Anda di halaman 1dari 5

Sosiologi Hukum

Hubungan Peraturan Menteri Pertanian yang mengadopsi


standard Internasional pembangunan berkelanjutan

Mata Kuliah

Sosiologi Hukum

Dosen Pengajar:

Dr. Rikardo Simarmata, S.H

Dibuat Oleh

Anthony Candra

22 / 510339 / PHK / 1211


Globalisasi hukum Internasional terhadap peraturan Indonesia

Perkembangan teknologi dan perkembangan transportasi udara telah banyak merubah


pola berpikir dan pola hidup masyarakat saat ini. Dengan adanya bantuan teknologi semua
informasi mengenai berita, penelitian, hasil pemikiran dan perkembangan jaman dapat
dengan cepat sampai kepada semua pihak masyarakat. Semua data telah tersedia dan dapat
dipelajari oleh semua pihak dimana pun selama terhubung dengan internet. Perkembangan ini
merubah pola berpikir masyarakat yang merasakan telah menjadi masyarakat global.

Dengan perkembangan teknologi juga, banyak masyarakat menjadi lebih mengerti


bahaya dan efek dari perubahan iklim. Beberapa kejadian abnormal yang terjadi dalam
beberapa tahun terakhir ini adalah terjadinya kebakaran hutan yang hebat yang terjadi di
California, pemadaman listrik yang terjadi di Texas karena cuaca dingin ekstrem yang belum
pernah terjadi, Suhu udara mencapai 48,8° C yang terjadi di Italia dan 49,6° C yang terjadi di
Kanada, serta pergeseran musim yang terjadi diseluruh dunia telah meningkatkan kesadaran
masyarakat akan bahaya dan dampak dari perubahan iklim karena kerusakan yang
disebabkan oleh manusia.

Namun dengan pertambahan penduduk dunia yang cepat juga menjadi masalah baru
terhadap kebutuhan akan makanan, energi dan ekonomi. Pertumbuhan populasi dunia yang
cepat ini menjadi tantangan bagi semua pihak, pemerintah dan para ilmuwan bekerja keras
untuk mencari alternatif solusi terbaik untuk masalah ini. Dengan berkembangnya
permasalahan yang ada, perlu adanya kesepakatan bersama dari semua pemangku
kepentingan, yaitu: Negara, Ilmuwan, Industri, Asosiasi nirlaba (NGO) dan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB).

Setelah melalui diskusi panjang antar semua pemangku kepentingan, pada tanggal 12
Desember 2015, 196 negara peserta konferensi perubahan iklim PBB di Paris menyetujui
perjanjian internasional yang mengikat secara hukum tentang perubahan iklim yang berlaku
tanggal 4 November 2016. Target perjanjian ini adalah mengurangi peningkatan suhu 1,5°C
sampai akhri abad 21, mengurangi efek rumah kaca sampai tahun 2030 dan menurunkan gas
emisi 43% sampai tahun 2030.
Paris Climate Change dianggap sebagai salah satu perjanjian paling penting untuk
mengurangi perubahan iklim dan kerusakan lingkungan yang telah terjadi, dengan adanya
perjanjian ini diharapkan semua negara dapat bergerak bersama dalam suatu tujuan dan
petunjuk teknis yang sama untuk mengurangi kerusakan pada bumi.

Perjanjian Paris ini menyediakan dukungan keuangan, teknis dan pembangunan


kapasitas dari negara-negara yang membutuhkan. Langkah yang disepakati antara lain
menjaga kelestarian hutan dengan mengurangi pembukaan lahan baru, pemberian kompensasi
biaya merawat hutan serta mengurangi pembangkit listrik tenaga uap yang menggunakan
batubara.

Pada tahun 2004 Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) didirikan dengan
kantor asosiasi berada di Zurich. RSPO terdiri dari berbagai organisasi dan sektor industri
kelapa sawit (Perkebunan, Pabrik pengolahan, distribustor, industry manufaktur, investor,
akademisi dan LSM bidang lingkungan). RSPO bertujuan untuk memberikan bantuan teknis,
wadah koordinasi dan pemberian label hasil pertanian sawit dari perkebunan yang
mengembangkan sistem pertanian yang baik.

Untuk menghindari terjadinya konflik antar pelaku bisnis yang dapat menganggu
perekonomian negara, maka pada tahun 2012 Indonesia bekerja sama dengan United Nation
Development Programme (UNDP) membentuk SPO (Sustainable Palm Oil) sebagai wadah
implementasi hasil dari Paris Climate Change 2015.

Guna mendukung Paris Climate Change, sejumlah perusahaan yang tercatat pada
bursa efek Amerika yang masuk dalam Standard & Poors 500 (S&P 500) telah melaporkan
laporan keuangan perusahaan dengan menggunakan Environmental, Social and Govermance
(ESG). Securities and Exchange Commision (SEC) mempertimbangkan pembentukan
peraturan baru untuk mengurangi kerusakan lingkungan dan emisi gas buangan. Dengan
dukungan dari pengawas bursa efek Amerika Serikat dapat mendorong standard baru yang
akan digunakan secara global untuk semua perusahaan dunia, mengingat banyak perusahaan
besar penghasil minyak, gas, batu bara dan mineral lain nya juga merupakan anggota dari
bursa efek Amerika Serikat.

Dengan meningkatnya kebutuhan standard ESG sebagai dasar penilaian performa


suatu perusahaan dapat meningkatkan kesadaran lingkungan dan pembangunan ramah
lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan, karena perusahaan sangat mengharapkan
mendapatkan penilaian yang bagus dari para investor. Saat ini, semua peraturan yang dibuat
oleh Lembaga asiosiasi atau Non Government Organisation (NGO) skala global akan dapat
memaksa pemerintah negara untuk membuat peraturan yang mendukung atau yang menjadi
perhatian dari masyarakat dunia.

Uni Eropa mengeluarkan pemakaian minyak sawit sebagai bahan bakar hayati di Uni
Eropa pada tahun 2030 sesuai dengan dokumen Delegated Regulation Supplementing
Directive of The EU Renewable Energy Directive II (RED II). Uni Eropa menyoroti masalah
deforestasi yang masif untuk perkebunan sawit. Akibat dari keluarnya keputusan ini
pemerintah Indonesia melayangkan gugatan diskriminasi terhadap produk minyak sawit
Indonesia kepada World Trade Organisation (WTO).

Dengan berkembangnya kampanye negatif terhadap produk minyak sawit Indonesia


yang dilakukan oleh Uni Eropa dan Organisasi nirlaba Internasional, maka Indonesia
membentuk suatu rancangan undang-undang untuk mengatur sertifikasi terhadap
perkebunaan kelapa sawit. Sertifikasi ini diharapkan dapat membantu Indonesia dalam
memenangkan gugatan yang dilayangkan terhadap Uni Eropa di WTO. Dengan adanya
Sertifikasi sesuai dengan petunjuk teknis perkebunan kelapa sawit berkelanjutan Roundtable
on Sustainable Palm Oil (RSPO) diharapkan boikot terhadap produk sawit Indonesia dapat
dihilangkan, karena industri kelapa sawit merupakan suatu industri yang membuka cukup
banyak lapangan pekerjaan di Indonesia.

Dilain sisi pemerintah juga mempunyai kewajiban untuk turut mencegah perubahan
iklim, pengurangan emisi gas buangan dan pemanasan global sesuai dengan Paris Climate
Change yang sudah ditandatangani, Pemerintah Indonesia berharap Peraturan ini dapat
memperbaiki dan menjadi dasar untuk tata Kelola perkebunan yang berkelanjutan.

Pasal 1 ayat (3) UU ini menyatakan:

3. Perkebunan Kelapa Sawit berkelanjutan Indonesia (Indonesia Sustainable Palm


Oil) yang selanjutnya disebut ISPO adalah sistem usaha perkebunan kelapa sawit yang layak
ekonomi, layak sosial budaya dan ramah lingkungan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 3 UU no 38 tahun 2020, berbunyi:

1. Untuk menjamin perkebunan kelapa sawit Indonesia yang berkelanjutan dilakukan


sertifikasi ISPO kepada Perusahaan Perkebunan dan Pekebun.
2. Sertifikasi ISPO kepada Perusahaan Perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dengan menerapkan prinsip yang meliputih:
a. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan;
b. Penerapan praktik perkebunan yang baik;
c. Pengelolaan lingkungan hidup, sumber daya alam, dan keanekaragaman
hayati;
d. Tanggung jawab ketenagakerjaan;
e. Tanggung jawab sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat;
f. Penerapan transparansi;
g. Peningkatan usaha secara berkelanjutan

Perkembangan terakhir saat ini, karena semua negara saling terhubung dan saling
membutuhkan untuk mempengaruhi secara ekonomi, keamanan, sosial dan politik maka
pembentukan peraturan perundang-undangan disuatu negara dapat dipengaruhi oleh suatu
Lembaga asosiasi, perkumpulan negara regional, perkumpulan negara penghasil minyak
ataupun perserikatan bangsa-bangsa (PBB). Sehingga hukum saat ini dapat berlaku secara
global dan diadopsi menjadi peraturan lokal suatu negara berupa pembentukan undang-
undang atau pun peraturan lainnya.

Namun tidak semua peraturan global dapat langsung diterapkan terhadap suatu
negara, diperlukan pembahasan lebih lanjut mengenai budaya atau efek sosial dari
masyarakat setempat. Setiap negara mempunyai tantangan ekonomi, budaya dan hukum yang
berbeda. Sehingga setiap peraturan yang dibuat sebaiknya telah menyesuaikan kondisi
tersebut demi terciptanya suatu tatanan masyarakat yang lebih teratur, aman dan adil sesuai
dengan cita-cita dari pembentukan hukum.

Anda mungkin juga menyukai