Mata Kuliah
Sosiologi Hukum
Dosen Pengajar:
Dibuat Oleh
Anthony Candra
Namun dengan pertambahan penduduk dunia yang cepat juga menjadi masalah baru
terhadap kebutuhan akan makanan, energi dan ekonomi. Pertumbuhan populasi dunia yang
cepat ini menjadi tantangan bagi semua pihak, pemerintah dan para ilmuwan bekerja keras
untuk mencari alternatif solusi terbaik untuk masalah ini. Dengan berkembangnya
permasalahan yang ada, perlu adanya kesepakatan bersama dari semua pemangku
kepentingan, yaitu: Negara, Ilmuwan, Industri, Asosiasi nirlaba (NGO) dan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB).
Setelah melalui diskusi panjang antar semua pemangku kepentingan, pada tanggal 12
Desember 2015, 196 negara peserta konferensi perubahan iklim PBB di Paris menyetujui
perjanjian internasional yang mengikat secara hukum tentang perubahan iklim yang berlaku
tanggal 4 November 2016. Target perjanjian ini adalah mengurangi peningkatan suhu 1,5°C
sampai akhri abad 21, mengurangi efek rumah kaca sampai tahun 2030 dan menurunkan gas
emisi 43% sampai tahun 2030.
Paris Climate Change dianggap sebagai salah satu perjanjian paling penting untuk
mengurangi perubahan iklim dan kerusakan lingkungan yang telah terjadi, dengan adanya
perjanjian ini diharapkan semua negara dapat bergerak bersama dalam suatu tujuan dan
petunjuk teknis yang sama untuk mengurangi kerusakan pada bumi.
Pada tahun 2004 Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) didirikan dengan
kantor asosiasi berada di Zurich. RSPO terdiri dari berbagai organisasi dan sektor industri
kelapa sawit (Perkebunan, Pabrik pengolahan, distribustor, industry manufaktur, investor,
akademisi dan LSM bidang lingkungan). RSPO bertujuan untuk memberikan bantuan teknis,
wadah koordinasi dan pemberian label hasil pertanian sawit dari perkebunan yang
mengembangkan sistem pertanian yang baik.
Untuk menghindari terjadinya konflik antar pelaku bisnis yang dapat menganggu
perekonomian negara, maka pada tahun 2012 Indonesia bekerja sama dengan United Nation
Development Programme (UNDP) membentuk SPO (Sustainable Palm Oil) sebagai wadah
implementasi hasil dari Paris Climate Change 2015.
Guna mendukung Paris Climate Change, sejumlah perusahaan yang tercatat pada
bursa efek Amerika yang masuk dalam Standard & Poors 500 (S&P 500) telah melaporkan
laporan keuangan perusahaan dengan menggunakan Environmental, Social and Govermance
(ESG). Securities and Exchange Commision (SEC) mempertimbangkan pembentukan
peraturan baru untuk mengurangi kerusakan lingkungan dan emisi gas buangan. Dengan
dukungan dari pengawas bursa efek Amerika Serikat dapat mendorong standard baru yang
akan digunakan secara global untuk semua perusahaan dunia, mengingat banyak perusahaan
besar penghasil minyak, gas, batu bara dan mineral lain nya juga merupakan anggota dari
bursa efek Amerika Serikat.
Uni Eropa mengeluarkan pemakaian minyak sawit sebagai bahan bakar hayati di Uni
Eropa pada tahun 2030 sesuai dengan dokumen Delegated Regulation Supplementing
Directive of The EU Renewable Energy Directive II (RED II). Uni Eropa menyoroti masalah
deforestasi yang masif untuk perkebunan sawit. Akibat dari keluarnya keputusan ini
pemerintah Indonesia melayangkan gugatan diskriminasi terhadap produk minyak sawit
Indonesia kepada World Trade Organisation (WTO).
Dilain sisi pemerintah juga mempunyai kewajiban untuk turut mencegah perubahan
iklim, pengurangan emisi gas buangan dan pemanasan global sesuai dengan Paris Climate
Change yang sudah ditandatangani, Pemerintah Indonesia berharap Peraturan ini dapat
memperbaiki dan menjadi dasar untuk tata Kelola perkebunan yang berkelanjutan.
Perkembangan terakhir saat ini, karena semua negara saling terhubung dan saling
membutuhkan untuk mempengaruhi secara ekonomi, keamanan, sosial dan politik maka
pembentukan peraturan perundang-undangan disuatu negara dapat dipengaruhi oleh suatu
Lembaga asosiasi, perkumpulan negara regional, perkumpulan negara penghasil minyak
ataupun perserikatan bangsa-bangsa (PBB). Sehingga hukum saat ini dapat berlaku secara
global dan diadopsi menjadi peraturan lokal suatu negara berupa pembentukan undang-
undang atau pun peraturan lainnya.
Namun tidak semua peraturan global dapat langsung diterapkan terhadap suatu
negara, diperlukan pembahasan lebih lanjut mengenai budaya atau efek sosial dari
masyarakat setempat. Setiap negara mempunyai tantangan ekonomi, budaya dan hukum yang
berbeda. Sehingga setiap peraturan yang dibuat sebaiknya telah menyesuaikan kondisi
tersebut demi terciptanya suatu tatanan masyarakat yang lebih teratur, aman dan adil sesuai
dengan cita-cita dari pembentukan hukum.