Anda di halaman 1dari 4

Dalam Gugatan Contentiosa atau yang lebih dikenal dengan Gugatan Perdata, yang berarti gugatan yang

mengandung sengketa di antara pihak-pihak yang berperkara. Dikenal beberapa istilah para pihak yang
terlibat dalam suatu Gugatan Perdata yaitu:

1. Penggugat

Dalam Hukum Acara Perdata, orang yang merasa haknya dilanggar disebut sebagai Penggugat. Jika
dalam suatu Gugatan terdapat banyak Penggugat, maka disebut dalam gugatannya dengan “Para
Penggugat”.

2. Tergugat

Tergugat adalah orang yang ditarik ke muka Pengadilan karena dirasa telah melanggar hak Penggugat.
Jika dalam suatu Gugatan terdapat banyak pihak yang digugat, maka pihak-pihak tersebut disebut;
Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III dan seterusnya.

3. Turut Tergugat

Pihak yang dinyatakan sebagai Turut Tergugat dipergunakan bagi orang-orang yang tidak menguasai
barang sengketa atau tidak berkewajiban untuk melakukan sesuatu. Namun, demi lengkapnya suatu
gugatan, maka mereka harus disertakan.

Dalam pelaksanaan hukuman putusan hakim, pihak Turut Tergugat tidak ikut menjalankan hukuman
yang diputus untuk Tergugat, namun hanya patuh dan tunduk terhadap isi putusan tersebut.

4. Penggugat/Tergugat Intervensi

Pihak yang merasa memiliki kepentingan dengan adanya perkara perdata yang ada, dapat mengajukan
permohonan untuk ditarik masuk dalam proses pemeriksaan perkara perdata tersebut yang lazim
dinamakan sebagai Intervensi.. Intervensi adalah suatu perbuatan hukum oleh pihak ketiga yang
mempunyai kepentingan dalam gugatan tersebut dengan jalan melibatkan diri atau dilibatkan oleh salah
satu pihak dalam suatu perkara perdata yang sedang berlangsung. Pihak Intervensi tersebut dapat
berperan sebagai Penggugat Intervensi atau pun sebagai Tergugat Intervensi.

Menurut, Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus yang
dikeluarkan oleh Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI 2007, dalam hal pengikut-sertaan pihak
ketiga dalam proses perkara yaitu voeging, intervensi/tussenkomst  dan  vrijwaring  tidak diatur dalam
HIR atau RBg. Tetapi dalam praktek ketiga lembaga hukum ini dapat dipergunakan dengan berpedoman
pada Rv, yaitu berdasarkanPasal 279 Rv dst dan Pasal 70 Rv serta sesuai dengan prinsip bahwa hakim
wajib mengisi kekosongan, baik dalam hukum materil maupun hukum formil. Berikut ini penjelasan 3
(tiga) macam intervensi yang dimaksud, yaitu:

a)        Voeging (menyertai) adalah ikut sertanya pihak ketiga untuk bergabung kepada penggugat atau
tergugat. Dalam hal ada permohonan voeging, Hakim memberi kesempatan kepada para pihak untuk
menanggapi, kemudian dijatuhkan putusan sela, dan apabila dikabulkan, maka dalam putusan harus
disebutkan kedudukan pihak ketiga tersebut.

b)        Intervensi /tussenkomst (menengah) adalah ikut sertanya pihak ketiga untuk ikut dalam proses
perkara tersebut, berdasarkan alasan ada kepentingannya yang terganggu. Intervensi diajukan karena
pihak ketiga yang merasa bahwa barang miliknya disengketakan/diperebutkan oleh Penggugat dan
Tergugat.

Kemudian, permohonan intervensi dikabulkan atau ditolak dengan Putusan Sela. Apabila permohonan
intervensi dikabulkan, maka ada dua perkara yang diperiksa bersama-sama yaitu gugatan asal dan
gugatan intervensi.

c)         Vrijwaring (ditarik sebagai penjamin) adalah penarikan pihak ketiga untuk bertanggung jawab
(untuk membebaskan Tergugat dari tanggung jawab kepada Penggugat). Vrijwaring diajukan dengan
sesuatu permohonan dalam proses pemeriksaan perkara oleh Tergugat secara lisan atau tertulis.

Setelah ada permohonan vrijwaring, Hakim memberi kesempatan para pihak untuk menanggapi
permohonan tersebut, selanjutnya dijatuhkan putusan yang menolak atau mengabulkan permohonan
tersebut.

Apabila permohonan intervensi ditolak, maka putusan tersebut merupakan putusan akhir yang dapat
dimohonkan banding, tetapi pengirimannya ke pengadilan tinggi harus bersama-sama dengan perkara
pokok. Apabila perkara pokok tidak diajukan banding, maka dengan sendirinya permohonan banding
dari intervenient (pihak intervensi) tidak dapat diteruskan dan yang bersangkutan dapat mengajukan
gugatan tersendiri. Apabila permohonan dikabulkan, maka putusan tersebut merupakan putusan sela,
yang dicatat dalam Berita Acara Persidangan, dan selanjutnya pemeriksaan perkara diteruskan dengan
menggabungkan permohonan intervensi ke dalam perkara pokok.

Dalam suatu gugatan perdata, orang yang bertindak sebagai Pengugat harus orang yang memiliki
kapasitas yang tepat menurut hukum. Begitu juga dengan menentukan pihak Tergugat, haruslah
mempunyai hubungan hukum dengan pihak Penggugat dalam perkara gugatan perdata yang diajukan.
Kekeliruan bertindak sebagai Pengugat maupun Tergugat dapat mengakibatkan gugatan tersebut
mengandung cacat formil. Cacat formil dalam menentukan pihak Penggugat maupun Tergugat
dinamakan Error in persona.

PIHAK-PIHAK DALAM PERKARA PERDATA DAN


KUASA
PIHAK-PIHAK DALAM PERKARA PERDATA

 Minimal dalam perkara perdata terdapat 2 (dua) pihak, yaitu Penggugat dan Tergugat. Pihak-pihak
tersebut memiliki kepentingan dengan pokok perkara (pihak materiil). Sedangkan pihak formil adalah
pihak-pihak yang maju dalam persidangan pengadilan. Apabila pihak tersebut adalah persoon/orang,
maka orang yang beracara di Pengadilan tersebut harus cakap hukum, apabila pihak tersebut berusia di
bawah 21 tahun atau di bawah pengampuan, maka kepentingan hukumnya di wakili oleh Walinya dan
untuk orang yang dinyatakan pailit maka diwakili oleh Kurator. Sedangkan apabila pihak tersebut adalah
berupa Badan Hukum/Rechts Persoon maka harus diwakili oleh pihak formil, yaitu apabila merupakan
Perseroan Terbatas, maka oleh Direksi; apabila Yayasan maka oleh Pengurusnya; dan apabila
merupakan Instansi Pemerintah maka oleh Pegawai Negeri Sipil pimpinan instansi tersebut. 

 KUASA 

Menurut Pasal 1792 BW, pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan
kekuasaannya kepada orang lain, yang menerima, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu
urusan. Dalam hal surat kuasa tidak memenuhi syarat maka berakibat, antara lain: 
- Apabila pihak yang mengajukan dan menandatangani gugatan tidak didasarkan surat kuasa yang sah
maka surat gugatan tidak sah; 
- Segala proses pemeriksaan di pengadilan tidak sah; 
- Hal tersebut berakibat gugatan dinyatakan tidak dapat diterima/NO 

Menurut Pasal 123 ayat (1) HIR menyatakan bahwa, "Kedua belah pihak, kalau mau, masing-masing
boleh dibantu atau diwakili oleh seseorang yang harus dikuasakannya untuk itu dengan surat kuasa
khusus, kecuali kalau pemberi kuasa itu sendiri hadir. Penggugat dapat juga memberi kuasa itu dalam
surat permintaan yang ditandatanganinya dan diajukan menurut pasal 118 ayat (1) atau pada tuntutan
yang dikemukakan dengan lisan menurut pasal 120; dan dalam hal terakhir ini, itu harus disebutkan
dalam catatan tentang tuntutan itu". Serta dalam Pasal 123 ayat (2) menyatakan bahwa,"Pejabat yang
karena peraturan umum dari pemerintah harus mewakih negara dalam perkara hukum, tidak perlu
memakai surat kuasa khusus itu".

 Surat kuasa harus diberikan untuk seluruh tingkat pengadilan sebelum dijatuhkan Putusan dan dapat
diberikan setiap saat/ disetiap tahap persidangan. Pihak-pihak yang dapat menerima kuasa antara lain:
Advokat, Lembaga Bantuan Hukum, PNS/TNI mewakili institusinya, Jaksa sebagai pengacara negara
serta saudara pihak bersengketa/Kuasa Insidentil. 

Jenis Surat Kuasa, antara lain: 

1. Surat Kuasa Umum


 yaitu memberi kuasa kepada seseorang untuk mengurus kepentingan pemberi kuasa, yaitu: 
- melakukan tindakan pengurusan harta kekayaan pemberi kuasa meliputi segala sesuatu mengenai
harta kekayaan pemberi kuasa; 
- hanya meliputi perbuatan pengurusan kepentingan pemberi kuasa; 
  Surat kuasa ini tidak dapat digunakan dalam sidang di pengadilan. 

2. Surat Kuasa Khusus


 yaitu hanya mengenai 1 (satu) kepentingan atau lebih yang dinyatakan secara tegas. Surat kuasa ini
digunakan agar dapat mewakili pemberi kuasa di pengadilan, harus secara tegas menyebut "untuk
mewakili/mendampingi pemberi kuasa sebagai.... dalam sidang...." 

3. Surat Kuasa Istimewa


 yaitu surat kuasa ini diberikan hanya pada tindakan tertentu yang sangat penting, tidak cukup dengan
surat kuasa umum atau surat kuasa khusus, tetapi harus dengan Akta Otentik. Misalnya dalam hal
membuat perdamaian atau menjual harta benda milik pemberi kuasa.

 Berakhirnya Kuasa, antara lain: 


1. Pekerjaan yang dikuasakan telah selesai 

2. Pemberi Kuasa menarik kembali secara sepihak (Pasal 1813 BW) 


          Menurut Pasal 1814 BW, penarikan kuasa dapat dilakukan dengan cara, antara lain: 
- tidak memerlukan persetujuan penerima kuasa 
- pencabutan dilakukan secara tegas (tertulis, meminta kembali surat kuasa dari penerima kuasa) 
- pencabutan secara diam-diam (Pasal 1816 BW) dengan cara menunjuk kuasa baru untuk urusan yang
sama.
          Pasal 1814 BW dapat dikesampingkan dengan Surat Kuasa Mutlak, yaitu surat kuasa dapat
disepakati bersifat mutlak dengan diberi judul "Surat Kuasa Mutlak" yang di dalamnya memuat klausula,
antara lain :
 - pemberi kuasa tidak dapat mencabut kembali kuasa yang diberikan kepada penerima kuasa 
- meninggalnya pemberi kuasa tidak mengakhiri perjanjian pemberian kuasa. 

3. Salah satu pihak atau keduanya meninggal (Pasal 1813 BW) 

4. Penerima kuasa melepas kuasa (Pasal 1817 BW)


     Dapat dilakukan dengan cara memberitahukan pelepasan kuasa tersebut kepada pemberi kuasa.
Pelepasan kuasa ini tidak dilakukan pada saat yang tidak layak.

Anda mungkin juga menyukai