Anda di halaman 1dari 2

A.

Perairan Indonesia
Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan yang sangat luas yang terdiri dari 17.508 pulau dengan panjang garis pantai 81.290 km. Luas wilayah laut Indonesia
sekitar 5.176.800 km2. Ini berarti luas wilayah laut Indonesia lebih dari dua setengah kali luas daratannya. Sesuai dengan Hukum Laut Internasional yang telah disepakati oleh PBB tahun
1982, wilayah perairan Indonesia dibagi menjadi tiga wilayah laut/zona laut yaitu zona Laut Teritorial, zona Landas kontinen, dan zona Ekonomi Eksklusif.
Batas laut Teritorial ialah garis khayal yang berjarak 12 mil laut dari garis dasar ke arah laut lepas. Sebagaimana yang kita ketahui garis dasar/garis pangkal adalah adalah garis khayal yang
menghubungkan titik-titik dari ujung-ujung pulau. Penentuan garis pangkal ditentukan dengan garis air rendah.
Jika ada dua negara atau lebih menguasai suatu lautan, sedangkan lebar lautan itu kurang dari 24 mil laut, maka garis teritorial di tarik sama jauh dari garis masing-masing negara
tersebut. Laut yang terletak antara garis dengan garis batas teritorial di sebut laut teritorial. Laut yang terletak di sebelah dalam garis dasar disebut laut internal.
Indonesia mempunyai wilayah yang sangat luas yang membentang dari barat ke timur sepanjang 5.110 km dan membujur dari utara ke selatan sepanjang 1.888 km.Dengan wilayah
seluruhnya mencapai 5.193.252 km2 yang terdiri atas 1.890.754 km2 luas daratan dan 3.302.498 km2 luas lautan.Luas daratan Indonesia hanya sekitar 1/3 dari luas seluruh Indonesia
sedangkan 2/3-nya berupa lautan.
Negara Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Luas wilayah Indonesia seluruhnya adalah 5.193.250 km2 Dua pertiga wilayah Indonesia merupakan perairan atau
wilayah laut. Luas wilayah perairan di Indonesia mencapai 3.287.010 km2 Adapun wilayah daratan hanya 1.906.240 km2.
Wilayah laut teritorial merupakan laut yang masuk ke dalam wilayah hukum Negara Indonesia. Berdasarkan ”Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonante” tahun 1939, wilayah
teritorial Laut Indonesia ditetakkan sejauh 3 mil diukur dari garis luar pantai.
Ketetapan tersebut sangat merugikan negara Indonesia. Oleh karena laut menjadi penghubung pulau-pulau yang tersebar di wilayah Indonesia. Wilayah laut teritorial yang ditetapkan
hanya sejauh 3 mil diukur dari pantai, banyak wilayah laut bebas di perairan Indonesia. Akibatnya, kapal dari negara lain bebas keluar masuk perairan Indonesia. Mereka juga mengambil
sumber daya alam yang terdapat di laut.
UNCLOS (United Nations Conference of the Law Of Sea) atau Konferensi Hukum Laut Internasional yang diselenggarakan pertama kali pada tahun 1958 di Geneva. Deklarasi Juanda
kemudian diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1960.
Pada Konferensi Hukum Laut Internasional, tahun 1982, di Jamaika, wilayah perairan Indonesia mendapat pengakuan dari dunia internasional. Dengan demikian, wilayah perairan
Indonesia meliputi Wilayah Laut Teritorial, Zona Ekonomi Eksekutif (ZEE), dan Batas Landas, Kontinen.
a. Wilayah Laut Teritorial.
Wilayah laut teritorial Indonesia ditetapkan sejauh 12 mil diukur dari garis pantai terluar. Apabila laut yang lebarnya kurang dari 24 mil dikuasai oleh dua negara maka penentuan wilayah
laut teritorial tiap-tiap negara dilakukan dengan cara menarik garis yang sama jauhnya dari garis pantai terluar.
b. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Zona Ekonomi Eksklusif yaitu perairan laut yang diukur dari garis pantai terluar sejauh 200 mil ke arah laut lepas. Apabila Zona Ekonomi Eksklusif suatu negara berhimpitan dengan Zona
Ekonomi Eksklusif negara lain maka penetapan melalui perundingan dua negara. Di dalam zona ini, bangsa Indonesia mempunyai hak untuk memanfaatkan dan mengolah segala sumber
daya alam yang terkandung di dalamnya.
c. Batas Landas Kontinen
Batas landas kontinen adalah garis batas yang merupakan kelanjutan dari benua yang diukur dari garis dasar laut ke arah laut lepas hingga kedalaman 200 meter di bawah permukaan air
laut. Sumber daya alam yang terkandung di dalam Landas Kontinen Indonesia merupakan kekayaan Indonesia. Pemerintah Indonesia berhak untuk memanfaatkan sumber daya alam
tersebut.
• Pengelolaan sumberdaya ikan dengan menggunakan pendekatan “Maximum Sustainable Yield” telah mendapat tantangan cukup keras, terutama dari para ahli ekonomi yang berpendapat bahwa
pencapaian“yield” yang maksimum pada dasarnya tidak mempunyai arti secara ekonomi. Hal ini berangkat dari adanya masalah “diminishing return” yang menunjukkan bahwa kenaikan “yield” akan
berlangsung semakin lambat dengan adanya penambahan “effort” (Lawson, 1984). Pemikiran dengan memasukan unsur ekonomi didalam pengelolaan sumberdaya ikan, telah menghasilkan pendekatan baru
yang dikenal dengan “Maximum Economic Yield” atau lebih popular dengan “MEY”.Pendekatan ini pada intinya adalah mencari titik yield dan effort yang mampu menghasilkan selisih maksimum antara total
revenue dan total cost.
• Selanjutnya, hasil kompromi dari kedua pendekatan diatas kemudian melahirkan konsep “Optimum Sustainable Yield” (OSY), sebagaimana dikemukakan oleh Cunningham, Dunn dan Whitmarsh (1985).Secara
umum konsep ini dimodifikasi dari konsep “MSY”, sehingga menjadi relevan baik dilihat dari sisi ekonomi, social, lingkungan dan factor lainnya.Dengan demikian, besaran dari “OSY” adalah lebih kecil dari “MSY”
dan besaran dari konsep inilah yang kemudian dikenal dengan “Total Allowable Catch”(TAC). Konsep pendekatan ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan “MSY”, diantaranya adalah :
• 1)   Berkurangnya resiko terjadinya deplesi dari stok ikan
• 2)   Jumlah tangkapan per unit effort akan menjadi semakin besar
• 3)   Fluktuasi TAC juga akan menjadi semakin kecil dari waktu ke waktu
• Hasil pengkajian terakhir yang telah dilakukan terhadap sumberdaya ikan Indonesia, menunjukan bahwa jumlah potensi lestari adalah sebesar 6,409 juta ton ikan/tahun, dengan tingkat eksploitasi pada tahun
terakhir mencapai angka 4,069 juta ton ikan/tahun (63,49%). Dengan demikian, masih ada cukup peluang untuk meningkatkan produksi perikanan nasional. Namun demikian, yang perlu diperhatikan adalah
adanya beberapa zone penangkapan yang kondisi sumberdaya ikannya cukup memprihatinkan dan sudah melampaui potensi lestarinya (over fishing), yaitu di perairan Selat Malaka dan perairan Laut
Jawa. Akan tetapi di kedua perairan tersebut, terdapat beberapa kelompok ikan (ikan pelagis besar dan ikan pelagis kecil di Selat Malaka serta ikan demersal di Laut Jawa) yang masih mungkin untuk
dikembangkan eksploitasinya.
• Sementara di 7 (tujuh) zone penangkapan lainnya, sekalipun tingkat pemanfaatan sumberdaya ikannya secara keseluruhan masih berada dibawah potensi lestari, akan tetapi untuk beberapa kelompok ikan
sudah berada pada posisi “over fishing”. Sebagai contoh, udang dan lobster di perairan Laut Cina Selatan, ikan demersal; udang dan cumi-cumi di perairan Selat Makasar dan Laut Flores. Oleh karena itu, pada
beberapa perairan yang kondisi pemanfaatan sumberdaya ikannya telah mendekati dan atau melampaui potensi lestarinya, maka perlu kiranya mendapatkan perlakuan khusus agar sumberdaya ikan yang ada
tidak “collapse”. Informasi yang berkaitan dengan potensi dan penyebaran sumberdaya ikan laut di perairan Indonesia, telah dipublikasikan oleh “Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut” pada
tahun 1998. Dalam publikasi tersebut, wilayah perairan Indonesia dibagi menjadi 9 (sembilan) zone, yaitu :
• 1)   Selat Malaka
• 2)   Laut Cina Selatan
• 3)   Laut Jawa
• 4)   Selatan Makasar dan Laut Flores
• 5)   Laut Banda
• 6)   Laut Seram dan Teluk Tomini
• 7)   Laut Sulawesi dan Samudra Pasifik
• 8)   Laut Arafura
• 9)   Samudra Hindia
• Sementara dalam menentukan stok sumberdaya ikan di perairan Indonesia, dipergunakan beberapa metoda sesuai dengan jenis dan sifat sumberdaya ikan  Dalam kaitan ini terdapat beberapa pendekatan yang
dapat dilakukan didalam mengelola sumberdaya perikanan, agar tujuan pengelolaan dapat tercapai.Pendekatan dimaksud sebagaimana dikemukakan oleh Gulland  dalam Widodo dan Nurhudah (1985) adalah
sebagai berikut
• 1)   Pembatasan alat tangkap
• 2)   Penutupan daerah penangkapan ikan
• 3)   Penutupan musim penangkapan ikan
• 4)   Pemberlakuan kuota penangkapan ikan
• 5)   Pembatasan ukuran ikan yang menjadi sasaran
• 6)   Penetapan jumlah hasil tangkapan setiap kapal

Anda mungkin juga menyukai