HAK LINTAS DAMAI BAGI KAPAL ASING DI LAUT TERITORIAL NEGARA
PANTAI
Disusun oleh : Sri Nengsi 2222115
AKADEMI KETATALAKSANAN PELAYARAN NIAGA BAHTERA
YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2023
1. Hak Lintas Damai Negara Pantai Dalam Konvensi Hukum Laut 1982 Dalam pasal 19 ayat (1) yang menjelaskan mengenai pengertian lintas damai yaitu “Lintas adalah damai sepanjang tidak merugikan bagi kedamaian, ketertiban atau keamanan Negara pantai. Lintas tersebut harus dilakukan sesuai dengan ketentuan Konvensi ini dan peraturan hukum internasional lainnya. Pasal ini menegaskan bahwa setiap kapal suatu Negara pantai atau Negara bukan pantai mempunyai hak untuk melewati laut teritorial Negara lain sepanjang tidak merugikan perdamaian, ketertiban atau keamanan Negara pantai tersebut. Pasal ini menunjukkan bahwa dalam keadaan tertentu dapat terjadi ketika lintas damai yang dapat merugikan negara pantai. Demi kepentingan keamanan maritim, negara pantai dapat mewajibkan kapal asing untuk menggunakan jalur laut khusus untuk melaksanakan hak lintas damai di wilayah teritorialnya dan untuk mematuhi aturan pemisahan lalu lintas laut. Oleh karena itu, negara kepulauan juga harus menetapkan jalur laut sesuai dengan ketentuan konvensi, dan juga dapat menetapkan sistem pemisahan lalu lintas untuk menjamin keselamatan lalu lintas kapal, dan jika jalur laut terjadi perubahan, negara kepulauan dapat memberitahukan adanya perubahan alur laut. Pasal 21(1) Konvensi Hukum Laut tahun 1982 menetapkan bahwa Negara pantai sesuai dengan ketentuan Konvensi ini dan hukum internasional lainnya yang berkaitan dengan transit damai di laut teritorial, dapat menerbitkan undang-undang dan peraturan terkait untuk semua atau. salah satu dari berikut ini: 1. Keselamatan navigasi dan pengaturan lalu lintas maritim. 2. Perlindungan terhadap perlengkapan bantu dan fasilitas navigasi serta fasilitas atau perlengkapan lainnya. 3. Perlindungan kabel dan pipa bawah laut. 4. Konservasi keanekaragaman hayati laut. 5. Mencegah pelanggaran hukum dan peraturan perikanan di negara pantai; 6. Perlindungan lingkungan hidup di negara-negara pesisir dan pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran. 7. Penelitian ilmiah kelautan dan studi hidrografi. 8. Mencegah pelanggaran hukum dan peraturan bea cukai, pajak, imigrasi atau kesehatan negara pantai. Untuk keselamatan navigasi, negara pantai dapat mewajibkan kapal-kapal asing yang melaksanakan hak lalu lintas damai di laut teritorialnya untuk menggunakan jalur laut dan skema pemisah lalu lintas untuk mengatur lalu lintas kapal yang melalui laut teritorial negara pantai sesuai dengan Pasal 22 ayat 1, yang harus mencantumkan secara jelas alur laut dan rencana pemisahan lalu lintas yang harus diumumkan sesuai dengan Ayat 4. a. Hak dan kewajiban negara pantai Negara pantai Dalam pasal 24 konvensi hukum laut 1982 mengatur mengenai kewajiban negara pantai, sedangkan pasal 25 mengenai haknya. Kewajiban dari negara pantai yang paling utama yaitu tidak boleh menghalang-halangi hak lintas damai bagi kapal-kapal asing di laut teritorialnya kecuali seperti yang sudah ditetapkan ketentuan dalam konvensi ayat (1). Dalam membuat peraturan perundang-undangan nasional yang berdasarkan konvensi negara pantai diwajibkan untuk: 1) Tidak akan menerapkan peraturan perundang-undangan yang secara praktis mengakibatkan terjadi penolakan ataupun pengurangan hak lintas damai yang dinikmati oleh kapal-kapal asing. 2) Tidak akan menerapkan peraturanperaturan yang bersifat diskriminatif, baik secara formal ataupun secara nyata terhadap kapal negara manapun, ataupun terhadap kapal-kapal yang mengangkut muatan ke dan dari negara manapun, atau atas nama negara manapun. Kewajiban atau larangan yang dibebankan kepada negara pantai memang sudah seharusnya. Ketentuan ini dapat dikatakan bersifat deklaratif, artinya tanpa ditegaskan seperti apapun, kewajiban ini tetap ada dan berlaku bagi negara pantai. Ayat 2 juga mewajibkan negara pantai untuk mengumumkan tentang bahaya- bahaya yang dapat membahayakan pelayaran di laut teritorialnya. Pengumuman tentang bahaya tersebut misalnya pengumuman yang dikeluarkan oleh badan meteorologi, klimatologi, dan geofisika dari negara pantai mengenai cuaca buruk, ombak dan gelombang besar yang tinggi serta angin kencang. Dalam pasal 25 mengatur tentang hak negara pantai untuk melindungi dirinya dari kemungkinan terjadinya pelayaran kapal-kapal asing yang tidak damai di perairan teritorialnya. a. Hak-hak perlindungan negara pantai Hak-hak perlindungan negara pantai meliputi: 1) pengambilan upaya-upaya tertentu di dalam laut teritorialnya untuk mencegah terjadinya lintas bukan damai dari kapal-kapal asing. 2) Dalam hal ini disebabkan kapal-kapal berlayar ke perairan pedalaman atau menyinggahi fasilitas pelabuhan di luar perairan pedalaman. 3) Mempunyai hak untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan terhadap pelanggaran persyaratan yang dikenakan terhadap kapal tersebut ketika memasuki perairan pedalaman. 4) Tidak mengadakan diskriminasi diantara kapal-kapal asing dapat menghentikan untuk sementara hak lintas damai dari kapal-kapal asing pada bagian-bagian tertentu dari laut teritorialnya, apabila tindakan tersebut penting untuk melindungi keamanan. Pada pasal 25 ayat 3 negara pantai diberikan hak untuk dapat menangguhkan sementara waktu pelayaran kapal asing berdasarkan hak lintas damai di laut teritorialnya, dengan syarat penangguhan untuk sementara waktu pelayaran kapal asing berdasarkan hak lintas damai di laut teritorialnya. MSengenai syarat lainnya penangguhan hak lintas damai terhadap kapal-kapal asing itu tidak boleh bersifat diskriminatif baik formal maupun secara nyata. Disamping itu, penangguhan baru boleh dilakukan, setelah negara pantai bersangkutan mengumumkan secara luas lebih dahulu sehingga kapal-kapal asing sudah mengetahui jauh sebelumnya. Pada pasal 26 ayat 1 melarang bagi negara pantai untuk melakukan pemungutan atas alasan apapun terhadap kapal-kapal asing yang berlayar berdasarkan hak lintas damai di laut teritorialnya. Akan tetapi pada ayat 2 tagihan-tagihan dapat dikenakan atas kapal-kapal asing yang melalui laut territorial sebagai pembayaran terhadap pelayanan khusus yang diberikan terhadap kapal tersebut. Tagihan-tagihan ini dipungut tidak boleh bersifat diskriminatif. 2. Hak Lintas Damai Menurut konvensi Hukum Laut Jenewa 1958 Konvensi I tentang Hukum Laut yang ditandatangani di Jenewa pada tahun 1958, akhirnya mencoba menyelesaikan kedua kepentingan yang ada tersebut dengan melalui rumusan Pasal 14–23 Konvensi I tentang Laut Teritorial dan Jalur Tambahan (selanjutnya disebutkan dengan Konvensi Laut Teritorial tahun 1958) berupa peraturan umum tentang hak-hak kapal asing. Ketentuan-ketentuan ini juga menjelaskan kewenangan yang diberikan kepada negara pantai untuk mengatur pelaksanaannya. Konvensi Jenewa tentang Laut Teritorial dan jalur tambahan tahun 1958 memperkuat kedaulatan negara pantai atas laut teritorialnya, termasuk wilayah udara di atasnya dan dasar laut serta daratan di bawahnya. Namun kedaulatan negara pantai ini masih dibatasi oleh ketentuan Konvensi itu sendiri dan ketentuan hukum internasional lainnya. Salah satu kelemahan atau kegagalan Konvensi hukum I adalah bahwa skema lintas damai yang diciptakannya dianggap tidak memadai untuk digunakan dalam pengaturan pelayaran di dunia modern, terutama karena konferensi tersebut tidak merumuskan ketentuan-ketentuan tentang lintas oleh kapal perang. Rancangan pasal yang dihasilkan konferensi tersebut kemudian digunakan oleh Komite Hukum Internasional sebagai rancangan pasal yang diserahkan ke Konferensi Jenewa tentang Hukum Laut pada tahun 1958. Tetapi, rancangan pasal 24 yang mengatur tentanglintas kapal perang tersebut dibatalkan dan ditolak karena tidak mendapat mayoritas suara yang disyaratkan. Oleh karena itu, hak lintas damai kapal perang tidak terdapat dalam naskah konvensi. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, naskah Pasal 24 sebenarnya memuat ketentuan yang mengatur bahwa kapal perang asing yang hendak melewati laut teritorial harus terlebih dahulu meminta izin kepada negara pantai atau setidaknya memberitahukan niatnya kepada negara pantai. Oleh karena itu, Konvensi Jenewa tentang Laut Teritorial dan Jalur Tambahan tahun 1958 tidak memuat ketentuan mengenai lintas damai kapal perang. Satu-satunya ketentuan yang berkaitan dengan hak lintas damai kapal asing melalui selat yang digunakan dalam pelayaran internasional biasanya diatur dalam pasal 45, yang menyatakan bahwa ketentuan hak lintas damai di laut teritorial (seksi 3, Bagian II) juga berlaku pada selat yang digunakan dalam pelayaran internasional. Menurut Pasal 45 , hak lintas damai hanya dapat dilaksanakan pada: a. Selat-selat yang dikecualikan dalam ketentuan Pasal 37, yaitu selat-selat yang terletak di antara pulau dan ibu kota suatu negara yang berbatasan dengan selat tersebut, apabila terdapat jalur melalui laut lepas atau zona ekonomi eksklusif di sisi laut dari selat tersebut sama fungsinya berkaitan dengan sifat- sifat navigasi, dan hidrografi (selanjutnya selat dalam kategori Pasal 38 ayat 1); b. Selat yang terletak di antara laut lepas atau zona ekonomi eksklusif (ZEE) dan laut teritorial suatu negara asing (selanjutnya disebut selat yang termasuk dalam kategori Pasal 45(1)(b)). Peraturan tersebut di atas juga mengatur bahwa hak lintas damai dapat diterapkan pada selat tersebut dimana selat yang transitnya tidak sah. Ketentuan-ketentuan bagian-bagian yang tidak bersalah dari Konvensi Hukum Laut tahun 1982 tetap memiliki bentuk yang sama dengan Konvensi Jenewa tentang laut teritorial dan jalur tambahan tahun 1958, yang membagi ketentuan tentang kapal asing menjadi tiga kategori: 1) Semua Jenis Kapal (Pasal 17-26). 2) Kapal-kapal Dagang dan kapal-kapal pemerintah yang dioperasikan untuk tujuan komersil (Pasal 27-28). 3) Kapal-kapal perang dan kapal-kapal pemerintah lainnya yang dioperasikan untuk tujuan komersil (Pasal 29-32). 3. KESIMPULAN Berdasarkan uraian di atas, Innocent Passage atau Lintas damai sebagaimana yang telah diatur dalam hukum laut internasional, khususnya dalam Konvensi Hukum Laut tahun 1982 atau UNCLOS 1982, lebih mengenai pertimbangan tentang pentingnya menjaga dan memelihara kepentingan negara pantai dimana kapal-kapal asing yang menggunakan hak lintas damai pada laut territorial ataupun perairan pedalaman suatu negara kepulauan harus mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku sebagaimana diatur dalam konvensi hukum laut internasional yang merupakan kesepakatan bersama berbagai negara-negara. Baik dalam ketentuan yang berlaku umum untuk semua kapal maupun hanya untuk jenis-jenis kapal tertentu, dimana terdapat ketentuan yang memberikan hak dan kewajiban kepada kapal-kapal asing yang menggunakan hak lintas damai, maupun hak dan kewajiban negara pantai, karena sudah seharusnya negara pantai tidak bisa menghalang-halangi hak lintas damai kapal-kapal asing. Negara pantai dengan memperhatikan keselamatan pelayaran dapat mewajibkan kapal asing melaksanakan hak lintas damai melalui laut territorial dengan menggunakan alur laut (sea lanes) dan ss skema pemisah lalu lintas (traffic separation schemes) sebagaimana diatur oleh Pasal 22 Konvensi Hukum Laut 1982. Dengan adanya jaminan hak lintas damai melalui perairan Indonesia, maka pelayaran kapal-kapal asing dengan maksud damai dapat dijamin dan berlangsung tanpa gangguan dengan tentunya mengikuti dan mematuhi ketentuan-ketentuan sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.