Anda di halaman 1dari 9

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS HUKUM

TUGAS
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Disusun oleh :

Nama : Mohamad Khoirul Fadli

NIM : 16/397668/HK/20990

YOGYAKARTA
2016
I. SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM LAUT INDONESIA

1. Territoriale Zee en Marietieme Kringen Ordonantie (TZMKO) tahun 1939


Sebelum tahun 1957 dalam menentukan luas perairan Indonesia
berpedoman pada Territoriale Zee en Marietieme Kringen Ordonantie
(Staatblad tahun 1939 No.442). Dalam ketentuan Territoriale Zee en
Marietieme Kringen Ordonantie (TZMKO) tahun 1939 itu memuat 4
kelompok terkait perairan Indonesia, yaitu :
a. Apa yang disebut dengan “de Nederlandsch Indische territoriale zee”
(Laut Teritorial Indonesia).
b. Apa yang disebut dengan “Het Nederlandsch-indische Zeege bied”,
yaitu Perairan Teritorial Hindia Belanda, termasuk bagian laut
territorial yang terletak pada bagian sisi darat laut pantai, daerah liar
dari telu-teluk, ceruk-ceruk laut, muara-muara sungai dan terusan.
c. Apa yang dinamakan “de Nederlandsch-Indische Binnen Landsche
wateren” yaitu semua perairan yang terletak pada sisi darat laut
territorial Indonesia termasuk sungai-sungai, terusan-terusan dan
danau-danau, dan rawa-rawa Indoneasia.
d. Apa yang dinamakan dengan “de Nederlandsch-Indische Wateren “,
yaitu laut territorial termasuk perairan pedalaman Indonesia.

Ordonansi tahun 1939 itu menetapkan batas wilayah laut teritorial


sejauh 3 mil dari garis pantai ketika surut, dengan asas pulau demi pulau
secara terpisah. Pada masa tersebut wilayah negara Republik Indonesia
bertumpu pada wilayah daratan pulau-pulau yang saling terpisah oleh
perairan atau selat diantara pulau-pulau itu. Wilayah laut teritorial masih
sangat sedikit karena untuk setiap pulau hanya ditambah perairan sejauh 3
mil di sekelilingnya. Sebagian besar wilayah perairan dalam pulau-pulau
merupakan perairan bebas. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan
kepentingan keselamatan dan keamanan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

Pembagian wilayah perairan Indonesia yang didasarkan pada


TZMKO itu berlansung sampai tahun 1957. Kemudian mengalami
perubahan yang mendasar dengan adanya Pengumaman Pemerintah
tanggal 13 Desember 1957 yang lebih dikenal dengan “Deklarasi
Djuanda”. Dengan Deklarasi Djuanda itu berintikan apa yang disebut
dengan Konsepsi Nusantara, dan kemudian melahirkan UU No.4 prp
Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia. Sejak saat itu, maka pengaturan
mengenai perairan Indonesia tidak lagi berpedoman pada ketentuan hukum
TZMKO yang merupakan produk hukum peninggalan Belanda.
Pengaturan perairan Indonesia setidaknya sudah dikembangkan dengan
berdasarkan pada konsepsi kepentingan nasional Indonesia. Terhadap hal
ini, Frans E.Likadja dan Daniel F Bessie mengemukakan, bahwa semua
rumusan tersebut (rumusan perairan dalam TZMKO-pen), terlebih bagian
rumusan yang pertama (de Nederlandsch Indische territoriale zee-pen)
sama sekali tidak sesuai dengan hakikat perjuangan bangsa dan cita-cita
Proklamasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Deklarasi Djuanda
Deklarasi Djuanda tentang Batas Perairan Nasional Indonesia
Negara Republik Indonesia merupakan negara kepulauan atau Archipelago
yang memiliki wilayah daratan dan perairan. Untuk itulah pada masa
Kabinet Djuanda berusaha memperjuangkan masalah perairan nasional
Indonesia, yang menjadi masalah utama yang harus mendapat penanganan
serius. Melalui perjanjian Kabinet Djuanda, akhirnya Pada tanggal 13
Desember 1957 pemerintah Indonesia mengumumkan suatu pernyataan
tentang wilayah perairan negara RI dengan tujuan :
a. Perwujudan bentuk wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
utuh dan bulat.
b. Penentuan batas-batas wilayah Negara Indonesia di sesauikan dengan
asas negara kepulauan (Archipelagic State Principles)
c. Pengaturan lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin
keselamatan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pengumuman pemerintah ini selanjutnya dikenal dengan nama


Deklarasi Juanda. Dalam Deklarasi Djuanda ditetapkan batas perairan
nasional dengan mempergunakan prinsip kepulauan (Archipelago
Principle) atau lebih dikenal dengan istilah Wawasan Nusantara

Prinsip-prinsip dalam dekiarasi Djuanda ini kemudian dikukuhkan


dengan UU No. 4 tahun 1960 tentang perairan Indonesia. Dalam UU ini
terdapat pokok konsepsi Wawasan Nusantara antara lain sebagai berikut :
a. lebar lebar laut territorial Indonesia berubah menjadi 12 mil laut yang
sebelumnya 3 mil laut. 12 mil diukur dari titik-titik pulau laut terluar
yang saling dihubungkan.
b. penetapan lebar laut territorial diukur dari garis pangkal lurus yang
menghubungkan titik-titik terluar dari ujung-ujung pulau Indonesia
terluar, dan sebelumnya diukur dari garis pangkal yang menggunakan
garis air rendah (pasang surut) yang mengikuti liku-liku pantai masing-
masing pulau Indonesia. Dengan demikian wilayah teritorial Indonesia
yang semula hanya sekitar 2 juta km 2, kemudian menjadi 5 km2. oleh
karena itu negara Indonesia dikela sebagai negara maritim.
Untuk mengatur lalu lintas perairan maka dikeluarkan peraturan
pemerintah No. 8 tahun 1962 tentang lalu lintas damai perairan pedalaman
Indonesia (internal waters) yang meliputi :
a. semua pelayaran dari laut bebas ke suatu pelabuhan Indonesia,
b. semua pelayaran dari pelabuhan Indonesia ke laut bebas, dan
c. semua pelayaran dari dan ke laut bebas dengan melintasi perairan
Indonesia.
Pengaturan tersebut sesuai dengan salah satu tujuan Deklarasi
Djuanda diatas yaitu dalam rangka menjaga keslamatan dan keamanan RI.

3. Landas Kontinen
Pengumuman tentang batas landas kontinen dikeluarkan oleh
pemerintah Indonesia pada tanggal 17 Februari 1969 dan UU No. 1 Tahun
1969 serta UU No. 1 Tahun 1973 tentang landas kontinen yang didasarkan
atas wilayah perairan Indonesia. Landas kontinen ialah bagian dari dasar
laut yang secara geologis dan morfologis merupakan lanjutan dari daratan
bagi Indonesia dan wilayahnya berbatasan dengan laut.
Asas-asas pokok yang termuat di dalam Deklarasi tentang Landas
Kontinen adalah sebagai berikut :
a. Segala sumber kekayaan alam yang terdapat dalam landas kontinen
Indonesia adalah milik eksklusif negara RI.
b. Pemerintah Indonesia bersedia menyelesaikan soal garis batas landas
kontinen dengan negara-negara tetangga melalui perjanjian.
c. Jika tidak ada garis batas, maka landas kontinen adalah suatu garis
yang ditarik ditengah-tengah antara pulau terluar Indonesia dengan
wilayah terluar negara tetangga.

Jarak wilayah landas kontinen dari wilayah yang bersangkutan


tidak terlalu besar dan dapat diukur sejauh 200 mil dari garis dasar. Pada
kedalaman tertentu di mana landas kontinen tumpang tindih dengan landas
kontinen negara tetangga, diadakan perjanjian dengan negara-negara
tetangga, misalnya :
a. Batas landas kontinen di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan antara
Indonesia dan Malaysia yang telah disepakati tanggal 27 Oktober 1969
di Kuala Lumpur dan berlaku mulai tanggal 27 Nopember 1969.
b. Batas landas kontinen di laut andaman antara Indonesia dan India telah
disepakati di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 1974, dan berlaku sejak
ditetapkan.
c. Batas landas kontinen di Selat Malaka bagian utara dan Laut Andaman
antara Indonesia dan Thailand telah disepakati di Bangkok tanggal 17
Desemer 1971 dan berlaku mulai tanggal 7 April 1972.
Demikian pula dengan negara lain seperti Singapura, Australia, dan
sebagainya telah berhasil dicapai kesepakatan tentang batas landas
kontinen antara Indonesia dengan negara-negara tersebut. Kekuasaan suatu
negara yang memiliki landas kontinen adalah mempunyai hak penuh atas
pemanfaatan sumber daya alam yang terdapat di atas landas kontinen
maupun yang terkandung di dalam laut atau di bawah dasar lautnya.

4. Zona Ekonomi Ekslusif


Pada 21 Maret 1980, Menteri Luar Negeri Mochtar
Kusumaatmadja, memberikan pengumuman mengenai hak eksklusif
Indonesia atas zona ekonomi eksklusif Indonesia. Zona ekonomi eksklusif
adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia
sebagaimana ditetapkan berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Prp Tahun
1960 tentang Perairan Indonesia, yang meliputi dasar laut, tanah di
bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar 200 mil laut diukur dari
garis pangkal laut wilayah Indonesia.
Alasan-alasan yang mendorong pemerintah mengumumkan ZEE
adalah :
a. Persediaan ikan yang semakin luas
b. Kebutuhan untuk pembangunan nasional Indonesia
c. ZEE mempunyai kekuatan hukum internasional.
Di zona ekonomi tersebut, Indonesia mempunyai dan melaksanakan:
a. Hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi,
pengelolaan dan konservasi sumber daya alam hayati dan non hayati
dari dasar laut dan tanah di bawahnya serta air di atasnya dan
kegiatan-kegiatan lainnya untuk eksplorasi dan eksploitasi ekonomis
zona tersebut, seperti pembangkitan tenaga dari air, arus, dan angin,
b. Yurisdiksi yang berhubungan dengan pembuatan dan penggunaan
pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi, dan bangunan-bangunan
lainnya; penelitian ilmiah mengenai kelautan; perlindungan dan
pelestarian lingkungan laut, dan
c. Hak-hak lain dan kewajiban-kewajiban lainnya berdasarkan Konvensi
Hukum Laut yang berlaku. Sepanjang yang bertalian dengan dasar
laut dan tanah di bawahnya, hak berdaulat, hak-hak lain, yurisdiksi,
dan kewajiban-kewajiban Indonesia yang dilaksanakan menurut
peraturan perundang-undangan Landas Kontinen Indonesia,
persetujuan-persetujuan antara Republik In¬donesia dengan negara-
negara tetangga dan ketentuan-ketentuan hukum internasional yang
berlaku.

Di zona ekonomi eksklusif Indonesia, kebebasan pelayaran dan


penerbangan internasional serta kebebasan pemasangan kabel dan pipa
bawah laut diakui sesuai dengan prinsip-prinsip hukum laut internasional
yang berlaku. Memperkuat pengumuman tersebut, pada 22 Agustus 1983
Pemerintah mengajukan RUU tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
kepada DPR. Setelah melalui pembahasan dan dengan persetujuan Dewan,
pada 18 Oktober 1983 akhirnya RUU tersebut disahkan oleh Presiden
menjadi Undang-undang yang kemudian dikenal dengan Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Melalui perjuangan panjang di Forum Internasional, akhirnya
Konferenssi PBB tentang Hukum Laut II di New York 30 April 1982
MENERIMA “The United Nation Convention on the Law of the Sea”
(UNCLOS), yang kemudian ditandatangani pada 10 Desember 1982 di
Montego Bay, Jamaika oleh 117 negara termasuk Indonesia. Konferensi
tersebut mengakui asas negara kepulauan (Archipelagic State Principles)
serta menetapkan asas-asas pengukuran ZEE. Pemerintah dan DPR negara
RI kemudian menetapkan UU No. 5 Tahun 1983 tentang ZEE, serta UU
No. 17 Tahun 1985 tentang ratifikasi UNCLOS.
II. HUKUM UDARA INDONESIA

1. Wilayah Udara Nasional


Pasal 1 konvensi paris 1919 secara tegas menyatakan : Negara-negara
pihak mengakui bahwa tiap-tiap Negara mempunyai kedaulatan penuh dan
eksklusif atas ruang udara ang terdapat di atas wilayah. Konvensi Chicago
1944 mengambil secara integral prinsip yang terdapat dalam konvensi
paris 1919. Kedua konvensi tersebut dengan sengaja menjelaskan bahwa
wilayah Negara juga terdiri dari laut wilayahnya yang berdekatan.
Hal ini juga dinyatakan oleh pasal 2 konvensi jenewa mengenai laut
wilayah dan oleh pasal 2 ayat 2 konvensi PBB tentang hukum laut 1982.
Ketentuan- ketentuan yang berlaku terhadap navigasi udara, termasuk
udara diatas laut wilayah, sama sekali berbeda dengan ketentuan-
ketentuan yang mengatur pelayaran maritime. Terutama tidak ada norma-
norma hukum kebiasaan yang memperolehkan secara bebas lintas terbang
diatas wilayah Negara,yang dapat disamakan dengan prinsip hak lintas
damai di perairan nasional suatu Negara.
2. BATAS KEDAULATAN WILAYAH UDARA
Apabila mempelajari Konvensi Chicago 1944 maka terlihat
bahwa tidak ada satupun pasal yang mengatur mengenai batas
wilayah udara yang dapat dimliki oleh suatu negara bawah baik
secara horisontal maupun secara vertikal.
Untuk mengisi kekosongan hukum tersebut, hukum internasioal
memberikan kepada para sarjana terkemuka untuk menggali
dan mencari konsep-konsep hukum yang dapat digunakan
sebagai landasan hukum.
a. BATAS KEDAULATAN WILAYAH UDARA SECARA
HORISONTAL
a. Seperti telah diketahui bahwa batas wilayah darat
suatu negara adalah berdasarkan perjanjian dengan
negara-negara tetangga, dan dengan demikian setiap
negara memiliki batas kedaulatan di wilayah udara
secara horisontal adalah sama dengan seluas
wilayah darat negaranya, sedangkan negara yang
berpantai batas wilayah negara akan bertambah
yaitu dengan adanya ketentuan hukum yang diatur
di dalam Article 3 United Nations Convention on
the Law Of the Sea (1982) yang menyebutkan setiap
negara pantai dapat menetapkan lebar laut
wilayahnya sampai maksimum 12 mil laut yang
diukur dari garis pangkal (base line).
b. Gambar : Batas wilayah udara secara horisontal :
c. Yaitu dengan cara luas daratan yang berdasarkan
perjanjian perbatasan dengan negara tetangga dan
ditambah dengan Pasal 3 Konvensi Hukum Laut
1982.
d. Begitu pula dalam hal apabila laut wilayah yang
berdampingan atau berhadapan dengan milik negara
tetangga yang kurang dari 2 x 12 mil laut, maka
penyelesaian masalah batas wilayah udara secara
horisontal adalah melalui perjanjian antar negara
tetangga seperti halnya dalam hukum laut
internasional.
e. Tetapi ada beberapa negara seperti Amerika Serikat
dan Kanada mengajukan secara sepihak untuk
menetapkan jalur tambahan (contiguous zone) di
ruang udara yang dikenal dengan istilah A.D.I.Z.
(Air Defence Identification Zone) yaitu setiap
pesawat udara yang terbang menuju negara Amerika
Serikat atau Kanada dalam jarak 200 mil harus
menyebutkan jati diri pesawat udara.
f. Hal ini dilakukan untuk keamanan negara dari
bahaya yang datang melalui ruang udara
g. Wilayah Udara Indonesia
Wilayah udara adalah wilayah yang berada di atas wilayah daratan
dan lautan (perairan) negara itu. Dalam menentukan seberapa jauh
kedaulatan negara terhadap wilayah udara di atasnya, terdapat banyak
aliran atau teori. Batas udara wilayah Indonesia ditentukan oleh garis tegak
lurus 90o yang ditarik dari batas wilayah daratan dan perairan.
Daftar Pustaka
1. Territoriale Zee en Marietieme Kringen Ordonantie (Staatblad tahun 1939
No.442).
2. Frans E.Likadja dan Daniel F Bessie, Hukum laut dan Undang-Undang
Perikanan, Ghalia Indonesia 1985 hal 23
3. Anonim, Landas Kontinen dan Laut Teritorial, diakses pada 16 Oktober 2016
http://ekonomi-sosiologi-geografi.blogspot.co.id/2016/01/landas-kontinen-
laut-teritorial-dan.html
4. Anonim, Hak Eksklusif Indonesia Atas ZEE Diumumkan pada 21 Maret
1980, 24 Juni 2015, diakses pada 17 Oktober 2016
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditpcbm/2015/06/24/hak-eksklusif-
indonesia-atas-zee-diumumkan-pada-21-maret-1980/
5. Kaelan, Zubaidi Achmad, 2012, Pendidikan Kewarganegaraan, Paradigma,
Yogyakarta
6. Mieke komar kontaatmadja, 1989, Hukum Udara dan Angkasa, Remaja
Karya, Bandung.
7. Rahmah, Nurfauzah, Menetapkan Batas Kedaulatan Wilayah Udara, diakses
pada 18 Oktober 2016
https://www.academia.edu/15713480/MENETAPKAN_BATAS_KEDAULA
TAN_WILAYAH_UDARA
8. Anonim, Batas-batas Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, diakses
pada 18 Oktober 2016
http://www.edukasippkn.com/2016/05/batas-batas-wilayah-negara-
kesatuan.html

Anda mungkin juga menyukai