Anda di halaman 1dari 77

CONTRACT

DRAFTING
Oleh : Dr. Evi Kongres, S.H.,M.Kn
HUKUM KONTRAK
• Perjanjian (overeenkomst, agreement) = kontrak (Buku III Bab II)
• Perjanjian = Pasal 1313 KUHPerdata
• Perjanjian/Kontrak = suatu kesepakatan yang diperjanjikan (promissory agreement) di
antara 2 atau lebih pihak yang dapat menimbulkan, memodifikasi, atau menghilangkan
hubungan hukum (Black Law Dictionary).
• Grotius memahami kontrak sebagai suatu perbuatan sukarela dari seseorang yang membuat
janji tentang sesuatu kepada seseorang lainnya dengan penekanan bahwa masing-masing
akan menerimanya dan melaksanakannya sesuai dengan yang telah diperjanjikan. Kontrak
dianggap lebih dari sekedar janji karena kontrak dibuat berdasarkan kehendak bebas dan
kekuatan personal dari individu-individu yang membuatnya yang didukung oleh harta
kekayaan yang mereka miliki yang dapat dialihkan berdasarkan kontrak tersebut.
 Ciri atau karakteristik dalam pengertian kontrak (Hartkamp) :
1. Kontrak bentuknya bebas, namun untuk beberapa kontrak tertentu harus berbentuk khusus yang dipersyaratkan
oleh peraturan per-uu-an.
2. Tindakan hukum harus terbentuk oleh atau melalui kerja sama dari 2 atau lebih pihak.
3. Pernyataan kehendak yang berkesesuaian tersebut tergantung satu dengan lainnya.
4. Kehendak para pihak harus ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum.
5. Akibat hukum ini ditimbulkan demi kepentingan satu pihak dan atas beban pihak lainnya atau demi kepentingan
dan atas beban kedua belah pihak.

 Unsur-unsur dalam kontrak :


a. Ada pihak-pihak, minimal 2 orang yang terdiri subyek hukum berupa manusia kodrati dan badan hukum.
b. Ada persetujuan antara para pihak berdasarkan kebebasan untuk mengadakan tawar menawar atau konsensus
dalam suatu perjanjian.
c. Ada 1 atau beberapa tujuan tertentu yang ingin dicapai yang tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang,
ketertiban umum, kebiasaan yang diakui masyarakat dan kesusilaan.
d. Ada prestasi yang harus dilaksanakan oleh 1 pihak dan dapat dituntut oleh pihak lainnya, begitu juga sebaliknya.
e. Ada bentuk tertentu yang dapat dibuat secara tertulis dan lisan.
f. Ada syarat-syarat tertentu menurut Undang-undang agar suatu kontrak yang dibuat menjadi sah.
SUBYEK DAN OBYEK KONTRAK
• Subyek kontrak :
Subyek hukum adalah manusia yang berkepribadian hukum (legal personality) dan segala sesuatu yang
berdasarkan tuntutan kebutuhan masyarakat diakui oleh hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban. Pihak
yang berhak atas suatu prestasi disebut dengan kreditur sedangkan pihak yang berkewajiban memenuhi prestasi
disebut dengan debitur.
 Makhluk kodrati (natuulijk persoon) – sebagai pendukung hak dan kewajiban maka orang dapat diberikan
hak (misalnya hak menerima warisan, hibah, hak menjual harta kekayaannya dsb) dan dapat dibebankan
kewajiban.
 Badan hukum (rechts persoon) = suatu badan yang dapat mempunyai harta, hak serta kewajiban seperti
orang-orang pribadi. Menurut hukum dianggap dapat bertindak dan mempunyai hak-hak dan kewajiban-
kewajiban dalam perhubungan hukum terhadap orang lain atau badan lain.
• Obyek kontrak :
Segala bentuk prestasi (Pasal 1234 KUHPerdata). Prestasi merupakan suatu hak dari kreditur dan
kewajiban dari debitur yang dapat berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat
sesuatu. Prestasi harus memenuhi beberapa syarat untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu :
- Prestasi itu harus tertentu, setidak-tidaknya harus dapat ditentukan
- Prestasi itu harus dihubungkan dengan suatu kepentingan kalau tidak maka ia tidak dapat menggugat
- Prestasi itu harus mungkin untuk dilaksanakan, kalau prestasi itu tidak mungkin, maka perjanjian itu
harus dianggap batal
- Prestasi itu harus diperbolehkan artinya tidak bertentangan atau tidak dilarang oleh Undang-undang,
ketertiban umum dan kesusilaan.

Lihat mengenai kebendaan dalam Buku II KUHPerdata.


SYARAT SAHNYA KONTRAK

• Pasal 1320 KUHPerdata :


1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
- Mengandung makna bahwa para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau ada
persesuaian kemauan atau saling menyetujui kehendak masing-masing yang dilahirkan oleh
para pihak tanpa paksaan, kekeliruan dan penipuan.
- Persetujuan itu dapat dinyatakan secara tegas dan diam-diam (nampak dari tingkah
laku/kelakuan). Persetujuan atau sepakat terjadi dengan didahului adanya penawaran
(aanbond, offerte) dan penerimaan (aanvarding, acceptatie). Penawaran yang diikuti dengan
penerimaan akan melahirkan perjanjian. Setelah penawaran diterima oleh si penerima tepat
pada waktunya maka si penawar tidak boleh lagi menarik penawarannya dan secara sepihak
melepaskan diri dari keterikatan kontraknya.
- Penawaran kehilangan kekuatan dalam hal : (a) karena penawaran ditolak oleh pihak yang ditawari. Jika pihak
yang dituju menyatakan tidak ingin menerimanya maka ia melepaskan hak atas kehendak yang timbul itu demi
kepentingannya dan berakhirlah penawaran itu. (b) karena lampaunya waktu. Tenggang waktu ini dapat
dimasukkan secara tegas (eksplisit) ke dalam penawaran, cth : launching smartphone Iphone X di Surabaya,
dapatkan penawaran terbatas berupa diskon sebesar Rp 1.500.000,00 selama 2 hari yaitu tanggal 18-20
September 2017.
- Apabila dalam penawaran tertulis tidak dicantumkan mengenai tenggang waktu maka penawaran itu hanya
berlaku selama waktu yang layak yang dibutuhkan oleh pihak yang ditawari untuk mempertimbangkannya dan
menyampaikan jawaban kepada pihak yang menawarkan. Penawaran lisan harus segera diterima apabila tidak,
maka penawaran itu akan kehilangan kekuatannya.
- Momentum terjadinya kontrak (teori-teori tentang kesepakatan kehendak) :
a. Teori ucapan (uitingstheorie). Menurut teori ini, kesepakatan (toesteming) terjadi pada saat pihak yang
menerima penawaran menyatakan bahwa ia menerima penawaran itu. Suatu kesepakatan kehendak terjadi
manakala pihak yang menerima penawaran telah menyiapkan surat jawaban yang meyatakan bahwa dia telah
menerima penawaran itu.
b. Teori pengiriman (verzendtheorie). Teori ini mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi apabila pihak yang
menerima penawaran mengirimkan surat penawaran.
c. Teori pengetahuan (vernemingstheorie). Teori ini berpendapat bahwa kesepakatan terjadi apabila pihak yang
menawarkan mengetahui adanya penerimaan (acceptatie) tetapi penerimaan itu belum diterimanya (tidak
diketahui secara langsung).
d. Teori penerimaan (ontvangstheorie). Menurut teori ini, kesepakatan terjadi pada saat pihak yang menawarkan
menerima langsung jawaban dari pihak lawan.

- Adakalanya tidak terjadi persesuaian antara kehendak dan pernyataan, maka dikenal 3 teori :
a. Teori kehendak (wilstheorie). Menurut teori ini, perjanjian terjadi apabila ada persesuaian antara kehendak dan
pernyataan. Apabila terjadi ketidakwajaran, maka kehendaklah yang menyebabkan perjanjian itu.
b. Teori pernyataan (verklaringstheorie). Teori ini mengajarkan bahwa kehendak merupakan proses ilmiah yang
tidak diketahui orang lain sehingga pernyataanlah yang dianggap menyebabkan perjanjian. Apabila terjadi
perbedaan antara kehendak dan pernyataan maka perjanjian tetap dianggap terjadi. Teori ini menimbulkan
kesulitan apabila apa yang dinyatakan berbeda dengan apa yang dikehendaki, misalnya : hendak membeli 20 botol
minuman tetapi menyatakan membeli 200 botol.
c. Teori kepercayaan (vertrouwenstheorie). Menurut teori ini tidak setiap pernyataan menimbulkan perjanjian,
tetapi pernyataan yang menimbulkan kepercayaan saja yang melahirkan perjanjian. Kepercayaan dalam arti
bahwa pernyataan itu benar-benar dikehendaki.
- Ada 5 cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu :
1) Bahasa yang sempurna dan tertulis
2) Bahasa yang sempurna secara lisan
3) Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan. Mengingat dalam prakteknya seringkali
seseorang menyampaikan dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi dimengerti oleh pihak lawannya.
4) Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya
5) Diam atau membisu tetapi asal dapat dipahami atau diterima pihak lawan

- Cacat kehendak dalam kesepakatan terjadi apabila adanya :


a. Paksaan (dwang, duress) adalah suatu perbuatan yang menakutkan seseorang yang berpikiran sehat di mana
terhadap orang yang terancam karena paksaan itu timbul ketakutan baik terhadap dirinya maupun terhadap
harta kekayaannya dengan suatu kerugian yang terang dan nyata. Lihat Pasal 1324 KUHPerdata. Ancaman
yang dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis dapat merupakan alasan untuk membatalkan kontrak
karena dianggap tidak tercapai kata sepakat di antara para pihak. Tidak semua ancaman terhadap harta
kekayaan dapat membatalkan kontrak. Ancaman itu harus cukup serius, yaitu :
 Ancaman untuk melakukan tindakan tercela yang menyebabkan pihak lainnya secara serius terancam milik
atau keadaan ekonominya.
 Tidak ada cara lain untuk menghindari kerugian yang diancamkan kecuali menandatangani kontrak itu.
b. Penipuan (bedrog, fraud) adalah suatu tipu muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak sehingga
menyebabkan pihak lain menandatangani kontrak itu padahal apabila mengetahui adanya tipu
muslihat dalam kontrak itu maka pihak tersebut tidak akan menandatanganinya. Lihat Pasal 1328
KUHPerdata. Tipu muslihat yang dilakukan haruslah bersifat substansial.
 Menurut Niewenhuis, penipuan merupakan bentuk kesesatan yang dikualifikasikan. Dikatakan ada
penipuan apabila gambaran yang keliru tentang sifat-sifat dan keadaan-keadaan (kesesatan)
ditimbulkan oleh tingkah laku yang menyesatkan dari pihak lawan (atau wakilnya). Gambaran yang
keliru itu ditimbulkan oleh rangkaian tipu muslihat.
 Menurut Herlien Budiono, penipuan terjadi jika seseorang dengan kehendak dan pengetahuan
(willens en wetens) serta kesengajaan (opzet), menyesatkan orang lain, menyembunyikan fakta
tertentu, memberikan informasi secara keliru atau tipu daya lainnya. Dalam hal-hal tertentu, jika
kesengajaan tidak bersumber dari perbuatannya sendiri, pihak yang tertipu harus membuktikan
adanya kesengajaan tersebut.
Cth : A menjual mobil second-hand kepada B. A mengatakan kepada B bahwa kondisi mesin mobil
tersebut sangat bagus. A juga menunjukkan bahwa kilometer mobil tersebut baru mencapai 20.000 KM
sehingga B tertarik untuk membelinya. Ternyata kondisi mesin mobil itu tidak sebagus seperti apa yang
dikatakan A dan kilometer asli mobil itu adalah 40.000 KM.
c. Kesesatan atau kekhilafan. Lihat Pasal 1322 KUHPerdata. Kekhilafan terjadi apabila salah satu
pihak keliru tentang apa yang diperjanjikan namun pihak lain membiarkan pihak tersebut dalam
keadaan keliru. Pitlo membagi kesesatan atau kekhilafan menjadi 2 : kesesatan semu dan kesesatan.
Kesesatan semu terjadi jika ungkapan dari kehendak tidak sesuai dengan kehendaknya sedangkan
kesesatan terjadi jika ungkapan dari kehendak itu sesuai dengan kehendaknya tetapi kehendak itu
tidak ditentukan secara murni.
Cth kesesatan semu : A adalah pedagang kelontong memesan minuman bersoda merek Coca Cola
kepada B yang seorang agen minuman. A hendak memesan 20 dos tetapi salah dalam menyebutkan
pesanannya menjadi 200 dos. Dalam hal ini tidak terjadi perjanjian karena B mengetahui atau
seharusnya mengetahui bahwa A keliru dalam mengucapkan pesanannya karena pesanan A untuk
ukuran pedagang kelontong biasa dianggap tidak wajar.
Cth kesesatan : A seorang pedagang madu menyatakan kehendaknya kepada B sebagai agen penjual
madu untuk memesan madu merek X yang berasal dari lebah madu hutan (alami). Ternyata ada madu
merek XX yang berasal dari lebah madu peliharaan. A memesan kepada B 50 botol madu merek XX
karena menganggap juga berasal dari lebah madu hutan. Dalam hal ini terjadi kekeliruan mengenai
objek perjanjian sehingga walaupun perjanjian ini sah, pihak yang mengalami kesesatan dapat meminta
kepada hakim untuk membatalkan perjanjian itu.
d. Penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden/undue influence). Terjadi apabila pihak yang memiliki
posisi kuat (posisi tawarnya) dari segi ekonomi maupun psikologi menyalahgunakan keadaan sehingga pihak yang
lemah menyepakati hal-hal yang memberatkan baginya. Tidak diatur dalam KUHPerdata.
 Menurut Van Dunne, penyalahgunaan keadaan terjadi, karena ada 2 unsur, yaitu : kerugian bagi satu pihak dan
penyalahgunaan kesempatan oleh pihak lain, yang menimbulkan sifat perbuatan, yaitu adanya keunggulan pada
satu di antara 2 pihak yang bersifat ekonomis dan/atau psikologis.
 Menurut J.Satrio, ada 6 faktor dari penyalahgunaan keadaan :
(1) Pada waktu menutup kontrak, satu di antara dua pihak ada dalam keadaan terjepit;
(2) Karena keadaan ekonomi, kesulitan keuangan yang mendesak;
(3) Karena hubungan atasan-bawahan; keunggulan ekonomis pada satu di antara dua pihak; hubungan majikan-
buruh; orang tua-wali anak belum dewasa;
(4) Karena keadaan, seperti pasien yang membutuhkan pertolongan dokter ahli;
(5) Kontrak mengandung hubungan yang timpang (prestasi yang tidak seimbang); pembebasan majikan dari risiko
dan menggesernya menjadi tanggungan si buruh;
(6) Kerugian yang sangat besar bagi satu di antara dua pihak.
2. Cakap bertindak
- Orang-orang yang tidak cakap membuat perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang
ditaruh di bawah pengampuan (Pasal 1329-1331 KUHPerdata).
- Ukuran kedewasaan dalam KUHPerdata adalah 21 tahun dan/atau telah menikah. S.1935 No 54 : …dalam hal
suatu ketentuan UU menggunakan istilah “belum dewasa/minderjarigen” maka bagi orang-orang pribumi harus
diartikan : mereka yang belum genap berusia 21 tahun dan tidak telah kawin sebelumnya… .
- Pasal 1330 KUHPerdata = dianggap tidak cakap membuat perjanjian adalah :
(a) orang-orang yang belum dewasa;
(b) mereka yang ditaruh di bawah pengampuan, misalnya boros, sakit jiwa, gelap mata, sakit ingatan
(c) orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh UU dan pada umumnya semua orang kepada siapa
UU telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu (telah dicabut dengan Surat Edaran Mahkamah
Agung No 3 tahun 1963)

Cth perbuatan hukum yang dianggap sah yang dilakukan oleh orang yang belum dewasa :
A yang berusia 17 tahun atas seizin ayahnya membeli sepeda motor dari B
A yang berusia 17 tahun dan menempuh pendidikan di jurusan seni rupa , membeli 5 kg tanah liat dengan dana dari
orang tuanya
A yang berusia 17 tahun meneruskan usaha penyewaan villa milik ayahnya yang telah meninggal dunia
(pendewasaan = Pasal 419 KUHPerdata)
3. Suatu hal tertentu.
- Perihal tertentu adalah obyek dari suatu kontrak. Persyaratan yang ditentukan oleh UU perihal obyek
kontrak :
a) Barang yang merupakan obyek kontrak tersebut haruslah barang yang dapat diperdagangkan (Pasal
1332 KUHPerdata)
b) Pada saat kontrak dibuat minimal barang tersebut sudah dapat ditentukan jenisnya (Pasal 1333 ayat
(1) KUHPerdata)
c) Jumlah barang tersebut boleh tidak tertentu, asal saja jumlah tersebut kemudian dapat ditentukan
atau dihitung (Pasal 1333 ayat (2) KUHPerdata)
d) Barang tersebut dapat juga barang yang baru akan ada di kemudian hari (Pasal 1334 ayat (1)
KUHPerdata)
e) Tidak dapat dibuat kontrak terhadap barang yang masih ada dalam warisan yang belum terbuka
(Pasal 1334 ayat (2) KUHPerdata)
4. Suatu sebab yang diperbolehkan.
- H.F.A.Vollmar dan Wirjono Prodjodikoro : sebab adalah suatu maksud atau tujuan dari perjanjian.
- Dihubungkan dengan Pasal 1335 dan Pasal 1337 KUHPerdata. Adanya hubungan tujuan (causa
finalis) yaitu apa yang menjadi tujuan para pihak untuk menutup kontrak atau apa yang hendak
dicapai para pihak pada saat penutupan kontrak.
- Suatu kontrak tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat (batal) apabila :
(a) Tidak mempunyai causa
(b) Causanya palsu
(c) Causanya bertentangan dengan UU
(d) Causanya bertentangan dengan kesusilaan
(e) Causanya bertentangan dengan ketertiban umum
BENTUK-BENTUK KONTRAK
• Lisan. Perjanjian lisan adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan.
• Tertulis. Perjanjian tertulis adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk
tulisan. Ada 2 bentuk : akta yang dibuat di bawah tangan dan akta autentik.
 Akta di bawah tangan adalah surat atau tulisan yang dibuat oleh para pihak tidak melalui
perantaraan pejabat yang berwenang (pejabat umum) untuk dijadikan alat bukti (Pasal 1874
KUHPerdata). Akta di bawah tangan semata-mata dibuat antara para pihak yang
berkepentingan. Pasal 1875 jo. Pasal 1876 KUHPerdata mengharuskan siapa pun yang
terhadapnya dimajukan suatu tulisan (akta) di bawah tangan, untuk mengakui atau
menyangkal secara tegas tanda tangannya. Jika telah diakui maka akta di bawah tangan
berlaku sebagai bukti yang sempurna seperti akta autentik bagi para pihak yang membuatnya.
 Akta autentik adalah akta yang dibuat di hadapan dan di muka pejabat yang berwenang untuk itu. Merupakan
alat bukti yang sempurna bagi para pihak yang bersangkutan maupun pihak ketiga. Lihat Pasal 1868
KUHPerdata. Suatu akta disebut sebagai akta autentik apabila memenuhi syarat-syarat :
a. Akta yang dibuat oleh atau akta yang dibuat di hadapan pejabat umum, yang ditunjuk oleh UU
b. Bentuk akta ditentukan oleh UU dan cara membuat akta harus menurut persyaratan materiil (substantif) dan
persyaratan formil (prosedural) yang ditetapkan oleh UU
c. Di tempat di mana pejabat berwenang membuat akta tersebut.

Ada 3 fungsi akta autentik :


1) Sebagai bukti bahwa para pihak yang bersangkutan telah mengadakan perjanjian tertentu
2) Sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang tertulis dalam perjanjian adalah menjadi tujuan dan keinginan
para pihak
3) Sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal tertentu, kecuali jika ditentukan sebaliknya, para pihak
telah mengadakan perjanjian dan bahwa isi perjanjian adalah sesuai dengan kehendak para pihak
ASAS-ASAS DALAM KONTRAK
• Asas itikad baik (te goeder trouw/good faith). Itikad dapat diartikan sebagai kepercayaan, keyakinan yang
teguh, maksud, kemauan (yang baik). Dikaitkan pula dengan kejujuran. Asas itikad baik dapat berupa : itikad
baik nisbi yaitu orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subyek; itikad baik mutlak, yaitu
penilaiannya terhadap akal sehat dan keadilan.
Ada 2 macam itikad baik :
a) Itikad baik pada waktu mulai berlakunya suatu hubungan hukum. Itikad baik dalam hal ini berupa
perkiraan atau anggapan seseorang bahwa syarat-syarat yang diperlukan bagi dimulainya hubungan hukum
telah terpenuhi. Hukum memberikan perlindungan kepada pihak yang beritikad baik sedangkan pihak yang
beritikad buruk harus bertanggung jawab dan menanggung risiko.
b) Itikad baik pada waktu pelaksanaan hak dan kewajiban yang terdapat dalam hubungan hukum itu. Diatur
dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata adalah itikad baik yang bersifat obyektif dan dinamis mengikuti
situasi sekitar perbuatan hukumnya.
• Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) (Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata). Kebebasan berkontrak
memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan
perjanjian, yaitu :
- Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian
- Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian
- Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian yang akan dibuatnya
- Kebebasan untuk menentukan obyek perjanjian
- Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian
- Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan ketentuan UU yang bersifat opsional

• Asas konsensualisme (Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata). Istilah “secara sah” bermakna bahwa dalam pembuatan
perjanjian yang sah (menurut hukum) adalah mengikat (Pasal 1320 KUHPerdata) karena di dalam asas ini
terkandung “kehendak para pihak” untuk saling mengikatkan diri dan menimbulkan kepercayaan di antara para
pihak terhadap pemenuhan perjanjian. Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian
pada umumnya tidak diadakan secara formal tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak.
Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
• Asas kekuatan mengikat perjanjian (pacta sunt servanda) (Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata). Setiap orang yang
membuat kontrak maka dia terikat untuk memenuhi kontrak tersebut karena kontrak tersebut mengandung
janji-janji yang harus dipenuhin dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya UU.
 Menurut Niewenhuis, kekuatan mengikat dari perjanjian yang muncul seiring dengan asas kebebasan
berkontrak yang memberikan kebebasan dan kemandirian kepada para pihak, pada situasi tertentu daya
berlakunya dibatasi. Pertama, daya berlakunya perjanjian dibatasi oleh itikad baik (Pasal 1338 ayat (3)
KUHPerdata). Kedua, dibatasi oleh adanya overmacht atau force majure.

• Asas proporsionalitas.
 Menurut Peter Mahmud Marzuki, asas proporsionalitas dapat juga disebut dengan istilah “equitability contract”
dengan unsur justice serta fairness. Makna equitability menunjukkan suatu hubungan yang setara (kesetaraan),
tidak berat sebelah dan adil (fair), artinya hubungan kontraktual tersebut pada dasarnya berlangsung secara
proporsional dan adil. Equitability = kesamaan para pihak tidak pernah ada tetapi ketika masuk ke dalam suatu
kontrak maka ketidaksamaan yang dimiliki oleh salah satu pihak tidak boleh dimanfaatkan oleh pihak lainnya
untuk memaksakan kehendaknya secara tidak memadai kepada pihak lain.
 Asas yang melandasi atau mendasari pertukaran hak dan kewajiban para pihak sesuai dengan proporsi atau
bagiannya.
• Asas kebebasan para pihak/otonomi para pihak (partij autonomie/party autonomy). Asas ini berlaku bagi
kontrak yang mengandung unsur internasional, yaitu para pihak berbeda kewarganegaraan dan memiliki sistem
hukum yang berbeda. Sebelum para pihak menyepakati substansi kontrak maka harus menyelesaikan terlebih
dahulu hukum mana yang akan digunakan dalam melaksanakan kontrak tersebut. Ada berbagai bentuk pilihan
hukum yang ditafsirkan dari substansi atau isi kontrak, yaitu :
1. Pilihan hukum secara tegas, yang ditentukan oleh para pihak sendiri untuk menghindari berbagai hal atau
persoalan-persoalan yang rumit yang mungkin timbul di kemudian hari, cth : “this contract shall be governed by
and intrepreted in accordance with the laws of Indonesia”.
2. Pilihan hukum secara diam-diam, yang dapat ditafsirkan dari maksud para pihak melalui sikap mereka dalam isi
dan bentuk kontrak yang mereka adakan, misalnya : bahasa yang digunakan dan mata uang yang digunakan.
3. Pilihan hukum yang dianggap, yang dapat ditafsirkan dari adanya anggapan (preasumption iuris) hakim telah
terjadi suatu pilihan hukum berdasarkan dugaan-dugaan hukium belaka.
4. Pilihan hukum secara hipotesis, yang ditentukan oleh hakim jika para pihak tidak ada kemauan untuk memilih
hukum mana yang akan berlaku bagi kontrak yang mereka adakan

• Asas kepribadian (privity of contract) (Pasal 1340 KUHPerdata). Perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya
berlaku bagi mereka yang membuatnya. Pengecualian dari berlakunya asas ini adalah Pasal 1337 KUHPerdata
TINJAUAN YURIDIS MENGENAI AKTA
• Akta, dalam hukum Romawi, disebut sebagai gesta atau instrumenta forensia, juga disebut publica
monumenta atau akta publica. Dibuat oleh seorang pejabat publik (publicae personae).
• Akta = bahasa Belanda : acte atau akta. Bahasa Inggris disebut act atau deed
• Menurut A.Pitlo, akta adalah surat-surat yang ditandatangani, dibuat untuk dipakai sebagai bukti, dan
dipergunakan oleh orang, untuk keperluan siapa surat itu dibuat.
• Menurut Sudikno Mertokusumo, akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-
peristiwa, yang menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk
pembuktian.
• Pasal 165 Staatsblad tahun 1941 No 84, akta adalah surat yang diperbuat demikian oleh atau di hadapan
pegawai yang berwenang untuk membuatnya menjadi bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli
warisnya maupun berkaitan dengan pihak lainnya sebagai hubungan hukum, tentang segala hal yang disebut
di dalam surat itu sebagai pemberitahuan hubungan langsung dengan perihal pada akta itu.
JENIS-JENIS AKTA
• Akta autentik adalah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh
Undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang
berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya (Pasal 1868
KUHPerdata).
Akta Notaris adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris
menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam UU (Pasal 1 angka 7
UU No 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No 30/2004 tentang
Jabatan Notaris).
 Akta autentik ada 2 macam :
1. Akta yang dibuat oleh Notaris atau yang dinamakan akta relaas atau akta pejabat (ambtelijke akte) merupakan
akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu, di mana pejabat menerangkan apa yang dilihat
serta apa yang dilakukannya, jadi inisiatif tidak berasal dari orang/pihak yang namanya diterangkan di dalam
akta tersebut. Ciri khas dari akta ini adalah tidak adanya komparisi dan Notaris bertanggung jawab penuh atas
pembuatan akta. Cth : berita acara rapat
2. Akta yang dibuat di hadapan Notaris atau yang dinamakan akta partij (partij acteri) adalah akta yang dibuat di
hadapan para pejabat yang diberi wewenang untuk itu dan akta itu dibuat atas permintaan dari pihak-pihak yang
berkepentingan. Ciri khas dari akta ini adalah adanya komparisi yang menjelaskan kewenangan para pihak yang
menghadap Notaris untuk membuat akta.

• Akta di bawah tangan (Pasal 1874 KUHPerdata). Akta di bawah tangan adalah akta yang ditandatangani oleh
para pihak yang bersepakat dalam perikatan atau antara para pihak yang berkepentingan saja. Akta di bawah
tangan dapat menjadi alat pembuktian yang sempurna terhadap orang yang menandatangani serta para ahli
warisnya dan orang-orang yang mendapatkan hak darinya hanya apabila tanda tangan dalam akta di bawah
tangan tersebut diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai.
 Akta di bawah tangan juga dapat berupa :
a. Akta di bawah tangan yang didaftar (waarmerken) oleh Notaris/pejabat yang berwenang.
b. Akta di bawah tangan dan dilegalisasi oleh Notaris/pejabat yang berwenang.

Pasal 15 ayat (2) huruf a dan b UU No 2/2014 : Notaris berwenang mengesahkan tanda tangan dan menetapkan
kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus. Notaris juga berwenang
membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus. Akta di bawah tangan yang disahkan
merupakan akta yang harus ditandatangani dan disahkan di depan Notaris/pejabat yang berwenang. Makna
pengesahan terhadap akta di bawah tangan :
1. Notaris menjamin bahwa benar orang yang tercantum namanya dalam kontrak adalah orang yang
menandatangani kontrak.
2. Notaris menjamin bahwa tanggal tanda tangan tersebut dilakukan pada tanggal yang disebutkan dalam kontrak.

Akta di bawah tangan yang dibukukan (gewaarmeken) merupakan akta yang telah ditandatangani pada hari dan
tanggal yang disebut dalam akta oleh para pihak, dan tanda tangan tersebut bukan dilakukan di hadapan
Notaris/pejabat yang berwenang. Notaris menjamin bahwa akta tersebut memang benar telah ada pada hari dan
tanggal dilakukan pendaftaran/pembukuan oleh Notaris.
PEJABAT YANG BERWENANG
MEMBUAT AKTA
• Pasal 1 angka 1 UU No 2/2014, Notaris adalah pejabat umum yang
berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam UU ini atau berdasarkan UU lainnya.
• Kewenangan Notaris : Pasal 15 UU No 2/2014
• Pejabat yang berwenang selain Notaris : PPAT, hakim, juru sita pengadilan,
pejabat catatan sipil, dan camat (karena jabatannya dapat ditunjuk sebagai
PPAT).
STRUKTUR AKTA
• Pasal 38 UU No 2/2014, struktur akta :
- Akta terdiri atas :
a. Awal akta atau kepala akta
b. Badan akta
c. Akhir atau penutup akta
- Awal atau kepala akta :
a. Judul akta
b. Nomor akta
c. Jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun
d. Nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris
- Badan akta :
a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para
penghadap dan/atau orang yang mereka wakili
b. Keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap
c. Isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan, dan
d. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap
saksi pengenal
- Akhir atau penutup akta :
a. Uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m atau Pasal 16 ayat (7)
b. Uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan akta jika ada
c. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi
akta
d. Uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian tentang adanya
perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian serta jumlah perubahannya.
KEKUATAN MENGIKAT AKTA
• Akta Notaris sebagai akta autentik mempunyai kekuatan pembuktian berupa :
1. Lahiriah (uitwedige bewijskracht), yaitu kemampuan akta itu sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta
autentik (acta publica probant sese ipsa) dengan dasar secara lahiriah sudah sesuai dengan syarat-syarat autentik
yang ditentukan dalam aturan hukum sampai terbukti sebaliknya, artinya sampai ada yang membuktikan bahwa akta
tersebut bukan akta autentik secara lahiriah oleh pihak yang menyangkal keotentikannya.
2. Formal (formele bewijskracht), yaitu akta Notaris harus memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta
dalam akta betul-betul dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap pada saat yang
tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuatan akta.
3. Materiil (materiele bewijskracht), yaitu materi atau apa yang disebut dalam akta merupakan pembuktian yang sah
terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada
pembuktian sebaliknya (tegenbewijs). Keterangan atau pernyataan yang dituangkan dalam akta pejabat 9atau berita
acara) atau keterangan para pihak yang diberikan/disampaikan di hadapan Notaris dan para pihak harus dinilai
benar atau setiap orang yang datang menghadap Notaris dan keterangannya dituangkan dalam akta harus dinilai
telah benar berkata demikian.
 Akta di bawah tangan mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga dengan syarat (Pasal
1880 KUHPerdata) :
1. Akta di bawah tangan itu dibubuhi pernyataan oleh seorang Notaris atau pegawai lain yang ditunjuk
oleh UU dan dibukukan menurut aturan-aturan yang dietapkan oleh UU.
2. Sejak hari meninggalnya si penandatangan atau salah seorang penandatangan
3. Sejak hari dibuktikannya adanya akta di bawah tangan itu dari akta-akta yang dibuat oleh pejabat
umum
4. Sejak hari diakuinya akta di bawah tangan itu secara tertulis oleh pihak ketiga lainnya

Lihat Pasal 1875 KUHPerdata


KONTRAK STANDAR/BAKU
• Standardized agreement, standardized contract, pad contract, standard contract, contract of
adhesion
• Suatu perjanjian yang di dalamnya telah terdapat syarat-syarat tertentu yang dibuat oleh salah
satu pihak. Disebut juga dengan perjanjian adhesie/adhesion contract.
• Slogannya : TAKE IT or LEAVE IT
• E.H.Hondius : kontrak standar adalah konsep janji-janji tertulis yang disusun tanpa
membicarakan isinya, serta pada umumnya dituangkan dalam perjanjian-perjanjian yang
tidak terbatas jumlahnya namun sifatnya tertentu.
• Mariam Darus Badrulzaman : perjanjian baku adalah perjanjian yang isinya dibakukan dan
dituangkan dalam bentuk formulir.
• Sutan Remy Sjahdeini : kontrak baku hampir seluruh klausul-klausulnya sudah dibakukan oleh pemakainya dan
pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan.
• Ciri-ciri dari kontrak standar/baku :
a. Proses pembuatannya secara sepihak oleh pihak yang mempunyai kedudukan atau posisi tawar-menawar yang
lebih kuat daripada pihak lainnya.
b. Pihak yang kedudukan atau posisi tawar-menawarnya lebih lemah, tidak dilibatkan sama sekali dalam menentukan
substansi kontrak.
c. Pihak yang kedudukan atau posisi tawar-menawarnya menyepakati atau menyetujui substansi kontrak secara
terpaksa karena didorong oleh kebutuhan.
d. Kontrak dibuat dalam bentuk tertulis, formatnya tertentu dan massal (jumlahnya banyak).

• Ada 3 jenis kontrak baku :


1) Kontrak baku sepihak adalah kontrak yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya misalnya
kreditur yang lazimnya mempunyai kedudukan (ekonomi) yang kuat dibandingkan debitur.
2) Kontrak baku yang ditetapkan oleh pemerintah ialah kontrak baku yang mempunyai objek hak-hak atas tanah
3) Kontrak baku yang ditentukan oleh Notaris atau advokat yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari
anggota masyarakat (disebut juga contract model).
• Didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata mengenai asas kebebasan berkontrak sekaligus menyimpangi
asas kebebasan berkontrak.
• Klausul kontrak standar umumnya berupa :
- Dicetak dengan huruf kecil
- Bahasa yang tidak jelas artinya
- Tulisan yang kurang jelas dan susah dibaca
- Kalimat yang kompleks
- Ada yang tidak berwujud seperti kontrak, misalnya : karcis parkir, tiket transportasi, dll

• Ada 3 jenis masalah hukum yang melemahkan daya berlakunya kontrak baku :
1. Kontrak baku yang sudah dicetak oleh salah satu pihak sedangkan pihak lainnya tidak mempunyai kesempatan
untuk bernegosiasi terhadap klausul-klausulnya.
2. Kontrak tersamar dalam arti satu pihak atau kedua belah pihak tidak benar-benar menyadari bahwa mereka
sebenarnya telah masuk dan menyetujui kontrak, yang isinya seringkali tidak dibaca, cth : karcis parkir
3. Kontrak berat sebelah, yang klausul-klausulnya sangat menguntungkan pihak pengelola setempat karena banyak
berisikan klausul-klausul eksemsi, yakni klausul yang membebaskan tanggung jawab pihak pengelola tempat
tersebut.
• Penandatanganan kontrak (sekalipun itu kontrak baku) menunjukkan bahwa para pihak sudah setuju
dengan isi kontrak tersebut. Para pihak harus membaca kontrak terlebih dahulu sebelum
menandatanganinya (asas kewajiban membaca kontrak). Konsekuensi yuridis dari kewajiban
membaca kontrak adalah para pihak tidak dapat mengelak untuk melaksanakan kontrak di kemudian
hari dengan alasan bahwa ia sebenarnya tidak membaca klausul dalam kontrak atau terjebak dengan
klausul kontrak yang bersangkutan. Berlaku asas “contract is contract”.
• F.X.Suhardana : para pihak terikat pada kontrak sekalipun untuk bagian-bagian tertentu atau seluruh
isi kontrak tidak pernah dibaca oleh satu di antara dua pihak. Tidak dapat dijadikan alasan untuk
memohon pembatalan kontrak kecuali adanya penipuan dan kekhilafan sehingga pihak lain
mendapatkan pemahaman yang keliru atau salah tentang kontrak. Dengan menandatangani kontrak
baku, entah ia mengetahui isi kontrak atau tidak, maka tetap menjadi terikat dengan kontrak itu.
• Purwahid Patrik : siapa yang menandatangani kontrak maka ia terikat dengan syarat-syarat dalam
kontrak tersebut meskipun ia tidak membacanya.
KLAUSUL EKSEMSI/EKSONERASI
DALAM KONTRAK STANDAR/BAKU
• Exoneratie clausule (Belanda); exemption clause (Inggris).
• Klausul eksemsi adalah suatu klausul dalam kontrak yang membebaskan atau membatasi tanggung jawab yang semestinya
dibebankan padanya.
• Sutan Remy Sjahdeini, klausul eksemsi adalah klausul yang bertujuan untuk membebaskan atau membatasi tanggung jawab
salah satu pihak terhadap gugatan pihak lainnya dalam hal yang bersangkutan tidak atau tidak dengan semestinya
melaksanakan kewajibannya yang ditentukan dalam kontrak tersebut.
• Dapat berbentuk :
a. Pembebesan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh pihak yang lebih kuat kedudukan atau posisi tawar-
menawarnya, apabila terjadi wanprestasi.
b. Pembatasan jumlah dan cara ganti rugi yang dapat dituntut oleh satu pihak yang lebih lemah kedudukan atau posisi tawar-
menawarnya.
c. Pembatasan waktu bagi pihak yang lebih lemah kedudukan atau posisi tawar-menawarnya untuk dapat mengajukan
gugatan atau menuntut ganti rugi.
Contoh klausul eksemsi :
- Pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian apapun juga yang ditimbulkan oleh pembatalan
dan/atau keterlambatan pengangkutan ini termasuk segala keterlambatan datangnya penumpang
dan/atau keterlambatan barang.
- Semua tuntutan ganti kerugian harus dapat dibuktikan besarnya kerugian yang diderita. Tanggung
jawab terbatas untuk kehilangan dan kerusakan bagasi ditetapkan jumlahnya maksimum Rp
10.000,00/kilogram
MEMORANDUM of UNDERSTANDING

• MoU = memorandum dan understanding = nota kesepahaman.


• Black Law Dictionary : memorandum adalah dasar untuk memulai penyusunan kontrak secara formal
pada masa datang. Understanding adalah pernyataan persetujuan secara tidak langsung terhadap
hubungannya dengan persetujuan lain, baik secara lisan maupun tertulis.
• Munir Fuady : perjanjian pendahuluan dalam arti nantinya akan diikuti dan dijabarkan dalam perjanjian
lain yang mengaturnya secara detail, karena itu, MoU berisikan hal-hal yang pokok saja.
• Erman Rajagukguk : dokumen yang memuat saling pengertian di antara para pihak sebelum perjanjian
dibuat. Isi dari MoU harus dimasukkan ke dalam kontrak sehingga ia mempunyai kekuatan mengikat.
• Isi MoU mengenai hal-hal yang pokok saja atau hanya berkaitan dengan hal-hal yang sangat prinsip. Isi
MoU nantinya akan menjadi isi kontrak yang dibuat secara lengkap dan detail oleh para pihak.
• Ada beberapa alasan MoU dibuat dalam suatu transaksi bisnis :
1. Karena prospek bisnisnya belum jelas atau pasti sehingga belum bisa dipastikan apakah kesepakatan kerja sama
akan dilanjutkan atau tidak.
2. Karena dianggap penandatanganan kontrak masih lama karena negosisasi yang alot sehingga dibuat MoU
terlebih dahulu.
3. Karena masing-masing pihak masih ragu dan masih perlu waktu untuk memikirkannya (untuk menandatangani
kontrak) sehingga untuk pedoman awal maka dibuatlah MoU.

• Ciri-ciri MoU :
1. Isinya ringkas bahkan sering 1 halaman saja.
2. Berisikan hal yang pokok.
3. Hanya berisikan pendahuluan saja yang akan diikuti oleh perjanjian lain yang lebih rinci.
4. Mempunyai jangka waktu berlaku, misalnya 1 bulan atau 6 bulan atau 1 tahun. Apabila dalam jangka waktu
tertentu tidak ditindaklanjuti dengan pembuatan dan penandatanganan perjanjian yang lebih rinci maka MoU
akan batal kecuali diperpanjang oleh para pihak.
5. Umumnya dibuat dalam bentuk di bawah tangan (tanpa adanya materai).
6. Umumnya tidak ada kewajiban yang bersifat memaksa kepada para pihak untuk membuat suatu perjanjian yang
lebih detail setelah penandatanganan MoU.
• Menurut Munir Fuady, ada 2 pendapat mengenai kedudukan MoU :
1. MoU hanya merupakan gentlement agreement, yaitu kekuatan mengikat MoU, meskipun dibuat dalam akta
Notaris, tidak sama dengan kekuatan mengikat kontrak. MoU mengikat hanya sebatas pengikatan moral belaka
dalam arti tidak dapat dipaksakan secara hukum, dan pihak yang wanprestasi, misalnya, tidak dapat digugat di
pengadilan.
2. MoU merupakan agreement is agreement, maksudnya sekali suatu kontrak dibuat maka apa pun bentuknya,
lisan atau tertulis, pendek atau panjang, lengkap/detail ataupun hanya diatur pokok-pokoknya saja, tetap saja
merupakan kontrak yang mempunyai kekuatan mengikat. Pelanggaran terhadap MoU berarti melakukan
wanprestasi.

• MoU bukan suatu kontrak yang mengikat secara yuridikal terhadap para pihak yang membuatnya melainkan
hanya nota kesepahaman yang dibuat oleh para pihak sebagai persetujuan pendahuluan untuk membuat kontrak
sehingga hanya mengikat secara moral. Karakteristik MoU :
1. MoU adalah suatu tahapan atau mekanisme sebelum dibuatnya suatu kontrak (tahap pra-kontraktual) yang
menghasilkan suatu persetujuan pendahuluan para pihak untuk membuat kontrak yang berupa pencatatan atau
pendokumentasian hasil negosiasi awal dalam bentuk nota tertulis.
2. MoU, proses terjadinya dan tujuan pembuatannya tidak sama dengan kontrak. MoU terjadi dengan perantaraan
pernyataan kehendak dari pihak-pihak yang melakukan perbuatan, yang tidak bertujuan menimbulkan akibat
hukum sebagaimana tujuan pembuatan kontrak melainkan hanya menegaskan adanya kesepahaman para pihak
sebagai wujud persetujuan pendahuluan untuk membuat kontrak.
3. Anatomi MoU tidak selengkap anatomi pada kontrak sehingga substansi atau isinya juga tidak diformulasikan
sebagaimana formulasi kontrak. MoU tidak merefleksikan hakekat kontrak sesungguhnya (it is not the real
contract). Maksudnya, bentuk MoU hanya berupa nota tertulis (dokumen yang memuat catatan-catatan penting)
yang isinya diformulasikan dalam wujud pasal-pasal yang umum dan abstrak yang masih harus dikonkritisasi
dalam pasal-pasal yang khusus dan konkrit dalam kontrak yang akan dibuat oleh para pihak di kemudian hari.
4. MoU memuat materi dasar atau persoalan pokok yang berfokus pada kesepahaman para pihak untuk membuat
kontrak. Materi dasar atau persoalan pokok yang diatur dalam MoU tidak sampai pada hak dan kewajiban khusus
dan konkrit sebagaimana dalam kontrak. Dalam MoU juga tidak diatur bentuk, forum dan mekanisme hukum
penyelesaian sengketa apabila terjadi pelanggaran terhadap materi dasar atau persoalan pokok dalam MoU (hanya
menimbulkan keterikatan moral dan bukan hukum). Satu-satunya bentuk, forum dan mekanisme penyelesaian
sengketa etika di antara para pihak adalah negosiasi.
5. MoU hanya memuat norma-norma etikal yang sifatnya tidak memaksa sebagaimana norma-norma hukum dalam
kontrak. Apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam MoU, para pihak tidak menindaklanjutinya
dengan pembuatan kontrak maka kontrak tersebut akan batal dibuat kecuali diperpanjang oleh para pihak..
Selain itu tidak ada sanksi hukum melainkan hanya ada sanksi etika saja.
6. MoU tidak diatur secara khusus dalam aturan hukum kontrak yang berlaku tetapi tumbuh dan berkembang
dalam praktik hukum, mempunyai ciri-ciri yang sederhana dan tidak formal.

• Untuk mengetahui kekuatan mengikat suatu MoU mnaka perlu melihat pada substansi dari MoU. Dalam
praktiknya apabila salah satu pihak tidak melaksanakan isi MoU maka pihak tersebut tidak pernah
mempersoalkan hal itu atau mengajukan gugatan ke pengadilan. Hal ini terkait denga kekuatan mengikat MoU.
• Ray Wijaya mengemukakan mengenai kekuatan mengikat MoU : dari sudut pandang hukum Indonesia terjadi
perbedaan pendapat mengenai makna dari MoU. Satu pihak memandang MoU hanya merupakan suatu
gentlement agreement yang tidak mempunyai akibat hukum sedangkan pihak lainnya menganggap bahwa MoU
merupakan suatu bukti awal telah tercapainya saling pengertian mengenai masalah-masalah pokok. Artinya telah
terjadi pemahaman awal antara pihak yang bernegosiasi sebagaimana dituangkan dalam MoU oleh para pihak
untuk melakukan kerja sama. Oleh karenanya, kesepakatan awal ini merupakan pendahuluan untuk merintis
lahirnya suatu kerja sama yang sebenarnya yang kemudian baru diatur dan dituangkan secara lebih rinci dalam
perjanjian kerja sama.
• Hikmahanto Juwana : penggunaan istilah MoU harus dibedakan dari segi teoritis dan praktis. Secara teoritis,
dokumen MoU bukan merupakan hukum yang mengikat para pihak. Agar mengikat secara hukum, harus
ditindaklanjuti dengan sebuah perjanjian. Kesepakatan dalam MoU lebih bersifat ikatan moral. Secara praktis,
MoU disejajarkan dengan perjanjian. Ikatan yang terjadi tidak hanya bersifat moral tetapi juga ikatan hukum. Titik
terpenting bukan pada istilah yang digunakan tetapi isi atau materi dari nota kesepahaman tersebut.
• Dalam praktek, jika terjadi pelanggaran terhadap MoU maka para pihak tidak melakukan penuntutan hingga ke
pengadilan karena para pihak menganggap pengingkaran terhadap isi MoU adalah bentuk perbedaan
kesepahaman, artinya salah satu pihak sudah tidak sepaham lagi terhadap apa yang dimaksud dalam MoU.
• Untuk menegaskan agar MoU memiliki kekuatan mengikat secara hukum maka dalam MoU harus
mencantumkan dengan tegas dalam salah satu poin atau kalimatnya, misalnya : bahwa setelah jangka waktu MoU
ini berakhir sebagaimana yang telah ditetapkan maka para pihak diharuskan untuk membuat Perjanjian
Kerjasama Pembangunan Kilang Minyak. Cth : The Parties acknowledge that this Letter of Intent does not
constitute a legally binding agreement…Accordingly, this Letter of Intent is intended solely as a basis for further
discussion and is not intended to be and does not constitute a legally binding agreement, provided however that
the provisions set forth in paragraphs 5,6,7,8,9,10 and 11 below and this paragraph shall be binding upon the
Parties.
PENGATURAN MoU
• Tidak ada ketentuan yang secara khusus mengatur.
• Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata.
JENIS-JENIS MoU
• MoU yang bersifat nasional merupakan MoU yang kedua belah pihaknya adalah warga
negara atau badan hukum Indonesia, misalnya MoU yang dibuat antara sesama badan
hukum Indonesia atau antara badan hukum Indonesia dengan pemerintah daerah. Cth :
MoU yang dibuat antara Dirjen Perhubungan Darat dengan walikota Malang dan walikota
Batu pada tanggal 24 Maret 2006 yang bertujuan untuk mengembangkan transportasi massal
berbasis jalan di Malang Raya yang meliputi : kegiatan perencanaan, pembangunan dan
pengoperasiannya.
• MoU yang bersifat internasional merupakan MoU yang dibuat antara pemerintah Indonesia
dengan pemerintah negara asing dan/atau badan hukum Indonesia dengan badan hukum
asing. Cth : MoU yang dibuat antara pemerintah Indonesia dengan Kerajaan Inggris untuk
mengambil tindakan menegakkan hukum tentang hutan, penebangan ilegal dan perdagangan
internasional kayu dan produk dari kayu yang berasal dari sumber-sumber ilegal.
• MoU berdasarkan kehendak para pihak dibagi menjadi 3 macam :
1. Para pihak membuat MoU dengan maksud untuk membina “ikatan moral” saja di antara mereka dan karena itu
tidak ada pengikatan secara yuridis. Di dalam MoU ditegaskan bahwa MoU sebenarnya hanya merupakan bukti
adanya niat para pihak untuk berunding di kemudian hari untuk membuat kontrak.
2. Para pihak memang ingin mengikatkan diri dalam suatu kontrak, tetapi baru ingin mengatur kesepakatan-
kesepakatan yng umum saja dengan pengertian bahwa hal-hal yang mendetail akan diatur kemudian dalam
kontrak yang lengkap.
3. Para pihak memang berniat untuk mengikatkan diri satu sama lain dalam suatu kontrak tetapi hal itu belum
dapat dipastikan mengingat adanya keadaan-keadaan atau kondisi-kondisi tertentu yang belum dapat diputuskan.
BENTUK DAN STRUKTUR MoU
• Awal atau kepala MoU :
a. Judul yang ditentukan sesuai dengan kesepakatan para pihak, yang kalimatnya dirumuskan secara singkat
tetapi jelas agar dapat menegaskan atau menunjukkan para pihak yang membuat MoU, maksud dan tujuan
pembuatan MoU, dan ruang lingkup MoU.
b. Pembukaan, yang ditulis setelah penulisan judul, dengan kalimat pembukaan yang menegaskan hari,
tanggal, bulan dan tahun, serta tempat pembuatan MoU.
• Badan MoU :
a. Identitas yang mencakup status atau kedudukan para pihak yang membuat dan menandatangani MoU.
b. Substansi atau isi MoU, yang disepakati melalui negosiasi awal oleh para pihak yang membuat dan
menandantangani MoU yang mendeskripsikan secara singkat tetapi jelas tentang persetujuan pendahuluan
para pihak untuk membuat kontrak.
• Akhir atau penutup MoU :
a. Kalimat penutup, yang diformulasikan secara ringkas dan sederhana dalam bahasa Indonesia saja, atau bahasa
Indonesia dan bahasa asing, yang menegaskan :
- Mulai berlakunya dan berakhirnya MoU termasuk ada atau tidak adanya perpanjangan waktu berlakunya.
- Pernyataan jumlah (rangkap) dan kualitas MoU yang dibuat oleh para pihak.
- Tempat., hari, tanggal, bulan, dan tahun pembuatan MoU oleh para pihak.
b. Tanda tangan, yang terletak di bawah kalimat penutup yang disertai dengan nama terang para pihak yang
membuat dan menandatangani MoU.
PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN
KONTRAK
• Ada 10 prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam perancangan kontrak (Erman Rajagukguk) :
1. Penggunaan istilah
2. Prinsip kebebasan berkontrak
3. Prinsip penawaran dan penerimaan
4. Itikad baik
5. Peralihan risiko
6. Ganti kerugian
7. Keadaan darurat
8. Alasan pemutusan
9. Pilihan hukum
10. Penyelesaian sengketa
FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS
DIPERHATIKAN DALAM PERANCANGAN
KONTRAK
• Kemampuan para pihak, yaitu kecakapan dan kemampuan para pihak untuk
mengadakan dan membuat kontrak. Syarat sahnya kontrak : Pasal 1320
KUHPerdata. Apabila orang di bawah umur dan di bawah pengampuan membuat
dan menandatangani kontrak dengan orang-orang yang sudah dewasa maka kontrak
yang telah dibuat dan ditandatanganinya dapat dimintakan pembatalan kepada
pengadilan = jangka waktunya adalah 5 tahun (Pasal 1454 KUHPerdata).
• Perpajakan. Setiap kontrak yang dibuat oleh para pihak mengandung kewajiban para
pihak untuk membayar pajak kepada Negara. Pengenaan pajak tergantung kepada
objek kontrak.
3. Alas hak yang sah. Sebelum kontrak disetujui oleh para pihak, maka yang harus diperhatikan oleh para pihak
adalah mengenai objek kontrak, apakah objek kontrak merupakan milik yang sah dari para pihak atau para pihak
mempunyai alas hak yang sah atau tidak. Yang diartikan dengan alas hak adalah peristiwa hukum yang
merupakan dasar penyerahan suatu barang, misalnya jual beli, sewa-menyewa. Alas hak yang sah berkaitan
dengan cara seseorang memperoleh atau menguasai suatu benda dengan cara yang sah. Cth : para pihak hendak
mengadakan kontrak jual beli maka calon pembeli harus mengetahui atau berusaha mencari tahu bahwa penjual
memang mempunyai alas hak yang sah atas barang yang dijual. Dalam hal barang bergerak tidak bernama
berlaku ketentuan Pasal 1977 KUHPerdata, yang juga berlaku asas revindikasi (bagi barang yang hilang atau
hasil pencurian).
4. Masalah keagrarian. Perlunya pemahaman tentang hukum agraria ini berkaitan dengan transaksi yang objeknya
tanah. Pada dasarnya semua orang dapat memiliki hak atas tanah, yang membedakannya adalah jenis hak atas
tanah yang boleh dimilikinya. Pemilikan tergantung pada subjek hak, apakah WNI atau WNA, atau badan
hukum.
5. Pilihan hukum atau choice of law, yaitu berkaitan dengan hukum apakah yang digunakan apabila terjadi
sengketa di antara para pihak, misalnya para pihak memilih hukum Indonesia atau hukum Inggris di dalam
menyelesaikan sengketa. Ada 5 teori yang berlaku :
a. Lex loci contractus : mengajarkan bahwa jika para pihak tidak menentukan sendiri hukum mana yang berlaku
dalam kontrak maka hukum yang berlaku adalah hukum di mana kontrak tersebut ditandatangani.
b. Lex fori : mengajarkan bahwa manakala para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam kontrak maka hukum
yang berlaku adalah hukum di mana hakim memutuskan perkara.
c. Lex rei sitae : mengajarkan bahwa hukum yang berlaku atas suatu kontrak adalah hukum di mana benda/objek
kontrak berada.
d. The most characteristic connection : mengajarkan bahwa manakala para pihak tidak melakukan pilihan hukum
dalam kontrak yang dibuatnya maka hukum yang berlaku adalah hukum yang paling mempunyai karakteristik
dalam hubungan kontrak tersebut.
e. The proper law : mengajarkan bahwa manakala para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam kontrak yang
dibuatnya maka hukum yang berlaku adalah hukum yang paling pantas dengan pertimbangan yang obyektif dan
logis dengan mengasumsikan bahwa kontrak telah dibuat dengan sah.
6. Penyelesaian sengketa (dispute resolution). Pola penyelesaian sengketa adalah suatu bentuk atau kerangka untuk
mengakhiri suatu pertikaian atau sengketa yang terjadi di antara para pihak. Ada 2 macam bentuk : (i) melalui
pengadilan; dan (ii) alternatif penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan (litigasi) adalah
suatu pola penyelesaian sengketa yang terjadi antara para pihak yang bersengketa melalui jalur pengadilan.
Penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa (ADR) adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan degan
cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli (Pasal 1 ayat (10) UU No 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Pilihan Penyelesaian Sengketa).
7. Pengakhiran kontrak (termination of contract).
8. Perjanjian standar/kontrak standar/baku.
PERANCANGAN KONTRAK
• Perancangan kontrak adalah suatu rangkaian kegiatan merancang kontrak atau isi kontrak (contract drafting),
yang dimulai dari tahap identifikasi kecakapan menurut hukum para pihak yang akan membuat kontrak,
kemudian tahap negosiasi maksud dan tujuan para pihak untuk membuat kontrak, berikutnya tahap deskripsi
nota kesepahaman sebagai persetujuan pendahuluan para pihak untuk membuat kontrak (memorandum of
understanding), dan diakhiri dengan tahap formulasi pernyataan kehendak para pihak yang disepakati dalam
kontrak.
• Perancangan kontrak merupakan tahapan pra-kontraktual dalam arti tahap sebelum kontrak dibuat dan
ditandatangani oleh para pihak (kontraktan) yang belum diatur secara khusus dalam KUHPerdata dan aturan
hukum yang berlaku di Indonesia. Perancangan kontrak perlu dilandasi oleh itikad baik oleh para pihak sebagai
acuan filosofisnya; kepatutan dan kebiasaan yang baik sebagai acuan proses sosiologisnya sehingga dapat
dihasilkan rancangan naskah kontrak yang mengakomodasi dan memfasilitasi kehendak dan pertukaran
kepentingan bisnis para pihak dengan pasti dan efisien serta menjamin terwujudnya keadilan dalam proses
pengayaan kekayaan di antara para pihak yang akan membuat kontrak.
• Menurut F.X.Suhardana, ada 2 aspek utama yang harus diperhatikan dalam perancangan kontrak :
1) Aspek akomodatif : perancang kontrak harus mampu mengakomodasi kebutuhan dan keinginan yang sah
(legitimate needs and expectations of the parties) yang terbentuk dalam transaksi bisnis mereka ke dalam kontrak
bisnis yang dirancangnya.
2) Aspek legalitas : perancang kontrak harus mampu menuangkan transaksi bisnis para pihak ke dalam kontrak yang
sah dan dapat dilaksanakan (valid and enforceable contract).

• Perancangan kontrak adalah tahap persiapan sebelum pembentukan dan pelaksanaan kontrak yang mencakup 3
aspek :
1) Aspek budaya yang mengarahkan perancang kontrak untuk memahami budaya hukum kontrak di kalangan pelaku
bisnis yang dipengaruhi oleh budaya hukum kontrak di negara-negara Eropa dan Amerika yang memandang
kontrak sebagai dokumen hukum, dan dipengaruhi pula oleh budaya hukum kontrak di negara-negara Asia yang
memandang kontrak sebagai simbol kerja sama.
2) Aspek hukum yang menurut perancang kontrak menguasai aturan hukum positif nasional dan internasional
tentang dan berkaitan dengan kontrak yang akan diberlakukan terhadap kontrak.
3) Aspek praktis yang membutuhkan kehati-hatian dan kecermatan dari perancang kontrak, terkait dengan waktu
yang harus cukup untuk menganalisis isi kontrak, klausul-klausul yang harus memenuhi kebutuhan transaksi bisnis
dan pembicaraan informal dalam situasi dan kondisi yang harus kondusif.
TAHAP PRA-PERANCANGAN KONTRAK
• Tahap pra-perancangan kontrak :
1. Identifikasi para pihak. Tahap identifikasi para pihak merupakan tahap untuk menentukan
dan menetapkan identitas para pihak yang akan mengadakan kontrak. Identitas para pihak
harus jelas dan para pihak harus mempunyai kecakapan untuk membuat kontrak.
2. Penelitian awal aspek terkait. Pada dasarnya, pihak-pihak berharap bahwa kontrak yang
ditandatangani dapat menampung semua keinginannya sehingga apa yang menjadi hakekat
kontrak benar-benar terperinci secara jelas. Perancangan kontrak harus menjelaskan hal-hal
yang tertuang dalam kontrak yang bersangkutan, konsekuensi yuridis, serta alternatif lain
yang mungkin dapat dilakukan. Penyusun kontrak kemudian menyimpulkan hak dan
kewajiban masing-masing pihak, memperhatikan hal terkait dengan isi kontrak, seperyi
unsur pembayaran, ganti rugi serta perpajakan.
3. Negosiasi. Negosiasi merupakan sarana bagi para pihak untuk mengadakan komunikasi dua arah yang dirancang
untuk mencapai kesepakatan sebagai akibat adanya perbedaan pandangan terhadap sesuatu hal dan
dilatarbelakangi oleh kesamaan/ketidaksamaan kepentingan di antara mereka. Tahapan negosiasi :
a) Menguasai konsep/rancangan kontrak bisnis secara komprehensif dan rinci.
b) Menguasai pengetahuan tentang bidang dari apa yang diperjanjikan.
c) Menguasai peraturan perundang-undangan yang melingkupi apa yang diperjanjikan.
d) Memahami betul apa yang diinginkan oleh pihak yang diwakili dan posisinya.
e) Mengidentifikasi poin-poin yang berpotensi menjadi masalah atau dipermasalahkan.
f) Mengantisipasi solusi apa dari poin-poin yang berpotensi menjadi masalah dan dipermasalahkan serta
mendiskusikan solusi tersebut terlebih dahulu dengan pihak yang diwakili.
g) Menumbuhkan rasa percaya diri.
h) Sedapat mungkin meminta counterpart agar negosiasi dilakukan di kantor atau di tempat yang dipilih negosiator.

Hal-hal yang harus dilakukan negosiator :


a) Sedapat mungkin memimpin negosiasi.
b) Mengetahui betul siapa yang dihadapi dan mengukur kekuatan dengan menanyakan berbagai hal
c) Menetapkan apa saja yang hendak dicapai dalam negosiasi.
d) Meminta pihak counterpart untuk memberitahukan lebih dahulu apa yang menjadi keinginannya. Sedapat
mungkin dimulai dari awal konsep/rancangan kontrak bisnis. Setelah itu baru mengemukakan apa yang menjadi
poin negosiator. Tindakan ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi poin-poin dalam kontrak bisnis di mana para
pihak berbeda pandangan.
e) Menyelesaikan poin-poin yang mudah untuk diselesaikan terlebih dahulu atau menunda (pending) hal-hal yang
rumit untuk diselesaikan.
f) Memberikan argumentasi yang logis serta analogi untuk menjelaskan posisi/pandangan.
g) Mengatur emosi. Kapan emosi harus meninggi dan kapan harus mereda. Cairkan suasana apabila situasi menjadi
tegang.
h) Apabila terdapat poin yang tidak dapat terselesaikan maka jangan terburu-buru dan terjebak untuk diselesaikan.
i) Tidak mengambil keputusan terhadap poin yang perlu mendapat arahan dari pihak yang diwakili sebelum
melakukan konsultasi.
j) Apabila ada waktu, jangan menyelesaikan negosiasi dalam satu kali pertemuan.
k) Catat semua hal yang disepakati dan tuangkan dalam kontrak bisnis.
3. Pembuatan MoU apabila diperlukan.
4. Formulasi pernyataan kehendak para pihak yang disepakati dalam kontrak. Merupakan tahap yang krusial
karena menentukan isi atau substansi kontrak yang diformulasikan secara normatif dalam wujud pasal-pasal
yang merupakan norma-norma hukum kontraktual yang bersifat perkenan, perintah dan larangan. Kehendak
para pihak untuk membuat kontrak :
a) Menjamin kepastian hukum, dalam arti apa yang diinginkan para pihak akan dapat terwujud atau terpenuhi.
b) Mengungkapkan kepentingan para pihak, yang mereka sepakati.
c) Memberikan keyakinan bahwa kesepakatan dalam kontrak yang merupakan perikatan yang memiliki nilai
ekonomis atau dapat dinilai dengan uang dapat tercapai.
d) Menjamin pelaksanaan isi kontrak, sejalan dengan nilai yang ada dalam kepercayaan yang saling mereka
berikan.

• Kontrak yang dibuat dan mencerminkan kehendak para pihak harus dapat :
a) Memberi kepastian judul kontrak/inti kontrak.
b) Memberi kepastian mengenai pihak-pihaknya (identitas para pihak).
c) Memberi kepastian isi kontrak atau hak dan kewajiban para pihak.
d) Memuat nilai ekonomis dari nilai transaksi.
e) Memberi jaminan keabsahan hukum (legal validity) dan pelaksanaan secara yuridis (legal enforceability).
f) Memuat petunjuk pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak.
g) Memberi kepastian pelaksanaan hak, kewajiban, dan kewenangan menuntut penggantian kerugian manakala
terjadi pengingkaran oleh salah satu pihak.
h) Memuat kepastian pilihan hukum penyelesaian konflik.
i) Memberi kepastian pelaksanaan janji-janji dalam kontrak secara wajar, patut dan adil (fair and reasonable).
TAHAP PENYUSUNAN KONTRAK
1. Pembuatan draft pertama, yang meliputi :
a. Judul kontrak. Dalam kontrak harus diperhatikan kesesuaian isi dengan judul serta ketentuan
hukum yang mengaturnya sehingga kemungkinan adanya kesalahpahaman dapat dihindari.
b. Pembukaan. Berisi hari dan tanggal pembuatan kontrak.
c. Pihak-pihak dalam kontrak. Perlu adanya perbedaan apabila subjek hukumnya berupa orang
pribadi dan badan hukum.
d. Recital/premis. Penjelasan resmi/latar belakang terjadinya suatu kontrak.
e. Isi kontrak.
f. Penutup.
2. Saling menukar draft kontrak.
3. Jika perlu diadakan revisi.
4. Dilakukan penyelesaian akhir.
5. Penutup dengan penandatanganan kontrak oleh masing-masing pihak.
STRUKTUR DAN ANATOMI KONTRAK
• Pendahuluan :
a. Sub bagian pembuka (description of the instrument) yang memuat 3 hal :
(1) Judul atau nama kontrak
(2) Tanggal dari kontrak yang dibuat dan ditandatangani
(3) Tempat dibuat dan ditandatanganinya kontrak.
b. Sub bagian pencantuman identitas para pihak (caption). Dalam sub bagian ini dicantumkan identitas para pihak yang
mengikat diri dalam kontrak dan siapa-siapa yang menandatangani kontrak tersebut. Ada 3 hal yang perlu diperhatikan :
(1) Para pihak harus disebutkan dengan jelas.
(2) Orang yang menandatangani disebutkan kapasitasnya sebagai apa.
(3) Pendefinisian pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak.
c. Sub bagian penjelasan. Diberikan penjelasan mengapa para pihak mengadakan kontrak (premis).

• Isi. Ada 4 hal yang tercantum dalam bagian isi kontrak :


1) Klausula definisi (definition). Biasanya dicantumkan berbagai definisi untuk keperluan kontrak. Definisi ini
hanya berlaku pada kontrak tersebut dan dapat mempunyai arti dari pengertian umum. Klausula definisi
penting dalam rangka mengefisienkan klausula-klausula selanjutnya karena tidak perlu diadakan pengulangan.
2) Klausula transaksi (operative language). Klausula transaksi adalah klausula-klausula yang berisi tentang transaksi
yang akan dilakukan. Misalnya dalam jual beli maka harus diatur mengenai objek yang akan dibeli dan harga
pembayarannya.
3) Klausula spesifik. Mengatur hal-hal yang spesifik dalam suatu transaksi.
4) Klausula ketentuan umum adalah klausula yang seringkali dijumpai dalam berbagai kontrak dagang maupun
kontrak lainnya. Klausula ini antara lain mengatur mengenai domisili hukum, penyelesaian sengketa, pilihan
hukum, dll.
• Penutup. Ada 2 hal yang tercantum pada bagian penutup :
1. Sub bagian kata penutup (closing). Kata penutup biasanya menerangkan bahwa perjanjian tersebut dibuat dan
ditandatangani oleh pihak-pihak yang memiliki kapasitas untuk itu. Atau para pihak menyatakan ulang bahwa
mereka akan terikat dengan isi kontrak.
2. Sub bagian ruang penempatan tanda tangan adalah tempat pihak-pihak menandatangani perjanjian atau kontrak
dengan menyebutkan nama pihak yang terlibat dalam kontrak, nama jelas orang yang menandatangani dan
jabatan orang yang menandatangani.

- Judul kontrak : bukan merupakan keharusan karena belum ada peraturan yang mengharuskan untuk
pencantuman judul kontrak. Ini menunjukkan bahwa jika persyaratan formal dan materiil telah terpenuhi, suatu
kontrak yang tidak memuat judul tetap berlaku sah sebagai surat bukti atau tidak akan mengurangi atau
menghapus nilai/kekuatan pembuktiannya. Budiono Kusumohamidjojo : sekalipun tida mengakibatkan
kebatalan kontrak akan tetapi kontrak yang dibuat tanpa judul atau dengan memakai judul yang sangat umum
seperti “Perjanjian” atau “Persetujuan Bersama”, dalam praktik bisnis dapat membawa risiko berupa “kekeliruan
dalam identifikasi dokumen”.
- Identitas para pihak. Dalam anatomi kontrak, identitas para pihak disebut juga dengan komparisi. Komparisi
berasal dari kata comparitie (Belanda) atau compared (Latin) yang berarti kehadiran para pihak pada suatu
perbuatan hukum yang direncanakan atau pada suatu tindakan peradilan. Istilah komparisi mempunya arti sebagai
bagian dari suatu akta yang berupa deskripsi tentang kapasitas comparant, yaitu orang yang menghadap pada atau
hadir di hadapan pejabat umum sehingga dapat diketahui kedudukan, kewenangan, dan kecakapan comparant
dalam atau untuk melakukan perbuatan hukum sebagaimana termuat dalam akta yang bersangkutan. Pada
pembuatan akta di bawah tangan maka tidak ada kehadiran para pembuat kontrak di hadapan pejabat umum
karena yang terjadi adalah kehadiran dalam pertemuan untuk “menandatangani” akta kontraknya. Dalam akta di
bawah tangan, istilah comparant harus diartikan sebagai “orang yang menandatangani akta atau penandatangan
akta”. Unsur-unsur komparisi yang menerangkan identitas para pihak :
a. sebutan, misalnya Tuan bagi laki-laki, baik yang sudah dan belum menikah. Nyonya untuk wanita yang sudah
menikah dan Nona untuk wanita yang belum menikah.
b. Nama, yang ditulis secara lengkap dan benar dalam huruf kapital dengan atau tanpa mencantumkan singkatan,
nama kecil atau nama keluarga, dan gelar akademis, kebangsawanan maupun kehormatan, semata-mata untuk
kepastian tentang pribadi orang-orang yang membuat dan menandatangani kontrak.
c. Tempat, tanggal lahir dan usia (tidak selalu dicantumkan).
d. Kewarganegaraan yang ditulis secara jelas dan benar.
e. Pekerjaan yang juga ditulis secara jelas dan benar yang berkaitan dengan usaha yang dilakukan untuk
memperoleh penghasilan, baik secara perorangan maupun dalam kategori profesional.
f. Tempat tinggal atau domisili untuk memastikan daerah atau wilayah propinsi, kota, kabupaten, kecamatan,
kelurahan, atau desa yang menjadi tempat kediaman secara formal (menurut hukum administrasi
kependudukan) para pihak yang membuat dan menandatangani kontrak.

- Premis. Praemisse memiliki makna “mengatakan sebagai pendahuluan”. Berasal dari bahasa Latin “praemitto”.
Premis tidak selalu ada dalam setiap kontrak, misalnya kontrak yang pihak, substansi dan tujuannya sederhana
maka seringkali tidak ditemukan adanya premis. Premis berfungsi sebagai “konsideran” atau bagian dari akta
kontrak yang memuat keterangan yang menerangkan pertimbangan latar belakang, maksud dan tujuan para
pihak membuat kontrak, yang rangkaian kalimat-kalimatnya diuraikan sebagai satu kesatuan yang membangun
satu pengertian yang jelas dan konkrit.
- Definisi. Apabila kontrak yang dibuat oleh para pihak itu sederhana maka tidak perlu memuat pasal-pasal yang
mengandung definisi yang menjelaskan mengenai istilah-istilah pokok melainkan langsung merumuskan pasal-
pasalnya. Namun, jika kontrak yang dibuat oleh para pihak itu bersifat kompleks maka kontraknya perlu
memuat pasal yang mengandung definisi yang menjelaskan istilah-istilah pokoknya.
- Isi kontrak. Menguraikan syarat-syarat dan norma-norma hukum (sering disebut juga dengan istilah syarat-syarat
dan ketentuan-ketentuan) sebagai substansi kontrak secara jelas, konkrit dan rinci sesuai dengan yang telah
diperjanjikan oleh para pihak yang membuat kontrak. Secara substansif, isi yang diuraikan secara jelas, konkrit dan
rinci harus memuat 3 unsur :
(1) Syarat esensialia adalah syarat yang harus ada dalam setiap kontrak, yang tergantung dari materi kontrak, misalnya
dalam jual beli maka syarat esensialianya adalah barang dan harga.
(2) Syarat naturalia adalah ketentuan dalam UU yang dapat dimasukkan ke dalam kontrak yang dibuat oleh para
pihak. Para pihak bebas membuat kontrak yang isinya sesuai dengan kehendak mereka tetapi apabila para pihak
tidak mengatur dalam kontraknya maka UU yang akan melengkapinya, cth : Pasal 1446 KUHPerdata.
(3) Syarat aksidentalia adalah syarat yang tidak harus ada dalam kontrak melainkan dapat dicantumkan dalam konrak
karena ada kepentingan satu pihak atau kedua belah pihak dalam kontrak.
BAHASA HUKUM KONTRAK
• Bahasa adalah kata-kata yang digunakan sebagai alat bagi manusia untuk menyatakan
kehendak, perasaan, pikiran, pengalaman dalam hubungannya dengan manusia lain di dalam
kehidupan bermasyarakat. Fungsi bahasa :
1. Untuk menyatakan ekspresi diri secara terbuka atas segala sesuatu yang tersirat dalam diri
manusia.
2. Sebagai alat komunikasi maksud yang melahirkan perasaan dan memungkinkan manusia
menciptakan kerja sama sesama warga.
3. Sebagai alat menyatakan integrasi dan adaptasi sosial dalam arti manusia memanfaatkan,
mempelajari dan mengambil bagian dalam pengalamannya, serta mempelajari dan
mengenal adat istiadat, tingkah laku dan tata krama masyarakat lain.
4. Sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial. Maksudnya adalah usaha untuk mempengaruhi tingkah laku orang
lain yang dapat bersifat terbuka (dapat diamati dan diobservasi) maupun bersifat tertutup (tidak dapat
diobservasi). Bahasa mempunyai hubungan dengan proses-proses sosialisasi suatu masyarakat.

• Bahasa dan hukum mempunyai hubungan yang erat karena dalam masyarakat manapun, hukum sebagai salah
satu sarana untuk menciptakan keteraturan dan ketertiban sosial yang dirumuskan utamanya melalui bahasa
walaupun juga ada simbol-simbol lain yang juga cukup penting untuk menetapkan hukum. Hukum hanya dapat
berjalan efektif manakala ia dirumuskan dengan tegas dan mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam suatu
masyarakat dan harus dapat dikomunikasikan dengan baik pada subjek-subjek hukum yang dituju.
• Pasal 31 ayat (1) UU No 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan
mewajibkan penggunaan bahasa Indonesia dalam kontrak yang dibuat oleh para pihak yang berkewarganegaraan
Indonesia. Pasal 31 ayat (2) : juga mewajibkan kontrak ditulis dalam bahasa nasional pihak yang
berkewarganegaraan asing dan/atau bahasa Inggris jika kontrak dibuat oleh para pihak yang satu di antara para
pihak itu berkewarganegaraan asing.
• Karakteristik bahasa hukum yang perlu diperhatikan dalam membuat kontrak bisnis :
1) Seringkali, bahasa hukum kontrak bisnis terlalu panjang dan berbelit-belit. Jika tidak mempunyai tujuan yang
jelas sebaiknya dihindari.
2) Pilihan kata dalam kontrak bisnis lebih baik tegas dan ekstrim agar tertutup kemungkinan bermacam-macam
penafsiran yang dapat merugikan satu di antara dua pihak.
3) Agar tidak timbul penafsiran yang ambigu maka setiap kata dalam kontrak bisnis yang mempunyai acuan pada
kata atau kalimat lain harus jelas kata tersebut merujuk ke mana.
4) Dalam kontrak bisnis sering terdapat kata-kata yang merupakan terjemahan, yang memang diperlukan, terutama
jika masih belum ada padanan katanya dalam bahasa Indonesia.
5) Istilah khusus dalam hukum atau kontrak yang ternyata jarang dipergunakan dalam bahasa Indonesia sehari-hari.
6) Mempermudah operasional kontrak bisnis dengan menghilangkan benturan yang berarti baik karena
penggunaan bahasa yang tidak benar ataupun karena adanya konsep tertentu yang tidak jelas.
7) Mencari pedoman walaupun kabur karena sering juga dalam bahasa hukum kontrak bisnis dipergunakan istilah
yang lebih merupakan kompromi dari dua kepentingan, tetapi memiliki makna yang kabur.
8) Dalam kontrak bisnis selalu ada usaha untuk membuat kesan seolah-olah menakuti para pihak, misalnya
“ditandatangani dengan materai yang cukup”.
STRUKTUR DAN ANATOMI KONTRAK
INTERNASIONAL
• Tahapan-tahapan penyusunan kontrak bisnis internasional yang menjadi standar dalam proses
penyusunan kontrak :
1. Salah satu pelaku bisnis menghubungi pihak lainnya. Setelah terhubung satu sama lain maka
dilakukan negosiasi.
2. Pada tahapan negosiasi, para pihak dapat mencapai suatu kesepakatan awal untuk kepentingan
bisnis mereka. Setelah tercapai kesepakatan, masing-masing pelaku bisnis akan menghubungi
lawyer/pengacara/konsultan hukum yang mereka kenal. Lawyer/pengacara/konsultan hukum
ini dapat berupa in house lawyer atau di luar perusahaan berupa firma hukum.
3. Pelaku bisnis menghubungi lawyer/konsultan hukum mereka karena dalam kesepakatan awal
(preliminary agreement) yang telah dicapai tidak disinggung mengenai masalah hukum.
4. Karena pentingnya peranan konsultan hukum maka seringkali telah dilibatkan sejak awal oleh pelaku bisnis.
Penting bagi konsultan hukum untuk sejak awal mengetahui bagaimana posisi dan peran mereka selama proses
penyusunan kontrak bisnis. Untuk tidak menimbulkan kesalahpahaman dengan pelaku bisnis yang menjadi
kliennya maka harus sejak awal memastikan apakah konsultan hukum dilibatkan sejak awal klien mereka
melakukan negosiasi bisnis atau konsultan hukum hanya terlibat di proses akhir.
5. Apabila dilibatkan sejak tahap negosiasi maka konsultan hukum harus memperhatikan tahapan non-hukum
yaitu mengenali budaya partner bisnis klien mereka yang berbeda. Budaya negara lain yang berbeda sangat
mempengaruhi jalannya proses negosiasi karena dengan adanya perbedaan budaya maka juga mengakibatkan
perbedaan dalam komunikasi, cara berbicara, cara menyampaikan pendapat, cara berpikir, maupun bahasa
tubuh para pihak. Pemahaman yang salah atas hal-hal tersebut selama negosiasi berlangsung akan menghasilkan
kesimpulan bisnis yang salah.

• Langkah-langkah yang diperlukan oleh konsultan hukum dalam rangka penyusunan kontrak bisnis :
1) Apabila diminta oleh pelaku bisnis, konsultan hukum ikut melakukan negosiasi bersama pelaku bisnis untuk
mencapai sebuah kesepakatan awal.
2) Konsultan hukum melakukan dur diligence untuk menginvestigasi dan melakukan audit hukum atas lawan
bisnis dari klien mereka. Due diligence yaitu suatu kegiatan untuk melakukan investigasi dan audit hukum atas
status hukum lawan bisnis klien mereka termasuk statu hukum properti mereka. Kegiatan due diligence dalam
proses penyusunan kontrak bisnis lebih kepada mengaudit dokumen-dokumen formal, seperti : sertifikat
kepemilikan tanah atau bangunan, anggaran dasar perusahaan, laporan keuangan perusahaan yang disusun oleh
akuntan independen, legal opinion yang dibuat oleh lawyer independen, dll.
3) Konsultan hukum menyiapkan draft awal sebuah kontrak bisnis berdasarkan preliminary agreement dan hasil
due diligence.
4) Konsultan hukum mengedarkan draft awal kepada klien mereka dan juga partner bisnis klien mereka, untuk
memperoleh masukan (feedback).
5) Ada kemungkinan draft awal tersebut langsung diterima oleh para pelaku bisnis tetapi ada juga kemungkinan
para pelaku bisnis menghendaki untuk dilakukan negosiasi lagi sampai tercapai kesepakatan akhir tentang isi
kontrak bisnis yang isinya sesuai dengan kehendak para pelaku bisnis tersebut.
6) Konsultan hukum menyusun kontrak bisnis yang merupakan final agreement.
7) Para pelaku bisnis melakukan penandatanganan kontrak.
8) Para pihak atau para pelaku bisnis mulai melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai isi kontrak yang telah
mereka tandatangani.
• Tujuan utama dari penyusunan kontrak adalah untuk menciptakan sebuah dokumen kontrak yang akurat
sekaligus mudah dipahami oleh pembaca kontrak itu.
- Kontrak yang akurat, ciri-cirinya :
a. Persis (precise), maksudnya kontrak tersebut dapat persis menerjemahkan dan mengekspresikan kesepakatan-
kesepakatan yang sudah diambil oleh para pelaku bisnis.
b. Lengkap (complete), maksudnya kontrak tersebut telah mengatur dengan lengkap segala kemungkinan yang bisa
terjadi di masa yang akan datang. Kontrak tersebut telah memuat tindakan-tindakan hukum apa saja yang akan
bisa dilakukan oleh klien mereka apabila nantinya pihak lawan melakukan pelanggaran terhadap kontrak.
c. Pasti (exact), maksudnya pasal-pasal dalam kontrak tersebut tidak memungkinkan terjadinya multitafsir
(vagueness) maupun makna ganda, cth : the buyer must complete the payment of the house in a reasonable
time.
- Kontrak yang mudah dipahami. Untuk membuat kontrak yang mudah dipahami, konsultan hukum perlu
menggunakan bahasa yang sederhana, bahasa sehari-hari bukan bahasa yang terlalu teknis atau ilmiah. Salah satu
pedoman utama untuk membuat kontrak bisnis internasional yang mudah dipahami adalah dengan menuliskan
pasal-pasalnya secara plain english, yang diartikan sebagai bahasa Inggris yang sederhana dan tidak berbunga-
bunga, cth : “now the parties agree as follows”.
• Outline atau garis besar kontrak bisnis internasional :
(1) Title (judul)
(2) Introductory paragraph (paragraf pembuka)
(3) Recitals (preambule/premis)
(4) Definitions (definisi)
(5) Consideration (perjanjian utama)
(6) Condition precedent (syarat-syarat pendahuluan)
(7) Representatives and warranties (pernyataan para pihak)
(8) Covenants (kovenan)
(9) Indemnities ataun guaranties atau releases dan semacamnya
(10)Events of default (kejadian default)
(11)Remedies (upaya hukum)
(12)Boilerplate
(13)Signature blocks (blok/tempat tanda tangan)
(14)Exhibits atau schedules (lampiran)
PENDAHULUAN/PEMBUKAAN
KONTRAK
• Bagian pembukaan kontrak terdiri dari : Title, Introductory Paragraph dan Recitals.
• Judul (Title) : dituliskan dalam baris paling atas pada halaman pertama dari kontrak, persis di atas
Introductory Paragraph akan tetapi apabila kontrak itu memiliki halaman sampul maka judul dituliskan di
halaman sampul. Judul kontrak menggunakann istilah yang umum, misalnya “Sales Agreement”.
• Paragraf pembuka : bagian yang paling awal dari sebuah kontrak setelah Title. Memuat elemen-elemen :
- Tipe kontraknya
- Penanggalan kontrak
- Identitas asli para pihak (nama dan tempat kedudukan hukum)
- Sebutan untuk para pihak

Anda mungkin juga menyukai