh perjanjian

internasional dan cendrung melahirkan minimalisasi konflik dan lebih persuasive, (b) Geografi

(geography), merupakan klaim klasik berdasarkan batas alam; (c) Ekonomi (economy),
merupakan klaim berdasarkan kepastian dan kelangsungan hidup atau pembangunan negara; (d)

kebudayaan (culture), merupakan klaim berdasarkan Batasan etnik bangsa yang mencakup

bahasa , keturunan, atau karakteristik budaya lainnya; (e) control efektif (effectif control),

merupakan klaim berdasarkan eksistensi administrasi wilayah dan populasi penduduk. Seringkali

disebut klaim wilayah yang terkuat dibawah hukum internasional; (f) sejarah (history),

merupakan klaim berdasarkan penentuan sejarah (pemilikan pertama) atau durasi (lamanya

kepemilikan); (g) Utis posidetis, klaim wilayah yang didasarkan pada doktrin utis posidetis

artinya negara yang baru merdeka mewarisi batas administrative yang di bentuk oleh penguasa

kolonial; (h) Elitisme (elistism), merupakan klaim berdasarkan kemampuan teknologi; (i)

ideologi (ideology), merupakan klaim yang didasarkan pada identifikasi unik dengan wilayah

atau dengan kata lain ekspansi ideologi. (Arif havas Oegroseno,2006;2)

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki wilayah laut yang luas dan

memiliki jumlah pulau yang besar, panjang pantai indonesia mencapai 95.181 km dan luas

wilayah perairan lautnya mencapai 5,8 juta m2. Potensi tersebut menjadikan Indonesia sebagai

negara kepulauan yang dikaruniai sumber daya perairan laut yang besar termasuk kekayaan

keanekaragaman hayati dan nonhayati laut terbesar (KKP,2010).

Berdasarkan hukum laut internasional atau the united nations convention on the law of sea atau

yang sering disebut dengan UNCLOS yang telah disepakati oleh PBB tahun 1982 dan diratifikasi

oleh Indonesia dengan UU No.17/1985, maka wilayah perairan laut Indonesia terdiri atas 6 jenis

rezim yaitu : Laut teritorial/ laut wilayah, perairan kepulauan/Nusantara, perairan pedalaman,

Zona tambahan, Zona ekonomi eklusif, dan landasan kontinen.


B. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam rangka pengumpulan data dan bahan untuk penulisan

jurnal ini adalah metode penelitian hukum normatif. Dimana penelitian hukum normatif adalah

penelitian hukum kepustakaan. Metode ini digunakan sesuai dengan pokok bahsan yang akan

dibahas yaitu, batas wilayah perairan laut Indonesia serta hak kedaulatannya menurut konvensi

hukum laut 1982.

PEMBAHASAN

Banyaknya wilayah laut yang menjadi batas negara dengan negara yang lain maka pengaturan

mengenai lebar wilayah laut merupakan hal yang penting dan usaha untuk menentukan lebar

wilayah laut suatu negara telah dimulai sejak abad ke-19. Ini menunjukan bahwa dinamika

keinginan negara-negara atas kedaulatan di wilayah laut sudah berlangsung sejak lama dan hal

itulah yang mengikuti perkembangan Konvensi Hukum Laut (United Nations Convention On

The Law Of The Sea) dari UNCLOS I tahun 1958, UNCLOS II tahun 1960 sampai UNCLOS III

1982.

Berdasarkan hukum laut internasional atau the united nations convention on the law of sea atau

yang sering disebut dengan UNCLOS yang telah disepakati oleh PBB tahun 1982 dan diratifikasi

oleh Indonesia dengan UU No.17/1985, maka wilayah perairan laut Indonesia terdiri atas 6 jenis

rezim yaitu : Laut teritorial/ laut wilayah, perairan kepulauan/Nusantara, perairan pedalaman,

Zona tambahan, Zona ekonomi eklusif, dan landasan kontinen.

1. Laut Teritorial

Ketentuan laut teritorial dituangkan dalam BAB II tentang laut teritorial dan zona tambahan

Konvensi hukum laut 1982 (UNCLOS). UNCLOS mengijinkan suatu negara pantai untuk
menikmati kedaulatan penuh atas tanah dan lapisan tanah yang ada di bawahnya sejauh 12 mil

laut diukur dari garis dasar sepanjang pantai yang mengelilingi negara tersebut. Pengertian laut

teritorial menurut hukum internasional maupun hukum nasional adalah sebagai berikut :

Menurut ketentuan pasal 3 UNCLOS 1982, laut teritorial adalah garis-garis dasar atau garis

pangkal yang lebarnya 12 mil laut yang diukur garis dasar laut teritorial atau wilayah yang

terlertak disisi luar dari garis pangkal. jika ada dua negara atau lebih menguasai suatu lautan,

sedangkan lebar lautan itu kurang dari 24 mil laut, maka garis teritorial di tarik sama jauh dari

garis masing-masing negara tersebut.Garis dasar kepulauan adalah garis yang menghubungkan

titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar, dengan catatan bahwa dalam garis dasar tersebut sudah

termasuk pulau-pulau utama yang mempunyai rasio antara daerah air dan daerah daratan,

termasuk atoll, adalah antara 1 : 1 atau 9 : 1 (Pasal 47, ayat 1 UNCLOS 1982). Panjang garis

dasar tersebut tidak melebihi 100 mil laut, kecuali sampai 3% dari jumlah garis dasar yang

menutup kepulauan boleh melebihi panjang tersebut sampai maksimum 125 mil laut (Pasal 47,

ayat 2 UNCLOS 1982).

Pada wilayah laut teritorial, negara mempunyai kedaulatan penuh, kecuali hak lintas damai bagi

kapal-kapal niaga dan kapal-kapal perang asing (Pasal 17 UNCLOS 1982). Semua kapal asing

yang menikmati lintasan melalui laut teritorial suatu negara wajib mematuhi semua peraturan

dan undang-undang dari negara terkait dan juga peraturan-peraturan internasional yang terkait

dengan pencegahan tabrakan di laut (Pasal 21 UNCLOS 1982). Pada wilayah laut teritorial:

a. Negara memiliki kedaulatan penuh atas wilayah laut teritorial, ruang udara di atasnya, dasar

laut dan tanah di bawahnya, serta segenap sumber kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
b. Negara membuat peraturan mengenai lintas laut damai yang berkaitan dengan keselamatan

pelayaran dan pengaturan lalu lintas, perlindungan serta fasilitas navigasi, kabel laut, konservasi

sumber daya alam, pencegahan pelanggaran perikanan, pengurangan dan pengendalian

pencemaran, penelitian ilmiah kelautan, dan pencegahan pelanggaran peraturan cukai, fiskal,

imigrasi dan kesehatan.

2. Perairan Kepulauan

Perairan kepulauan adalah suatu perairan yang berada di dalam wilayah negara kepulauan (antara

pulau-pulau), sering disebut juga dengan perairan nusantara. Periaran kepulauan dibatasi oleh

garis dasar perairan pedalaman. Dalam pasal 49 UNCLOS 1982 mengatur tentang status hukum

tentang perairan kepulauan, ruang udara diatas perairan kepulauan, dan dasar laut serta tanah

dibawahnya. Ketentuan tentang kedaulatan tersebut ialah :

1. Kedaulatan suatu Negara kepulauan meliputi perairan yang ditutup oleh garis pangkal

kepulauan, yang ditarik sesuai dengan ketentuan pasal 47, disebut sebagai perairan

kepulauan, tanpa memperhatikan kedalaman atau jaraknya dari pantai.

2. Kedaulatan ini meliputi ruang udara di atas perairan kepulauan, juga dasar laut dan tanah

di bawahnya, dan sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya.

3. Rezim lintas alur laut kepulauan yang ditetapkan dalam Bab ini bagaimanapun juga tidak

boleh di bidang lain mempengaruhi status perairan kepulauan, termasuk alur laut, atau

pelaksanaan kedaulatan oleh Negara kepulauan atas perairan demikian dan ruang udara,

dasar laut dan tanah di bawahnya, serta sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya.

Selain itu, kedaulatan perairan kepulauan oleh negara kepulauan wajib memperhatikan rezim

lintas pelayaran kapal asing yaitu hak lintas damai dan hak lintas alur-alur laut kepulauan
(ALKI). Pengaturan mengenai perairan Kepulauan sesuai dengan yang terdapat di wilayah Laut

Teritorial, yaitu kapal semua negara mempunyai hak lintas damai “innocent

passage” sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 52 UNCLOS 1982.

3. Perairan Pedalaman

Perairan pedalaman adalah perairan yang ditutup oleh garis dasar penutup teluk, muara,

pelabuhan, dan garis-garis dasar yang menutup lekukan di pantai sampai 100 mil laut dan

maksimum 125 mil laut. Dengan kata lain, perairan pedalaman adalah bagian dari laut yang

berada ke arah daratan dari garis dasar kepulauan.

Status hukum perairan pedalaman suatu negara pantai adalah di bawah kedaulatan penuh negara

pantai. Status hukum perairan pedalaman diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) Konvensi Hukum Laut

1982, bahwa kedaulatan suatu negara pantai, selain wilayah daratan dan perairan pedalamannya

dan dalam hal suatu negara kepulauan, perairan kepulauannya. Kedaulatan perairan pedalaman

adalah milik Negara Pantai. Karena negara pantai memiliki kedaulatan penuh atas perairan

pedalamannya maka negara pantai berhak untuk melarang masuknya kapal-kapal asing ke dalam

Pelabuhan-pelabuhannya, kecuali kapal yang sedang dalam keadaan darurat, seperti kapal dalam

keadaan rusak berat dan dalam khusus hak lintas damai.

Meskipun demikian, negara pantai tetap mengijinkan masuknya kapal-kapal dagang, dengan

tetap tunduk pada berlakunya hukum nasional dari negara pantai. Negara pantai berhak untuk

sepenuhnya menerapkan dan memaksa berlakunya hukum nasional negaranya terhadap kapal-

kapal dagang yang berada di pelabuhannya atau yang berada di perairan pedalamannya. Negara

pantai tetap wajib memperhatikan ketentuan-ketentuan hukum seperti kekebalan dan

keistimewaan diplomatik.
Negara pantai juga mempunyai yurisdiksi terhadap pelanggaran-pelanggaran yang menyebabkan

polusi terhadap lingkungan laut di perairan pedalaman, untuk itu negara pantai berhak

melakukan tindakan hukum berdasarkan Pasal 218, Pasal 220 Konvensi Hukum Laut 1982.

Ketentuan Pasal 218 Konvensi Hukum Laut 1982 mengatur tentang pemaksaan penaatan oleh

Negara pelabuhan. Ayat 1 Pasal 218 menyatakan bahwa: apabila sebuah kendaraan air, dengan

sukarela berada dalam pelabuhan atau pada suatu terminal lepas pantai suatu Negara, Negara

tersebut dapat mengadakan pemeriksaan dan di mana terdapat bukti-bukti yang cukup kuat,

mengadakan penuntutan berkenaan dengan setiap pelepasan dari kendaraan air tersebut di luar

perairan pedalaman, laut teritorial atau zona ekonomi eksklusif dari negara itu yang melanggar

ketentuan-ketentuan dan standar-standar internasional yang berlaku dan ditentukan melalui

organisasi-organisasi internasional yang kompeten atau konferensi diplomatik yang umum.

Ketentuan hukum dalam Pasal 220 Konvensi Hukum Laut 1982 mengatur mengenai pemaksaan

penaatan oleh negara pantai. Pasal 220 juga memberi kewenangan kepada negara pantai untuk

melakukan tuntutan atas setiap pelanggaran peraturan yang ditetapkan dan standar-standar

internasional yang berlaku untuk pencegahan, pengurangan, dan pengendalian pencemaran yang

berasal dari kendaraan air apabila pelanggaran itu terjadi di dalam laut teritorial atau zona

ekonomi eksklusif negara pantai, yang dilakukan oleh kendaraan air yang berada di pelabuhan

atau terminal lepas pantai negara pantai.

4. Zona Tambahan

pasal 24 ayat (1) konvensi janewa 1958 membahas tetang laut teritorial dan zona tambahan,

memuat definisi zona tambahan sebagai :

“ suatu “zona laut lepas” yang merupakan kelanjutan dari laut teritorialnya (a zone of the high

seas continguous to its territorial sea)”


Lebar zona tambahan ditetapkan dalam pasal 2 nya tidak boleh melebihi 12 mil laut dari garis

pangkal darimana lebar laut teritorial diukur. Lalu dalam kovensi PBB tahun 1982 menetapkan

bahwa lebar zona tambahan yang berada di luar laut teritorial dengan batas terluar 24 mil laut

diukur dari garis pangkal.

Kewenangan negeri idoenseia dalam zona tambahan dapat di dalam pasal 33 UNCLOS, dimana

negara pantai dapat melaksanakan pengawasan yang dibutuhkan untuk :

a) mencegah pelanggaran peraturan perundang-undangan (laws and regulation) bea cukai, fiskal,

imigrasi atau saniter di dalam wilayah atau laut teritorialnya.

(b) menghukum pelanggaran peratuan perundang-undangan tersebut atau di atas di

dalam wilayah atau lau terirotialnya.

Konvensi hukum laut 1982 mengandung ketentuan tambahan tentang zona tambahan khususnya

dalam pasal 303 ayat 2 yang menetapkan kewajiban negara pantai untuk melindungi benda-

benda purbakala dan benda-benda bersejarah yang ditemukan di laut. Untuk melaksanakan

kewajiban dan untuk mengendalikan peredaran, dalam menerapkan kewenangannya berdasarkan

pasal 33, negara pantai dapat menggangap pengambilan benda-benda tersebut dari zona laut

tambahannya sebagai suatu pelanggaran di dalam wilayah atau di laut teritorialnya terhadap

peraturan perundang-undangannya.

Dapat kita simpulkan bahwa negara pantai hanya memiliki yuridiksi yang sifatnya terbatas di

dalam zona tambahan, yakni pertama melakukan pengawasan yang diperlukan untuk mencegah

pelanggaran atas peraturan yang bersangkutan dengan bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter.

Kedua menghukum pelanggaran atas perbuatannya melanggar perundang-undangan tersebut,


ketiga melindungi dan mengendalikan peredaran benda-benda purbakala dan benda-benda

bersejarah yang ditemukan di laut.

5. ZEE (Zona Ekonomi Ekslusif)

konvensi hukum laut 1982 menetapkan pengaturan tentang daerah maritim yang berada di luar

tetapi bersambungan dengan laut teritorial yang disebut Zona Ekonomi ekslusif. Yang luasnya

tidak boleh melebihi 200 mil luat yang di ukur dari garis pangkal yang digunakan untuk

mengukur laut tertorial. Di dalam zona ekonomi eklusif diatur hak-hak dari negara pantai dan

juga mengatur hak-hak dan kebebasan dari negara lain.

Zee (zona ekonomi eklusif ) merupakan zona yang luasnya 200 mil laut yang di ukur dari gari

pantai, dimana dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas kekayaan alam di

dalamnya , dan berhak menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang di

atasnya ataupun melakukan penanaman kabel atau pipa.

Indonesia sudah mengadopsi ketentuan Zona Ekonomi Eksklusif sebagaimana yang terdapat

dalam Pasal 55-75 Konvensi Hukum Laut 1982. Ketentuan tersebut terdapat dalam

implementing legislation, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi

Eksklusif Indonesia, serta kewajiban-kewajiban yang sudah dilakukan oleh Indonesia yaitu:

UndangUndang No 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, Undang-Undang 31 Tahun 2004

Tentang Perikanan, Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati

dan Ekosistemnya, danPeraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1984 tentang Penggunaan Sumber

Daya Alam di Zona Ekonomi Eksklusif. Namun Indonesia belum menetapkan batas terluar ZEE

Indonesia dalam suatu peta yang disertai koordinat dari titik-titiknya dan belum melakukan
perjanjian bilateral mengenai ZEE dengan negara tetangga seperti: India, Thailand, Malaysia,

Vietnam, Fhilipina, Papau, Papua Nugini dan Timor Leste.

Dengan memperhatikan ketentuan yang tertuang di dalam konvensi Konvensi PBB tahun 1982,

maka pada Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia mempunyai dan melaksanakan :

1. hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan ekploitasi pengelolaan dan berupaya untuk

melindungi dan melestarikan sumber daya alam yaitu dengan menjaga dan memelihara

ekosistem laut. Hak berdaulat ini tidak sama dengan hak kedaulatan penuh yang dimiliki didalam

laut wilayah dan perairan pedalaman.

2. Hak untuk melaksanakan penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat dengan cara

menanganninya secara langsung dalam upaya untuk menciptakan, memelihara dan

mempertahankan perdamaian.

3. Hak untuk melakukan hot pursuit (pengejaran seketika) terhadap kapal-kapal asing yang

melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan di dalam wilayah ZEE.

4. Hak eksekutif bertujuan untuk membangun, mengizinkan, pengoprasian dan penggunaan

pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi dan bangunan-bangunannya.

5. Hak untuk menentukan kegiatan ilmiah yang berupa penelitian-penelitian, dengan

diterima/tidaknya oleh pemerintah, kemudian atas permohonannya pemerintah dapat

menyatakan:

a. tidak menolak permohonan

b. bahwa keterangan-keterangan yang diberikan oleh pemohon tidak sesuai dengan kenyataan

dan kurang lengkap


c. bahwa permohonan belum memenuhi kewajiban atas proyek penelitiannya, kecuali apabila

dinyatakan sebaliknya.

Untuk mengatur dan menjelaskan batas-batas laut Zona Ekonomi Ekslusif, Indoneisa telah

mengambil Langkah-langkah Kerjasama dengan Negara-negara perbatasan, agar batas Zona

Ekonomi Eklusif Indonesia memiliki pengakuan dan dasar hukum yang jelas dan yang terlebih

penting adalah tidak bertentangan dengan norma-norma yang diatur di dalam Konvensi Hukum

Laut 1982. Untuk itu Indonesia telah menetapkan dan mengatur melalui berbagai undang-undang

yaitu:

1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1971 tentang perjanjian antara Republik Indonesia dan

Malaysia tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Selat Malaka

2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia

3. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1973 tentang Perjanjian antara Indonesia dengan Australia

mengenai Garis-Garis Batas Tertentu Antara Indonesia danPapua New Guinea

4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

5. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1973 tentang perjanjian antara Republik Indonesia dan

Republik Singapura mengenai Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Selat Singapura.

6. Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS 1982.

7. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.

8. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2007 tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah RI

dan Pemerintah Republik Sosialis Vietnam tentang Penetapan batas Landas Kontinen Tahun

2003.
9. Keputusan Presiden Nomor 89 Tahun 1969 tentang Persetujuan Antara Pemerintah Republik

Indonesia dan Pemerintah Malaysia tentang Penetapan Garis Batas Landas Kontinen Antara

Kedua Negara.

10. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 1971 tentang Persetujuan Antara Pemerintah Republik

Indonesia dan Pemerintah Commonweale Australia tentang Penetapan Batas-batas Dasar Laut

Tertentu.

11. Keputusan Presiden Nomor 20 Tahun 1972 tentang Persetujuan Antara Pemerintah Republik

Indonesia, Pemerintah Malaysia dan Pemerintah Kerajaan Thailand tentang Penetapan Garis-

Garis Batas Landas Kontinen di Bagian UtaraSelat Malaka.

12. Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1972 tentang Persetujuan Antara Pemerintah Republik

Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand tentang Penetapan Suatu Garis Batas Landas

Kontinen di Bagian Utara Selat Malaka dan Laut Andaman.

13. Keputusan Presiden Nomor 66 Tahun 1972 tentang Persetujuan Bersama Antara Pemerintah

Republik Indonesia dan Pemerintah Commonwealth Australia tentang Penetapan Garis Batas

Dasar Laut di Daerah Laut Timor dan Laut Arafura.

14. Keputusan Presiden Nomor 51 Tahun 1974 tentang Persetujuan Antara Pemerintah Republik

Indonesia dan Pemerintah Republik India tentang Penetapan Batas Landas Kontinen Antara

Kedua Negara.

15. Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1977 tentang Persetujuan Antara Pemerintah Republik

Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand tentang Penetapan Garis Batas Dasar Laut Antara

Kedua Negara di Laut Andaman.


16. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1977 tentang Persetujuan Antara Pemerintah Republik

Indonesia dan Pemerintah Republik India tentang Garis Batas Landas Kontinen Tahun 1974

Antara Kedua Negara di Laut Andaman dan Samudera Hindia.

17. Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 1978 tentang Persetujuan Bersama Antara Pemerintah

Republik Indonesia dan Pemerintah Republik India, dan Pemerintah Kerajaan Thailand tentang

Penetapan Titik Pertemuan Tiga Garis Batas dan Penetapan Garis Batas Ketiga Negara di

LautAndaman.

18. Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1982 tentang Persetujuan Antara Pemerintah Republik

Indonesia dan Pemerintah Papua New Guinea.

Berbagai aturan hukum di atas memperlihatkan bahwa secara hukum dalam rangka implementasi

hak berdaulat serta untuk mengetahui batas-batas pengelolaan hak berdaulat, Indonesia telah

mengambil Langkah-langkah stragegis dan significan agar dalam menjalankan hak berdaulatnya

tidak mengambil dan mendapat pengakuan secara internasional.

6. Landasan Kontinen

Landasan kontinen suatu negara pantai meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya dari daerah di

bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah

wilayah daratannya hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari

garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak

mencapai jarak tersebut.

Landas kontinen suatu negara pantai tidak boleh melebihi batas-batas sebagaimana ditentukan

dalam Pasal 76 ayat 4 hingga 6. Tepian kontinen meliputi kelanjutan bagian daratan negara

pantai yang berada di bawah permukaan air, dan terdiri dari dasar laut dan tanah di bawahnya
dari daratan kontinen, lereng (slope) dan tanjakan (rise). Tepian kontinen ini tidak mencakup

dasar samudera dalam dengan bukit-bukit samudera ata tanah dibawahnya.

Konvensi Hukum Laut 1982 mengatur Landas Kontinen dalam Bagian VI , yang terdiri dari

Pasal 76 - 85. Dalam Konvensi Hukum Laut 1982 diberikan empat alternatif cara mengukur luas

landas kontinen, yaitu :

a. Sampai batas terluar tepian kontinen (the continental margin).

b. Sampai jarak 200 mil dari garis pangkal laut teritorial, apabila tepian kontinen tidak mencapai

batas tersebut.

c. Apabila tepian kontinen melebihi 200 mil ke arah laut maka batas terluar landas kontinen tidak

boleh melebihi 350 mil. d. Boleh melebihi 100 mil dari kedalaman (isobath) 2500 meter.

Pada tahun 1985 indonesia meratifikasi kovensi Hukum laut 1982 dengan undang-undang nomor

17 tahun 1985. Melalui ratifikasi tersebut pemerintah Indonesia tunduk pada ketentuan-ketentuan

dalam konvensi hukum laut 1982 sebagai panduan dalam mengatur hukum, sehingga semua

hukum perundang-undangan di Indonesia mengenai hal-hal yang diatur dalam UNCLOS 1982

harus mengacu pada hukum internasional tersebut.

Di Indonesia sendiri Landas Kontinen mendapat perhatian lebih ialah sekitar Tahun 1969,

dimana Pemerintah Indonesia mengeluarkan Pengumuman tertanggal 17 Februari 1969 dengan

memuat pokok-pokok sebagai berikut :

1. Segala sumber kekayaan alam yang terdapat dalam Landas Kontinen Indonesia adalah milik

eksklusif Negara Indonesia;


2. Pemerintah Indonesia bersedia menyelesaikan soal garis batas Landas Kontinen dengan

Negara tetangga melalui perundingan;

3. Jika tiada perjanjian garis batas, maka batas Landas Kontinen Indonesia adalah suatu garis

yang ditarik ditengah-tengah antara pulau terluar Indonesia dengan titik terluar wilayah Negara

tetangga;

4. Klaim di atas tidak mempengaruhi sifat serta status daripada perairan di atas Landas Kontinen

Indonesia, maupun ruang udara di atasnya.

PENUTUP

KESIMPULAN

Berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982 yang menetapkan batas-batas wilayah perairan

Indonesia dan menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan dan negara pantai yang memiliki

kedaulatan penuh dan hak berdaulat atas lautan yang sangat luas. Luasnya wilayah laut Indonesia

yang di dalamnya terkandung sumber daya alam hayati dan non hayati ini merupakan potensi

yang sangat besar untuk dikelola dan dimanfaatkan dalam rangka mewujudkan tujuan negara

yakni memajukan kesejahteraan umum. Pemerintah Indonesia telah membuat berbagai perangkat

hukum untuk pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumber daya alam di lautan tersebut. Hanya

saja, karena kelemahan pada sumber daya manusia dan ilmu pengetahuan serta teknologi, baik di

tingkat Pemerintah Pusat apalagi tingkat Pemerintah Daerah, potensi sumber daya alam di laut

teritorial tersebut belum dapat dimanfaatkan dengan baik, yang pada gilirannya juga belum

mampu memajukan kesejahteraan umum.


DAFTAR PUSTAKA

 Vinata tri ria. (2010). Prinsip-prinsip Penentuan Laut Teritorial Republik Indonesia

Berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982. Volume XV No .3. Surabaya: Universitas

Wijaya Kusuma.

 Hetharia georgina octaviani. (2017). Pengaturan Landasan Kontinen Menurut Unclos

1982 dan Implemenrasinya Di Indonesia. volume V No. 9. Manado: Universitas Sam

Ratulangi.

 Andrean wendy. (2021). Pengaturan Hak Berdaulat Menurut Konvensi Hukum Laut

1982 Dan Implementasinya Di Indonesia. Jambi: Universitas Jambi

 Agasta calvin, Peni susetyorini, L. tri setyawanto r. (2017). Hak Berdaulat Negara

Kesatuan Republik Indonesia Di Kepulauan Natuna (Studi Khusus Indonesia Terhadap

Klaim Peta Nine-Dashed Line China Di Kepulauan Natuna). Vol 6 No.2. Semarang :

Universitas Diponegoro.

 Erlina. (2013). Kedualatan Negara Pantai Indonesia Terhadap Konservasi Kelautan

Dalam Wilayah Teritorial laut (Teritorial Sea) Indonesia. Vol 2 No 2. Makassar:

Universitas Islam Negri Alauddin Makassar.

 Sonata liber depri. (2014). Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris :

Karakteristik Khas Dari Metode Meneliti Hukum. Vol 8 No1. Lampung: Universitas

Lampung.
 Manengal ferghi. (2013). Hak Negara Dalam Zee Menurut Konvensi Hukum Laut Tahun

1982. Vol I No. 4

 UNCLOS 1982

 Newberkeley.woodpress.com. 14 Maret 2017. Hukum Perairan Kepulauan –

Archipelagic Waters. Di akses pada tanggal 1 November 2022, dari

https://newberkeley.wordpress.com/2017/03/14/hukum-perairan-kepulauan-archipelagic-

waters/#:~:text=Dalam%20Bab%20IV%20UNCLOS%201982,kedaulatan%20negara

%20kepulauan%20yang%20bersangkutan.

 Cristiangamas.net. 16 Mei 2021. Seri Hukum Internasional : Perairan Pedalaman. Di

akses pada tanggal 1 November 2022, dari https://christiangamas.net/seri-hukum-

internasional8perairanpedalaman/#:~:text=Status%20hukum%20perairan%20pedalaman

%20diatur,pedalaman%20adalah%20milik%20Negara%20Pantai.

Anda mungkin juga menyukai