2022
KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)
I. Latar Belakang
Menikmati lingkungan hidup yang bersih merupakan salah satu Hak Asasi Manusia yang
tidak dapat diabaikan, namun akhir-akhir ini isu Global Warming (Pemanasan Global)
merupakan salah satu fenomena yang menjadi masalah yang harus dihadapi oleh semua
negara karena dampak yang diberikan tidak hanya mengancam keberlangsungan hidup
manusia akan tetapi semua spesies yang ada di bumi, yaitu hewan dan tanaman. Naiknya
suhu rata-rata bumi akibat meningkatnya emisi Gas Rumah Kaca (GRK) seperti Carbon
Dioksida (CO2), Nitrogen Oksida (N2O), Metana (CH4) terjadi karena beberapa faktor, seperti
adanya peningkatan skala industrialisasi, transportasi serta tidak terkendalinya alih fungsi
lahan dan kegiatan pembukaan lahan perkebunan dengan cara membakar hutan.
Dalam rangka mengendalikan perubahan iklim, Pemerintah telah melakukan ratifikasi Paris
Agreement melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris
Agreement to the United Nations Framework Conuention on Climate Change (Persetujuan
Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan
Iklim) yang didalamnya memuat kewajiban Pemerintah dalam kontribusi pengurangan emisi
gas rumah kaca yang ditetapkan secara nasional untuk membatasi kenaikan suhu rata-rata
global di bawah 2°C (dua derajat celcius) hingga 1,5°C (satu koma lima derajat celcius) dari
tingkat suhu praindustrialisasi. Karbon sebagai indikator universal dalam mengukur kinerja
upaya pengendalian perubahan iklim yang direfleksikan dalam kontribusi yang ditetapkan
secara nasional, selain mempunyai nilai ekonomi yang penting dan memiliki dimensi
internasional utamanya berupa manfaat ekonomi bagi masyarakat juga sebagai refleksi
prinsip pengelolaan sumber daya secara berkelanjutan.
Indonesia sebagai salah satu negara penghasil karbon terbesar dengan pembuangan rata-
rata mencapai 1,98 miliar ton emisi CO 2 pertahun sadar terhadap masalah yang
dihadapinya, sehingga Indonesia berkomitmen untuk melakukan pengurangan emisi gas
rumah kaca (GRK) meskipun Indonesia termaksud dalam kategori negara berkembang yang
terdapat dalam non-Annex I. Kemudian Indonesia meratifikasi Protokol Kyoto 1997 pada
tahun 2004 melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto
Protocol to The United Nations Framework of Climate Change, serta Paris Agreement
melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016.
Komitmen Indonesia dalam aksi global perubahan iklim direfleksikan dalam dokumen
nasional yaitu Updated Nationally Determined Contribution (NDC) dan Long-term Strategy
for Low Carbon and Climate Resilience 2050 (LTS-LCCR 2050) dan telah disampaikan
kepada UNFCCC pada Juli 2021.
Protokol Kyoto 1997 maupun Paris Agreement menggambarkan secara tegas bahwa upaya
penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) tidak dapat dilepaskan dari keterkaitan antara
persoalan perdagangan dan lingkungan hidup, sehingga dapat menghasilkan win-win
solution. Sebagai tindak lanjut langkah penurunan emisi gas rumah kaca (GRK), negara-
negara melakukan perdagangan karbon (Carbon Trading) yang dapat dilakukan baik oleh
antar negara maju dan negara maju ataupun antar negara maju dan negara berkembang.
Dalam hal ini, Pasal 3 dan Pasal 4 Protokol Kyoto 1997 menjelaskan adanya mekanisme
fleksibel (flexible mechanism) terdiri dari Emission Trading sebagai perdagangan karbon
hanya melibatkan negara industri yang membuang emisi gas rumah kaca dibawah kuota
yang diperbolehkan, maka negara tersebut dapat menjual ke negara industri lain yang
pembuangnnya melebihi batas kuota yang diizinkan.
Dengan kekayaan alam yang dimiliki tersebut, Provinsi Kalimantan Utara berpotensi sebagai
daerah penyerap karbon. Sehingga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi lingkungan
maka Provinsi Kalimantan Utara dapat melakukan pemetaan hutan dan lahan guna
menghitung emisi yang dihasilkan
Carbon Trade adalah kegiatan jual – beli sertifikat yang diberikan kepada negara yang
berhasil mengurangi emisi karbon dari kegiatan mitigasi perubahan iklim. Perdagangan
karbon bisa menjadi pelengkap dari upaya penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Sehingga dengan dilakukannya perdagangan karbon maka dapat memberikan manfaat baik
dari segi ekonomi maupun lingkungan.
Salah satu cara untuk meningkatkan potensi pendapatan tambahan dari transaksi jual – beli
sertifikat emisi karbon, Pemerintah Daerah memerlukan instrument dalam bentuk peraturan
dengan penyusunan Peraturan Daerah tentang Pertumbuhan Pembangunan Ekonomi Hijau
di Provinsi Kalimantan Utara. Pertumbuhan ekonomi hijau adalah paradigma pembangunan
yang menopang pertumbuhan ekonomi terkait dengan ekosistem ekonomi, ekosistem
biofisik, dan ekosistem sosial yang dilakukan secara terintegrasi, inklusif, dan berkelanjutan.
Bulan Pelaksanaan
Mei Juni Juli Agustus
No Kegiatan
I II III IV I II III IV I II II I I II II I
I V I V
1 Persiapan Administratif
1. Persiapan inventarisasi
1 data dan referensi produk
hukum terkait jual beli
karbon
1. Penyusunan daftar
2 pertanyaan
2 Pengumpulan Data, Survei, dan Wawancara
2. FGD dalam rangka
1 penjaringan aspirasi dari
OPD terkait di Provinsi
Kalimantan Utara
2. Inventarisasi dan
2 pengolahan data dari 5
Kabupaten/Kota
2. Analisis data dan
3 informasi
3 Penyusunan Laporan
3. Penyusunan laporan
1 pendahuluan
3. Penyusunan laporan
2 antara dan menyusun
muatan naskah akademis
3. Penyusunan draft laporan
3 akhir
3. Pembahasan draft laporan
4 akhir dan seminar akhir
3. Penyusunan laporan final
5
IX. Tenaga Ahli
Tenaga ahli yang diperlukan dari kegiatan penyusunan kajian akademis Perda Pertumbuhan
Pembangunan Ekonomi Hijau di Provinsi Kalimantan Utara terdiri dari tim pelaksana dan
tenaga pendukung. Kualifikasi tenaga ahli sebagai berikut :
A. Tim Pelaksana
Tim pelaksana adalah tenaga peneliti/dosen/akademisi yang memiliki keahlian dan
pengalaman di bidangnya, meliputi :
Minimal S2 Teknik
1 Lingkungan 1 orang
Lingkungan/Ilmu Lingkungan
Minimal S2
2 Hukum 1 orang
Bidang Hukum
Minimal S2
3 Kehutanan 1 orang
Bidang Kehutanan
Minimal S2
4 Administrasi Negara 1 orang
Bidang Administrasi Negara
Minimal S2
5 Pemerintahan Daerah 1 orang
Bidang Pemerintahan Daerah
Minimal S2
6 Pengelolaan SDA 1 orang
Bidang Pengelolaan SDA
Minimal S2
7 Pidana 1 orang
Bidang Hukum Pidana
B. Tenaga Pendukung
Tenaga pendukung adalah tenaga yang memiliki keahlian tertentu untuk mendukung
kinerja tim pelaksana, meliputi tenaga administrator 1 (satu) orang, dengan kualifikasi
pendidikan S1, dengan pengalaman profesional di bidangnya.
X. Penutup
Demikian Kerangka Acuan Kerja (KAK) dibuat untuk dipergunakan sebagai pedoman dalam
pelaksanaan kegiatan Kajian Akademis Penyusunan Perda Pertumbuhan Ekonomi Hijau
Kalimantan Utara sebagaimana mestinya.
Mengetahui
Kepala Dinas Lingkungan Hidup
Provinsi Kalimantan Utara, Pejabat Pembuat Komitmen,
EKONOMI HIJAU
FGD AWAL : 15 - 16 JUNI 2022
FGD AKHIR : 3 - 4 AGUSTUS 2022