Anda di halaman 1dari 4

4 Dampak UU Anti-Deforestasi Uni Eropa bagi Indonesia, dari Sawit hingga Kopi

Koran Tempo, Rabu, 24 Mei 2023

Undang-Undang Anti-Deforestasi Uni Eropa resmi berlaku. Memunculkan dampak bagi sejumlah
ekspor komoditas di Indonesia.

Tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Wilayah Tikke, Mamuju Utara, Sulawesi Barat, 2016.
Dokumentasi TEMPO/STR/Fahmi Ali. tempo : 168488952177_819675

Lihat Ringkasan Berita Ini

Uni Eropa (UE) resmi memberlakukan Undang-Undang Anti-Deforestasi atau EU Deforestation


Regulation per 16 Mei 2023. Regulasi ini bertujuan memastikan produk yang masuk pasar Uni Eropa
berasal dari sumber yang legal dan tidak menyebabkan deforestasi. Setidaknya ada tujuh komoditas
yang diatur dalam UU Anti-Deforestasi Uni Eropa tersebut, yaitu sawit, kopi, daging, kayu, kakao,
kedelai, dan karet.

Jauh sebelum UU Anti-Deforestasi Uni Eropa disetujui, minyak kelapa sawit Indonesia kerap menjadi
perdebatan dunia internasional karena isu deforestasi. Pada April 2017, parlemen Uni Eropa
mengeluarkan resolusi tentang minyak sawit dan deforestasi hutan hujan. Tujuan akhirnya adalah
larangan impor barang hasil deforestasi. Contohnya kelapa sawit bersama produk turunannya ke
wilayah Uni Eropa pada 2020.
Adanya UU Anti-Deforestasi tentu berimplikasi terhadap mitra dagang Uni Eropa, termasuk
Indonesia. Sejumlah komoditas unggulan Indonesia akan terkena dampak UU Anti-Deforestasi jika
tujuan ekspor mereka ke negara Uni Eropa. Asosiasi Petani Sawit Indonesia pun menyampaikan
penolakan terhadap UU Anti-Deforestasi Uni Eropa dan mengancam memboikot produk Uni Eropa
jika regulasi tersebut tidak dicabut.

Lantas, apa saja dampak UU Anti-Deforestasi Uni Eropa bagi Indonesia? Untuk mengetahuinya, simak
penjelasan di bawah ini.

Apa Itu UU Anti-Deforestasi Uni Eropa

UU Anti-Deforestasi adalah undang-undang yang dibuat sebagai larangan impor barang hasil
penggundulan hutan. Aturan ini bertujuan untuk memastikan konsumsi dan perdagangan tidak
berkontribusi terhadap deforestasi dunia. Selain itu, UU Anti-Deforestasi Uni Eropa akan menjadi
langkah progresif keterbukaan informasi bahwa produk yang masuk Uni Eropa tidak menyebabkan
deforestasi atau degradasi hutan.

Deforestasi adalah proses penghilangan atau pengurangan luas hutan secara signifikan. Ini terjadi
ketika hutan yang ada ditebangi atau dihapus secara permanen, baik untuk penebangan kayu
komersial, pembukaan lahan pertanian, pertambangan, infrastruktur, maupun kegiatan manusia
lainnya. Deforestasi dapat menghasilkan perubahan ekosistem, termasuk hilangnya keanekaragaman
hayati, peningkatan emisi gas rumah kaca, dan kerusakan lingkungan secara keseluruhan.

Adanya UU Anti-Deforestasi Uni Eropa ini tentu berdampak juga pada komoditas ekspor sawit ke Uni
Eropa. Pasalnya, UU ini memiliki sejumlah kebijakan yang membatasi sawit, antara lain:

 Mewajibkan semua operator dan pedagang di Uni Eropa melakukan uji tuntas untuk
memastikan semua produk komoditas yang beredar di wilayahnya terjamin legal.

 UU Anti-Deforestasi membebankan tanggung jawab kepada perusahaan yang terdaftar di


negara anggota Uni Eropa untuk memastikan komoditas yang diimpor atau ekspor tidak
diproduksi di lahan yang mengalami deforestasi (digunduli) setelah 31 Desember 2020.

 Mewajibkan perusahaan melacak komoditas tersebut kembali ke lahan tempat komoditas itu
diproduksi.

 Produk dari negara-negara yang ditetapkan “berisiko tinggi” deforestasi akan menghadapi
pengawasan lebih ketat oleh otoritas bea-cukai Uni Eropa.
Pekerja tengah melakukan pengisian CPO (crude palm oil) pada truk tangki di Pelabuhan Tanjung
Priok, Jakarta, 4 Agustus 2022. Tempo/Tony Hartawan

Dampak UU Anti-Deforestasi bagi Indonesia

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, peraturan ini dapat memberikan dampak pada sejumlah
komoditas unggulan Indonesia. Apalagi jika ekspor komoditas tersebut ditujukan ke negara Uni
Eropa. Berikut ini beberapa dampak UU Anti-Deforestasi bagi Indonesia.

1. Mempengaruhi Ekspor Minyak Sawit ke Uni Eropa

Dengan pemberlakuan UU Anti-Deforestasi, ekspor minyak sawit mentah Indonesia bisa


terpengaruh. Apalagi Uni Eropa menjadi salah satu pasar utama minyak sawit mentah atau crude
palm oil (CPO) dari Indonesia. Selain Uni Eropa, India dan Cina merupakan pasar utama untuk minyak
sawit mentah dari Indonesia. 

2. Harga Sawit Berpotensi Anjlok di Pasar Internasional

Gabungan Pengusaha Sawit Indonesia (Gapki) pada Agustus 2022 mencatat Indonesia telah
mengekspor minyak sawit atau CPO mencapai 506.800 ton, naik 51,7 persen dari 334 ribu ton pada
bulan sebelumnya. Mengalihkan pasar ekspor sawit tentu akan berdampak buruk pada industri sawit
dalam negeri. Hal tersebut juga dapat menyebabkan jatuhnya harga sawit di pasar internasional
lantaran Indonesia merupakan negara penghasil sawit terbesar di dunia. 

3. Momentum Pemerintah Memperbaiki Tata Kelola Sawit

Sejumlah lembaga swadaya masyarakat, seperti Walhi dan Greenpeace, menyebutkan regulasi anti-
deforestasi ini dapat menjadi momentum pemerintah untuk memperbaiki tata kelola sawit yang
selama ini belum maksimal. Apalagi saat ini ada seluas 3,4 juta hektare kebun sawit di kawasan
hutan. Dengan adanya regulasi tersebut, pemerintah bisa lebih selektif memberikan perizinan lahan
sawit dan berupaya menjaga hutan yang tersisa.

4. Petani Sawit Merasa Dirugikan

Petani sawit yang tergabung dalam beberapa asosiasi keberatan atas UU Anti-Deforestasi. Pasalnya,
isinya sebagian merugikan petani sawit. Salah satunya karena pasal dalam peraturan deforestasi
secara tidak adil menargetkan petani non-Eropa. 

Aturan mengenai produk anti-deforestasi juga menjadi sentimen yang menyebabkan penurunan
harga tandan buah segar (TBS). Per April 2023, setidaknya rata-rata penurunan harga TBS petani
swadaya sebesar Rp 150-200 per kilogram. 

RIZKI DEWI A. | VIVIA AGARTA F.

https://koran.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/482214/4-dampak-uu-anti-deforestasi-uni-eropa-
bagi-indonesia-dari-sawit-hingga-kopi

Anda mungkin juga menyukai