Anda di halaman 1dari 5

Nama : Difa An Aqilah Adnani

NIM : 032111133120
Tugas Hukum Perbankan A-2

PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN


(Studi Kasus Putusan Nomor: 2081/K/Pdt/2009)

Kasus Posisi
Pada sekitar bulan Juli 2002, Bambang Sulistyawan (Penggugat) pertama kali
membuka rekening tabungan pada PT. Bank Danamon Indonesia (Tergugat) dengan nomor
rekening (AC) 0022464281 dan tercatat sebagai nasabah pada bank tersebut. Kemudian,
Penggugat telah menyetorkan uang kepada Tergugat beberapa kali sehingga mencapai jumlah
total sebesar Rp. 18 juta. Pada sekitar bulan Juni 2004, Penggugat hendak mencairkan uang
tersebut melalui kuasanya, yakni Ny. Enik Ribawati (Kakak Kandung Penggugat), namun
ditolak oleh Tergugat dengan alasan dananya sudah tidak ada lagi karena telah dikeluarkan
atau dicairkan pada tanggal 11 Mei 2994 dan tanggal 2 Juni 2004. Penggugat merasa tidak
pernah meminta pencairan atas dana tabungan dari rekeningnya tersebut, dan oleh karenanya
Penggugat meminta penjelasan kepada pihak Tergugat. Selanjutnya, Tergugat menjelaskan
secara lisan, bahwa uang tabungan tersebut telah dicairkan dan diterima oleh orang lain
dengan cara memalsu identitas Penggugat. Atas penjelasan tersebut, Penggugat merasa
keberatan dan meminta pertanggungjawaban dari pihak Tergugat namun tidak ada tanggapan
lebih lanjut.

Isu Hukum
1. Kedudukan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) dalam menyelesaikan
sengketa perselisihan berdasarkan POJK No. 61/POJK.07/2020.
2. Proses penyelesaian sengketa melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa
(LAPS).
3. Perbedaan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) dan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), manakah yang lebih berwenang dalam
penyelesaian sengketa ini?

Analisis
1. Kedudukan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) dalam
menyelesaikan sengketa perselisihan ini berdasarkan POJK No.
61/POJK.07/2020
Aturan mengenai alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan
tercantum pada Undang-Undang tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa (UUAPS),
dimana lebih lanjut terdapat penjelasan terkait Alternative Dispute Resolution (ADR)
sebagai salah satu opsi penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Alternative Dispute
Resolution (ADR) dilakukan dengan mencari win-win solution dari para pihak yang
bersengketa sehingga dapat mempermudah dan mempercepat penyelesaian sengketa
khususnya pada sektor perbankan. Pasal 8 ayat (3) POJK Nomor 61/POJK.07/2020
tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) di Sektor Jasa Keuangan
menyebutkan, bahwasanya diperlukan LAPS yang memiliki layanan penyelesaian
sengketa sekurang-kurangnya 2 (dua) layanan penyelesaian, seperti mediasi dan
arbitrase.
Salah satu LAPS di Sektor Jasa Keuangan adalah Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI). Eksistensi dari LAPSPI
selaku LAPS dalam ranah perbankan adalah lembaga yang memberikan wadah
maupun layanan penyelesaian sengketa diluar pengadilan mulai dari pengaduan
hingga penyelesaian sengketanya.
Dalam kasus ini, sengketa yang timbul adalah terkait perbankan yang bertitik
fokus pada kasus pencairan dana tabungan nasabah. Sebagaimana disebutkan dalam
UUPOJK bahwa, sebelum sengketa dibawa ke pengadilan, sengketa harus terlebih
dahulu mengupayakan penyelesaian diluar pengadilan melalui pertemuan kedua belah
pihak secara damai untuk mencari solusi secara musyawarah mufakat. Apabila
musyawarah mufakat tersebut tidak membuahkan hasil, maka para pihak dapat
menempuh jalur lain berupa Penyelesaian Sengketa Alternatif yang dalam hal ini
dapat berupa mediasi, ajudikasi, dan arbitrase. Sehingga kedudukan Lembaga
Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) dalam menyelesaikan kasus Putusan Nomor
2081/K/Pdt/2009 adalah dapat diupayakan untuk didahulukan terlebih dahulu.

2. Proses penyelesaian sengketa melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa


(LAPS)
Penyelesaian sengketa melalui LAPS diawali dengan permohonan
penyelesaian sengketa oleh Bambang Sulistyawan selaku konsumen (nasabah). Dalam
hal ini Bambang Sulistyawan diharapkan memenuhi dokumen-dokumen yang
diperlukan dalam rangka verifikasi dokumen sengketa oleh LAPS terkait.
Permohonan penyelesaian sengketa ini harus telah melalui proses pengaduan kepada
lembaga jasa keuangan terkait dan diajukan kepada LAPS apabila tidak tercapainya
kesepakatan dalam penyelesaian sengketanya. Apabila pengaduan tersebut tidak
mendapat kesepakatan, maka Bambang Sulistyawan dan PT. Bank Danamon
Indonesia sebagai lembaga jasa keuangan berhak untuk memilih apakah akan
melanjutkan menyelesaikan sengketa ini diluar pengadilan ataupun melalui
pengadilan.
Setelah melalui verifikasi terhadap dokumen permohonan penyelesaian
sengketa, pihak LAPSPI akan memberikan konfirmasi permohonan dan kemudian
dilanjutkan pemilihan atau penunjukan pihak ketiga, baik itu mediator, arbiter, atau
ajudikator sesuai dengan bentuk Alternative Dispute Resolution (ADR) yang
ditentukan, dapat berupa mediasi, ajudikasi, maupun arbitrase. Persetujuan mengenai
permohonan penyelesaian melalui LAPSPI ini dinilai berdasarkan ada atau tidaknya
perjanjian oleh para pihak terkait penyelesaian sengketa yang akan ditempuh.
Sehingga apabila dalam proses pengurusan Bambang Sulistyawan resmi menjadi
nasabah PT. Bank Danamon Indonesia juga terdapat perjanjian yang pada pokok
isinya terdapat ketentuan lebih lanjut mengenai pemilihan penyelesaian sengketa
melalui LAPS, maka hal tersebut dapat menjadi pertimbangan untuk dilanjutkan ke
tahap LAPSPI berupa mediasi, ajudikasi, maupun arbitrase.
Adapun dalam proses penyelesaian sengketa di LAPSPI terdapat
pengkategorian dari konsumen/nasabah dalam 2 (dua) indikator, yakni nasabah yang
ingin menyelesaikan sengketa dibawah Rp. 500 juta atau dibawah Rp. 100 juta.

3. Perbedaan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) dan Badan


Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
Sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Perlindungan
Konsumen (UUPK), BPSK adalah badan yang dibentuk untuk menangani dan
menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen (B2C). Sengketa
konsumen pada hakikatnya merupakan sengketa “business actor to consumers”
(B2C), bukan antara sesama pelaku usaha (B2B). BPSK memiliki tugas dan
wewenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar
ketentuan UUPK dan tidak berwenang menjatuhkan sanksi non-administratif. Kendati
demikian, terdapat “sanksi ganti rugi” yang tidak termasuk dalam sanksi administratif
yang dapat diberikan oleh BPSK kepada pelaku usaha yang dinilai oleh majelis
arbitrase telah menyebabkan kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen
akibat mengkonsumsi barang dan/atau memanfaatkan jasa.
Adanya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 1/POJK.07/2014
tentang Lembaga ALternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan,
memberikan opsi pada konsumen untuk dapat menyelesaikan sengketanya yang tidak
mencapai kesepakatan itu untuk dapat dilakukan poenyelesaian di luar pengadilan.
Terdapat 6 (enam) pilihan LAPS di sektor jasa keuangan, yakni 1) Badan Mediasi dan
Arbitrase Asuransi Indonesia; 2) Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia; 3) Badan
Mediasi Dana Pensiun; 4) Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan
Indonesia; 5) Badan Arbitrase dan Mediasi Perusahaan Penjaminan Indonesia; serta 6)
Badan Mediasi Pembiayaan dan Pegadaian Indonesia.
Kedudukan BPSK dan LAPS adalah sama dalam hal tidak memiliki
kompetensi absolut terkait urusan penyelesaian sengketa konsumen, sebab keduanya
bukan lah lembaga peradilan yang bermukim di dalam salah satu lingkungan
peradilan, melainkan sebagai lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
Sehingga dalam hal ini, sepanjang para pihak setuju untuk menyelesaikan sengketa
yang ada tersebut melalui BPSK maupun LAPS, maka choice of forum ini sah untuk
digunakan. Namun yang perlu diperhatikan untuk dapat memutuskan apakah ini lebih
tepat masuk ke dalam BPKS atau LAPS adalah dengan melihat “konsumen” yang ada
dalam sengketa. Sebagaimana diketahui bahwa pengertian konsumen dalam
Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Otoritas Jasa
Keuangan hakikatnya tidaklah sama.
Dalam sengketa putusan ini, diketahui bahwa terdapat sengketa mengenai
sektor perbankan, yakni berupa gugatan kepada bank terkait pencairan tabungan
nasabah tanpa izin, antara Bambang Sulistyawan selaku nasabah dari PT. Bank
Danamon Indonesia. Dengan mendasarkan pada sengketa tersebutlah, maka lebih
tepat untuk menempuh alternatif penyelesaian sengketa melalui LAPSPI (Lembaga
Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia).

Kesimpulan
Terkait kasus Putusan Nomor 2081/K/Pdt/2009 dapat diupayakan untuk ditempuh
penyelesaian melalui Lembaga Penyelesaian Sengketa Alternatif Perbankan Indonesia
(LAPSPI) terlebih dahulu sebelum dibawa ke ranah pengadilan. Adapun aturan mengenai
LAPSPI ini sebagaimana terdapat dalam POJK No. 61/POJK.07/2020 tentang Lembaga
Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) di Sektor Jasa Keuangan. Terdapat beberapa
prosedur LAPS yang perlu ditempuh oleh konsumen dan lembaga jasa keuangan diantaranya
diperlukannya adanya aduan oleh nasabah (selaku konsumen) yang dalam kasus ini telah
dilakukan oleh Bambang Sulistyawan.

Anda mungkin juga menyukai