TUGAS
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
(GEOPOLITIK INDONESIA)
Disusun oleh :
YOGYAKARTA
2016
GEOPOLITIK DAN PERMASALAHANNYA
I. GEOPOLITIK
Istilah geopolitik menurutt Federich Ratzel (1844-1904) sebagai
ilmu bumi politik (Political Geografi). Kemudian seiring berkembangnya
zaman, istilah ini dikembangkan dan diperluas oleh sarjana ilmu politik
yang berkebangsaan Swedia, yaitu Rudolf Kjelen (1864-1922) dan Karl
Haushofer (1869-1964) dari Jerman menjadi Geographical Politic dan
disingkat Geopolitik. Perbedaan dari kedua istilah ini yaitu, jika ilmu bumi
politik mempelajari fenomena geografi dari aspek politik, sedangkan
geopolitik mempelajari fenomena politik dari aspek geografi.
Jadi berdasarkan beberapa pendapat ahli yang telah disebutkan
diatas, dapat disimpulkan bahwa geopolitik adalah suatu aturan, ketentuan,
kebijakan yang didasarkan pada kondisi wilayah dari suatu negara dalam
rangka mencapai tujuan dari suatu negara. Pengertian tersebut jika di
terapkan pada Negara Indonesia, Geopolitik Indonesia adalah sebuah
ketentuan, aturan, kebijakan nasional Pemerintah Indonesia yang didasarkan
atau dilatarbelakangi oleh kondisi wilayah Indonesia yang merupakan
negara kepulauan sebagai upaya untuk mencapai tujuan nasional.
Didasarkan disini maksudnya adalah semua kebijakan, aturan atau ketentuan
dikaitkan dengan masalah-masalah geografi Indonesia. Dimana masalah
geografi tersebut sangat kompleks dan beragam. Hal itu di karenakan
wilayah Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu, baik pulau besar maupun
kecil, serta wilayah perairan yang sangat luas. Untuk itu dalam upaya untuk
mencapai tujuan nasional, geopolitik sangat diperlukan dalam upaya
memecahkan dan menyelesaikan permasalahan politik yang didasarkan pada
kondisi wilayah Indonesia yang berbentuk kepulauan (Archipelagic
Principle)1.
Prinsip-prinsip dalam geopolitik menjadi perkembangan wawasan
nasional. Hal itu pula yang terjadi di Negara Indonesia. Perkembangan dari
prinsip geopolitik Indonesia menjadi wawasan nasional atau yang biasa
dikenal sebagai wawasan nusantara.
4
AA Ariwibowo, “Bea Cukai gagalkan ekspor kayu ilegal”, (2015), diakses pada 24 Oktober 2016
http://www.antaranews.com/berita/512819/bea-cukai-gagalkan-ekspor-kayu-ilegal
permasalahan antara negara dengan warganegara yang tidak
bertanggungjawab.
6
Ibid, hal. 8
7
Ibid, hal. 9
“Special Agreement for the Submission to the International Court of
Justice on the Dispute between Indonesian and Malaysia concerning the
Sovereignty over Pulau Ligitan and Pulau Sipadan” di Kuala Lumpur
pada tanggal 31 Mei 1997.
Pada tanggal 2 November 1998, kesepakatan khusus yang telah
ditandatangani itu kemudian secara resmi disampaikan kepada
Mahkamah Internasional, melalui suatu “joint letter” atau notifikasi
bersama.
Proses argumentasi tertulis (“written pleadings“) dari kedua belah
pihak dianggap rampung pada akhir Maret 2000 di Mahkamah
Internasional. Argumentasi tertulis itu terdiri atas penyampaian
“memorial”, “counter memorial“, dan “reply” ke Mahkamah
Internasional.
Proses penyelesaian sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan di
Mahkamah Internasional memasuki tahap akhir, yaitu proses
argumentasi lisan (“oral hearing“), yang berlangsung dari tanggal 3-12
Juni Pada kesempatan itu, Menlu Hassan Wirajuda selaku pemegang
kuasa hukum RI, menyampaikan argumentasi lisannya (“agent’s
speech“), yang kemudian diikuti oleh presentasi argumentasi yuridis
yang disampaikan Tim Pengacara RI. Mahkamah Internasional
kemudian menyatakan bahwa keputusan akhir atas sengketa tersebut
akan ditetapkan pada Desember 2002.
Pada tanggal 17 Desember 2002, Mahkamah Internasional di Den
Haag menetapkan Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi bagian dari
wilayah kedaulatan Kerajaan Malaysia atas dasar “efektivitas” karena
Malaysia telah melakukan upaya administrasi dan pengelolaan
konservasi alam di kedua pulau tersebut8.
8
Ika Wulan, “Sengketa Sipadan Dan Ligitan”, (2013), diakses pada 25 Oktober 2016
https://ikawulan30.wordpress.com/2013/04/07/sengketa-sipadan-dan-ligitan/
Daftar Pustaka