Anda di halaman 1dari 8

TUGAS 3 MANAJEMEN RESIKO DAN ASURANSI

Nama Mata Kuliah : Manajemen Resiko dan Asuransi


Kode Mata Kuliah : ADBI 4211
NIM : 043051803
Nama Mahasiswa : Idris Cahyo Wibowo

Kerjakan Tugas 3 berikut ini.

1. Semua pembelian asuransi menyangkut kontrak, yaitu perjanjian yang mengikat secara
hukum dan menimbulkan hak serta kewajiban bagi pihak-pihak yang bersangkutan.

a. Jelaskan jenis kontrak asuransi.

b. Jelaskan syarat-syarat kontrak asuransi.

2. Jelaskan tentang usaha perasuransian di Indonesia dilihat dari unsur kepemilikan.

Mohon jawaban Tugas 3 diketik dengan huruf Times New Roman font 12 dan di-upload dalam
format Pdf. pada tempat yang disediakan

Jawaban :

1. Semua pembelian asuransi menyangkut kontrak, yaitu perjanjian yang mengikat secara
hukum dan menimbulkan hak serta kewajiban bagi pihak-pihak yang bersangkutan.

a. Jelaskan jenis kontrak asuransi.

a.1. Kontrak Bersyarat ( Voidable Contract )

Adalah kontrak yang dapat dibatalkan. Perjanjian yang dapat dinyatakan batal oleh hakim
karena permintaan salah satu pihak dengan alasan bahwa perjanjian tersebut tidak memenuhi
unsur subjektif untuk sahya suatu perjanjian [vide: Pasal 1320 KUHPerdata].

Dalam Asuransi, Kontrak Bersyarat ( Voidable Contract ) memungkinkan satu pihak


memutuskan perjanjian karena tindakan atau ketiadaan tindakan ( wan prestasi ) dari pihak
lainnya. Pihak yang memiliki hak memutuskan kontrak juga dapat memilih agar kontrak
ditegakkan. Sebagai contoh : penanggung tidak lagi terikat memenuhi kewajibannya, jika
diketahui bahwa tertanggung melakukan penipuan ( defrand ), tertanggung dapat menuntut
penanggung ke pengadilanjika penaggung secara melawan hukum menolak pembayaran
klaim.

a.2. Kontrak yang Cacat Hukum ( Void Contract )

Istilah Void didefinisikan sebagai sesuatu yang nol dan sepenuhnya tanpa kekuatan hukum
atau efek yang mengikat. Oleh karena itu, Kontrak Void adalah kontrak yang batal dan tanpa
efek hukum. Ini berarti bahwa kontrak tidak dapat diberlakukan oleh hukum dan kontrak
semacam itu tidak dapat ditegakkan oleh salah satu pihak dalam kontrak. Dengan demikian,
para pihak tidak memiliki kekuatan untuk membuat kontrak semacam itu legal. Terkadang
kontrak semacam itu diklasifikasikan sebagai Void ab initio. Ini berarti bahwa kontrak tidak
berlaku sejak awal. Secara hukum, Kontrak Void diperlakukan seolah-olah tidak pernah ada
atau tidak pernah dibuat. Jika ada pelanggaran kontrak, salah satu pihak tidak dapat
mengajukan tindakan terhadap pihak yang melanggar terutama karena tidak ada kontrak
untuk memulai, atau lebih tepatnya, kontrak tersebut batal sejak awal.

Dalam Asuransi, Kontrak Cacat Hukum ( Void Contract ) jika dari semula kekurangan satu
atau lebih persyaratan untuk menjadi kontrak yang berlaku. Contoh :

 Kontrak Asuransi yang dibeli untuk maksud illegal seperti maksud memperoleh uang
pertanggungan dengan membakar rumah yang dipertanggungkan, satu pihak tidak
mampu secara hukum seperti seseorang dinyatakan tidak waras membeli asuransi.
Dalam hal tersebut, kontrak dianggap tidak pernah ada ( Void Ab Initio ).

Dalam Asuransi Properti dikenal adanya ikatan ( Blinder ) yaitu kontrak sementara yang
sering digunakan sebelum keluarnya polis asuransi formal. Ikatan harus memenuhi semua
persyaratan kontrak hokum.

Dalam Asuransi Jiwa tidak menggunakan ikatan karena agen – agennya tidak memiliki
kewenangan mengikat perusahaannya. Perlindungan sementara diberikan dalam bentuk
penerimaan bersyarat ( Conditional Receipt ) yaitu tergantung pada dipenuhinya persyaratan
atau bukti dapat diasuransikannya ( Insurability ) calon tertanggung, missal keadaan
kesehatan.
b. Jelaskan syarat-syarat kontrak asuransi.

b.1. Harus Ada Persetujuan dari Pihak – Pihak yang Mengikatkan Diri

Kata sepakat didalam perjanjian pada dasarnya adalah para pihak yang membuat perjanjian
harus sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok atau materi yang diperjanjikan, dimana
kesepakatan itu harus dicapai dengan tanpa ada paksaan, penipuan atau kekhilafan.
Seseorang dikatakan memberikan persetujuannya atau kesepakatannya (Toestemming) jika
ia memang menghendaki apa yang disepakati. Pernyataan pihak yang menawarkan
dinamakan tawaran (Offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan
akseptasi (acceptatie). Misalnya, sepakat untuk melakukan jual-beli tanah, harganya, cara
pembayarannya, penyelesaian sengketanya, dsb.

Suatu perjanjian dapat mengandung cacat hukum atau kata sepakat dianggap tidak ada jika
terjadi hal-hal yang disebut di bawah ini, yaitu:

 Paksaan (dwang), yaitu setiap perbuatan yang tidak adil atau ancaman yang
menghalangi kebebasan kehendak para pihak yang terlibat di dalam kontrak
termasuk dalam tindakan pemaksaan. Paksaan tersebut dibuat dengan tujuan agar
pada akhirnya pihak lain memberikan haknya. Ancaman tersebut adalah setiap
tindakan intimidasi mental. Selain itu paksaan juga bisa dikarenakan oleh pemerasan
atau keadaan di bawah pengaruh terhadap seseorang yang mempunyai kelainan
mental.
 Penipuan (bedrog). Penipuan (fraud) adalah tindakan tipu muslihat. Menurut Pasal
1328 KUH Perdata dengan tegas menyatakan bahwa penipuan merupakan alasan
pembatalan perjanjian.
 Kesesatan atau Kekeliruan (dwaling). Dalam hal ini, salah satu pihak atau beberapa
pihak memiliki persepsi yang salah terhadap objek atau subjek yang terdapat dalam
perjanjian. Ada 2 (dua) macam kekeliruan.
 Pertama, error in person, yaitu kekeliruan pada orangnya, misalnya, sebuah
perjanjian yang dibuat dengan artis terkenal tetapi kemudian perjanjian
tersebut dibuat dengan artis yang tidak terkenal hanya karena dia
mempunyai nama yang sama.
 Kedua, error in substantial yaitu kekeliruan yang berkaitan dengan
kerakteristik suatu benda, misalnya seseorang yang membeli lukisan Basuki
Abdullah, tetapi setelah sampai di rumah orang itu baru sadar bahwa lukisan
yang di belinya tadi adalah lukisan tiruan dari Basuki Abdullah.
 Penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheiden). Penyalahgunaan keadaan
terjadi manakala seseorang di dalam suatu perjanjian dipengaruhi oleh suatu hal yang
menghalanginya untuk melakukan penilaian (judgment) yang bebas dari pihak
lainnya, sehingga ia tidak dapat mengambil putusan yang independen. Penekanan
tersebut dapat dilakukan karena salah satu pihak memiliki kedudukan khusus
(misalnya kedudukan yang dominan atau memiliki yang
bersifat fiduciary dan confidence).

b.2. Tujuan Harus Legal ( Lawful Objective )

Syarat sahnya perjanjian yang keempat adalah tidak boleh memperjanjikan sesuatu yang
dilarang undang-undang atau yang bertentangan dengan hukum, nilai-nilai kesopanan ataupun
ketertiban umum. Contohnya melakukan perjanjian jual beli barang haram narkotika, atau
perjanjian perdagangan orang/manusia, dsb. Perjanjian semacam ini dilarang dan tidak
memenuhi syarat sah suatu perjanjian/kontrak.

Kata kausa yang diterjemahkan dari kata oorzaak (Belanda) atau causa (Latin) bukan berarti
sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian, tetapi mengacu kepada isi dan
tujuan perjanjian itu sendiri. Misalnya dalam perjajian jual beli, isi dan tujuan atau kausanya
adalah pihak yang satu menghendaki hak milik suatu barang, sedangkan pihak lainnya
menghendaki uang.

b.3. Kedua Belah Pihak Harus Kompeten ( Capacity )

Adalah bahwa pihak yang melakukan kontrak haruslah orang yang oleh hukum memang
memiliki kemampuan membuat kontrak tersebut. Sebagaimana pada pasal 1330 KUH Perdata
menentukan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan, kecuali undang-
undang menentukan bahwa ia tidak cakap.
Mengenai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian dapat kita
temukan dalam pasal 1330 KUH Perdata, yaitu :

 Orang-orang yang belum dewasa


 Mereka yang berada dibawah pengampuan
 Wanita yang bersuami. Ketentuan ini dihapus dengan berlakunya Undang-Undang
No.1 tahun 1974 tentang perkawinan. Karena pasal 31 Undang-Undang ini
menentukan bahwa hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang dan masing-
masing berhak untuk melakukan perbuatan hukum

Syarat sah yang objektif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata

Disebut dengan syarat objektif karena berkenaan dengan obyek perjanjian. Konsekuensi
hukum apabila tidak terpenuhinya salah satu objektif akibatnya adalah kontrak yang dibuat
batal demi hukum. Jadi sejak kontrak tersebut dibuat kontrak tersebut telah batal.

b.4. Harus Ada Imbalan yang Dipertukarkan ( Compensation )

Syarat sahnya perjanjian yang ketiga adalah dalam membuat perjanjian, apa yang
diperjanjikan (objek perikatannnya) harus jelas. Pasal 1333 KUH Perdata ayat 1 menyatakan
bahwa suatu perjanjian harus mempunyai pokok suatu benda (zaak) yang paling sedikit dapat
ditentukan jenisnya. Suatu perjanjian harus memiliki suatu pokok persoalan.Oleh karena itu,
objek perjanjian tidak hanya berupa benda, tetapi juga bisa berupa jasa. Suatu perjanjian
haruslah mengenai suatu hal tertentu (centainty of terms), berarti bahwa apa yang
diperjanjiakan, yakni hak dan kewajiban kedua belah pihak.

KUH Perdata menyebutkan bahwa barang/benda yang dimaksud tidak harus disebutkan,
asalkan nanti dapat dihitung atau ditentukan. Misalnya mengenai perjanjian “panen padi dari
lahan sawah sebesar 1 hektar dalam tahun berikutnya”adalah sah.
2. Jelaskan tentang usaha perasuransian di Indonesia dilihat dari unsur kepemilikan.

Dilihat dari sudut pandang kepemilikan, perusahaan yang bergerak di bidang asuransi dapat
dibedakan menjadi 3, yaitu :

a. Badan Usaha Milik Negara

Badan usaha milik negara, sesuai namanya semua saham atau sebagian besar sahamnya
dimiliki oleh pemerintah RI, dalam hal ini adalah Kementrian Keuangan RI. Badan Usaha
Milik Negara secara hukum berbentuk Perseroan Terbatas yang diatur dalam Undang –
Undang Perseroan Terbatas, namun dengan memperhatikan beberapa ketentuan khusus.

Badan Usaha Milik Negara mempunyai visi dan misi yang sejalan dengan Pemerintah RI
dalam menjalankan kebijakannya, terutama yang berkaitan dengan kebijakan keuangan,
perbankan, perekonomian, perindustrian, perdagangan, perhubungan dan sebagainya.
Contoh Perusahaan Badan Usaha Milik Negara :

 PT. Asuransi Jiwasraya


 PT. Asuransi Jasa Indonesia
 PT. Asuransi Kredit Indonesia
 PT. Asuransi Ekspor Indonesia
 PT. Reasuransi Umum Indonesia
 PT. Asuransi Jasa Raharja
 PT. Tabungan dan Asuransi PEgawai Negeri
 PT. Jaminan Sosial Tenaga Kerja
 PT. Asuransi Kesehatan

b. Badan Usaha Milik Swasta

Pengertian Swasta disini adalah Swasta Nasional. Demikian juga dengan bentuk badan
hukumnya, bisa berbentuk Perseroan Terbatas dan bisa juga dalam bentuk Koperasi.
Perusahaan Swasta Nasional sepenuhnya tunduk pada Undang – Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas. Apabila Perseroan Terbatas dimaksud telah mampu
menjadi Perusahaan Publik maka juga harus tunduk pada Undang – Undang tentang Pasar
Modal.

Koperasi harus tunduk kepada Undang – Undang Koperasi Nomor 25 Tahun 1992, yang
pada tanggal 30 Oktober telah dikeluarkan Undang – Undang Koperasi yang baru Nomor
17 Tahun 2012.

c. Badan Usaha Milik Patungan

Setelah Orde Baru memegang Pemerintahan pada tahun 1966, secara berangsur masuklah
investor asing ke Indonesia dalam bentuk Penanaman Modal Asing. Bersamaan dengan itu
masuklah salah satu mitra usaha mereka yaitu perusahaan asuransi.

Namun sesuai ketentuan yang berlaku di Indonesia, tidak dibenarkan adanya perusahaan
asuransi yang pemiliknya adalah pemodal asing murni. Maka mereka melakukan usaha
patungan ( joint-ventures ) dengan mitra asuransi nasional, baik dengan Badan Usaha Milik
Negara maupun dengan Badan Usaha Milik Swasta Nasional.
Referensi :

 BMP Manajemen Resiko dan Asuransi ADBI4211


 http://www.pustaka.ut.ac.id/reader/index.php?subfolder=ADBI421102/&doc=M8.p
df
 https://id.mort-sure.com/blog/difference-between-void-and-voidable-contract/
 https://ahmadsopyan.wordpress.com/2010/01/14/syarat-syarat-sah-perjanjian-
asuransi/
 https://www.cermati.com/artikel/jenis-jenis-asuransi-di-indonesia-apa-saja
 Pendapat pribadi

Anda mungkin juga menyukai