Anda di halaman 1dari 9

Setiap hari rokok menyebabkan kematian atas sekitar 1000 orang Amerika.

Rata-rata
lima setengah menit masa hidup berkurang untuk setiap batang rokok yang dihisap. Meskipun
merokok di kalangan pria dewasa telah mengalami penurunan, namun jumlah perempuan dewasa
dan anak-anak yang merokok semakin bertambah. Kerugian ekonomi tidak langsung akibat
penurunan produktivitas dan penurunan pendapatan diperkirakan mencapai sebesar $37 miliar
setahun, dan kerugian ekonomi total diperkirakan mencapai $65 miliar setahun.
Namun demikian, industri tembakau terus memperoleh kenaikan pendapatan sebesar 2
sampai 3 persen per tahun, dan keuntungan yang didapat juga terus naik. Meskipun jumlah rokok
yang dijual di Amerika mencapai puncaknya pada tahun 1981, namun industri ini terus
memperoleh tambahan keuntungan dari pemotongan biaya, kenaikan harga, dan ekspansi ke
pasar luar negeri.
Philip Morris, produsen rokok terbesar di dunia, melaporkan nilai keuntungan sebesar 5,4
miliar tahun 1998 dari pendapatan sebesar $74,4 miliar. Philip Morris mempunyai perusahaan
rokok terbesar, perusahaan makanan terbesar, dan perusahaan bir terbesar kedua di Amerika
dengan tenaga kerja lebih dari 144.000 orang. Sebelum tahun 1970-an, hampir seluruh
pendapatan Philip Morris diperoleh dari tembakau.
Philip Morris membeli perusahaan Miller Brewing tahun 1970. Pada tahun 1985,
perusahaan membeli General Food senilai $5,7 miliar; tahun 1988, membayar 913 miliar untuk
membeli Kraft yang selanjutnya menjadi perusahaan makanan terbesar di Amerika; tahun 1990
membeli Suchard, sebuah perusahaan kopi dan gula-gula Swiss sebesar $3,8 miliar; tahun 1993
membeli bisnis-bisnis sereal siap saji RJR Nabisco sebesar $448 juta; dan tahun 1994 membeli
Cirkel AB, sebuah perusahaan kopi dan rempah-rempah Swiss.
Para aktivis menuduh perusahaan ini melakukan pencucian uang yang diperoleh dari
bisnis rokok dengan menggunakannya untuk membeli bisnis-bisnis kecil dan murah. Di antara
merek-merek rokok terkenal yang diproduksi perusahaan ini adalah: Alpine, Benson & Hedges,
Cambridge, Marlboro, Merit, Parliament, Players, PM, dan Virginia Slims. Merek bir yang
dipasarkan termastrk Genuine Draft, High Life, Leinenkugel, Lowenbrau, Meister Brau, Miller,
dan Milwaukee's Best. Sedangkan merek-merek produk makanan termasuk produk sereal Post,
produk roti Entenmann dan Freihofer, kue-kue ]ell-O, makanan beku Birds Eye, kopi
Maxwell House, keju Velveta, Cracker Barrel, dan Churny, produk daging Oscar Mayer, dan
acar Claussen.

1
Tahun 1998, bisnis tembakau perusahaan ini mewakili 57 persen dari keuntungan total;
produk makanan 37 persen, dan produk bir 4 persen. Bisnis makanan dan bir sesungguhnya
merupakan penghambat keuntungan bisnis rokok. Perusahaan makanan Philip Morris, meskipun
tidak merugi, sesungguhnya tidak memberikan kenaikan substansial atas pangsa pasar mereka.
Maxwell House, merek kopi unggulan mereka, kalah bersaing dengan produk Folger dari Procter
& Gamble, dan Post Cereals kalah bersaing dengan sereal Kellogg's dan General Mills.
Para manajer Philip Morris merasa bahwa bisnis makanan sangat sulit ditangani.
Perusahaan makanan Philip Morris berusaha meyakinkan konsumen untuk tidak
mengkhawatirkan teknologi baru yang digunakan perusahaan-misalnya iradiasi, yang dipakai
untuk mengawetkan makanan, dan rekayasa genetika, yang merupakan proses dasar dalam
pengembangan bahan makanan baru yang dipakai perusahaan. Meskipun sejumlah perusahaan
makanan menginformasikan pada konsumen produk-produk apa saja yang dibuat dari hasil
rekayasa genetika atau yang dibuat dengan menggunakan proses iradiasi, Philip Morris tidak
melakukannya.
Perusahaan bir terbesar yang menguasai 79 persen pasar industri bir tahun 1998 adalah
Anheuser-Busch dengan 46,6 persen dan Miller Brewing dengan 21 persen. Total volume
penjualan bir mengalami penurunan dari 202,7 juta barrel tahun 1.997 menjadi 200,3 juta barrel
tahun 1998. Miller Brewing Company hanya menjual 42,7 juta barrel tahun 1998, turun 2,3
persen dari tahun 1997, dan pangsa pasamya turun dari 21,8 persen tahun 1998. Menjelang tahun
1999, Cina telah menjadi pasar bir terbesar kedua di dunia dan mengambil alih pasar Amerika
tahun 2000. Eropa Timur adalah benteng industri bir dan kondisi demografi yang
menguntungkan serta kenaikan perekonomian menjadikan Amerika Latin sebagai pilihan
menarik bagi Philip Morris.
Namun bisnis paling sukses Philip Morris masih bisnis rokok. Tahun 1998, tembakau
merupakan industri dengan nilai 953 miliar di Amerika, dan rokok mewakili 94 persen dari
jumlah total. Tahun 1998, warga Amerika mengkonsumsi 420 miliar rokok. Merek "Marlboro"
dari Philip Morris, merek dengan penjualan paling tinggi di dunia, menguasai 34 persen pasar
Amerika 8,1 miliar bungkus-turun dari 35 persen tahun 1997. Semenjak tahun 1981, saat warga
Amerika mengonsumsi 640 miliar rokok, tingkat konsumsi ini terus mengalami penurunan
sekitar 2 persen per tahun. Keempat perusahaan rokok terbesar yang menguasai sekitar 98 persen
pasar domestik tahun 1998 adalah: Philip Morris (49,5 persen), R. J' Reynolds Tobacco

2
Company (24 persen), Brown & Williamson (15,3 persen), dan Lorillard (9 persen). Persaingan
di antara keempat perusahaan ini sangat ketat.
Namun persaingan bukan faktor utama yang mengancam bisnis tembakau Philip Morris.
Semenjak tahun 1950-an, industri tembakau telah banyak mendapat kritik dari berbagai hasil
penelitian yang mengaitkan merokok dengan penyakit kanker paru-paru dan penyakit paru-paru
kronis lain, penyakit jantung, dan cacat lahir. Tahun 1991, US Environmental Protection Agency
mengeluarkan laporan tentang risiko yang diterima oleh orang-orang bukan perokok. Sebagai
reaksi terhadap hasil temuan baru ini, beberapa pemerintah lokal menetapkan peraturan dilarang
merokok di tempat-tempat umum dan di tempat kerja, dan perusahaan penerbangan menerapkan
larangan merokok di semua penerbangan komersial di Amerika.
Tahun 1994, pemerintah mengalihkan perhatian pada sifat adiktif rokok yang
mengakibatkan kecanduan. Pihak US. Surgeon General sebelumnya telah mengeluarkan laporan
hasil penelitian tahun 1988 yang menyatakan bahwa zat nikotin menyebabkan kecanduan. Pada
tahun 1994, Kongres melaksanakan dengar pendapat tentang apakah nikotin dalam rokok
merupakan zat adiktif dan apakah industri rokok memanipulasi kadar nikotin dalam rokok.
Dalam peristiwa itu, William Campbell, pimpinan unit tembakau Philip Morris, di bawah
sumpah menyatakan menolak bahwa nikotin adalah zat adiktif dan mengatakan bahwa
perusahaan tidak memanipulasi atau pun mengendalikan kadar nikotin dalam rokok.
Pada tanggal 1 April 1994, anggota Kongres Henry A. Waxman mengurnumkan bahwa
komisi yang diketuainya menemukan bukti bahwa Philip Morris menyembunyikan laporan
penelitian tahun 1983 oleh Dr. Victor DeNoble yang memberikan bukti definitif tentang tikus
percobaan yang kecanduan tembakau, dan bahwa Philip Morris, semenjak saat itu mengetahui
bahwa tembakau bersifat adiktif.
Temuan Waxman diperkuat ketika FDA, pada tanggal 19 Maret 1996, mempublikasikan
pernyataan dari dua peneliti dan seorang manajer pabrik Philip Morris yang bertentangan dengan
kesaksian Campbell. Jerome Rivers, manajer pabrik, menjelaskan proses pemanufakturan yang
rumit dimana kadar nikotin dalam tembakau dimonitor dengan cermat dan tembakau-tembakau
yang kadar nikotinnya di luar spesifikasi ditarik dan diproses ulang.
Pada akhir tahun 1998, sekitar 510 kasus diajukan terhadap Philip Morris (naik dari 375
kasus tahun 1996 dan 185 kasus tahun 1996) yang meminta ganti rugi, dan dalam beberapa kasus
tertentu, menuntut hukuman karena pengaruh-pengaruh kesehatan dan penyakit yang dianggap

3
disebabkan oleh asap rokok. Meskipun pelanggan yang merasa dirugikan menuntut ratusan kali,
namun perusahaan belum pernah kalah dalam kasus-kasus besar sebelum tahun 1998, meskipun
acapkali kemenangan tersebut di tingkat banding. Di antara sistem bertahan yang digunakan
Philip Morris dalam sidang adalah argumen yang didasarkan pada peraturan Federal Cigarette
labeling and Adaertising Act tahun 1965, yang melindungi perusahaan dari klaim-klaim bahwa
perusahaan dinilai gagal memberikan peringatan pada para perokok bahwa rokok berbahaya dan
lima kasus pengadilan federal berhasil dimenangkan dengan menggunakan argumen tersebut.
Namun pada bulan Februari 1999, juri San Francisco mengabulkan ganti rugi pada seorang
Perempuan yang mengalami kanker paru-paru yang tidak dapat dioperasi sebesar S51,1 juta
dalam suatu tuntutan yang diajukan terhadap Philip Morris. Pada bulan Maret 1999, juri di
Portland, Oregon, mengabulkan ganti rugi $80,3 juta pada seorang pria yang meninggal karena
kanker paru-paru tahun 1997 setelah seumur hidupnya merokok Marlboro. Ganti rugi tersebut
dikurangi menjadi $32,8 juta oleh hakim. Pada bulan Juli 1999, dalam fase pertama dari tiga fase
tuntutan hukum di Florida yang diajukan 500.000 perokok Florida yang sakit, enam juri
menyimpulkan bahwa perusahaan-perusahaan rokok memasarkan produk yang cacat sehingga
mengakibatkan penyakit emphysema, kanker paru-paru, jantung, dan penyakit lainnya. Para
penuntut meminta ganti rugi sekurangnya $200 miliar, namun keputusan ganti rugi tersebut
harus menunggu hasil sidang fase kedua dan ketiga, di mana saat itu Philip Morris dan sejumlah
perusahaan rokok lainnya menyatakan bahwa para perokok ifu secara sukarela dan menerima
risiko-risiko merokok dan secara pribadi bertanggung jawab atas masalah kesehatan yang
mereka alami.
Philip Morris pertama menanggapi semakin besarnya keprihatinan masalah kesehatan
dengan membuat iklan bahwa penelitian-penelitian yang memelajari hubungan antara penyakit
kanker. Perusahaan juga menyatakan bahwa merokok tidak menyebabkan kecanduan dan para
perokok bebas berhenti merokok kapan saja mereka inginkan. Sekalipun merokok berbahaya,
menurut perusahaan, label peringatan sesuai yang disyaratkan pemerintah federal memberi
informasi pada perokok tentang risiko-risiko yang berkaitan dengan merokok. Pada tahun 1999,
untuk yang pertama kalinya, perusahaan mengakui adanya hubungan antara merokok dan
penyakit kanker.
Pada bulan November 1998, Philip Morris dan beberapa perusahaan rokok terkemuka
lainnya menyetuiui perjanjian dengan 46 negara bagian yang pemerintahannya mengancam akan

4
menuntut perusahaan-perusahaan tersebut untuk membayar ganti rugi atas biaya pengobatan
penyakit yang disebabkan dari merokok. Perusahaan-perusahaan itu bersedia membayar $206
miliar selama 25 tahun pada negara-negara bagian tersebut, dan tidak membuat iklan-iklan yang
ditujukan pada konsumen muda, tidak menggunakan tokoh kartun dalam iklan, tidak membuat
iklan untuk luar ruangan, dan memberikan program-program bantuan untuk berhenti merokok.
Masing-masing perusahaan bertanggung jawab membayar dalam jumlah tertentu sesuai dengan
pangsa pasar yang mereka miliki setiap tahun yang dalam hal ini memberikan beban paling berat
pada Philip Morris.
Pada bulan Januari 1999, Presiden Clinton mengumumkan bahwa dia akan
memerintahkan Departemen Keadilan untuk mempersiapkan tuntutan hukum terhadap
perusahaan-perusahaan rokok untuk membayar ganti rugi biaya perawatan kesehatan yang
dikeluarkan Medicare, dengan berdasarkan Medical Care Recovery Act tahun 1962, yang
melimpahkan hak pada pemerintah untuk memberikan kembali uang para pembayar pajak yang
dikeluarkan untuk biaya kesehatan yang disebabkan oleh kelalaian pihak lain. Meskipun
perusahaan-perusahaan rokok bersumpah akan melawan semua tuntutan hukum, namun para
pengamat memperkirakan bahwa industri ini kemungkinan akan membuat perjanjian dengan
nilai sebesar $150 sampai $200 miliar untuk memperoleh perlindungan dari tuntutan pemerintah
federal.
Meskipun pertimbangan masalah kesehatan memengaruhi nilai penjualan di Amerika
Serikat, namun pemerintah-pemerintah negara lain, khususnya di negara-negara dunia ketiga,
tidak banyak menghabiskan uang untuk kampanye-kampanye antimerokok dan enggan
melepaskan pendapatan pajak yang diperoleh dari rokok. Akibatnya, perusahaan-perusahaan
rokok, khususnya Philip Morris, mulai melakukan investasi besar-besaran ke pasar luar negeri.
Meskipun konsumsi rokok Amerika turun, tapi ekspor tembakau naik
Bisnis bir Philip Morris juga mengalami tekanan. Sejumlah kelompok kepentingan
dibentuk seputar masalah mengemudi sambil mabuk, termasuk Students Agninst Drizting Drunk
(SADD) dan Mothers Against Driaing Drunk (MADD) merupakan lobi yang sangat efektif
dalam menaikkan batasan usia untuk mengonslrmsi bir, menaikkan hukuman terhadap tindakan
mengemudi sambil mabuk, dan membatasi ketersediaan alkohol pada kaum minoritas. Kelompok
lain, Stop Marketing Alcohot on Radio and Teleoision (SMART) juga berusaha melobi
pembentukan peraturan yang membatasi iklan bir dengan berdasarkan bahwa alkohol berkaitan

5
dengan masalah-masalah kesehatan dan bahwa iklan radio dan televisi banyak ditujukan pada
kelompok minoritas.
Industri bir juga semakin banyak mendapat kecaman sejalan dengan semakin tingginya
perhatian terhadap masalah kesehatan dan konsumsi. Alcoholic Baverage Labeling Acf tahun
1988 mewajibkan semua minuman beralkohol untuk memberikan peringatan yang
menghubungkan konsumsi alkohol dengan masalah-masalah kesehatan. Minuman bir ringan saat
ini mewakili sekitar sepertiga pasar bir total. Sharp's, produk bir nonalkohol dari Miller, adalah
salah satu pelopor bir nonalkohol, yang selanjutnya juga diikuti Anheuser Busch dan O'Doul's.
Produk bir dengan penjualan terbesar kelima, Magnum dari Miller, berusaha menentang
kecenderungan ini, namun akhirnya menghadapi masalah-masalah sosial lain. Magnum produksi
Miller merupakan jenis minuman keras malt-bir yang mengandung kadar alkohol lebih banyak
50 persen dibandingkan bir lainnya. Minuman jenis malt banyak memperoleh kecaman dari
organisasi-organisasi masyarakat yang menyatakan bahwa minuman ini dengan kadar alkohol
tinggi ditargetkan pada masyarakat kulit hitam dan Hispanic.
Saat melihat masalah-masalah yang dihadapi berbagai bisnis yang dikelola perusahaan,
pihak manajemen Philip Morris menyadari bahwa pengembangan suatu strategi yang baik
memerlukan tangan-tangan yang terampil. Perusahaan harus membentuk strategi tingkat
perusahaan dan bisnis untuk abad mendatang yang memungkinkan mereka menghadapi berbagai
ancaman di seluruh dunia.

PERTANYAAN:
1. Identifikasikan semua masalah moral yang muncul dari kegiatan Philip Morris dalam industri
tembakau, bir, dan makanan. Diskusikan masalah-masalah tersebut dalam kaitannya dengan
pandangn utilitarian, hak, keadilan, dan perhatian.
2. Industri bir dan tembakau dikarakteristikan sebagai “industri dosa”. Berikan komentar dalam
kaitannya dengan apa yang bisa diberikan oleh teori kebaikan atas aktivitas perusahaan
dalam industri-industri tersebut.
3. Menurut Anda, apakah tepat bila lembaga pemerintah mengambil tindakan dalam kasus ini?

6
SOLUSI:

1. Novi
2. Komentar terhadap industri bir dan tembakau dikarakteristikan sebagai industri dosa karena
bir dan tembakau berisiko terhadap kesehatan dan menimbulkan ketergantungan.
Bir adalah segala minuman beralkohol yang diproduksi melalui proses fermentasi
bahan berpati tanpa melalui proses penyulingan setelah fermentasi. Bir merupakan minuman
beralkohol yang paling banyak dikonsumsi di dunia serta bir adalah minuman terpopuler
ketiga di dunia. Industri pembuatan bir merupakan industri global yang sangat besar dan
sekarang ini kebanyakan dikuasai oleh konglomerat yang dibentuk dari gabungan pengusaha-
pengusaha yang lebih kecil.
Apabila terlalu berlebihan dalam mengkonsumsi minuman beralkohol dapat
menimbulkan efek samping ganggguan mental organik, yaitu gangguan dalam fungsi
berpikir, merasakan, dan berprilaku. Timbulnya ganggguan mental organik disebabkan reaksi
langsung alkohol pada sel-sel saraf pusat, dimana lama-kelamaan tanpa sadar akan
menambah dosis sampai pada dosis keracunan atau mabuk.
Orang-orang yang terkena ganggguan mental organik, biasanya mengalami
perubahan perilaku, seperti misalnya ingin berkelahi atau melakukan tindakan kekerasan,
tidak mampu menilai realitas, terganggu fungsi sosialnya, dan terganggu pekerjaannya.
Perubahan psikologis yang dialami oleh konsumen misalnya mudah tersinggung dan
kehilangan konsentrasi.
Efek samping terlalu banyak minuman beralkohol juga menumpulkan sistem
kekebalan tubuh. Mereka yang sudah ketagihan biasanya mengalami suatu gejala yang
disebut sindrom putus alkohol, yaitu rasa takut diberhentikan minum alkohol. Mereka akan
sering gemetar dan jantung berdebar-debar, cemas, gelisah, murung, dan banyak
berhalusinasi. Mengetahui hal tersebut, dapat dikatakan bahwa industri tembakau dapat
dikatakan sebagai industri dosa.
Dalam Undang-Undang Kesehatan No.36 tahun 2009, tembakau disebutkan sebagai
zat adiktif. Tembakau merupakan bahan utama dalam pembuatan rokok. Rokok mengandung
nikotin yang bersifat candu sehingga orang-orang akan terus mencari rokok untuk memenuhi
kebutuhannya. Kenaikan harga rokok tidak akan terlalu mengurangi konsumsi rokok dan

7
pertambahan penduduk yang terus meningkat akan memungkinkan semakin banyak orang
yang merokok.
Industri tembakau merupakan industri yang tumbuh pesat di dunia. Pemasukan yang
diterima negara dari industri rokok baik dari pajak dan sebagainya, mungkin saja berjumlah
besar, tapi kerugian langsung dan tidak langsung yang disebabkan konsumsi rokok jauh lebih
besar. Biaya tinggi harus dikeluarkan untuk membayar biaya penyembuhan penyakit yang
disebabkan oleh rokok, hilangnya produktifitas dan pemasukan, dan juga membuat orang
menjadi miskin lebih lama karena mereka menghabiskan uangnya untuk membeli rokok.
Biaya besar lainnya yang tidak mudah untuk dijabarkan termasuk berkurangnya
kualitas hidup para perokok dan mereka yang menjadi perokok pasif. Selain itu penderitaan
juga bagi mereka yang harus kehilangan orang yang dicintainya karena merokok. Semua ini
merupakan biaya tinggi yang harus ditanggung.
Tidak dapat dipungkiri bahwa rokok adalah hal yang tak bisa dipisahkan bagi
masyarakat, baik dari anak-anak hingga orang dewasa, si kaya sampai si miskin, bahkan ada
balita berumur kurang lebih 4 tahun sudah menjadi perokok aktif. Mengetahui hal tersebut,
dapat dikatakan bahwa industri rokok dapat dikatakan sebagai industri dosa.
Seperti yang diketahui bahwa industri tembakau dan industri rokok merupakan salah
satu industri yang berkontribusi cukup besar pada ekonomi negara. Pada dasarnya tidak ada
larangan secara khusus mengenai penjualan produk minuman berakohol (bir) dan produk
berbahan tembakau (rokok). Hanya saja peraturan mengenai pengamanan produk minuman
berakohol dan tembakau tentu akan berdampak baik secara langsung dan tidak langsung
terhadap sektor ekonomi eksekutif, pegawai, buruh dan petani yang turut berkecimpung pada
industri ini.
Konsumen bir dan konsumen rokok dari masyarakat dinilainya sangat banyak. Jika
dibatasi produksinya, maka akan menghambat proses yang ada. Adanya rokok merupakan
salah satu penghasil devisa negara. Tingginya cukai rokok merupakan salah satu
penyumbang devisa terbesar. Pendapatan yang diperoleh dimanfaatkan untuk proses
pembangunan. Oleh sebab itu maka diberlakukan penjualan yang diperketat agar
produksinya tetap berjalan.
Sikap diskriminatif terhadap industri rokok, sebenarnya sudah sejak lama dilakukan.
Disetiap pembungkus rokok diwajibkan menampilkan peringatan kesehatan pada

8
kemasannya. Sementara produk bir, soda, wine, kopi, teh, yang juga mengandung zat adiktif,
tidak diwajibkan melekatkan peringatan, seperti yang dikenakan pada industri rokok. Pasal
113 dalam Undang-Undang Kesehatan ini akan menjadi ancaman bagi usaha rakyat, yang
sejak turun temurun menjadi petani tembakau. Dibeberapa daerah, tembakau bahkan menjadi
andalan untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD).

3. Anggi

Anda mungkin juga menyukai