Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pengelolaan perbatasan memiliki nilai strategis bagi suatu Negara dalam


mendukung keberhasilan pembangunan, hal tersebut di karenakan kawasan
perbatasan merupakan representative nilai kedaulatan suatu Negara, bermula
dari kawasan perbatasan akan mendorong perkembangan ekonomi, sosial
budaya dan kegiatan masyarakat lainnya yang akan saling mempengaruhi
antara Negara, sehingga berdampak pada strategi keamanan dan  pertahanan
Negara. Kawasan  perbatasan suatu Negara merupakan manifestasi utama
kedaulatan wilayah Negara, Secara garis besar terdapat tiga isu utama dalam
pengelolaan kawasan perbatasan antar negara, yaitu: (a) Penetapan garis batas
baik di darat maupun di laut; (b) Pengamanan kawasan perbatasan; dan (c)
Pengembangan kawasan perbatasan.

Indonesia merupakan negara terbesar kelima di dunia yang batas


negaranya ada di dua matra, yaitu di laut dengan 10 (sepuluh) negara
tetangga, dan di darat dengan 3 (tiga) negara tetangga Sesuai dengan letak
geografis, wilayah darat Republik Indonesia berbatasan dengan tiga Negara
yaitu Malaysia, Papua New Guinea (PNG), dan Timor Leste. Sedangkan
untuk wilayah laut Indonesia berbatasan dengan sepuluh Negara yaitu
Australia, India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, PNG,
Palau dan Timor Leste.

B. TUJUAN PENULISAN
1.    suatu pengusaha atau suatu instansi dapat mengetahui dimana usaha
mereka bisa beroperasi.

2.    Mengetahui batas atau jarak di setiap izin kapal.

3.    dapat mengetahui peraturan atau undang undang yg berlaku dalam setiap

batas wilayah

C. RUMUSAN MASALAH

Dari paparan di atas, dapat dikemukakan beberapa masalah yang yang


menuntut pentingnya pengelolaan batas Negara dengan baik dan terpadu, yaitu:

1. Indonesia masih belum menuntaskan kesepakatan beberapa segmen batas


daratantara Negara tetangga.

2. . Masih nampaknya kesenjangan pembangunan di kawasan perbatasan


Indonesia dengan Negara tetangga (Malaysia, Papua New Guine).

3. Masih maraknya penyimpangan di batas wilayah Indonesia seperti illegal


logging dan menuntut pentingnya pengelolaan batas Negara dengan baik
dan terpadu, yaitu:penyelundupan (Trafficking in Person).

4. Belum tertatahnya perhatian pemerintah terhadap upaya pengelolaan batas


Negara.

D. .  MANFAAT PENULISAN

Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada


semua pihak yang membacanya umumnya dan khususnya kepada siswa untuk
menambah wawasan dan pemahaman tentang kimia unsur.
BAB II
ISI
A. Perairan teritorial

Laut teritorial atau perairan teritorial (bahasa Inggris: Territorial sea)


adalah wilayah kedaulatan suatu negara pantai selain wilayah daratan dan
perairan pedalamannya; sedangkan bagi suatu negara kepulauan
seperti Indonesia, Jepang, dan Filipina, laut teritorial meliputi pula suatu jalur
laut yang berbatasan dengannya perairan kepulauannya dinamakan perairan
internal termasuk dalam laut teritorial pengertian kedaulatan ini meliputi ruang
udara di atas laut teritorial serta dasar laut dan tanah di bawahnya dan,
kedaulatan atas laut teritorial dilaksanakan dengan menurut
ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (United
Nations Convention on the Law of the Sea)[1] lebar sabuk perairan pesisir ini
dapat diperpanjang paling banyak dua belas mil laut (22,224 km) dari garis
dasar (baseline-sea)

Istilah laut teritorial dan perairan teritorial kadang-kala digunakan pula secara
informal untuk menggambarkan di mana negara memiliki yurisdiksi, termasuk
perairan internal, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen
berpotensi.

1.1 Batas Laut Teritorial


Batas laut teritorial merupakan batas perairan suatu negara yang
ditarik dari pantai terluar atau pulau terluar sejauh 12 mil (19,3 km) ke
arah laut lepas.

Pada batas laut teritorial ini, negara memiliki kedaulatan penuh seperti halnya di
wilayah daratan. Bila ada suatu negara kepulauan yang jarak antarpulaunya
renggang dan lebih dari 24 mil, maka lautan yang berada di kawasan tersebut
diakui oleh hukum internasional sebagai wilayah perairan negara tersebut.

1.2 Aturan Laut Teritorial


Menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996, laut teritorial
adalah jalur laut selebar 12 (dua belas) mil yang diukur dari garis pangkal
Kepulauan Indonesia sebagaimana yang dimaksud Pasal 5 Undang-undang
Nomor 6 Tahun 1996.

Pasal 5 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 menyebutkan. [3]

1)      Garis pangkal Kepulauan Indonesia ditarik dengan menggunakan


garis pangkal lurus kepulauan.

2)      Dalam hal garis pangkal lurus kepulauan sebagaimana dimaksud


dalam ayat (1) tidak dapat digunakan, maka digunakan garis pangkal
biasa atau garis pangkal lurus.

3)    Garis pangkal lurus kepulauan sebagaimana dimaksud dalam ayat


( 1 adalah garis -garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar
pada garis air rendah pulau-pulau dan karang- karang kering terluar
dari kepulauan Indonesia.

4)      Panjang garis pangkal lurus kepulauan sebagaimana dimaksud


dalam ayat (3) tidak boleh melebihi 100 (seratus) mil laut, kecuali
bahwa 3% (tiga per seratus) dari jumlah keseluruhan garis -garis
pangkal yang mengelilingi Kepulauan Indonesia dapat melebihi

kepanjangan tersebut, hingga suatu kepanjangan maksimum 125


(seratus dua puluh lima) mil laut.
5)      Garis pangkal lurus kepulauan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) tidak boleh ditarik dari dan ke elevasi surut, kecuali apabila di
atasnya telah dibangun mercu suar atau instalasi serupa yang secara
permanen berada di atas permukaan laut atau apabila elevasi surut
tersebut terletak seluruhnya atau sebagian pada suatu jarak yang
tidak melebihi lebar laut teritorial dari pulau yang terdekat.

6)      Garis pangkal biasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah
garis air rendah sepanjang pantai.

7)      Garis pangkal lurus sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah
garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar pada garis pantai
yang menjorok jauh dan menikung ke daratan atau deretan pulau
yang terdapat di dekat sepanjang pantai.

Gambar ;Batas Laut teritorial dan ZEE

B. Perairan ZEE
Zona Ekonomi Eklusif adalah zona yang luasnya 200 mil laut dari garis
dasar pantai, yang mana dalam zona tersebut sebuah negara pantai
mempunyai hak atas kekayaan alam di dalamnya, dan berhak
menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang di
atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel dan pipa. Konsep dari ZEE
muncul dari kebutuhan yang mendesak. Sementara akar sejarahnya
berdasarkan pada kebutuhan yang berkembang semenjak tahun 1945 untuk
memperluas batas jurisdiksi negara pantai atas lautnya, sumbernya
mengacu pada persiapan untuk UNCLOS III.

2.1 Sejarah zona Ekonomi Eksklusif


Mengenai Zona Ekonomi Eksklusif atau ZEE ini ada sejarahnya.
Konsep mengenai Zona Ekonomi Eksklusif ini telah jauh diletakkan di
depan untuk pertama kalinya oleh negara Kenya pada Asian- African
Legal Constitutive Committee yang berlangsung pada bulan Januari 1971
dan juga pada Sea Bed Committee PBB yang berlangsung pada tahun
berikutnya. Proposal Kenya menerima dukungan aktif dari banyak
Negara Asia dan juga Afrika. Pada waktu yang hampir bersamaan,
banyak pula Negara Amerika Latin mulai membangun sebuah konsep
yang serupa atas laut Patrimonial. Dua hal yang serupa tersebut telah
muncul secara efektif ketaika UNCLOS dimulai, dan juga konsep baru
mengenai Zona Ekonomi Eksklusif telah dimulai.

Zona ekonomi eksklusif diumumkan pemerintah Indonesia pada


tanggal 21 Maret 1980. Dengan pengumuman ini, wilayah laut Indonesia
bertambah luas menjadi dua kali lipat.

Kapal-kapal asing tidak diperbolehkan mengambil kekayaan laut di


dalam wilayah Zona Ekonomi Eksklusif atau ZEE ini. Mengenai batas
laut yang bersinggungan dengan negara lain diatur dengan kesepakatan
bersama antara dua negara.

Itulah sejarah singkat mengenai Zona Ekonomi Eksklusif yang


kemudian sangat diatur dalam hukum negara. Zona Ekonomi Eksklusif
mempunyai sifat sangat penting, karena menyangkut kepemilikan
wilayah beserta dengan kekayaan yang berada di bawah wilayah tersebut.

2.2 Batas Zona Ekonomi Eksklusif


Zona Ekonomi Eksklusif merupakan perkara yang sangat
diperhatikan oleh setiap negara yang mempunyai wilayah perairan atau
laut. Salah satu yang paling diperhatikan mengenai Zona Ekonomi
Eksklusif ini adalah mengenai batasnya dan juga lebar zona ini.
Dikemukakan bahwa lebar Zona Ekonomi Eksklusif mempunyai lebar
200 mil atau setara dengan 370,4 km. Angka yang telah ditetapkan ini
tidak menimbulkan kesukaran dan sekaligus dapat diterima oleh negara-
negara berkembang maupun negara maju semenjak dikemukakannya
gagasan zona ekonomi ini.

Batas dalam Zona Ekonomi Eksklusif merupakan batas luar


dari laut teritorial. Zona batas luar ini tidak boleh melebihi
kelautan 200 mil dari garis dasar dimana luas pantai (baca: manfaat
pantai) teritorial telah ditentukan. Pernyataan dalam ketentuan ini
memberikan saran bahwa 200 mil merupakan batas maksimum dari
Zona Ekonomi Eksklusif. Hal ini memberikan ketentuan bahwa
apabila ada suatu negara pantai yang menginginkan wilayah ZEE
nya lebih kecil dari itu, maka negara tersebut dapat
mengajukannya.

Pada tanggal 13 Desember 1957, Pemerintah Indonesia


mengeluaran deklarasi yang dikenal dengan nama Deklarasi
Juanda. Deklarasi ini melahirkan Wawasan Nusantara. Di dalam
deklarasi Juanda tersebut telah ditentukan bahwa batas perairan
wilayah Indonesia adalah 12 mil dari garis dasar pantai masing-
masing pulau hingga ke titik yang paling luar.  Dan pada tanggal
21 Maret tahun 1980 Pemerintah Indonesia mengeluarkan batas
dari Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah sepanjang 200 mil
yang diukur dari garis pangkal wilayah laut Indonesia.  Zona
Ekonomi Eksklusif merupakan wilayah laut sejauh 200 mil dari
pulau yang terluar dan diukur ketika air laut (baca: ekosistem air
laut) sedang mengalami masa surut.

C. Perairan laut lepas


Laut lepas adalah merupakan res nullius, dan kecuali apabila terdapat
aturan-aturan dan batasan-batasan yang diterapkan untuk kepentingan negara-
negara, laut lepas tidak merupakan wilayah negara manapun. Doktrin laut
bebas (Freedom of the seas) berarti bahwa kegiatan-kegiatan di laut dapat
dilakukan dengan bebas dengan mengindahkan penggunaan laut untuk
keperluan lainnya.
3.1 sejarah laut lepas

Istilah laut lepas (high seas) pada mulanya berarti seluruh bagian
laut yang tidak termasuk perairan pedalaman dan laut teritorial dari
suatu negara

Pada konperensi Kodifikasi Den Haag 1930 atas prakarsa Liga


Bangsa-Bangsa walaupun disetujui mempertimbangkan laut teritorial
sebagai bagian dari wilayah negara pantai, dan perairan di luarnya
adalah laut lepas, tetapi konperensi tersebut mengalami kegagalan
dalam menentukan lebar laut teritorial.
Kemudian konsepsi laut bebas ini lebih jelas terlihat di dalam pasal
2 dari Konvensi Genewa 1958 tentang laut lepas, yang menyatakan
bahwa laut lepas adalah terbuka untuk semua bangsa, tidak ada suatu
negarapun secara sah dapat melakukan pemasukan bagian dari laut
lepas ke daerah kedaulatannya. Laut lepas dimaksudkan untuk
kepentingan perdamaian dan tidak suatu negarapun yang dapat
melakukan klaim kedaulatannya atas bagian laut lepas.

3.2 Peraturan Atau Kebebasan Di laut Lepas

Kebebasan di laut lepas dilaksanakan di bawah syarat-syarat yang


ditentukan oleh pasal-pasal ini (dari konvensi) dan oleh aturan-aturan
hukum internasional. Negara pantai maupun bukan negara pantai
memiliki kebebasan yang terdiri dari :

 Kebebasan berlayar
 Kebebasan menangkap ikan
 Kebebasan menempatkan kabel-kabel dan pipa bawah laut.
 Kebebasan untuk terbang di atas laut lepas.

Kebebasan-kebebasan ini dan hal-hal lainnya yang dikenal oleh


asas-asas umum hukum internasional, akan dilaksanakan oleh semua
negara dengan memperhatikan kepentingan negara-negara lain dalam
melaksanakan kebebasan di laut.

3.3 perubahan atas konsep laut lepas

Di dalam Konvensi Hukum Laut 1982, terlihat beberapa perubahan


atas konsep laut lepas seperti yang didefinisikan oleh Konvensi Jenewa
1958 tentang laut lepas. Keempat kebebasan yang disebutkan oleh pasal
2 Konvensi Jenewa 1958 tentang laut lepas tetap diakui dalam pasal 87
dari konvensi baru dan ditambahkan dengan dua macam kebebasan di
laut lepas lainnya, yaitu
 Kebebasan untuk membangun pulau buatan dan instalasi lainnya
yang diizinkan hukum internasional, sesuai dengan ketentuan Bab
VI.
 Kebebasan riset ilmiah, sesuai ketentuan-ketentuan Bab VI dan
XIII.

Perubahan lainnya adalah munculnya rejim baru zona ekonomi


eksklusif dengan luas 2000 mil laut (Bab V, Pasal 55 – 75 ) serta rejim
sumber-sumber kekayaan alam dasar laut dan tanah di bawahnya di luar
batas yurisdiksi nasional di bawah Otorita Dasar Laut Internasional.
terhadap laut lepas tunduk pada rejim yang berbeda-beda, menyangkut
perikanan dan sumber daya alamnya termasuk fungsinya zona ekonomi
eksklusif Sedangkan dasar laut dan tanah di bawahnya adalah di bawah
rejim landas kontinen, serta wilayah laut di atasnya adalah rejim Laut
Lepas.

Di dalam Konvensi Jenewa 1958 tentang Laut Lepas, dijumpai


adanya definisi tentang laut lepas. Pasal 1 mengandung suatu definisi
negatif dari pada pengertian laut lepas dan mengartikannya sebagai
.segala bagian laut yang tidak termasuk laut teritorial atau perairan
pedalaman suatu negara. Akan tetapi Konvensi Hukum Laut 1982 tidak
menyebutkan suatu defenisi tentang laut lepas. Dalam hal ini Konvensi
Hukum Laut 1982 hanya menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan dari
Laut Lepas diterapkan terhadap semua bagian dari laut yang tidak
termasuk di dalam zona ekonomi eksklusif, Laut Teritorial, atau
perairan pedalaman dari suatu negara atau di dalam perairan kepulauan
dari negara kepulauan.
Apabila kita membandingkan kedua pasal dari kedua konvensi di
atas maka akan kita temukan perbedaan, yaitu dalam defenisi pasal satu
Konvensi Jenewa 1958 hanya menyebutkan laut teritorial dan perairan
pedalaman sebagai bagian laut yang tidak termasuk Laut Lepas. Hal ini
adalah masuk akal, karena pada waktu berlakunya konvensi ini belum
diatur tentang ZEE dan diakuinya prinsip Negara Kepulauan.

Berikut ini akan diuraikan secara pokok-pokok saja pengaturan dari


kebebasan di Laut Lepas berdasarkan konvensi Hukum Laut 1982.

3.4 LAUT LEPAS (HIGH SEAS)

Pasal 90

Setiap negara, baik berpantai maupun tidak mempunyai hak untuk berlayar di
Laut Lepas.

Pasal 91

Setiap negara harus menetapkan persyaratan pemberian kebangsaan pada


kapal, pendaftaran kapal dan hak mengibarkan benderanya

Pasal 95

Kapal perang memiliki kekebalan penuh terhadap yurisdiksi negara manapun


selain negara bendera.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Untuk pembagian wilayah sangat di prlukan buat tiap tiap negara karena dari
batas batas wilayah atau batas laut itu akan tidak menimbulkan konflik anatara
negara. Dan dari setiap peraturan yang ada setiap negara harus mematuhi
peraturan tersebut agar proses pengolahan hasil perikanan bisa berjalan dengan
bagus..
B. SARAN

Melalui makalah ini, penulis memberi saran kepada pembaca agar menjadi
motivasi setiap pembuiatan makalah yang lebih baik lagi. Maka dari itu saya
menghimbau teman teman untuk berlatih dan mengembangkan penelitian pada
materi. Pada pembuat tugas makalah, jangan patah semangat terus berjuang
demi pengembangan pengetahuan anda. Perhatikan hal hal yang perlu di
masukan dalam makalah sacara umum termaksud syarat makalah yang sah
menurut bahasa indonesia.

Pada makalah in penulis menyadari ada banyak keslahan penulisan dan


penyusunan kalimat maka dari itu, penulis meminta saran atau kritik yang
bersifat membangun dan dapat di kembangkan di kemudian hari

Anda mungkin juga menyukai