Anda di halaman 1dari 18

TUGAS PAPER

European Communities - Certain Measures Affecting Poultry Meat and


Poultry Meat Products from the United States

HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL A-1

Disusun oleh:
1. Rifky Hamdan Fatoni (032111133025)
2. Septi Tri Cahyanti (032111133074)
3. Alvaro Rajendra Putra Rachmadi (032111133188)
4. Difa An Aqilah Adnani (032111133120)
5. Sita Vivi Rahayu (032111133034)
6. Tristania Faisa Adam (032111133122)
7. Jessica Angela Atihuta (032111133012)
8. Mochammad Saddam (032111133009)
9. Shabrina Maulida Hasni (032111133094)
10. Bhaqtyfine Ahmad Habiby (032111133155)
11. M. Adhitya Agung Dharmawan (032111133032)
12. Fadly Arisanto Kurniawan (032111133144)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2023
1. KRONOLOGI SENGKETA
Pada tanggal 16 Januari 2009, Amerika Serikat meminta konsultasi mengenai
langkah-langkah tertentu dengan Komunitas Eropa (European Communities) kepada
DSB (Dispute Settlement Body). Konsultasi ini sehubungan dengan adanya keberatan
Amerika Serikat atas aturan yang ditetapkan dari Komunitas Eropa yang melarang
Amerika untuk mengimpor daging unggas dan produk daging unggas dari Amerika
Serikat. Komunitas Eropa melakukan pelarangan ini bertujuan untuk mengurangi
jumlah mikroba yang terdapat pada daging unggas, yang dilakukan secara efektif
dengan melarang pengiriman hampir semua jenis unggas Amerika Serikat yang akan
diimpor kepada Komunitas Eropa, UE yang melarang impor daging unggas dan
produk daging unggas yang telah diproses dengan perlakuan kimiawi yang dirancang
untuk mengurangi jumlah mikroba pada daging unggas, kecuali perlakuan
pengurangan patogen tersebut ( "PRT") telah disetujui.

PRT merupakan pembilas antimikroba termasuk dalam zat klorin dioksida,


natrium klorit yang diasamkan, trisodium fosfat, dan asam peroksi, penggunaan zat
tersebut pada faktanya telah disetujui oleh Departemen Pertanian AS (USDA) yang
digunakan dalam pemrosesan unggas untuk mengurangi jumlah mikroba pada daging.
Produk daging dan unggas yang diproses dengan PRT dinilai aman oleh Amerika
Serikat dan juga oleh otoritas keamanan pangan Eropa. Namun demikian, UE
melarang penggunaan PRT dan impor unggas yang diolah dengan zat ini. Uni Eropa
umumnya menentang intervensi kimia semacam itu dan percaya bahwa praktik
sanitasi yang lebih kuat selama produksi dan pemrosesan lebih tepat untuk
pengendalian patogen daripada apa yang dilihatnya sebagai ketergantungan AS yang
berlebihan pada PRT. UE selanjutnya melarang pemasaran daging unggas dan
sehubungan dengan ini Komunitas Eropa juga mempertahankan ukuran mengenai
standar pemasaran untuk daging unggas, yang mendefinisikan daging unggas hanya
sebagai daging unggas yang cocok untuk konsumsi manusia, yang belum mengalami
perlakuan apa pun selain dari perlakuan dingin. Karena itu, kebijakan-kebijakan yang
dirancang dan diterapkan oleh Uni Eropa berkenaan dengan sektor ini dirancang
untuk meningkatkan kualitas daging unggas yang aman dikonsumsi, bernutrisi, dan
dengan harga yang terjangkau.
Karena UE adalah importir utama produk unggas, beberapa memperkirakan
bahwa efek gabungan dari larangan tersebut dan pertumbuhan pasar UE mungkin
telah menyebabkan hilangnya penjualan AS sebesar $200 juta hingga $300 juta setiap
tahunnya. Hingga saat ini, Amerika Serikat dan UE belum dapat mencapai
kesepakatan mengenai sejumlah masalah terkait kesetaraan veteriner, dan UE terus
mempertahankan langkah-langkah yang melarang penggunaan zat apa pun selain air
untuk menghilangkan kontaminasi dari produk hewani kecuali jika substansi telah
disetujui oleh Komisi Eropa, yang telah menolak aplikasi USDA ke badan kesehatan
Uni Eropa yang meminta persetujuan untuk menggunakan perawatan unggas tertentu.
Amerika Serikat sedang mencari persetujuan dari empat PRT: asam peroksiasetat,
klorin dioksida, natrium klorit yang diasamkan, dan trisodium.

Sedangkan pada bulan Desember 2008, UE secara resmi menolak persetujuan


empat PRT yang persetujuannya telah diminta oleh Amerika Serikat, terlepas dari
kenyataan bahwa para ilmuwan UE telah berulang kali menyimpulkan bahwa daging
unggas dan produk daging unggas yang diolah dengan salah satu dari keempat PRT
ini tidak memberikan risiko kesehatan bagi konsumen Eropa, pemeliharaan UE atas
larangan impor dan peraturan pemasarannya terhadap unggas PRT tampaknya tidak
konsisten dengan kewajibannya

Adapun keberatan yang diajukan Amerika Serikat ini berkaitan erat dengan
Pasal 4 dari Pemahaman tentang Peraturan dan Tata Cara Penyelesaian Sengketa
(DSU), Pasal 11 dari Persetujuan Penerapan Sanitary and Phytosanitary Measures
(Perjanjian SPS), Pasal 19 dari Agriculture Agreement (Perjanjian tentang Pertanian),
Pasal XXII dari Persetujuan Umum tentang Tarif dan Perdagangan 1994 (GATT
1994), dan Pasal 14 dari Perjanjian tentang Hambatan Teknis Perdagangan (Perjanjian
TBT).

Lebih lanjut, keberatan Amerika Serikat ini salah satunya dikarenakan restriksi
perdagangan masih diberlakukan oleh Komunitas Eropa padahal saat itu telah
diberlakukan perdagangan bebas. Selain itu Komunitas Eropa juga merupakan salah
satu aktor perdagangan terbesar di dunia yang melingkupi 13% dari nilai impor dan
ekspor global. Amerika Serikat berpendapat bahwa langkah-langkah Komunitas
Eropa ini meniadakan atau merusak manfaat yang diperoleh Amerika Serikat secara
langsung atau tidak langsung berdasarkan perjanjian yang ada. Menindaklanjuti
permintaan konsultasi tersebut, akhirnya konsultasi diadakan pada tanggal 11 Februari
2009. Akan tetapi sebelumnya pada 30 Januari 2009, Komunitas Eropa memberi tahu
DSB bahwa mereka telah menerima permintaan Australia untuk bergabung dalam
konsultasi.

Dalam konsultasi tersebut, dijelaskan bahwa langkah-langkah Komunitas


Eropa tercermin dalam:

a. Peraturan (EC) No 853/2004, termasuk Pasal 3 dan 6


b. Peraturan Dewan (EC) No 1234/2007, termasuk Lampiran XIV(B)(II)
c. Penolakan SCoFCAH terhadap usulan Komisi mengenai penghilangan
kontaminasi permukaan dari bangkai unggas pada tanggal 2 Juni 2008
d. Penolakan Dewan Pertanian dan Perikanan Uni Eropa terhadap usulan Komisi
mengenai penghilangan kontaminasi permukaan dari bangkai unggas pada 18
Desember 2008
e. Amandemen, tindakan terkait, atau tindakan implementasi.

Padahal nyatanya, Amerika Serikat juga menganggap bahwa penerapan


kebijakan dan prosedur perizinan impor atau ekspor oleh Komunitas Eropa tidak
sejalan dengan kewajiban Komunitas Eropa berdasarkan pada ketentuan antara lain:

a. Pasal 2.2, 5, dan 8, dan Lampiran C(1) SPS Agreement


b. Pasal X:1 dan XI:1 GATT 1994
c. Pasal 4.2 Agreement on Agriculture
d. Pasal 2 TBT Agreement

Sehingga konsultasi yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan pihak


Komunitas Eropa mengalami kegagalan dalam menyelesaikan perselisihan tersebut.
Akhirnya, pada 8 Oktober 2009 Amerika Serikat meminta pembentukan sebuah panel,
tetapi pembentukan panel tersebut ditunda oleh DSB pada 23 Oktober 2009.
Selanjutnya, pada pertemuan 19 November 2009 DSB akhirnya membentuk sebuah
panel dan dalam panel tersebut Australia, China, Korea, dan Norwegia memiliki hak
pihak ketiga mereka. Selain itu Guatemala, Selandia Baru, dan Tionghoa Taipei
mencadangkan hak pihak ketiga mereka.
2. PENJELASAN GUGATAN (APPLICANT)
DASAR GUGATAN UNITED STATE
Setelah Uni Eropa mengeluarkan kebijakan mengenai pelarangan impor
masuk untuk daging unggas dan olahan daging unggas yang mengandung beberapa
bahan yang digunakan dalam PRTs Method (Pathogen Reduction Treatments), seperti
: … yang mana menurut Uni Eropa penggunaan dari bahan-bahan tersebut dianggap
berbahaya dan tidak baik untuk kesehatan manusia ,
United States merasa didiskriminasi oleh aturan (measure) tersebut. Hal ini
dikarenakan United States merasa bahwa urgensi dari pelarangan tersebut tidak ada,
sebab pada kenyataan uji tes lab yang diminta oleh US untuk dilakukan EC terhadap
efek dari penggunaan PRTs tidaklah terbukti membahayakan kesehatan manusia.
Melihat adanya ketidakadilan tersebut, United States mengajukan gugatan atas
kebijakan yang dikeluarkan oleh EC sebelumnya itu, di mana kebijakan dan prosedur
impor masuk yang ditetapkan tidak beralasan, diantaranya:
a) Uni Eropa mengeluarkan ketentuan yang menyatakan bahwa United States
tidak lagi diperbolehkan untuk mengekspor daging unggas dan olahan daging
unggas ke Uni Eropa. Sedangkan …
b) Berdasarkan Pasal III:4 GATT 1994 antara produk-produk impor dan produk
domestik sejenis pada suatu negara harus diberikan perlakuan yang sama
menguntungkannya. Sedangkan kebijakan pelarangan impor dari US oleh Uni
Eropa jelas membedakan perlakuan antara kedua produk tersebut. Sehingga,
seharusnya kebijakan tersebut tidak boleh diberlakukan.
c) Sikap Uni Eropa dalam menanggapi permintaan persetujuan United States
untuk memperbolehkan penggunaan PRT, yakni dengan penundaan yang tidak
dapat dijelaskan hingga kurun waktu 6 (enam) tahun tanpa kejelasan ketentuan
terhadap pemasaran produk daging unggas dan olahan daging unggas
bertentangan dengan Pasal X:1 GATT 1994. Hal ini sebagaimana diketahui
bahwa berdasarkan Pasal X:1 GATT 1994, maka Uni Eropa harus segera
menerbitkan peraturan atau keputusan administratif terhadap impor daging
unggas dan olahan daging unggas tersebut karena berkaitan dengan klasifikasi
produk untuk tujuan tarif bea, pajak, persyaratan, pembatasan atau larangan
atas impor atau ekspor yang mempengaruhi penjualan, distribusi.
d) Berdasarkan Pasal 2.2 SPS Agreement segala aturan tentang SPS harus
didasarkan pada prinsip-prinsip ilmiah dan tidak dipertahankan tanpa bukti
ilmiah yang memadai. Sedangkan kebijakan yang dikeluarkan oleh Uni Eropa
mengindahkan hasil penelitian yang telah keluar mengenai dampak PRTs
terhadap kesehatan manusia, dimana telah teruji secara ilmiah bahwa
penggunaan PRTs pada daging unggas dan daging olahan unggas tidak
membahayakan kesehatan manusia. Namun, meski dengan dasar bukti yang
cukup jelas tersebut, Uni Eropa tetap melarang penggunaan bahan kimia PRTs.
e) Menurut Pasal 2.2 Sanitary and Phytosanitary Measures Agreement (SPS
Agreement) tentang Hak dan Kewajiban Dasar yang menjelaskan tentang
segala aturan tentang SPS harus didasarkan pada prinsip-prinsip ilmiah dan
tidak dipertahankan tanpa bukti ilmiah yang memadai. Sebelum Amerika
Serikat mengajukan permintaan persetujuan penggunaan PRT (Pathogen
Reduction Treatment) untuk daging unggas pada Komunitas Eropa, setiap
bahan yang terdapat dalam PRT telah disetujui untuk digunakan oleh
Departemen Pertanian Amerika Serikat dan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Amerika Serikat. Setelah mengajukan permintaan persetujuan
tersebut, beberapa pendapat ahli dari Eropa bermunculan. Salah satunya,
pendapat dari Otoritas Keamanan Makanan Eropa, pada Desember 2005, yang
menyatakan bahwa penggunaan 4 bahan dalam PRT tidak menunjukkan resiko
pada kesehatan masyarakat, namun penggunaan larutan antimikroba tidak
menggantikan kebutuhan akan praktik higenis yang baik selama pengolahan
karkas unggas, khususnya selama penanganan. Opini berikutnya dari Otoritas
Keamanan Makanan Eropa pada bulan yang sama menyatakan bahwa salah
satu zat, asam peroksi, ditunjukkan keefektifannya terbatas, mensyaratkan
bahwa kondisi penggunaan tertentu harus ditetapkan. Dapat dilihat bahwa
tidak ada penemuan ilmiah yang sepenuhnya tidak menyetujui penggunaan
PRT dalam daging unggas. Sehingga penolakan Komunitas Eropa akan
penerimaan impor daging unggas dari Amerika Serikat tidaklah berdasar.
f) Menurut Pasal 5 Sanitary and Phytosanitary Measures Agreement (SPS
Agreement) tentang Penilaian Risiko dan Penentuan Tingkat Perlindungan
Sanitary atau Phytosanitary yang Tepat, dimana pada Pasal 5.1 dan 5.2 SPS
Agreement menjelaskan bahwa tindakan yang dilakukan harus didasarkan
pada penilaian yang sesuai dengan keadaan dan risiko terhadap kehidupan atau
kesehatan manusia. Pun selanjutnya dalam Pasal 5.2 SPS Agreement
disebutkan bahwa terkait penilaian risiko atas tindakan pada Pasal 5.1 harus
mempertimbangkan bukti ilmiah yang tersedia. Sama seperti penjelasan pada
poin (e), lembaga-lembaga penting Amerika Serikat dan Eropa yang relevan
telah memberikan pendapat ilmiah mengenai penggunaan PRT dalam daging
unggas, dan tidak ada satupun yang berpendapat bahwa penggunaan PRT akan
berdampak buruk atau berbahaya bagi kesehatan masyarakat. Sehingga dapat
disimpulkan penolakan Komunitas Eropa akan impor daging unggas dari
Amerika Serikat tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat.

3. PENJELASAN PEMBELAAN (RESPONDEN)


3.1. PELANGGARAN TERHADAP PASAL 4.2 AGRICULTURE (sita)
Sebagaimana diatur dalam Pasal 4.2 Agreement on Agriculture mengenai
Market Access, bahwa negara tidak boleh mempertahankan, menggunakan, atau
kembali ke tindakan apa pun yang telah diminta untuk diubah menjadi bea cukai
biasa, kecuali ditentukan lain dalam Pasal 5 dan Lampiran 5. Ketentuan-ketentuan
ayat 2 Pasal 4 tidak akan berlaku sejak mulai berlakunya Persetujuan WTO untuk
setiap produk pertanian utama dan produk-produk yang dikerjakan dan/atau disiapkan
(produk-produk yang ditunjuk) sehubungan dengan kondisi-kondisi berikut yang
dipenuhi dengan (selanjutnya disebut sebagai perlakuan khusus ) :
(a) impor dari produk-produk yang ditentukan terdiri kurang dari 3% dari konsumsi
dalam negeri yang sesuai pada periode dasar 1986-1988 ;
(b) tidak ada subsidi ekspor yang diberikan sejak permulaan periode dasar untuk
produk-produk yang ditentukan;
(c) langkah-langkah pembatasan produksi yang efektif diterapkan pada produk
pertanian utama;
(d) produk-produk tersebut ditunjuk dengan simbol "ST-Lampiran 5" dalam Bagian
I-B Bagian I Jadwal Anggota yang dilampirkan pada Protokol Marrakesh, sebagai
subjek perlakuan khusus yang mencerminkan faktor faktor non-perdagangan, seperti
ketahanan pangan dan perlindungan lingkungan; Dan
(e) peluang akses minimum sehubungan dengan produk-produk yang ditunjuk sesuai,
sebagaimana ditentukan dalam Bagian I-B Bagian I dari Daftar Anggota yang
bersangkutan, dengan 4 persen dari konsumsi domestik periode dasar dari
produk-produk yang ditunjuk sejak awal tahun pertama periode implementasi dan
setelah itu, meningkat sebesar 0,8 persen dari konsumsi dalam negeri yang sesuai
pada periode dasar per tahun untuk sisa periode implementasinya.
Dalam kasus ini terjadi pelanggaran pada 4.2 agreement on Agriculture yaitu
adanya larangan impor, yang dimana penggunaan suntikan hormon pada industri
daging sapi Eropa sejak 1980-an menjadikan harga daging sapi Uni Eropa lebih mahal
daripada daging sapi Amerika Serikat. Hal itu menjadikan industri daging sapi Uni
Eropa tidak sekompetitif industri daging sapi Amerika Serikat. Dimana situasi
industri pada masa itu Uni Eropa merupakan pihak yang “menarik diri” dari
kompetisi, maka industri daging sapi Amerika Serikat mendapatkan keuntungan yang
lebih besar. Sedangkan di sisi lain, bagi Uni Eropa, hal itu mengakibatkan kerugian
dan tidak memaksimalkan keuntungan ekonomi mereka.

3.2. PELANGGARAN TERHADAP PASAL III:4 GATT 1994 (sita)


Dalam Pasal III GATT 1994 yang mengatur mengenai Perlakuan Nasional
tentang Peraturan dan Perpajakan Internal, selanjutnya pada Pasal III:4 - nya
dijelaskan bahwa produk-produk dari suatu negara yang diimpor ke dalam wilayah
negara lain harus diberikan perlakukan yang tidak kalah menguntungkannya dengan
yang diberikan kepada produk sejenis dari negara asal, sehubungan dengan semua
undang-undang, peraturan dan persyaratan yang mempengaruhi penjualan internal
mereka, penawaran untuk dijual, dibeli, diangkut, didistribusikan atau digunakan.
ketentuan-ketentuan ayat ini tidak menghalangi pemberlakuan bea angkutan internal
diferensial yang semata-mata didasarkan pada operasi ekonomis alat angkut dan
bukan pada kebangsaan produk.
Dengan mengutip penggalan kalimat “treatment no less favourable”
sebagaimana tercantum di dalam ketentuan tersebut di atas pada dasarnya memiliki
maksud bahwa dalam hal negara anggota Perjanjian WTO mengimpor produk dari
sesama negara anggota Perjanjian WTO lainnya, maka dengan demikian negara
pengimpor berkewajiban untuk memberikan produk impor tersebut perlakuan yang
tidak kurang menguntungkan (treatment no less favourable) sebagaimana yang
diberikan kepada produk domestik yang sejenis. Berkenaan dengan hal-hal yang
dimaksudkan lebih lanjut dalam Pasal III:4 GATT tersebut. Artinya, prinsip national
treatment berdasarkan Pasal III:4 GATT tidak mempermasalahkan manakala negara
bersangkutan memberikan produk impor persyaratan yang tidak identik sama dengan
yang diberikan kepada produk domestik sepanjang pemberian persyaratan yang
berbeda tersebut dimaksudkan dengan tujuan agar unsur memberikan treatment no
less favourable kepada produk impor menjadi terpenuhi mengingat memberikan
produk impor persyaratan yang identik sama sekali pun tidak menjamin terpenuhinya
unsur yang dimaksudkan oleh Pasal III:4 GATT tersebut.
Namun dalam kasus ini terjadi pelanggaran pada Pasal III:4 GATT yang
dimana sebelum larangan impor ini diberlakukan, Amerika Serikat merupakan
eksportir daging sapi yang terbesar di Uni Eropa. Tetapi di dunia, Amerika Serikat
bersaing dengan Uni Eropa, mengingat keduanya merupakan produsen dan eksportir
daging sapi terbesar di dunia. Pada setiap kondisi, kedua pihak mengetahui bahwa
mereka dapat mengontrol atau pun mempengaruhi harga (Pugel, 2004: 96). Tetapi hal
itu tidak semata-mata memberikan keuntungan. Dalam periode sebelum adanya
larangan impor, daging sapi Amerika Serikat lebih murah daripada daging sapi Uni
Eropa karena, akibat penggunaan hormon yang dimana bobot sapi bertambah 2
hingga 3 pon setiap minggunya, sehingga mengurangi biaya produksi hingga $80 per
kepala sapi (Spryn, t.t: 2). Larangan yang beredar akan penggunaan suntikan hormon
pada industri daging sapi Eropa sejak 1980-an menjadikan harga daging sapi Uni
Eropa lebih mahal daripada daging sapi Amerika Serikat.

3.3. PELANGGARAN TERHADAP PASAL X:1 GATT 1994 (difa)


Menurut Pasal X:1 GATT 1994 yang mengatur mengenai Publikasi dan
Administrasi Peraturan Perdagangan, bahwa peraturan atau keputusan administratif
yang berkaitan dengan klasifikasi produk untuk tujuan tarif bea, pajak, persyaratan,
pembatasan atau larangan atas impor atau ekspor yang mempengaruhi penjualan,
distribusi atau penggunaan lainnya, harus segera diterbitkan. Dan terkait perjanjian
yang mempengaruhi kebijakan internasional yang berlaku antara pemerintah atau
badan pemerintah lainnya juga harus dipublikasikan.
Berdasarkan pernyataan United States dalam penjelasan gugatannya yang
menyebutkan bahwa pihak Uni Eropa telah melanggar Pasal X:1 GATT 1994, atas
dasar tidak segera mempublikasikan ketentuan terkait persetujuan penggunaan
keempat bahan perawatan kimia Pathogen Reduction Treatments (PRTs) pada daging
unggas dan olahan daging unggas dari United States hingga harus menunda
pengeluaran ketentuan terkait selama enam tahun lamanya. Padahal dalam rentang
waktu setelah gugatan itu dilayangkan oleh United States, Uni Eropa segera
melakukan pengecekan kembali terkait apa saja yang perlu dibuktikan dengan
mengambil langkah mengeluarkan ketentuan peraturan oleh regulasi pemerintahan
terkait yang menjadi dasar dari pelaksanaan penolakan untuk digunakan bahan kimia
PRTs dalam daging unggas dan olahan daging unggas.

3.4. PELANGGARAN TERHADAP PASAL XI:1 GATT 1994 (difa)


Berdasarkan Pasal XI GATT 1994 yang mengatur terkait Penghapusan Umum
Pembatasan Kuantitatif, di mana pada Pasal XI:1 dijelaskan bahwa tidak ada larangan
atau pembatasan selain bea, pajak atau pungutan lain, baik yang diberlakukan melalui
kuota, izin impor atau ekspor atau tindakan lain yang ditujukan untuk negara lain.
Dalam hal ini, pengumuman perubahan kebijakan ekspor oleh Uni Eropa tidak
menyatakan adanya pembatasan dalam ekspor yang dimaksud. Ketidaksetujuan Uni
Eropa terhadap izin penggunaan bahan PRTs pada daging unggas dan olahan daging
unggas tidak dapat dikatakan sebagai larangan maupun hambatan karena prosedur
dilakukan dengan ketentuan yang sah, yaitu melalui mekanisme prosedural yang
diterbitkan oleh keputusan SCoFCAH (Standing Committee on the food Chain and
Animal Health) tanggal 2 Juni 2003.

3.5. PELANGGARAN TERHADAP PASAL 2.2 SANITARY AND


PHYTOSANITARY MEASURES (SPS) (jessy)
Menurut Pasal 2.2 Sanitary and Phytosanitary Measures Agreement (SPS
Agreement) tentang Hak dan Kewajiban Dasar yang menjelaskan tentang segala
aturan tentang SPS harus didasarkan pada prinsip-prinsip ilmiah dan tidak
dipertahankan tanpa bukti ilmiah yang memadai.
Uni Eropa mulai melarang penggunaan PRT untuk unggas domestik dan impor
pada tahun 1997. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa “pelaku usaha tidak
boleh menggunakan zat apa pun selain air minum”—atau, yang diizinkan, “air
bersih—untuk menghilangkan permukaan kontaminasi dari produk asal hewan”,
kecuali penggunaan zat lain secara khusus telah disetujui oleh UE. Amerika Serikat
seharusnya dapat memahami pengaturan Uni Eropa terkait penggunaan PRT, yang
dilarang bukan tanpa alasan. Masyarakat Eropa juga takut akan beredarnya hormon
melalui penggunaan PRT pada daging unggas. Walaupun penemuan ilmiah mengenai
penggunaan PRT masih jauh dari kelengkapan, namun Eropa memberlakukan
kebijakan ini untuk menghindari resiko penggunaan PRT dari kesehatan
masyarakatnya. Juga menurut Eropa, akibat adanya isu mengenai hormon seperti
dalam penggunaan PRT ini, terjadi overproduction dari produk daging sapi Uni Eropa
yang tentunya mengeluarkan banyak biaya pada Common Agricultural Policy.

3.6. PELANGGARAN TERHADAP PASAL 5.1 dan 5.2 SPS (jessy)


Menurut Pasal 5 Sanitary and Phytosanitary Measures Agreement (SPS
Agreement) tentang Penilaian Risiko dan Penentuan Tingkat Perlindungan Sanitary
atau Phytosanitary yang Tepat, dimana pada Pasal 5.1 dan 5.2 SPS Agreement
menjelaskan bahwa tindakan yang dilakukan harus didasarkan pada penilaian yang
sesuai dengan keadaan dan risiko terhadap kehidupan atau kesehatan manusia. Pun
selanjutnya dalam Pasal 5.2 SPS Agreement disebutkan bahwa terkait penilaian risiko
atas tindakan pada Pasal 5.1 harus mempertimbangkan bukti ilmiah yang tersedia.
Sama seperti poin 3.5, dapat dilihat bagaimana Masyarakat Eropa memiliki
ketakutan akan penggunaan PRTs pada daging unggas. Dibuatnya measures atau
aturan pelarangan penggunaan hormon pada daging unggas ini tentunya untuk
melindungi masyarakat Eropa dari resiko yang dapat timbul, yang bisa berdampak
buruk bagi kesehatan masyarakat, walaupun penemuan ilmiah mengenai hal ini belum
sepenuhnya lengkap.

3.7. PELANGGARAN TERHADAP PASAL 7 SPS (habibi)


Dalam Pasal 7 SPS Agreement ini mengatur mengenai Transparansi yang
menjelaskan bahwa negara harus memberitahukan setiap perubahan tindakan mereka
dan harus memberikan informasi tentang tindakan Sanitary and Phytosanitary yang
dilakukan sesuai dengan Annex B.
Setelah diadakannya penelitian ilmiah mengenai bahan-bahan dalam PRTs
yang membuktikan bahwa benar bahan-bahan tersebut berbahaya dan tidak aman bagi
manusia, oleh karenanya European Communities membatasi penggunaan bahan
tersebut dalam daging unggas dan olahan daging unggas, termasuk kebijakan impor
masuk ke dalam negara-negara European Communities, dan langsung
mempublikasikan tentang aturan baru tersebut kepada para negara ekspor.

3.8. PELANGGARAN TERHADAP PASAL 8 SPS (habibi)


Dalam Pasal 8 SPS Agreement tentang Prosedur Pengawasan, Pemeriksaan,
dan Persetujuan yang berisi bahwa negara harus memenuhi ketentuan-ketentuan
dalam Annex C dalam pengoperasian prosedur kontrol, inspeksi, dan persetujuan,
termasuk sistem nasional untuk menyetujui penggunaan bahan tambahan atau untuk
menetapkan toleransi terhadap kontaminan dalam makanan, minuman, atau bahan
pakan.
Dalam Annex C:1 sub (a) mengatakan bahwa “prosedur tersebut dilakukan dan
diselesaikan tanpa penundaan yang tidak semestinya dan dengan cara yang tidak
kurang menguntungkan bagi produk impor dibandingkan dengan produk dalam
negeri.” (terjemahan DeepL)
Tidak adanya perbedaan/diskriminasi prosedur EC dalam perlakuannya
terhadap barang impor maupun barang lokal, semuanya menggunakan standar yang
sama tanpa membeda-bedakan bahwa barang tersebut merupakan barang lokal
ataupun barang impor. Karena memang disini tujuan dari EC, melakukan pembatasan
atau perubahan standar terhadap daging unggas dan olahan daging unggas ialah
sejatinya untuk melindungi para warganya dari berbahayanya bahan-bahan yang
terkadung dalam PRTs.

3.9. PELANGGARAN TERHADAP PASAL 2.1 Technical Barriers to Trade


(TBT) Agreement (adit)
Berdasarkan Pasal 2.1 TBT Agreement mengenai Persiapan, Pengesahan, dan
Penerapan Peraturan Teknis oleh Badan Pemerintah Pusat bahwa sehubungan dengan
peraturan teknis, produk yang diimpor dari wilayah negara manapun, negara harus
memastikan untuk memberikan perlakukan yang sama menguntungkannya dengan
yang diberikan pada produk serupa dari negara asal maupun negara lainnya. Dalam
kasus ini, pelarangan eropa untuk impor daging dan unggas dari Amerika Serikat
merupakan bentuk dari diskriminasi perdagangan internasional. Uni Eropa dengan
landasan adanya mikroba dalam daging dan unggas dirasa tidak masuk akal oleh
Amerika Serikat yang telah melakukan inspeksi hewan ekspor secara ketat merasa
dirugikan atas kebijakan yang dikeluarkan oleh Uni Eropa. Dicurigai kebijakan ini
digunakan sebagai barriers yang diberikan oleh Uni Eropa untuk melindungi industri
perdagangan bahan makanan hewani milik negara-negara Uni Eropa. Hal ini tentu
saja menyalahi prinsip National Treatment dalam kebijakan GATT yang mendukung
Non-Discrimination pada perdagangan internasional. Dalam artikel XX WTO
mengenai exceptional clause, alasan yang digunakan oleh Uni Eropa dalam
membatasi impor perdagangan daging dan unggas dari Amerika Serikat tidak
memenuhi persyaratan di dalamnya dan diskriminasi ini tentu saja merugikan
Amerika Serikat selaku negara pengimpor daging dan unggas yang tidak dalam
keadaan darurat penyakit (disease) sehingga tidak valid alasan yang dimiliki Uni
Eropa. Penggunaan pasal Technical Barriers to Trade ini pantas digunakan dalam
argumentasi yang dimiliki oleh Amerika Serikat untuk menanggulangi kebijakan
diskriminatif dari Uni Eropa ini.

4. ANALISA ARGUMEN PENYELESAIAN SENGKETA


(rifky) Setiap hukum memiliki skema mekanismenya tersendiri dalam
penyelesaian sengketa masalah yang memberikan kepastian dalam melaksanakan
hukum tersebut. Di dalam WTO sendiri terdapat sebuah badan yang bertugas untuk
menyelesaikan perselisihan yang bernama Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute
Settlement Body). Badan Penyelesaian Sengketa memiliki kewenangan untuk
mempertimbangkan perkara dan menerima atau menolak temuan panel atau hasil
banding. Selain itu Badan Penyelesaian Sengketa juga memantau pelaksanaan putusan
dan rekomendasi serta, memiliki kekuatan untuk mengizinkan pembalasan ketika
suatu negara tidak mematuhi putusan. Berdasarkan pasal 1111 GATT 1947 sistem
penyelesaian sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa WTO ini diatur pada
Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of Dispute.
Lembaga tersebut merupakan bagian dari Dewan Umum atau General Council WTO
sehingga semua negara terikat dan mempunyai hak yang sama untuk menggunakan
eksistensi dari badan penyelesaian sengketa ini.
Dalam prosedur penyelesaian sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa
juga diatur dalam Pasal 3 ayat 1 Understanding on Rules and Procedures Governing
the Settlement of Dispute dimana dalam sengketa antar negara dapat diatasi melalui
proses politis diplomatik yakni secara non-yudisial atau sebagai alternatif, dapat pula
dilaksanakan secara yudisial (hukum). Jalur non-yudisial adalah penyelesaian yang
dilakukan melalui proses politis-diplomatis. Dalam bentuk yang lebih fleksibel dan
saling melengkapi, serta dengan ketentuan prosedural yang lebih luwes, penyelesaian
sengketa dapat diselesaikan oleh pihak yang bersengketa sendiri tanpa keterlibatan
pihak lain yakni melalui proses negosiasi. Dengan proses negosiasi ini maka sengketa
diselesaikan melalui pendekatan non-yudisial yang berdasarkan atas pertimbangan
politis antara pihak yang bersengketa dengan menggunakan mekanisme diplomatik.
Cara penyelesaian sengketa yang diselesaikan antara pihak yang bersengketa sendiri,
yakni:
1. Konsultasi (Consultations) (shab)
Konsultasi merupakan tahap pertama dalam upaya penyelesaian sengketa
yang mana dapat berlangsung secara formal maupun informal. Pengaturan terkait
konsultasi terdapat dalam Understanding on Rules and Procedures Governing the
Settlement of Dispute Pasal 4. Gary Horlick berpendapat terkait urgensi
konsultasi sebagai salah satu tonggak penting dalam WTO yang berfungsi
sebagai “peristiwa pemaksa tindakan” bagi para pihak yang bersengketa untuk
memikirkan kembali manfaat dari kasus mereka dan keinginan untuk melangkah
maju.
Dalam Sengketa Unggas tentang Perawatan Penggunaan Patogen antara
USA dengan Uni Eropa, USA telah mengajukan permohonan konsultasi pada
tanggal 16 Januari 2009. USA berdalih dalam permohonannya bahwa
pembatasan impor unggas yang dilakukan Uni Eropa dan larangannya terhadap
PRT pengolahan unggas telah melanggar kewajiban WTO Uni Eropa di bawah
Perjanjian tentang Penerapan Tindakan Sanitasi dan Fitosanitasi (SPS) tepatnya
di Pasal 2.2, yang hanya mengizinkan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk
melindungi kehidupan atau kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan didasarkan
prinsip ilmiah, Pasal 5 SPS yang meregulasi tentang penilaian risiko dan
penentuan tingkat perlindungan SPS yang sesuai, juga Pasal 8 SPS tentang
prosedur kontrol, inspeksi, dan persetujuan, yang bertujuan untuk melakukan
impor tidak kurang menguntungkan daripada produk dalam negeri, serta yang
terakhir melanggar kewajiban dalam Pasal 2 Perjanjian tentang Hambatan Teknis
Perdagangan (TBT).
Permohonan Konsultasi USA disetujui dan akhirnya dilakukan konsultasi
awal oleh kedua belah pihak pada Oktober 2009. Namun konsultasi tersebut tidak
menghasilkan titik terang. USTR justru meminta WTO untuk membentuk panel
penyelesaian sengketa terkait pembatasan impor unggas yang dilakukan Uni
Eropa.

2. Jasa Baik, Konsiliasi, dan Mediasi (Good Offices, Conciliation and


Mediation) (fadly)
Jasa baik dalam GATT merupakan cara penyelesaian sengketa dalam
bentuk yang non-yudisial dengan bantuan pihak ketiga yang dianggap netral.
Konsiliasi dalam GATT ialah keikutsertaan pihak ketiga yang bertugas
untuk menjelaskan fakta yang berkaitan dengan sengketa dan menyusun
laporan yang berisi usulan mengenai penyelesaian yang dianggap dapat
diterima walaupun usulan tersebut tidak mengikat.
Mediasi dalam GATT adalah proses penyelesaian sengketa dimana
pihak ketiga ikut serta dalam proses perundingan, namun pengambilan
keputusan untuk menyelesaikan sengketa tersebut berada pada pihak yang
bersangkutan
Pada kasus antara USA dan Uni Eropa ini, tidak terjadi proses jasa
baik, konsiliasi, maupun mediasi. Setelah konsultasi yang tidak menemukan
titik terang, USTR justru meminta WTO untuk membentuk panel penyelesaian
sengketa terkait pembatasan impor unggas yang dilakukan Uni Eropa.

Sedangkan dalam penyelesaian secara yudisial merupakan penyelesaian


sengketa dalam bentuk yang jauh lebih formal dan yang secara langsung aktif
melibatkan pihak ketiga dapat berupa arbitrase atau berupa judicial settlement.
Dengan menggunakan jalur ini maka hasil dari proses penyelesaian sengketa yang
ditempuh ditetapkan oleh pihak ketiga dan berlaku secara mengikat. Dengan demikian
maka jalur ini merupakan jalur yuridis. Penyelesaian sengketa yang dipilih melalui
jalur arbitrase maupun jalur judicial settlement merupakan jalur yudisial yang sifatnya
suatu tribunal berupa:

1. Pembentukan Panel (Establishment of Panels) (alvaro)


Pembentukan Panel dalam GATT merupakan mekanisme penyelesaian
sengketa yang dapat diajukan apabila penyelesaian Sengketa melalui
konsultasi, konsiliasi, jasa baik, dan Mediasi tidak berjalan dengan lancar.
Namun terdapat pengecualian apabila terdapatnya hal yang mendesak
sehingga penyelesaian sengketa dengan pembentukan panel dapat diajukan
dengan ketentuan jika konsultasi telah gagal menyelesaikan sengketa dalam
jangka waktu 20 hari setelah diterimanya permintaan.
Contoh hal yang mendesak seperti barang-barang yang mudah rusak.
Pembentukan panel yang merupakan bentuk pengajuan oleh Negara-negara
yang sedang berselisih. Dalam panel tersebut terdapat CONTRACTING
PARTIES yang tugasnya adalah melakukan penyelidikan, dan memberikan
rekomendasi atau putusan bagi Negara-negara yang bersangkutan. Dan dalam
panel tersebut terdapat para ahli yang dapat membantu memutuskan
perselisihan yang sedang terjadi. Dalam kasus ini USTR menyimpulkan
bahwa masalah ini tidak dapat diselesaikan melalui negosiasi lebih lanjut dan
memulai permintaannya untuk membentuk panel WTO untuk menentukan
apakah Uni Eropa bertindak secara konsisten
Lalu Amerika Serikat mengajukan dispute settlement Pada April 1996
untuk menangani kasus ini. Pengajuan ini didasarkan karena Amerika Serikat
merasa bahwa kebijakan larangan impor yang telah dikeluarkan oleh Uni
Eropa tidaklah konsisten konsisten dan tidak sesuai dengan obligasi WTO di
bawah Kesepakatan SPS (Johnson & Hanrahan, 2010: 11). walaupun dengan
pengajuan panel tersebut tidak membuat Uni Eropa goyah dan tetap
mempertahankan larangan impor yang sudah ditetapkan. Setahun telah berlalu
panel dispute settlement WTO pun mengeluarkan putusannya dan menyatakan
bahwa larangan impor oleh Uni Eropa telah melanggar ketentuan dari
kesepakatan SPS Agreement yaitu
● Larangan impor oleh Uni Eropa dinyatakan telah melanggar ketetapan
SPS karena tidak sesuai dengan standar maupun pedoman
Internasional( Diatur dalam Artikel 3 ayat 1 SPS Agreement)
● Larangan impor oleh Uni Eropa dinyatakan tidak sesuai dengan teknik
risk agreement yang telah ditetapkan dan dikembangkan oleh
organisasi internasional (Diatur dalam Artikel 5 ayat 1 SPS Agreement)
● Larangan impor oleh Uni Eropa dinyatakan bersifat Diskriminatif
(Diatur dalam Artikel 5 ayat 5 SPS Agreement)
Kemudian Uni Eropa diberi waktu 15 bulan oleh WTO untuk menjalankan
risk assessment mengenai suntikan hormon pada daging. namun sayangnya
Uni Eropa tetap tidak mengubah kebijakannya.

2. Badan Banding (Appellate Body) (saddam)


Dalam sengketa tentu pihak-pihak yang terkait dapat mengajukan
banding. DSU mensyaratkan banding agar dibatasi untuk memperjelas
interpretasi hukum atau pasal dalam perjanjian WTO. Namun, banding tidak
dapat diajukan apabila untuk mengubah bukti-bukti yang ada ataupun
memunculkan bukti baru. Dalam banding tidak boleh terdapat proses
pemeriksaan lebih dari 60 hari, sejak para pihak memberitahukan secara
formal keinginannya untuk banding. Tapi jika AB beranggapan jangka
waktunya tidak cukup untuk mendapat laporannya, maka dapat diperpanjang
menjadi 90 hari. Untuk hal ini, harus secara tertulis harus memberitahu DSB
bersama-sama disertai dengan alasan perpanjangan dan juga menyebutkan
kapan laporan akan diberikan.
Tiga dari tujuh orang anggota tetap AB akan meneliti setiap adanya
permohonan banding. Putusan yang dikeluarkannya dapat berupa penegakan,
penundaan atau perubahan atas suatu putusan panel. Kemudian, hasil dari
penyelidikan itu disampaikan dan disahkan oleh DSB. Namun demikian,
laporan dan pengesahan putusan dan rekomendasi AB dapat saja dicegah
apabila para pihak setuju untuk tidak disahkan. Sehingga, apabila Amerika
merasa alasan ataupun interpretasi hukum dari European Communities dalam
pelarangan tersebut kurang jelas. Maka Amerika dapat mengajukan banding.

Analisis Kesimpulan
Penyelesaian sengketa perdagangan internasional yang berkaitan dengan
sanitary and phytosanitary telah diatur dalam SPS Agreement Article 11
tentang Consultations and dispute settlement. Sistem Penyelesaian Sengketa
berfungsi untuk melindungi hak dan kewajiban Anggota berdasarkan WTO
Agreement (Pasal 3.2 DSU). Putusan-putusan badan-badan yang terlibat (DSB,
Appellate Body, panel dan arbitrase) dimaksudkan untuk mencerminkan dan
menerapkan dengan benar hak dan kewajiban sebagaimana ditetapkan dalam
WTO Agreement. Mereka tidak boleh mengubah ketentuan WTO yang berlaku
di antara para pihak atau, dalam kata-kata DSU, menambah atau mengurangi
hak dan kewajiban yang diberikan dalam WTO Agreement (Pasal 3.2 dan 19.2
dari DSU).
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai