Anda di halaman 1dari 6

Soal :

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Turki melarang kapal perang melewati Selat


Bosphorus dan Dardanelles, dalam upaya mengurangi eskalasi invasi Rusia ke
Ukraina. Langkah tersebut diambil pada Senin (28/2/2022), setelah Kiev meminta
Ankara mengaktifkan pakta internasional dan mencegah transit kapal perang Rusia
dari Mediterania ke Laut Hitam.
Selat Bosphorus dan Dardanelles menghubungkan Laut Aegea, Marmara, dan Laut
Hitam. Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan, Ankara
mengaktifkan Konvensi Montreux dan memperingatkan negara-negara Laut Hitam
dan non-Laut Hitam untuk tidak mengerahkan kapal perang melalui perairan Turki.
Konvesi Montreux yang dibuat pada 1936 memberikan hak kepada Turki melarang
kapal perang melintasi Selat Dardanelles dan Bosporus selama masa perang.
Pertanyaan:
1. Dari peristiwa diatas, apakah tindakan Turki dibenarkan menurut hukum
internasional? Jelaskan jawaban Saudara beserta dasar hukumnya.
Jawab:
Tindakan Turki yang melarang kapal perang melewati Selat Bosphorus dan
Dardanelles, dalam upaya mengurangi eskalasi invasi Rusia ke Ukraina, jika
didasarkan pada ketentuan UNCLOS 1982, maka tindakan tersebut tidak dapat
dibenarkan. Salah satu prinsip utama dari UNCLOS 1982 adalah kebebasan
berlayar atau freedom of navigation yang diterapkan menjadi hak lintas di
seluruh rezim laut yang ditetapkan dalam UNCLOS 1982. Dalam UNCLOS
1982, terdapat 3 jenis hak lintas, yaitu hak lintas damai, hak lintas transit, dan
hak lintas alur laut kepulauan. Lintas transit merupakan pelaksanaan dari prinsip
kebebasan pelayaran dan penerbangan. Pasal 37 UNCLOS 1982 mendefinisikan
hak lintas transit sebagai hak yang dimiliki oleh kapa lasing untuk melakukan
lintasan di selat internasional yang tunduk pada kedaulatan negara tepi selat. Di
mana selat internasional merupakan selat yang digunakan untuk pelayaran
internasional, di mana Selat Bosphorus dan Dardanelles merupakan selat
internasional sehingga dalam hal ini, tindakan yang dilakukan oleh kapal perang
Ukraina menggunakan jenis hak lintas transit. Oleh karena itu, berdasarkan
ketentuan Pasal 38 ayat (1) UNCLOS 1982, semua kapal dan pesawat udara
mempunyai hak lintas transit yang tidak boleh dihalangi. Kemudian berdasarkan
ketentuan Pasal 38 ayat (2) UNCLOS 1982, memberikan definisi lintas transit
yang terdiri dari tiga elemen yaitu:
a. lintas transit adalah penggunaan kebebasan pelayaran dan penerbangan;
b. perlintasannya harus hanya untuk tujuan transit tanpa berhenti, langsung
dan cepat;
c. pelaksanaanya harus sesuai dengan aturan UNCLOS 1982 yang
membahas tentang selat yang digunakan untuk pelayaran internasional.
Pasal 44 UNCLOS 1982 juga menjelaskan bahwa negara yang berbatasan
dengan selat, dalam hal ini Tukri, berkewajiban untuk tidak boleh menghambat
lintas transit atau dalam hal ini tidak boleh ada penangguhan lintas transit.
Berdasarkan pasal-pasal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa lintas transit
merupakan hak untuk semua kapal dan pesawat untuk melewati selat yang
digunakan untuk pelayaran internasional. Tidak ada batasan pada jenis kapal dan
pesawat serta kebangsaan kapal dan pesawat, mereka memiliki
kebebasan lintasan yang sama. Sehingga tindakan yang dilakukan oleh Turki
dengan melarang kapal perang melewati Selat Bosphorus dan Dardanelles,
tidak dapat dibenarkan berdasarkan ketentuan UNCLOS 1982.

2. Berikan analisa tentang Konvensi Montreux 1936 berdasarkan UNCLOS


1982, khususnya tentang lintas transit.
Jawab:
Konvensi Montreux 1936 mengatur dan mengontrol lalu lintas kapal perang
di selat Dardanelles. Konvensi tersebut memberi Turki kendali penuh atas
Selat dan waktu perdamaian yang tepat menjamin perjalanan bebas kapal
sipil. Konvensi tersebut membatasi perjalanan kapal perang milik negara-
negara yang tidak memiliki pantai di Laut Hitam. Ketentuan konvensi ini
salah satunya adalah pemberian akses ke Angkatan Laut Soviet ke
Mediterania. Konvesi Montreux 1936 memberikan hak kepada Turki
melarang kapal perang melintasi Selat Dardanelles dan Bosporus selama masa
perang. Konvensi Montreux 1936 mengatur transit kapal-kapal perang
angkatan laut. Konvensi ini juga menaungi perlintasan bebas terhadap kapal-
kapal sipil pada masa perang dan membatasi perlintasan kapal-kapal angkatan
laut agar tak memasuki negara-negara Laut Hitam. Ketentuan dalam
Konvensi Montreux 1936 bertentangan dengan ketentuan dalam UNCLOS
1982 yang menganut prinsip kebebasan berlayar dan penerbangan. Pasal 38
ayat (1) UNCLOS 1982, menjelaskan bahwa semua kapal dan pesawat udara
mempunyai hak lintas transit yang tidak boleh dihalangi. Kemudian
berdasarkan ketentuan Pasal 38 ayat (2) UNCLOS 1982, memberikan definisi
lintas transit yang terdiri dari tiga elemen yaitu:
a. lintas transit adalah penggunaan kebebasan pelayaran dan penerbangan;
b. perlintasannya harus hanya untuk tujuan transit tanpa berhenti, langsung
dan cepat;
c. pelaksanaanya harus sesuai dengan aturan UNCLOS 1982 yang
membahas tentang selat yang digunakan untuk pelayaran internasional.
Pasal 44 UNCLOS 1982 juga menjelaskan bahwa negara yang berbatasan
dengan selat, berkewajiban untuk tidak boleh menghambat lintas transit atau
dalam hal ini tidak boleh ada penangguhan lintas transit. Oleh karena itu,
berdasarkan UNCLOS 1982 bahwa hak lintas transit merupakan hak untuk
semua kapal dan pesawat untuk melewati selat yang digunakan untuk
pelayaran internasional. Tidak ada batasan pada jenis kapal dan pesawat serta
kebangsaan kapal dan pesawat, mereka memiliki kebebasan lintasan yang
sama.
Berdasarkan Pasal 46 UNCLOS 1982, negara kepulauan adalah negara yang
seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau
lain.
Pertanyaan :
3. Berdasarkan pasal tersebut, Jepang termasuk sebagai negara kepulauan, akan
tetapi Jepang tidak pernah memproklamirkan diri sebagai negara kepulauan.
Apakah akibat hukum bagi Jepang berdasarkan UNCLOS 1982? Bagaimana
pelaksanaan hak lintas alur laut kepulauan di wilayah tersebut?
Jawab: Hak lintas alur kepulauan diberikan sebagai kompensasi atas
diakuinya negara kepulauan sehingga perairan kepulauan menjadi tunduk
pada kedaulatan negara kepulauan. Pasal 53 UNCLOS 1982 menyatakan
bahwa suatu negara kepulauan dapat menentukan alur laut dan rute
penerbangan di atasnya. Dalam hal negara kepulauan tidak menentukan,
selayaknya Jepang, maka hak lintas alur laut kepulauan dilaksanakan menurut
rute yang biasanya digunakan untuk pelayaran internasional.

4. Permukaan muka laut semakin naik dari waktu ke waktu, dan mengakibatkan
berkurangnya sebagian wilayah daratan dari suatu pulau. Dalam peristiwa
tersebut, apakah negara harus ‘merevisi’ baseline yang sudah ada? Jelaskan
jawaban Saudara!

Jawab: Ketentuan Pasal 47 UNCLOS 1982, memperbolehkan negara untuk


merevisi garis pangkal yang sudah ada dalam hal permukaan muka laut naik dari
waktu ke waktu sehingga berkurang sebagian wilayah daratan dari suatu pulau.
Namun, ketentuan terkait hal tersebut tidak diatur secara eksplisit sehingga
dalam hal terjadi perubahan terhadap garis pangkal, negara harus mengumumkan
pada masyarakat internasional melalui IMO terkait peta zona maritim dan batas-
batas laut negaranya yang telah diperbarui tersebut. Untuk menghindari konflik
antar negara bersangkutan, negara pantai dapat pula melakukan perundingan
untuk membuat perjanjian internasional sebagaimana Pasal 38 ayat (1) UN
Charter.

5. Jelaskan perbedaan mendasar antara garis pangkal lurus dan garis pangkal
lurus kepulauan!

Jawab: Base line atau garis pangkal merupakan imaginary line yang ditarik pada
garis-garis pulau terluar saat air laut paling surut. Pengukuran wilayah suatu
negara dalam hukum laut internasional, dilakukan dengan menentukan titik-titik
poin di sepanjang wilayah terluar negara tersebut yang kemudian dihubungkan
antara satu dengan yang lain secara berurutan atau disebut dengan garis pangkal
(base line). UNCLOS 1982 mengenal 3 jenis garis pangkal, yaitu garis pangkal
normal, garis pangkal lurus, dan garis pangkal lurus kepulauan. Garis pangkal
normal menurut Pasal 5 UNCLOS 1982 merupakan garis pangkal biasa yang
digunakan untuk mengukur lebar laut territorial adalah garis air rendah sepanjang
pantai. Garis pangkal lurus menurut Pasal 7 UNCLOS 1982 digunakan pada garis
pantai yang menjorok jauh ke dalam dan menikung atau jika terdapat suatu deretan
pulau sepanjang pantai di dekatnya. Deretan pulau sepanjang pantai di dekatnya
harus memenuhi kriteria jarak antara pulau yang satu dengan yang lain tidak
melebihi 24 mil laut dan jarak antara pulau kecil dengan daratan utama juga tidak
boleh melebihi 24 mil laut. Sedangkan garis pangkal lurus kepulauan diatur dalam
Pasal 47 UNCLOS yang merupakan garis pangkal yang menghubungkan titik-titik
terluar pulau terluar yang satu dengan titik-titik terluar pulau terluar yang lain yang
ada di dalam negara kepulauan. Oleh karena itu, perbedaan mendasar antara garis
pangkal lurus dan garis pangkal lurus kepulauan adalah apabila garis pangkal lurus
ditarik pada suatu pulau yang memiliki kondisi garis pantai yang menjorok jauh ke
dalam dan menikung atau jika terdapat suatu deretan pulau sepanjang pantai di
dekatnya, sedangkan garis pangkal lurus kepulauan menghubungkan titik-titik
terluar pulau-pulau terluar di suatu negara kepulauan.

6. Perkembangan hukum laut internasional merupakan tarik ulur antara prinsip


kebebasan di laut dan prinsip kedaulatan negara. Jelaskan maksud kalimat
tersebut!
Jawab: Perkembangan hukum laut internasional merupakan tarik ulur antara
prinsip kebebasan di laut dan prinsip kedaulatan negara. Hal ini didasarkan pada
pendapat para sarjana di abad pertengahan yang menyatakan bahwa laut tidak boleh
dimiliki oleh siapapun (res nullius) karena laut milik bersama umat manusia (res
communis) sehingga terdapat prinsip kebebasan di laut. Kemudian, berangkat dari
anggapan negara-negara pantai bahwa wilayah laut yang dekat dengan wilayah
daratannya menjadi bagian dari laut wilayahnya. Hanya saja, saat itu belum terdapat
ketentuan yang membatasi suatu negara untuk menetapkan laut wilayahnya
sehingga kemudian muncul Teori Bartolus yang membagi laut menjadi dua yaitu
bagian laut yang berada di bawah kekuasaan negara pantai (prinsip kedaulatan
negara) dan bagian laut yang bebas dari kekuasaan dan kedaulatan siapapun (prinsip
kebebasan di laut). Teori Bartolus
kemudian direspon oleh Teori Baldus yang menyatakan bahwa negara pantai
memiliki hak untuk memiliki laut, memakai/menggunakan laut, dan mempunyai
yurisdiksi atas laut, serta berwenang untuk melakukan perlindungan atas laut dan
kepentingan-kepentingan di laut. Dua teori inilah yang kemudian menjadi titik
tolak bagi negara-negara untuk membuat kesepakatan mengenai hukum laut
internasional.

Anda mungkin juga menyukai