Anda di halaman 1dari 3

SENGKETA DAGANG ANTARA AMERIKA SERIKAT DAN UNI EROPA TERKAIT PRODUK GMF

(GENETICALLY MODIFIED FOOD)

rekayasa genetika dan penghasil produk Genetically Modified Food (GMF) terbesar. Pada tahun
1994, lahan pertanian tanaman rekayasa genetika di Amerika dibuka secara komersil untuk
pertama kalinya. Namun pada tahun 1996 baru lah produk GMF mulai dimaksimalkan
pemasarannya ke berbagai negara di dunia, diantaranya ke wilayah Asia, Eropa, dan Afrika.
Peringkat tiga teratas produk GMF yang mendominasi pasar adalah jagung, kedelai, dan kapas. Uni
Eropa merupakan salah satu kawasan yang menjadi sasaran penyebaran produk GMF dari Amerika,
karena Uni Eropa merupakan importir produk pertanian dan makanan terbesar di dunia.
Permasalahan dalam impor produk GMF muncul ketika pada tahun 1996, Jerman membatalkan
pemesanan kedelai sebanyak 650.000 ton karena khawatir kedelai tersebut merupakan hasil
rekayasa genetika. Padahal sebelumnya, Uni Eropa menyetujui dan menerima kedelai dan jagung
produk GMF tersebut dengan syarat Amerika memisahkan produk hasil rekayasa genetika dan
produk konvensional. Namun, Amerika Serikat dan Uni Eropa memiliki pandangan yang berbeda
tentang produk GMF. Amerika menganggap bahwa dengan menggabungkan DNA dari beberapa
spesies melalui kecanggihan teknologi, produk yang dihasilkan akan menjadi lebih baik
dibandingkan dengan produk konvensional. Sedangkan negara- negara yang tergabung dalam Uni
Eropa beranggapan bahwa produk tersebut dapat membahayakan kesehatan manusia dan
lingkungan.

Anggapan tersebut membuat negara anggota Uni Eropa menuntut Uni Eropa untuk
mengembangkan sistem regulasi yang lebih kuat. Dari tuntutan negara anggotanya tersebut, maka
pada bulan Maret 2001, Uni Eropa mencabut dan mengganti Directive 90/220/EEC menjadi
Directive 2001/18/EC. Directive 90/220/EEC berbunyi bahwa setiap negara anggota
dimungkinkan untuk menarik produk GMF jika memiliki kekhawatiran tentang kesehatan dan
dampak lingkungan yang mungkin terjadi. Pasal ini digantikan dengan Directive 2001/18/EC yang
terdapat kriteria yang lebih ketat untuk persetujuan produk rekayasa genetika, termasuk spesifik
perlindungan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Selain dua peraturan yang telah disebutkan di atas, ada peraturan 1829/2003/EC yang
menetapkan bahwa perusahaan yang ingin memasarkan produk GMF harus terlebih dahulu
mendapatkan izin tertulis, sesuai dengan Pasal 6 dari Directive 2001/18/EC. Ekspor pertanian
Amerika ke Uni Eropa mengalami penyusutan. Kerugian dari penolakan jagung ekspor Amerika
diperkirakan sekitar US $ 200 juta per tahun. Antara tahun 1997 dan 1998, ekspor kedelai turun
dari US $ 2,6 Miliar menjadi US $ 1 Miliar.

Produk Genetically Modified Food (GMF) Amerika Serikat masuk di pasar Eropa sejak tahun 1996
dalam bentuk olahan. Contohnya tomat dalam bentuk puree dan kedelai dalam bentuk makanan
olahan sup. Namun, pada tahun 1996, Jerman secara tiba-tiba membatalkan pesanan kedelai
sebanyak 650.000 ton karena alasan khawatir bahwa kedelai tersebut telah mengalami perubahan
gen. Padahal, pada tanggal 23 April 1990, Uni Eropa telah mengadopsi Directive 90/220 untuk
menyetujui budidaya komersial tanaman rekayasa genetika. Namun pada pasal 16 Directive
90/220 memungkinkan negara-negara anggota untuk memblokir impor produk rekayasa genetika
jika dianggap merugikan bagi bangsanya. Peraturan itulah yang diadopsi oleh Jerman untuk
membatalkan pesanan kedelainya kepada Amerika Serikat.

Kemudian pada tahun 1999, lima negara anggota Uni Eropa, yaitu Denmark, Perancis, Yunani, Italia,
dan Luksemburg mengajukan moratorium guna menginginkan pelabelan produk Genetically
Modified Food (GMF). Selain lima negara tersebut, Jerman, Austria, dan Italia juga melarang
beberapa tanaman jagung yang sebelumnya sudah disetujui oleh Uni Eropa. Perancis, Austria,
Finlandia, Luksemburg, Denmark, Italia, Belanda, dan Swedia pada tahun 2001 menolak rencana
Komisi Eropa untuk memulai kembali proses persetujuan GMF. Negara-negara tersebut
menegaskan bahwa peraturan penelusuran dan pelabelan harus ada sebelum moratorium dicabut.

Negara anggota Uni Eropa banyak yang tidak setuju dengan ekspor GMF Amerika Serikat. Sehingga
dibentuk beberapa lembaga yang memiliki peran dalam regulasi GMF. The EU Commission, the
Supranational Body of Individual Administrators yang merupakan badan eksekutif Uni Eropa
bertanggung jawab atas proposal kebijakan dan pelaksanaan. Komisi terdiri dari satu komisaris
dari masing-masing 27 negara anggota Uni Eropa. Presiden Komisi dipilih oleh EU Council
sementara komisaris lainnya dipilih oleh pemerintah anggota. Selain lembaga tersebut, Uni Eropa
memiliki dokumen pedoman koeksistensi bioteknologi dan tanaman konvensional. Sehingga negara
anggota Uni Eropa seperti Perancis, Spanyol, Denmark, Jerman, Italia, Belanda, dan Austria telah
menyusun Undang-Undang koeksistensi baru. Mereka memerlukan kontrol yang luas, pemantauan,
pelaporan penanaman tanaman bioteknologi. Peraturan tersebut mencegah adanya tanaman
bioteknologi dalam Uni Eropa.

Amerika Serikat dan Uni Eropa memiliki pandangan dan peraturan yang berbeda mengenai
tanaman bioteknologi yang mana dimaksud dalam tulisan ini adalah GMF. Pada tanggal 26 Juni
1986, Pemerintah Amerika Serikat mengadopsi Coordinated Framework untuk peraturan
bioteknologi, pengaturan tugas regulasi khusus untuk badan-badan federal, dan menetapkan dasar
untuk peraturan berikutnya yang menyatakan varietas tanaman rekayasa genetika menjadi mirip
secara substansial dengan varietas konvensional. Kemudian pada tanggal 23 April 1990, Uni Eropa
mengadopsi Regulation 90/220 untuk menyetujui budidaya komersial tanaman rekayasa genetika.
Namun pada pasal 16 Directive 90/220memungkinkan negara- negara anggota untuk memblokir
impor produk rekayasa genetika jika dianggap merugikan bagi bangsanya.

Selanjutnya pada 27 Januari 1997, Uni Eropa mengadopsi Regulation 258/97/EC, the Novel Foods
Regulation, mewajibkan pelabelan produk yang mengandung bahan rekayasa genetika. Bulan
Februari, Austria menggunakan Pasal 16 dari Directive 90/220 dan melarang jagung Novartis Bt
176. Lima negara lainnya yaitu Perancis, Jerman, Yunani, Italia, dan Luksemburg juga melarang
delapan varietas tanaman rekayasa genetika. Bulan Oktober, Uni Eropa menyetujui otorisasi
tanaman rekayasa genetika di bawah Directive 90/220 tetapi pengaplikasiannya ditunda selama
enam tahun.

Pada tanggal 15 Juni 1999, European Union Environment Council (EUEC) mengumumkan tidak
akan mengotorisasi tambahan varietas tanaman rekayasa genetika untuk budidaya atau
dimasukkan ke dalam produk makanan sampai peraturan yang lebih ketat diadopsi. Kemudian Uni
Eropa mengganti Directive 90/220 dan memberlakukan Directive 2001/18/EC pada tanggal 12
Maret 2001 yang lebih ketat aturannya dalam menyetujui produk rekayasa genetika, termasuk
spesifik perlindungan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan, baik secara langsung maupun
tidak langsung.

Dari keputusan Uni Eropa dan negara-negara anggotanya tersebut, Amerika Serikat merasa
dirugikan karena ekspornya ke Uni Eropa mengalami penurunan. Sehingga, Amerika Serikat
melaporkan Uni Eropa ke World Trade Organization (WTO) pada tanggal 13 Mei 2003. Amerika
Serikat melaporkan Uni Eropa kepada World Trade Organization (WTO) dengan alasan Uni Eropa
telah memberlakukan larangan de facto pada persetujuan impor transgenik. Amerika Serikat
menyatakan bahwa tindakan tersebut telah membatasi impor produk pertanian dan makanan dari
Amerika sejumlah US $ 300 juta per tahun. Selain itu, Amerika juga berpendapat bahwa larangan
Uni Eropa tidak hanya mempengaruhi ekspor pertanian AS ke Eropa, tetapi juga mencegah negara-
negara lain untuk menerima produk GMF. Uni Eropa dianggap telah melanggar perjanjian WTO
pada penerapan Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS). Untuk menyelesaikan sengketa
dagang antara Amerika Serikat dan Uni Eropa tentang produk GMF ini melalui WTO. Penyelesaian
kasus ini harus melewati beberapa tahapan.

Uni Eropa, melalui komisi perdagangan, harus lebih aktif untuk mencari mitra-mitra dagang
potensial, serta mempercepat proses negosiasi yang saat ini sedang berjalan dengan cara mencari
jalan terbaik demi kepentingan Uni Eropa. Perlu dilakukan komunikasi yang intensif dengan negara
mitra dagang potensial untuk mempercepat proses negosiasi. Uni Eropa juga harus bersedia
membuka diri untuk mengakomodasi kepentingan mitra dagang potensial. Uni Eropa harus
memaksimalkan upaya untuk mencapai tujuan kebijakan ini yaitu pertumbuhan ekonomi dan
lapangan pekerjaan. Memperbanyak mitra dagang Uni Eropa, maka pengaruh Uni Eropa akan
semakin kuat dalam perdagangan global sehingga perekonomian dunia semakin baik.

Anda mungkin juga menyukai