Nama : Aldo
NIM : 11000118130596
bahwa Hak pengejaran seketika merupakan hak suatu negara untuk melakukan tindakan
pengejaran seketika kepada kapal asing yang diduga melanggar peraturan perundang-undangan
negara pantai tersebut. Mengenai dasar hukumnya tecantum dalam Pasal 111 Konvensi Hukum
Laut 1982 atau United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.
1. Pengejaran haruslah telah dimulai pada waktu kapal asing yang bersangkutan masih
berada di perairannya atau di zona tambahan atau dari perairan pedalaman, perairan
2. Pengejaran hanya boleh dimulai setelah tanda-tanda untuk meminta kapal tersebut
3. Pengejaran tersebut dilakukan terus menerus dan pengejaran dihentikan apabila kapal
4. Pengejaran hanya boleh dilakukan oleh kapal perang, kapal terbang militer atau kapal
terbang pemerintah lainnya yang dikuasakan untuk itu. Kapal – kapal tersebut di
Indonesia merupakan Kapal Patroli TNI AL atau Kapal Patroli Bakamla yang sedang
bertugas.
Implementasi dari ketentuan pengejaran seketika sendiri telah dilakukan ratifikasi oleh
pengejaran seketika merupakan salah satu bentuk dari bentuk penegakan hukum di laut itu
sendiri. Ratifikasi ini menunjukan ada hubungan nasional dan internasional mengenai Hak
Adapun tujuan dari berlakunya hak pengejaran seketika untuk menjaga dan melindungi
suatu kepentingan ekonomi suatu negara atas sumber daya alam yang dimilikinya di zona
ekonomi eksklusif (ZEE) maupun perairan Indonesia di bawah yuridiksi Indonesia. Alasan
lainnya dilakukan pengejaran seketika juga diperuntukan untuk pertahanan dan keamanan negara
Indonesia terhadap suatu ancaman maupun gangguan dari laut melalui kapal.
Hak Pengejaran Seketika sendiri tercantum pada Pasal 111 United Nation Convention on
1. Pengejaran seketika suatu kapal asing dapat dilakukan apabila pihak yang berwenang
dari Negara pantai mempunyai alasan cukup untuk mengira bahwa kapal tersebut
harus dimulai pada saat kapal asing atau salah satu dari sekocinya ada dalam perairan
pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial atau zona tambahan negara pengejar,
dan hanya boleh diteruskan di luar laut teritorial atau zona tambahan apabila
pengejaran itu tidak terputus. Adalah tidak perlu bahwa pada saat kapal asing yang
berada dalam laut teritorial atau zona tambahan itu menerima perintah untuk berhenti,
kapal yang memberi perintah itu juga berada dalam laut teritorial atau zona tambahan.
Apabila kapal asing tersebut berada dalam zona tambahan, sebagaimana diartikan
dalam pasal 33, pengejaran hanya dapat dilakukan apabila telah terjadi pelanggaran
perundang-undangan Negara pantai yang berlaku sesuai dengan Konvensi ini bagi
zona ekonomi eksklusif atau landas kontinen, termasuk zona keselamatan demikian.
3. Hak pengejaran seketika berhenti segera setelah kapal yang dikejar memasuki laut
4. Pengejaran seketika belum dianggap telah dimulai kecuali jika kapal yang mengejar
telah meyakinkan diri dengan cara-cara praktis yang demikian yang mungkin
tersedia, bahwa kapal yang dikejar atau salah satu sekocinya atau kapal lain yang
bekerjasama sebagai suatu team dan menggunakan kapal yang dikejar sebagai kapal
induk berada dalam batas-batas laut teritorial atau sesuai dengan keadaannya di
dalam zona tambahan atau zona ekonomi eksklusif atau di atas landas kontinen.
Pengejaran hanya dapat mulai setelah diberikan suatu tanda visual atau bunyi untuk
berhenti pada suatu jarak yang memungkinkan tanda itu dilihat atau didengar oleh
5. Hak pengejaran seketika dapat dilakukan hanya oleh kapal-kapal perang atau pesawat
udara militer atau kapal-kapal atau pesawat udara lainnya yang diberi tanda yang jelas
dan dapat dikenal sebagai kapal atau pesawat udara dalam dinas pemerintah dan
pengejaran kapal itu secara aktif sampai kapal atau pesawat udara Negara pantai yang
dipanggil oleh pesawat udara pengejar itu tiba untuk mengambil alih pengejaran itu,
kecuali apabila pesawat udara itu sendiri dapat melakukan penangkapan kapal
tersebut. Adalah tidak cukup untuk membenarkan suatu penangkapan di luar laut
teritorial bahwa kapal itu hanya terlihat oleh pesawat udara sebagai suatu pelanggar
atau pelanggar yang dicurigai, jika kapal itu tidak diperintahkan untuk berhenti dan
dikejar oleh pesawat udara itu sendiri atau oleh pesawat udara atau kapal lain yang
7. Pelepasan suatu kapal yang ditahan dalam yurisdiksi suatu Negara dan dikawal ke
berwenang tidak boleh dituntut semata-mata atas alasan bahwa kapal itu dalam
melakukan perjalanannya, dikawal melalui sebagian dari zona ekonomi eksklusif atau
8. Dalam hal suatu kapal telah dihentikan atau ditahan di luar laut teritorial dalam
kapal itu harus diberi ganti kerugian untuk setiap kerugian dan kerusakan yang telah
diderita karenanya.
Tetapi dalam implementasinya kedalam realita bahwa terdapat pelanggaran maupun tidak
mengikuti hukum yang ada. Terjadi gap antara fakta hukumnya (Das Sollen) dan realitanya (Das
Sein) dalam hak pengejaran seketika. Sering terdapat kasus penenggelaman kapal yang tidak
sesuai dengan SOP didalam UNCLOS. Seperti seringkali tidak ada peringatan terlebih dahulu
kepada kapal yang ditenggelamkan. Lalu pada penegakan hukumnya jika kapal tersebut
dijadikan barang bukti seharusnya dilakukan penebusan kapal kembali oleh pemilik kapalnya
ataupun dilelang. Akan tetapi menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun
kondisi seperti kecepatan kapal patroli yang tidak dapat mengejar kecepatan kapal pelanggar
sehingga banyak yang berhasil melarikan diri. Pengejaran juga gagal karena kapal asing
mendekati kapal lain sehingga tidak termasuk kedalam pengejaran seketika karena salah satu
diterapkan/dilaksanakan?
Jawab : Mengenai Hak Pengejaran Seketika (The Right Hot of Pursuit) tercantum pada
Pasal 111 Konvensi Hukum Laut Internasional Tahun 1982 (UNCLOS 1982). Pengejaran
dapat dimulai ketika kapal asing sedang berada di Perairan Pedalaman, Perairan
Kepulauan, dan laut teritorial atau zona tambahan negara yang sedang mengejar. Jika
kapal asing tersebut berada di dalam zona tambahan pengejaran hanya bisa dilakukan jika
Penangkapan ikan ilegal, pelanggaran terhadap bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter di
dalam wilayah laut (Pasal 33 Konvensi). Pihak yang berwenang di pihak negara
Indonesia adalah kapal khusus perang/militer, pesawat udara militer, pesawat khusus
maupun kapal dengan tanda khusus yang memiliki kewenangan. Contohnya adalah kapal
patroli TNI AL dan kapal patroli Bakamla. Pasal 111 ayat 2 UNCLOS 1982 juga
mengatakan bahwa hak pengejaran seketika harus berlaku mutatis mutandis bagi
pelanggaran di ZEE. Ini artinya hak pengejaran seketika dapat dilakukan dalam peraturan
tersebut tidak dapat dibenarkan dan kapal asing harus diberi ganti rugi atas setiap
1) Dalam suatu zona yang berbatasan dengan laut teritorialnya, yang dinamakan
untuk :
2) Zona tambahan tidak dapat melebihi lebih 24 mil laut dari garis pangkal dari
Mengenai zona yurisdiksi dari pasal 33 UNCLOS tidak jauh berbeda dengan
pasal 24 Konvensi tentang laut teritorial dan zona tambahan 1958 yang mengatakan
bahwa lebar zona tambahan tidak boleh lebih dari 24 mil laut diukut dari garis pangkal
dimana lebar laut teritorial diukur.Adapun yurisdiksi di zona tambahan dilakukan dengan
tujuan digunakan untuk dilakukan pencegahan atau preventif. Zona tambahan dilakukan
seabagai pengaman bagi laut teritorial/ wilayah daratnya. Untuk mencegah maupun
menanggulangi pada hal yang sifatnya terbatas didalam wilayah teritorialnya seperti di
bidang karantina, bea cukai, migrasi, maupun kesehatan. Zona hukum tambahan tidak
mengatur sumber daya seperti ikan, terumbu karang, dan hal lainnya. TNI AL hanya
ada kapal yang membawa virus akan dihentikan di zona tambahan, bukan di laut
territorial.
Hukum Laut?
Jawab : Bahwa menurut pasal 279 UNCLOS 1982 bahwa penyelesaian dapat ditempuh
melalui jalur politik atau melalui jalur hukum. Penyelesaian sengketa dimaksud secara
Negosiasi
Mediasi
Jasa-Jasa Baik
Membentuk suatu komisi oleh pihak yang bersengketa dengan cara Adhoc
Organisasi
Terdapat dua pilihan yaitu Choice of Jurisdiction (Pilihan Hakim) dan Choice of
berisfat final dan banding yang mengikat sehingga tidak ada upaya hukum lagi
bagi para pihak yang bersengketa. lalu ada Mahkamah Internasional (ICJ),
tersebut.
Semua tergantung terhadap negara yangg bersengketa yang Tercantum pada Pasal