INTERVENSI adalah masuknya atau campur tangan atau ikut serta Pihak Ketiga yang
mempunyai kepentingan kedalam suatu perkara perdata yang sedang berjalan
(berproses) di pesidangan antara pihak Penggugat dengan pihak Tergugat. Apabila
dalam suatu peristiwa hukum yang sedang diperiksa dan diadili di persidangan
Pengadilan ternyata ada Pihak Ketiga yang merasa mempunyai kepentingan (baik
secara langsung maupun tidak langsung) terhadap perkara a quo yang sedang
disengketakan di persidangan Pengadilan, maka Pihak Ketiga tersebut dapat
melibatkan dirinya atau dilibatkan oleh salah satu pihak dalam perkara tersebut untuk
masuk/ikut serta sebagai pihak dalam suatu perkara yang sedang disengketakan
(perkara a quo). Dalam Hukum Acara Perdata, masuknya/ikut sertanya Pihak Ketiga
sebagai pihak dalam suatu perkara yang sedang disengketakan disebut dengan
INTERVENSI. Sesuai dengan ketentuan Hukum Acara Perdata, dalam hal Pihak
Ketiga melakukan intervensi, maka Pihak Ketiga tersebut dapat melakukannya
sebagai Penggugat Intervensi atau Tergugat Intervensi.
Perlu dipahami bahwa dasar hukum Intervensi pada prinsipnya tidak diatur dalam HIR
(Herzien Indonesis Reglement) dan RBg (Rechtsreglement Buitengewesten), akan
tetapi ketentuan dasar hukum yang mengaturnya dapat dilihat/ditemukan dalam RV
(Reglement of de Rechtsvordering). Ketentuan Pasal 279 RV, menegaskan bahwa:
“Barangsiapa mempunyai kepentingan dalam suatu perkara perdata yang sedang
berjalan antara pihak-pihak lain dapat menuntut untuk mengabungkan diri atau
campur tangan”.
Pada hakekatnya, bentuk – bentuk INTERVENSI dalam Hukum Acara Perdata meliputi
sebagai berikut:
:
I. Tussenkomt (Menengahi):
Sebagai pihak ketiga yang berkepentingan secara sukarela dan berdiri sendiri
Adanya kepentingan untuk mencegah timbulnya kerugian, atau kehilangan
haknya yang mungkin terancam.
Melawan kepentingan kedua belah pihak yang berperkara.
Dengan memasukkan tuntutan terhadap pihak-pihak yang berperkara
(Penggabungan tuntutan).
Sebagai contoh dalam Intervensi Pihak Ketiga yang disebut Tussenkomt
(Menengahi) yaitu: “A sebagai seorang ahli waris menuntut B yang menguasai harta
peninggalan agar menyerahkan harta peninggalan tersebut, kemudian datang C
mengintervensi sengketa antara A dan B dengan tuntutan bahwa dialah yang berhak
atas harta peninggalan tersebut berdasarkan testament”.
Sebagai contoh dalam Intervensi Pihak Ketiga yang disebut Voeging (Menyertai) yaitu:
:“A menggugat B untuk pembayaran suatu utang. C mendengar perihal itu menjadi
kaget dan mengatakan bahwa hal tersebut bukanlah suatu utang, akan tetapi adalah
modal untuk usaha dagang bersama antara A, B dan C.Oleh karena itu C mencampuri
gugatan dan memihak atau menggabungkan diri kepada B.”
1. Vrijwaring Formil (Garantie Formelle), hal ini terjadi apabila seseorang diwajibkan
untuk menjamin orang lain menikmati suatu hak atau benda terhadap suatu yang
bersifat kebendaan, seperti penjual yang harus menanggung pembeli dari
gangguan pihak ketiga (pasal 1492 BW). Dalam kaitannya dengan Vrijwaring, jika
ternyata pembeli ini (Mis A) kemudian digugat oleh C, karena B dulunya menjual
barang C kepada A, maka B dapat ditarik sebagai Vrijwaring.
2. Vrijwaring Simple (Sederhana), hal ini terjadi apabila sekiranya tergugat dikalahkan
dalam sengketa yang sedang berlangsung, ia mempunyai hak untuk menagih
kepada pihak ketiga: penanggung dengan melunasi hutang mempunyai hak untuk
menagih kepada Debitur (Vide: Pasal 1839, dan Pasal 1840 BW). Artinya dalam
tuntutan itu ada tuntutan penggugat lawan tergugat (tertanggung) dan tuntutan
tergugat lawan pihak ketiga (penanggung).