Di Susun oleh :
Risky Firmansyah
203300040002
Risky firmansyah
Abstrak
Berdasarkan Hukum laut internasioanal atau yang sering disebut dengan UNCLOS yang
telah disepakati oleh PBB tahun 1982 dan diratifikasi oleh Indonesia dengan UU No.17/1985.
Indonesia memiliki wilayah perairan yang terdiri dari 6 rezim yaitu : laut teritorial, perairan
kepulauan, peraiaran pedalaman, zona tambahan, zona eksklusif, dan landasan kontinen.
Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif dimana penelitian hukum normatif adalah
penelitian hukum kepustakaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sampai dimanakah
batas-batas wilayah perairan Indonesia dan bagaimana pengaturan hak kedaulatan dan hak
Kata kunci : Batas wilayah perairan Indonesia, Hak berdaulat, hak kedaulatan.
Abstract
Based on the international law of the sea or often referred to as UNCLOS which was
agreed by the United Nations in 1982 and ratified by Indonesia with Law No.17/1985. Indonesia
has territorial waters consisting of 6 regimes, namely: territorial sea, archipelagic waters, inland
waters, additional zone, exclusive zone, and continental shelf. This research uses normative legal
methods where normative legal research is library law research. This study aims to find out
where the boundaries of Indonesian waters are and how to regulate sovereign rights and
sovereign rights in Indonesian waters according to international law (UNCLOS) 1982.
A. LATAR BELAKANG
Negara republik Indonesia adalah negara pantai ( coastal state) yang komponen wilayah
nasionalnya terdiri dari daratan, lautan, dan ruang udara dari keseluruhan wilayah Indonesia
adalah lautan, Indonesia juga disebut sebagai negara kepulauan ( archipalage state). Sehubung
denga wilayah hal yang menarik dibahas secara kewilayahan adalah suatu negara yang
menyangkut kedaulatan dan hak berdaulat suatu negara secara nyata terhadap wilayah
negaranya. Hal ini bisa dilihat dari perbatasan sebuah negara baik perbatasan darat maupun laut
(Juwono Sudarsono,2008:1).
Hukum internasional memberikan hak dan kewenangan sepenuhnya untuk mengatur masalah
dalam negerinya sendiri termasuk dalam penentuan batas-batas wilayah perairan suatu negara.
Perbatsan internasional juga merupakan factor penting dalam upaya identifikasi dan pelestarian
persahabatanpun harus mengetahui lokasi perbatasan mereka guna menegakkan hukum dan
peratruan masing-masing negara. Oleh karena itu penetapan perbatasan negara secara jelas tidak
hanya mengurangi resiko terjadinya konflik diperbatasan di kemudian hari, melainkan juga dapat
menjamin pelaksanaan hukum di sisi perbatasan. Adanya penetapan garis batas wilayah secara
lengkap akan dapat memperkecil terjadinya sengketa perbatasan, atau sebaliknya terjadi
ketidakpastian batas wilayah yang dapat menyebabkan klaim tertorial yang tumpang-tindih.
Secara teoritis ada Sembilan aspek yang sering menjadi klaim suatu wilayah oleh sebuah negara
yaitu : a.perjanjian (treaties), merupakan klaim paling umum yang didasarkan oleh perjanjian
internasional dan cendrung melahirkan minimalisasi konflik dan lebih persuasive, (b) Geografi
(geography), merupakan klaim klasik berdasarkan batas alam; (c) Ekonomi (economy),
merupakan klaim berdasarkan kepastian dan kelangsungan hidup atau pembangunan negara; (d)
kebudayaan (culture), merupakan klaim berdasarkan Batasan etnik bangsa yang mencakup
bahasa , keturunan, atau karakteristik budaya lainnya; (e) control efektif (effectif control),
merupakan klaim berdasarkan eksistensi administrasi wilayah dan populasi penduduk. Seringkali
disebut klaim wilayah yang terkuat dibawah hukum internasional; (f) sejarah (history),
merupakan klaim berdasarkan penentuan sejarah (pemilikan pertama) atau durasi (lamanya
kepemilikan); (g) Utis posidetis, klaim wilayah yang didasarkan pada doktrin utis posidetis
artinya negara yang baru merdeka mewarisi batas administrative yang di bentuk oleh penguasa
kolonial; (h) Elitisme (elistism), merupakan klaim berdasarkan kemampuan teknologi; (i)
ideologi (ideology), merupakan klaim yang didasarkan pada identifikasi unik dengan wilayah
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki wilayah laut yang luas dan
memiliki jumlah pulau yang besar, panjang pantai indonesia mencapai 95.181 km dan luas
wilayah perairan lautnya mencapai 5,8 juta m2. Potensi tersebut menjadikan Indonesia sebagai
negara kepulauan yang dikaruniai sumber daya perairan laut yang besar termasuk kekayaan
Berdasarkan hukum laut internasional atau the united nations convention on the law of sea atau
yang sering disebut dengan UNCLOS yang telah disepakati oleh PBB tahun 1982 dan diratifikasi
oleh Indonesia dengan UU No.17/1985, maka wilayah perairan laut Indonesia terdiri atas 6 jenis
rezim yaitu : Laut teritorial/ laut wilayah, perairan kepulauan/Nusantara, perairan pedalaman,
Metode penelitian yang digunakan dalam rangka pengumpulan data dan bahan untuk penulisan
jurnal ini adalah metode penelitian hukum normatif. Dimana penelitian hukum normatif adalah
penelitian hukum kepustakaan. Metode ini digunakan sesuai dengan pokok bahsan yang akan
dibahas yaitu, batas wilayah perairan laut Indonesia serta hak kedaulatannya menurut konvensi
PEMBAHASAN
Banyaknya wilayah laut yang menjadi batas negara dengan negara yang lain maka pengaturan
mengenai lebar wilayah laut merupakan hal yang penting dan usaha untuk menentukan lebar
wilayah laut suatu negara telah dimulai sejak abad ke-19. Ini menunjukan bahwa dinamika
keinginan negara-negara atas kedaulatan di wilayah laut sudah berlangsung sejak lama dan hal
itulah yang mengikuti perkembangan Konvensi Hukum Laut (United Nations Convention On
The Law Of The Sea) dari UNCLOS I tahun 1958, UNCLOS II tahun 1960 sampai UNCLOS III
1982.
Berdasarkan hukum laut internasional atau the united nations convention on the law of sea atau
yang sering disebut dengan UNCLOS yang telah disepakati oleh PBB tahun 1982 dan diratifikasi
oleh Indonesia dengan UU No.17/1985, maka wilayah perairan laut Indonesia terdiri atas 6 jenis
rezim yaitu : Laut teritorial/ laut wilayah, perairan kepulauan/Nusantara, perairan pedalaman,
1. Laut Teritorial
Ketentuan laut teritorial dituangkan dalam BAB II tentang laut teritorial dan zona tambahan
Konvensi hukum laut 1982 (UNCLOS). UNCLOS mengijinkan suatu negara pantai untuk
menikmati kedaulatan penuh atas tanah dan lapisan tanah yang ada di bawahnya sejauh 12 mil
laut diukur dari garis dasar sepanjang pantai yang mengelilingi negara tersebut. Pengertian laut
teritorial menurut hukum internasional maupun hukum nasional adalah sebagai berikut :
Menurut ketentuan pasal 3 UNCLOS 1982, laut teritorial adalah garis-garis dasar atau garis
pangkal yang lebarnya 12 mil laut yang diukur garis dasar laut teritorial atau wilayah yang
terlertak disisi luar dari garis pangkal. jika ada dua negara atau lebih menguasai suatu lautan,
sedangkan lebar lautan itu kurang dari 24 mil laut, maka garis teritorial di tarik sama jauh dari
garis masing-masing negara tersebut.Garis dasar kepulauan adalah garis yang menghubungkan
titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar, dengan catatan bahwa dalam garis dasar tersebut sudah
termasuk pulau-pulau utama yang mempunyai rasio antara daerah air dan daerah daratan,
termasuk atoll, adalah antara 1 : 1 atau 9 : 1 (Pasal 47, ayat 1 UNCLOS 1982). Panjang garis
dasar tersebut tidak melebihi 100 mil laut, kecuali sampai 3% dari jumlah garis dasar yang
menutup kepulauan boleh melebihi panjang tersebut sampai maksimum 125 mil laut (Pasal 47,
Pada wilayah laut teritorial, negara mempunyai kedaulatan penuh, kecuali hak lintas damai bagi
kapal-kapal niaga dan kapal-kapal perang asing (Pasal 17 UNCLOS 1982). Semua kapal asing
yang menikmati lintasan melalui laut teritorial suatu negara wajib mematuhi semua peraturan
dan undang-undang dari negara terkait dan juga peraturan-peraturan internasional yang terkait
dengan pencegahan tabrakan di laut (Pasal 21 UNCLOS 1982). Pada wilayah laut teritorial:
a. Negara memiliki kedaulatan penuh atas wilayah laut teritorial, ruang udara di atasnya, dasar
laut dan tanah di bawahnya, serta segenap sumber kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
b. Negara membuat peraturan mengenai lintas laut damai yang berkaitan dengan keselamatan
pelayaran dan pengaturan lalu lintas, perlindungan serta fasilitas navigasi, kabel laut, konservasi
pencemaran, penelitian ilmiah kelautan, dan pencegahan pelanggaran peraturan cukai, fiskal,
2. Perairan Kepulauan
Perairan kepulauan adalah suatu perairan yang berada di dalam wilayah negara kepulauan (antara
pulau-pulau), sering disebut juga dengan perairan nusantara. Periaran kepulauan dibatasi oleh
garis dasar perairan pedalaman. Dalam pasal 49 UNCLOS 1982 mengatur tentang status hukum
tentang perairan kepulauan, ruang udara diatas perairan kepulauan, dan dasar laut serta tanah
1. Kedaulatan suatu Negara kepulauan meliputi perairan yang ditutup oleh garis pangkal
kepulauan, yang ditarik sesuai dengan ketentuan pasal 47, disebut sebagai perairan
2. Kedaulatan ini meliputi ruang udara di atas perairan kepulauan, juga dasar laut dan tanah
3. Rezim lintas alur laut kepulauan yang ditetapkan dalam Bab ini bagaimanapun juga tidak
boleh di bidang lain mempengaruhi status perairan kepulauan, termasuk alur laut, atau
pelaksanaan kedaulatan oleh Negara kepulauan atas perairan demikian dan ruang udara,
dasar laut dan tanah di bawahnya, serta sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya.
Selain itu, kedaulatan perairan kepulauan oleh negara kepulauan wajib memperhatikan rezim
lintas pelayaran kapal asing yaitu hak lintas damai dan hak lintas alur-alur laut kepulauan
(ALKI). Pengaturan mengenai perairan Kepulauan sesuai dengan yang terdapat di wilayah Laut
Teritorial, yaitu kapal semua negara mempunyai hak lintas damai “innocent
3. Perairan Pedalaman
Perairan pedalaman adalah perairan yang ditutup oleh garis dasar penutup teluk, muara,
pelabuhan, dan garis-garis dasar yang menutup lekukan di pantai sampai 100 mil laut dan
maksimum 125 mil laut. Dengan kata lain, perairan pedalaman adalah bagian dari laut yang
Status hukum perairan pedalaman suatu negara pantai adalah di bawah kedaulatan penuh negara
pantai. Status hukum perairan pedalaman diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) Konvensi Hukum Laut
1982, bahwa kedaulatan suatu negara pantai, selain wilayah daratan dan perairan pedalamannya
dan dalam hal suatu negara kepulauan, perairan kepulauannya. Kedaulatan perairan pedalaman
adalah milik Negara Pantai. Karena negara pantai memiliki kedaulatan penuh atas perairan
pedalamannya maka negara pantai berhak untuk melarang masuknya kapal-kapal asing ke dalam
Pelabuhan-pelabuhannya, kecuali kapal yang sedang dalam keadaan darurat, seperti kapal dalam
Meskipun demikian, negara pantai tetap mengijinkan masuknya kapal-kapal dagang, dengan
tetap tunduk pada berlakunya hukum nasional dari negara pantai. Negara pantai berhak untuk
sepenuhnya menerapkan dan memaksa berlakunya hukum nasional negaranya terhadap kapal-
kapal dagang yang berada di pelabuhannya atau yang berada di perairan pedalamannya. Negara
keistimewaan diplomatik.
Negara pantai juga mempunyai yurisdiksi terhadap pelanggaran-pelanggaran yang menyebabkan
polusi terhadap lingkungan laut di perairan pedalaman, untuk itu negara pantai berhak
melakukan tindakan hukum berdasarkan Pasal 218, Pasal 220 Konvensi Hukum Laut 1982.
Ketentuan Pasal 218 Konvensi Hukum Laut 1982 mengatur tentang pemaksaan penaatan oleh
Negara pelabuhan. Ayat 1 Pasal 218 menyatakan bahwa: apabila sebuah kendaraan air, dengan
sukarela berada dalam pelabuhan atau pada suatu terminal lepas pantai suatu Negara, Negara
tersebut dapat mengadakan pemeriksaan dan di mana terdapat bukti-bukti yang cukup kuat,
mengadakan penuntutan berkenaan dengan setiap pelepasan dari kendaraan air tersebut di luar
perairan pedalaman, laut teritorial atau zona ekonomi eksklusif dari negara itu yang melanggar
Ketentuan hukum dalam Pasal 220 Konvensi Hukum Laut 1982 mengatur mengenai pemaksaan
penaatan oleh negara pantai. Pasal 220 juga memberi kewenangan kepada negara pantai untuk
melakukan tuntutan atas setiap pelanggaran peraturan yang ditetapkan dan standar-standar
internasional yang berlaku untuk pencegahan, pengurangan, dan pengendalian pencemaran yang
berasal dari kendaraan air apabila pelanggaran itu terjadi di dalam laut teritorial atau zona
ekonomi eksklusif negara pantai, yang dilakukan oleh kendaraan air yang berada di pelabuhan
4. Zona Tambahan
pasal 24 ayat (1) konvensi janewa 1958 membahas tetang laut teritorial dan zona tambahan,
“ suatu “zona laut lepas” yang merupakan kelanjutan dari laut teritorialnya (a zone of the high
pangkal darimana lebar laut teritorial diukur. Lalu dalam kovensi PBB tahun 1982 menetapkan
bahwa lebar zona tambahan yang berada di luar laut teritorial dengan batas terluar 24 mil laut
Kewenangan negeri idoenseia dalam zona tambahan dapat di dalam pasal 33 UNCLOS, dimana
a) mencegah pelanggaran peraturan perundang-undangan (laws and regulation) bea cukai, fiskal,
Konvensi hukum laut 1982 mengandung ketentuan tambahan tentang zona tambahan khususnya
dalam pasal 303 ayat 2 yang menetapkan kewajiban negara pantai untuk melindungi benda-
benda purbakala dan benda-benda bersejarah yang ditemukan di laut. Untuk melaksanakan
pasal 33, negara pantai dapat menggangap pengambilan benda-benda tersebut dari zona laut
tambahannya sebagai suatu pelanggaran di dalam wilayah atau di laut teritorialnya terhadap
peraturan perundang-undangannya.
Dapat kita simpulkan bahwa negara pantai hanya memiliki yuridiksi yang sifatnya terbatas di
dalam zona tambahan, yakni pertama melakukan pengawasan yang diperlukan untuk mencegah
pelanggaran atas peraturan yang bersangkutan dengan bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter.
konvensi hukum laut 1982 menetapkan pengaturan tentang daerah maritim yang berada di luar
tetapi bersambungan dengan laut teritorial yang disebut Zona Ekonomi ekslusif. Yang luasnya
tidak boleh melebihi 200 mil luat yang di ukur dari garis pangkal yang digunakan untuk
mengukur laut tertorial. Di dalam zona ekonomi eklusif diatur hak-hak dari negara pantai dan
Zee (zona ekonomi eklusif ) merupakan zona yang luasnya 200 mil laut yang di ukur dari gari
pantai, dimana dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas kekayaan alam di
Indonesia sudah mengadopsi ketentuan Zona Ekonomi Eksklusif sebagaimana yang terdapat
dalam Pasal 55-75 Konvensi Hukum Laut 1982. Ketentuan tersebut terdapat dalam
implementing legislation, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia, serta kewajiban-kewajiban yang sudah dilakukan oleh Indonesia yaitu:
dan Ekosistemnya, danPeraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1984 tentang Penggunaan Sumber
Daya Alam di Zona Ekonomi Eksklusif. Namun Indonesia belum menetapkan batas terluar ZEE
Indonesia dalam suatu peta yang disertai koordinat dari titik-titiknya dan belum melakukan
perjanjian bilateral mengenai ZEE dengan negara tetangga seperti: India, Thailand, Malaysia,
Dengan memperhatikan ketentuan yang tertuang di dalam konvensi Konvensi PBB tahun 1982,
1. hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan ekploitasi pengelolaan dan berupaya untuk
melindungi dan melestarikan sumber daya alam yaitu dengan menjaga dan memelihara
ekosistem laut. Hak berdaulat ini tidak sama dengan hak kedaulatan penuh yang dimiliki didalam
2. Hak untuk melaksanakan penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat dengan cara
mempertahankan perdamaian.
3. Hak untuk melakukan hot pursuit (pengejaran seketika) terhadap kapal-kapal asing yang
menyatakan:
b. bahwa keterangan-keterangan yang diberikan oleh pemohon tidak sesuai dengan kenyataan
dinyatakan sebaliknya.
Untuk mengatur dan menjelaskan batas-batas laut Zona Ekonomi Ekslusif, Indoneisa telah
Ekonomi Eklusif Indonesia memiliki pengakuan dan dasar hukum yang jelas dan yang terlebih
penting adalah tidak bertentangan dengan norma-norma yang diatur di dalam Konvensi Hukum
Laut 1982. Untuk itu Indonesia telah menetapkan dan mengatur melalui berbagai undang-undang
yaitu:
1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1971 tentang perjanjian antara Republik Indonesia dan
Malaysia tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Selat Malaka
3. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1973 tentang Perjanjian antara Indonesia dengan Australia
5. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1973 tentang perjanjian antara Republik Indonesia dan
Republik Singapura mengenai Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Selat Singapura.
dan Pemerintah Republik Sosialis Vietnam tentang Penetapan batas Landas Kontinen Tahun
2003.
9. Keputusan Presiden Nomor 89 Tahun 1969 tentang Persetujuan Antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Malaysia tentang Penetapan Garis Batas Landas Kontinen Antara
Kedua Negara.
10. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 1971 tentang Persetujuan Antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Commonweale Australia tentang Penetapan Batas-batas Dasar Laut
Tertentu.
11. Keputusan Presiden Nomor 20 Tahun 1972 tentang Persetujuan Antara Pemerintah Republik
Indonesia, Pemerintah Malaysia dan Pemerintah Kerajaan Thailand tentang Penetapan Garis-
12. Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1972 tentang Persetujuan Antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand tentang Penetapan Suatu Garis Batas Landas
13. Keputusan Presiden Nomor 66 Tahun 1972 tentang Persetujuan Bersama Antara Pemerintah
Republik Indonesia dan Pemerintah Commonwealth Australia tentang Penetapan Garis Batas
14. Keputusan Presiden Nomor 51 Tahun 1974 tentang Persetujuan Antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Republik India tentang Penetapan Batas Landas Kontinen Antara
Kedua Negara.
15. Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1977 tentang Persetujuan Antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand tentang Penetapan Garis Batas Dasar Laut Antara
Indonesia dan Pemerintah Republik India tentang Garis Batas Landas Kontinen Tahun 1974
17. Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 1978 tentang Persetujuan Bersama Antara Pemerintah
Republik Indonesia dan Pemerintah Republik India, dan Pemerintah Kerajaan Thailand tentang
Penetapan Titik Pertemuan Tiga Garis Batas dan Penetapan Garis Batas Ketiga Negara di
LautAndaman.
18. Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1982 tentang Persetujuan Antara Pemerintah Republik
Berbagai aturan hukum di atas memperlihatkan bahwa secara hukum dalam rangka implementasi
hak berdaulat serta untuk mengetahui batas-batas pengelolaan hak berdaulat, Indonesia telah
mengambil Langkah-langkah stragegis dan significan agar dalam menjalankan hak berdaulatnya
6. Landasan Kontinen
Landasan kontinen suatu negara pantai meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya dari daerah di
bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah
wilayah daratannya hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari
garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak
Landas kontinen suatu negara pantai tidak boleh melebihi batas-batas sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 76 ayat 4 hingga 6. Tepian kontinen meliputi kelanjutan bagian daratan negara
pantai yang berada di bawah permukaan air, dan terdiri dari dasar laut dan tanah di bawahnya
dari daratan kontinen, lereng (slope) dan tanjakan (rise). Tepian kontinen ini tidak mencakup
Konvensi Hukum Laut 1982 mengatur Landas Kontinen dalam Bagian VI , yang terdiri dari
Pasal 76 - 85. Dalam Konvensi Hukum Laut 1982 diberikan empat alternatif cara mengukur luas
b. Sampai jarak 200 mil dari garis pangkal laut teritorial, apabila tepian kontinen tidak mencapai
batas tersebut.
c. Apabila tepian kontinen melebihi 200 mil ke arah laut maka batas terluar landas kontinen tidak
boleh melebihi 350 mil. d. Boleh melebihi 100 mil dari kedalaman (isobath) 2500 meter.
Pada tahun 1985 indonesia meratifikasi kovensi Hukum laut 1982 dengan undang-undang nomor
17 tahun 1985. Melalui ratifikasi tersebut pemerintah Indonesia tunduk pada ketentuan-ketentuan
dalam konvensi hukum laut 1982 sebagai panduan dalam mengatur hukum, sehingga semua
hukum perundang-undangan di Indonesia mengenai hal-hal yang diatur dalam UNCLOS 1982
Di Indonesia sendiri Landas Kontinen mendapat perhatian lebih ialah sekitar Tahun 1969,
1. Segala sumber kekayaan alam yang terdapat dalam Landas Kontinen Indonesia adalah milik
3. Jika tiada perjanjian garis batas, maka batas Landas Kontinen Indonesia adalah suatu garis
yang ditarik ditengah-tengah antara pulau terluar Indonesia dengan titik terluar wilayah Negara
tetangga;
4. Klaim di atas tidak mempengaruhi sifat serta status daripada perairan di atas Landas Kontinen
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982 yang menetapkan batas-batas wilayah perairan
Indonesia dan menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan dan negara pantai yang memiliki
kedaulatan penuh dan hak berdaulat atas lautan yang sangat luas. Luasnya wilayah laut Indonesia
yang di dalamnya terkandung sumber daya alam hayati dan non hayati ini merupakan potensi
yang sangat besar untuk dikelola dan dimanfaatkan dalam rangka mewujudkan tujuan negara
yakni memajukan kesejahteraan umum. Pemerintah Indonesia telah membuat berbagai perangkat
hukum untuk pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumber daya alam di lautan tersebut. Hanya
saja, karena kelemahan pada sumber daya manusia dan ilmu pengetahuan serta teknologi, baik di
tingkat Pemerintah Pusat apalagi tingkat Pemerintah Daerah, potensi sumber daya alam di laut
teritorial tersebut belum dapat dimanfaatkan dengan baik, yang pada gilirannya juga belum
Vinata tri ria. (2010). Prinsip-prinsip Penentuan Laut Teritorial Republik Indonesia
Wijaya Kusuma.
Ratulangi.
Andrean wendy. (2021). Pengaturan Hak Berdaulat Menurut Konvensi Hukum Laut
Agasta calvin, Peni susetyorini, L. tri setyawanto r. (2017). Hak Berdaulat Negara
Klaim Peta Nine-Dashed Line China Di Kepulauan Natuna). Vol 6 No.2. Semarang :
Universitas Diponegoro.
Sonata liber depri. (2014). Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris :
Karakteristik Khas Dari Metode Meneliti Hukum. Vol 8 No1. Lampung: Universitas
Lampung.
Manengal ferghi. (2013). Hak Negara Dalam Zee Menurut Konvensi Hukum Laut Tahun
UNCLOS 1982
https://newberkeley.wordpress.com/2017/03/14/hukum-perairan-kepulauan-archipelagic-
waters/#:~:text=Dalam%20Bab%20IV%20UNCLOS%201982,kedaulatan%20negara
%20kepulauan%20yang%20bersangkutan.
internasional8perairanpedalaman/#:~:text=Status%20hukum%20perairan%20pedalaman
%20diatur,pedalaman%20adalah%20milik%20Negara%20Pantai.