Anda di halaman 1dari 66

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT

NOMOR 9 TAHUN 2012

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT


TAHUN 2012 - 2032

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MANGGARAI BARAT,

Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten


Manggarai Barat dengan memanfaatkan ruang wilayah secara
berdayaguna, berhasilguna dan berkelanjutan dalam kurun
waktu 20 tahun diperlukan penataan ruang wilayah kabupaten;

b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat (4)


Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, memberikan wewenang kepada pemerintah
kabupaten/kota antara lain meliputi pengaturan, pembinaan,
dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah
kabupaten/kota dan kawasan strategis kabupaten/kota;

c. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan


pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat maka
rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi investasi
pembangunan yang dilaksanakan pemerintah daerah,
masyarakat, dan/atau dunia usaha;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk
Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Manggarai Barat Tahun 2012 -2032;
a.
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-


Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3209);

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi


Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan
-2-

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Budidaya


Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992
Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3478);

5. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888),
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);

6. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pembentukan


Kabupaten Manggarai Barat di Provinsi Nusa Tenggara Timur
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 28,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4271);

7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Usaha


Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4411);

8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan


Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4848);

9. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan


Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);

10. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Kawasan


Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4739);

11. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan


Mineral dan Batu Bara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4959);

12. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);

2
-3-

13. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan


Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5015);

14. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan


Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5025);

15. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan


dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5059);

16. Undang – Undang Nomor 41 Tahun 2009, tentang Perlindungan


Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068);

17. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234);

18. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman


Pembinaan dan Pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4503);

19. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang


Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);

20. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana


Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4833);

21. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang


Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5103);

22. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah


Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5110);

23. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang


Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu
Bara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

3
-4-

Nomor 5111);

24. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2010 tentang Tata Cara


Penetapan Kawasan Khusus (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5125);

25. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk


dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);

26. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan


dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Tanaman Pangan
Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5185);

27. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2012 tentang Intensif


Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 72,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5279);

28. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan


Kawasan Lindung

29. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang


Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang
Rencana Tata Ruang Daerah;

30. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang


Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;

31. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang


Pembentukan Produk Hukum Daerah;

32. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 1


Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Nusa Tenggara Timur Tahun 2010-2030 (Lembaran Daerah
Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2011 Nomor 02,
Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur
Nomor 0045);

33. Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Barat Nomor 4 Tahun


2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan
Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Manggarai Barat Tahun
2008 Nomor 4 Seri E Nomor 2);

34. Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Barat Nomor 8 Tahun


2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
Kabupaten Manggarai Barat (Lembaran Daerah Kabupaten
Manggarai Barat Tahun 2009 Nomor 8 Seri E Nomor 4);

4
-5-

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT

dan

BUPATI MANGGARAI BARAT

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG


WILAYAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT TAHUN 2012 -
2032.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:


1. Daerah adalah Kabupaten Manggarai Barat.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat.
3. Bupati adalah Bupati Manggarai Barat.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Manggarai Barat.
5. Wilayah adalah Wilayah Kabupaten Manggarai Barat.
6. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang
udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah,
tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan
memelihara kelangsungan hidupnya.
7. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
8. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki
hubungan fungsional.
9. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang
untuk fungsi budi daya.
10. Rencana tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
11. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
12. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang.
13. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum
bagi pemerintah, pemerintah kabupaten, dan masyarakat dalam penataan
ruang.
14. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja
penataan ruang yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah
kabupaten, dan masyarakat.

5
-6-

15. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan


ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang.
16. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan
ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
17. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur
ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana
tata ruang.
18. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan
pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan
pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
19. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan
pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
20. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib
tata ruang.
21. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan
pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk
setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci
tata ruang.
22. Visi adalah suatu pandangan ke depan yang menggambarkan arah dan
tujuan yang ingin dicapai serta akan menyatukan komitmen seluruh pihak
yang berkepentingan dalam pembangunan.
23. Misi adalah komitmen dan panduan arah bagi pembangunan dan
pengelolaan wilayah kabupaten untuk mencapai visi pembangunan yang
telah ditetapkan.
24. Tujuan adalah nilai-nilai, kualitas, dan kinerja yang harus dicapai dalam
pembangunan berkaitan dengan misi yang telah ditetapkan.
25. Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai
jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah.
26. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau
budidaya.
27. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya
alam dan sumber daya buatan.
28. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
29. Kawasan perumahan adalah kawasan yang pemanfaatannya untuk
perumahan dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau lingkungan hunian
yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.
30. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih
pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian
dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya
keterkaitan fungsional dan hirarki keruangan satuan sistem permukiman
dan sistem agribisnis.

6
-7-

31. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau


ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai
hutan tetap.
32. Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu,
yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta
pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
33. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani
hak atas tanah.
34. Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas
tanah.
35. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
memproduksi hasil hutan.
36. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata
air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan
memelihara kesuburan tanah.
37. Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan,
keindahan, dan nilai yang terdiri atas keanekaragaman kekayaan alam,
budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan
kunjungan wisatawan.
38. Kawasan Strategis pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi utama
pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang
mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti
pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya
alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan.
39. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan
baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan
nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang
bangun dan perekayasaan industri.
40. Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu
pada tanah dan/ atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang
sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman
tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan
serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha
perkebunan dan masyarakat.
41. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam
rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara
yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,
konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan
penjualan, serta kegiatan pasca tambang.
42. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana
dan sarana lingkungan.
43. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung, baik yang terdiri atas kawasan perkotaan maupun perdesaan
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

7
-8-

44. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau


mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh
tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja
ditanam.
45. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis,
hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan
teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang
mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan
mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya
tertentu.
46. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara
nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara,
ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang
telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
47. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
48. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
49. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional,
nasional, atau beberapa provinsi.
50. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau
beberapa kabupaten/kota.
51. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau
beberapa kecamatan.
52. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat
permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa.
53. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi melayani kegiatan skala kecamatan atau
beberapa desa.
54. Sarana adalah kelengkapan kawasan permukiman perkotaan yang terdiri
atas fasilitas pendidikan, kesehatan, perbelanjaan dan niaga,
pemerintahan dan pelayanan umum, peribadatan, rekreasi dan
kebudayaan, olah raga dan lapangan terbuka, serta pemakaman umum.
55. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik yang memungkinkan kawasan
permukiman perkotaan dapat berfungsi sebagaimana mestinya, yang
meliputi jalan, saluran air minum, saluran air limbah, saluran air hujan,
pembuangan sampah, jaringan gas, jaringan listrik, dan telekomunikasi.
56. Kerja sama daerah adalah kesepakatan antara bupati dengan gubernur
atau wali kota atau bupati lain, dan/atau bupati dengan pihak ketiga,
yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban.
57. Pihak ketiga adalah Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen
atau sebutan lain, perusahaan swasta yang berbadan hukum, Badan

8
-9-

Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, Yayasan, dan
lembaga di dalam negeri lainnya yang berbadan hukum.
58. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
dalam bidang penataan ruang.
59. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
60. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat hukum adat atau badan hukum.
61. Peranserta Masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul
atas kehendak dan prakarsa masyarakat, untuk berminat dan bergerak
dalam penyelenggaraan penataan ruang.
62. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian
jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di
atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di
atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
63. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri dari
sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang
terjalin dalam hubungan hirarki.

BAB II

Ruang Lingkup Rencana Tata Ruang Wilayah

Pasal 2

(1) Ruang lingkup Rencana Tata Ruang Wilayah meliputi seluruh wilayah
daratan dan lautan seluas kurang lebih 9.450 km2,beserta ruang udara di
atasnya dan ruang di dalam bumi berdasarkan aspek administratif dan
fungsional.
(2) Batas-batas wilayah perencanaan meliputi:
a. sebelah utara berbatasan dengan Laut Flores;
b. sebelah selatan berbatasan dengan Laut Sawu;
c. sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Manggarai; dan
d. sebelah barat berbatasan dengan Selat Sape.
(3) Wilayah perencanaan tata ruang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah terdiri
atas 10 (sepuluh) kecamatan yaitu:
a. Kecamatan Komodo;
b. Kecamatan Boleng;
c. Kecamatan Sano Nggoang;
d. Kecamatan Mbeliling;
e. Kecamatan Lembor;
f. Kecamatan Lembor Selatan;
g. Kecamatan Welak;
h. Kecamatan Kuwus;
i. Kecamatan Ndoso; dan
j. Kecamatan Macang Pacar.

9
-10-

BAB III

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN


STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH

Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang Wilayah

Pasal 3

Penataan ruang wilayah daerah bertujuan untuk mewujudkan ruang daerah


yang produktif dan berwawasan lingkungan sebagai pusat distribusi barang
dan jasa sesuai ruang peruntukan.

Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang Wilayah

Pasal 4

(1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah sebagaimana


dimaksud dalam pasal 3 disusun kebijakan penataan ruang.
(2) Kebijakan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas :
a. pemantapan sistem perkotaan yang mendukung kegiatan pariwisata,
pertanian dan kelautan untuk peningkatan pelayanan wisata dan
peningkatan komoditi pertanian serta potensi kelautan unggulan;
b. pendistribusian persebaran penduduk sesuai dengan kebijakan pusat-
pusat pelayanan;
c. pengembangan pusat-pusat pelayanan secara berhirarki dan bersinergis
antara pusat pengembangan utama di ibukota kabupaten dan perkotaan
lainnya serta pengembangan sistem permukiman yang mendukung
pelayanan wisata serta peningkatan komoditi pertanian dan potensi
kelautan unggulan;
d. pengelolaan sistem transportasi yang terpadu untuk membantu
kelancaran bagi masyarakat untuk melakukan pergerakan interaksi
fungsional antar pusat kegiatan satu dengan yang lainnya;
e. penyediaan fasilitas pelayanan bagi rumah-rumah masyarakat;
f. pemantapan pelestarian dan perlindungan kawasan lindung untuk
meningkatkan kualitas lingkungan, sumberdaya alam/buatan dan
ekosistemnya, meminimalkan resiko dan mengurangi kerentanan
bencana, mengurangi efek pemanasan global yang berprinsip partisipasi,
menghargai kearifan lokal, serta menunjang pariwisata, penelitian, dan
edukasi;
g. pengembangan kawasan budidaya meliputi pengembangan kawasan
budidaya untuk mendukung pemantapan kawasan pariwisata,
agropolitan, dan minapolitan;

10
-11-

h. pengaturan zona pemanfaatan dan zona konservasi pada kawasan


pesisir dan pulau-pulau kecil, guna mencegah terjadinya konflik
kepentingan, serta pengaturan mekanisme penegakan hukum yang
mengikutsertakan masyarakat;
i. mengembangkan kawasan pariwisata, agropolitan, minapolitan dan
kawasan perlindungan ekosistem dan lingkungan hidup, sebagai
kawasan strategis kabupaten; dan
j. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.

Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang Wilayah

Pasal 5

(1) Untuk melaksanakan kebijakan penataan ruang wilayah sebagaimana


dimaksud dalam pasal 4 ditetapkan strategi penataan ruang wilayah.
(2) Strategi Pemantapan sistem perkotaan yang mendukung kegiatan
pariwisata, pertanian dan kelautan untuk peningkatan pelayanan wisata
dan peningkatan komoditi pertanian serta potensi kelautan unggulan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) huruf a meliputi:
a. mengembangkan kawasan khusus untuk mendukung potensi wisata
yang dihubungkan dengan pusat kegiatan pada setiap kawasan
agrowisata;
b. mengembangkan kawasan wisata alam, kawasan wisata budaya dan
sarana penunjang wisata pada lokasi pengembangan wisata di wilayah
dataran dan kepulauan.
c. meningkatkan kualitas prasarana wilayah dalam hal ini jaringan jalan
untuk mempermudah akses menuju kawasan wisata, sistem jaringan air
minum, sumber energi listrik, sistem transportasi;
d. mengoptimalkan fungsi lahan tidur sebagai lahan pertanian produktif,
dan mengembangkan infrastruktur penunjang kegiatan agropolitan;
e. mengembangkan industri pengolahan berbasis agro pada sentra
produksi pertanian, serta membuat keterkaitan antara industri berbasis
agro dengan pasar regional dan nasional; dan
f. mengembangkan kawasan potensi kelautan yang dihubungkan dengan
pusat kegiatan dengan mengembangkan sarana dan infrastruktur
penunjang kawasan minapolitan, dan industri pengolahan hasil
perikanan dan kelautan.
(3) Strategi pendistribusian persebaran penduduk sesuai dengan kebijakan
pusat-pusat pelayanan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2)
huruf b, meliputi :
a. mendistribusikan persebaran penduduk dengan pengembangan sarana –
prasarana dan pada kawasan pusat pertumbuhan baru, serta kegiatan
perekonomian;
b. memperbaiki sarana dan prasarana infrastruktur pada kawasan pusat
pertumbuhan dan kawasan perdesaan untuk kemudahan aksesibilitas
penduduk; dan

11
-12-

c. mengurangi urbanisasi, dan memeratakan sebaran penduduk dengan


mengembangkan kegiatan perekonomian pada kawasan perdesaan,
perbaikan sarana-prasarana dan infrastruktur di kawasan perdesaan.
(4) Strategi pengembangan pusat-pusat pelayanan secara berhirarki dan
bersinergis antara pusat pengembangan utama di ibukota kabupaten dan
perkotaan lainnya serta pengembangan sistem permukiman yang
mendukung pelayanan wisata serta peningkatan komoditi pertanian dan
potensi kelautan unggulan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2)
huruf c, meliputi :
a. meningkatkan fungsi kawasan perkotaan dan perdesaan secara
berhirarki sebagai pusat perkotaan dan kawasan wisata;
b. mengembangkan ibukota kabupaten sebagai pusat pemerintahan,
sekaligus menjadi pusat utama pengembangan ekonomi;
c. memantapkan pusat-pusat kegiatan secara berhirarki dengan
membentuk Pusat Kegiatan Wilayah, Pusat Kegiatan Lokal, Pusat
Pelayanan Kawasan perkotaan yang terdapat pada semua ibukota
kecamatan yang ada di Kabupaten; dan
d. mengembangkan Pusat Kegiatan Wilayah sebagai Kota untuk
pengembangan kawasan wisata, kawasan pendidikan, pusat
pemerintahan, perdagangan, jasa, dan sistem transpotasi yang
memadai.
(5) Strategi Pengelolaan sistem transportasi yang terpadu untuk membantu
kelancaran bagi masyarakat untuk melakukan pergerakan interaksi
fungsional antar pusat kegiatan satu dengan yang lainnya, sebagaimana
dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) huruf d, meliputi :
a. meningkatkan interaksi desa-kota dalam meningkatkan pengembangan
kawasan wisata, agropolitan, dan minapolitan;
b. memperkuat linkage system antara kawasan pariwisata dengan kawasan
penunjang seperti kawasan agropolitan dan minapolitan;
c. mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan pada kawasan perdesaan
sebagai inti pengembangan wisata budaya dan agropolitan;
d. meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur terutama
infrastruktur jalan untuk mendukung pengembangan kawasan
pariwisata;
e. mengembangkan jaringan infrastruktur jalan untuk mendukung
kawasan agropolitan dan minapolitan; dan
f. meningkatkan jaringan energi dan pelayanan secara merata sampai
pelosok, dan mengoptimalkan tingkat penanganan dan pemanfaatan
persampahan guna menciptakan lingkungan yang sehat dan bersih.
(6) Strategi Penyediaan fasilitas pelayanan bagi rumah masyarakat,
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) huruf e, meliputi :
a. meningkatkan pelayanan kesehatan dengan penyediaan fasilitas
kesehatan mulai dari skala pelayanan di tingkat kabupaten hingga skala
pelayanan lingkungan pedesaan;
b. mengoptimalkan pelayanan pendidikan terutama Sekolah Dasar dan
Sekolah Menengah Pertama yang telah tersedia di seluruh kecamatan di
Kabupaten Manggarai Barat, serta menyediakan Sekolah Menengah
Umum dan atau Kejuruan menyebar di seluruh kecamatan; dan

12
-13-

c. mengoptimalkan pelayanan fasilitas peribadatan berupa gereja,


masjid,pura, dan vihara dengan skala pelayanan kecamatan;
(7) Strategi pemantapan pelestarian dan perlindungan kawasan lindung untuk
meningkatkan kualitas lingkungan, sumberdaya alam/buatan dan
ekosistemnya, meminimalkan resiko dan mengurangi kerentanan bencana,
mengurangi efek pemanasan global yang berprinsip partisipasi, menghargai
kearifan lokal, serta menunjang pariwisata, penelitian, dan edukasi,
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf f, meliputi :
a. merehabilitasi lahan dengan menanam vegetasi yang mampu
memberikan perlindungan terhadap permukaan tanah dan mampu
meresapkan air;
b. mengelola kawasan hutan lindung sepenuhnya untuk kegiatan
konservasi tanpa adanya kegiatan manusia di dalamnya bekerjasama
dengan masyarakat setempat;
c. melindungi kawasan Taman Nasional Komodo sebagai salah satu
kawasan wisata alam dengan penelitian secara berkala;
d. mempertahankan fungsi hutan lindung yang telah ada, serta
mengembalikan fungsi pada kawasan yang mengalami kerusakan,
melalui penanganan secara teknis dan vegetatif;
e. meningkatkan peran serta dari masyarakat sekitar kawasan resapan air,
dan melestarikan kawasan yang termasuk hulu DAS dengan
pengembangan hutan atau perkebunan tanaman keras tegakan tinggi,
serta mengembalikan fungsi hidrologi kawasan hutan yang telah
mengalami kerusakan;
f. mengendalikan pengembangan kegiatan budidaya yang dapat
mengganggu fungsi lindung, mengubah bentang alam, penggunaan
lahan serta merusak ekosistem alami yang ada;
g. memantapkan kawasan perlindungan setempat melalui upaya
konservasi alam, rehabilitasi ekosistem yang rusak, pengendalian
pencemaran dan perusakan lingkungan hidup serta penetapan kawasan
lindung spiritual;
h. memantapkan fungsi dan nilai manfaatnya pada kawasan suaka alam,
pelestarian alam, dan melaksanakan kerjasama antar wilayah dalam
penanganan cagar budaya cagar budaya;
i. menangani kawasan rawan bencana alam melalui pengendalian dan
pengawasan kegiatan perusakan lingkungan terutama pada kawasan
yang berpotensi menimbulkan bencana alam, serta pengendalian untuk
kegiatan yang ada;
j. mengembangkan kegiatan pariwisata pengetahuan yang terkait dengan
geologi, mengendalikan bangunan di daerah rawan bencana geologi,
serta mengembangkan jenis tanaman keras sebagai perlindungan dan
peresapan air untuk peningkatan cadangan air tanah; dan
k. melakukan pengendalian ketat dan pengawasan agar tidak terjadi alih
fungsi pada kawasan yang memiliki kekayaan plasma nutfah, serta
memelihara habitat dan ekosistem sehingga keaslian kawasan
terpelihara.
(8) Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya meliputi pengembangan
kawasan budidaya untuk mendukung pemantapan kawasan pariwisata,

13
-14-

agropolitan, dan minapolitan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat


(3) huruf g, meliputi :
a. mengembangkan kawasan wisata pantai berbasis keseimbangan
lingkungan, memperhatikan syarat teknis bagi pembangunan fasilitas
penunjang wisata khususnya di wilayah pesisir pantai;
b. meningkatkan keterkaitan/link wisata secara nasional, dan mengelola
dan melestarikan wisata budaya;
c. mengembangkan kawasan hutan produksi untuk meningkatkan
produktivitas lahan dengan memperhatikan keseimbangan lingkungan
dengan membatasi alih fungsi hutan, melakukan kerjasama dengan
masyarakat dalam mengelola hutan dan hasil hutan sebagai hutan
kemasyarakatan;
d. melakukan penggantian guna lahan yang diperuntukkan untuk
pengembangan hutan pada kawasan hutan produksi yang dikonversi;
e. meningkatkan peran, efisiensi, produktivitas yang berkelanjutan,
peluang ekstensifikasi, serta mempertahankan saluran irigasi teknis dan
peningkatan irigasi sederhana dalam skala wilayah, mengembangkan
industri pengolahan hasil pertanian;
f. meningkatkan produk dan nilai tambah perikanan baik ikan tangkap
dan budidaya melalui sentra pengolah hasil ikan;
g. mengembangkan kegiatan pertambangan yang memperhatikan kondisi
geologi, geohidrologi terkait dengan kelestarian lingkungan;
h. mengembangkan sistem transportasi secara inter moda sampai ke pusat
produksi pertanian dan pelayanan pariwisata;
i. mendayagunakan sumber daya air dan pemeliharaan jaringan untuk
pemenuhan kebutuhan air baku dan sarana dan prasarana pengairan
kawasan pertanian; dan
j. meningkatkan jumlah, mutu dan jangkauan pelayanan komunikasi
serta kemudahan mendapatkannya yang diprioritaskan untuk
mendukung pengembangan pertanian, pariwisata, dan perikanan
kelautan.
(9) Strategi pengaturan zona pemanfaatan dan zona konservasi pada kawasan
pesisir dan pulau-pulau kecil, guna mencegahan terjadinya konflik
kepentingan, serta pengaturan mekanisme penegakan hukum yang
mengikutsertakan masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat
(3) huruf h, meliputi :
a. membatasi kegiatan budidaya, merehabilitasi kawasan lindung di
kawasan pesisir dan melindungi kawasan konservasi sebagai peredam
pengaruh gelombang, menahan lumpur, dan melindungi pantai dari
erosi;
b. melestarikan ekosistem terumbu karang sebagai salah satu cara
melestarikan keanekaragaman ikan, serta melindungi tutupan karang;
c. mengendalikan kualitas perairan wilayah pesisir; dan
d. mengembangkan kawasan pariwisata berbasis pelestarian lingkungan
pesisir dan mengendalikan pertumbuhan permukiman di pesisir.
(10) Strategi mengembangkan kawasan pariwisata, agropolitan, minapolitan
dan kawasan perlindungan ekosistem dan lingkungan hidup, sebagai
kawasan strategis kabupaten, sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat
(3) huruf i, meliputi:

14
-15-

a. mengembangkan kawasan melalui peningkatan nilai ekonomis kawasan


lindung dengan pemanfaatan untuk obyek wisata, pendidikan, dan
penelitian berbasis lingkungan hidup;
b. mengembangkan kawasan agropolitan meliputi pertanian tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan dan kawasan peternakan, serta
meningkatkan prasarana penunjang kegiatan pertanian serta jalan
untuk aksesibilitas ke pasar dan industri pengolahan;
c. mengembangkan kawasan melalui peningkatan nilai ekonomis kawasan
pemanfaatan sumber daya kelautan, mengembangkan industri
pengolahan hasil perikanan; dan
d. membatasi dan mencegah pemanfaatan ruang yang berpotensi
mengurangi fungsi perlindungan kawasan, merehabilitasi fungsi lindung
kawasan yang menurun akibat dampak pemanfaatan ruang yang
berkembang di dalam dan di sekitar kawasan lindung, serta membatasi
pengembangan prasarana dan sarana di dalam dan di sekitar kawasan
yang ditetapkan untuk fungsi lindung.
(11) Strategi mengembangkan kawasan untuk pertahanan dan keamanan
negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf j, meliputi :
a. mendukung penetapan kawasan peruntukan pertahanan dan
keamanan;
b. mengembangkan budidaya secara selektif didalam dan disekitar
kawasan untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan;
c. mengembangkan kawasan lindung dan atau kawasan budidaya tidak
terbangun disekitar kawasan pertahanan dan keamanan Negara sebagai
zona penyangga; dan
d. turut serta memelihara dan menjaga asset-aset pertanahan dan
keamanan.

BAB IV
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 6

(1) Rencana struktur ruang wilayah meliputi:


a. Sistem jaringan Pusat Kegiatan;
b. Sistem jaringan Prasarana Utama; dan
c. Sistem jaringan Prasarana Lainnya
(2) Rencana struktur ruang wilayah Daerah digambarkan dalam peta dengan
tingkat ketelitian 1 : 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(3) Rencana detail tata ruang yang merupakan bagian dari rencana rinci tata
ruang akan disusun dengan berpedoman pada rencana tata ruang wilayah
kabupaten.

15
-16-

Bagian Kedua
Sistim Jaringan Pusat- Pusat Kegiatan

Pasal 7

(1) Rencana Pusat Kegiatan Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6


ayat (1) huruf a terdiri atas :
a. Sistem Jaringan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)
b. Sistem Jaringan Pusat Kegiatan Lokal (PKL);
c. Sistem Jaringan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK); dan
d. Sistem Jaringan Pusat Pelayanan Lingkungan(PPL).
(2) PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu Perkotaan Labuan
Bajo.
(3) PKL sebagaimana dimaksud pada pasal (1) huruf b yaitu Perkotaan Wae
Nakeng .
(4) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yaitu/meliputi Perkotaan
Golo Welu, Bari, Perkotaan Wersawe, Perkotaan Tentang, Perkotaan
Lengkong Cepang, Perkotaan Orong, Perkotaan Terang dan Perkotaan
Werang.
(5) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d yaitu/meliputi Desa
Munting, Liang Dara, Kempo, Waning, Pacar, Compang, Tueng, Pateng,
Lando, Golo Ru’u, Ranggu, Golo Ronggot, Momol dan Nanga Lili.

Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Utama

Pasal 8

Sistem jaringan prasarana utama sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat


(1) huruf b meliputi:
a. Sistem jaringan transporatasi darat;
b. Sistem jaringan transporatasi laut; dan
c. Sistem jaringan transporatasi udara.

Paragraf 1
Sistem Jaringan Transportasi Darat

Pasal 9

(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam pasal 8


huruf a terdiri atas:
a. jaringan lalulintas dan angkutan jalan terdiri atas;
1. jaringan jalan;
2. jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan meliputi terminal
penumpang dan barang, jembatan timbang dan Pengujian
Kendaraan Bermotor (PKB); dan
3. jaringan pelayanan lalulintas dan angkutan jalan meliputi jaringan
trayek angkutan penumpang dan jaringan trayek angkutan barang.
b. jaringan angkutan sungai, danau dan penyeberangan (ASDP); dan
16
-17-

c. jaringan transportasi perkotaan.


(2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a butir 1, terdiri
atas :
a. jaringan jalan Primer;
b. jaringan jalan kolektor primer; dan
d. jaringan jalan lokal.
(3) Jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan meliputi terminal
penumpang dan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a butir
2, terdiri atas :
a. terminal Tipe A, terdapat di kecamatan Komodo;
b. terminal Tipe B, terdapat di Desa Nggorang; dan
c. terminal Tipe C, terdapat di seluruh ibukota kecamatan di Kabupaten
Manggarai Barat.
(4) Jaringan layanan lalu lintas dan angkutan jalan adalah trayek angkutan
penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a butir 3, terdiri
atas :
a. angkutan antar kota dalam provinsi terdiri atas trayek :
1. Labuan Bajo – Ruteng – Bajawa; dan
2. Labuan Bajo - Ruteng – Ende.
b. angkutan kota; dan
c. angkutan pedesaan.
(5) Jaringan angkutan sungai, danau dan penyeberangan (ASDP) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu pelabuhan penyeberangan Labuhan
Bajo dengan rute terdiri atas :
a. Labuhan Bajo – Sape;
b. Labuhan Bajo-Pulau Jampea-Pulau Selayar-Bira; dan
c. Labuan Bajo – Wae Ngapu/Wae Kelo.
(6) Sistem jaringan transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3)
dan ayat (4) huruf b dan huruf c diatur dengan Peraturan Bupati.

Paragraf 2
Sistem Jaringan Transportasi Laut

Pasal 10

(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8


huruf b, meliputi :
a. tatanan kepelabuhanan; dan
b. alur dan keselamatan pelayaran.
(2) Tatanan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdiri atas :
a. pelabuhan umum; dan
b. terminal pelabuhan laut.
(3) Pelabuhan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas:
17
-18-

a. pelabuhan pengumpul, yaitu Pelabuhan Niaga/Peti Kemas di Desa Bari


Kecamatan Macang Pacar;
b. pelabuhan Penumpang dan Pelabuhan Wisata Internasional di Labuan
Bajo; dan
c. pelabuhan pengumpan, terdiri atas :
1. pelabuhan di Kecamatan Boleng;
2. pelabuhan di Kecamatan Lembor Selatan; dan
3. pelabuhan di Kecamatan Macang Pacar.
(4) Terminal pelabuhan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
terdiri atas:
a. terminal pelabuhan laut Labuan Bajo di Kecamatan Komodo;
b. terminal pelabuhan laut Bari di Kecamatan Macang Pacar; dan
c. terminal Pelabuhan Laut (ASDP) di Kecamatan Komodo.
(5) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah alur
pelayaran nasional, yang terdiri atas :
a. Surabaya – Labuan Bajo;
b. Makasar – Labuan Bajo;
c. Benoa-Lembar-Bima-Labuhan Bajo-Makassar ;
d. Surabaya-Benoa-Bima-Labuhan Bajo-Marpokot-Maumere-Marpokot-
Makassar;
e. Kupang-Pulau Solor-Maumere-Marpokot-Reok-Labuhan Bajo-Bima; dan
f. Labuan Bajo – Wae Kelo (Sumba Barat Daya)

Paragraf 3
Sistem Jaringan Transportasi Udara

Pasal 11

(1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8


huruf c, terdiri atas:
a. tatanan kebandarudaraan; dan
b. ruang udara untuk penerbangan.
(2) Tatanan kebandarudaraan di kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, terdiri atas :
a. bandar udara pengumpan, yaitu Bandar udara Komodo di Kecamatan
Komodo; dan
b. rencana Pembangunan Bandar udara pengumpul sekunder dengan
skala pelayanan internasional, di Kecamatan Lembor Selatan.
(3) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b merupakan jalur penerbangan yang terdiri atas :
a. jalur Penerbangan Regional yaitu Ngurah Rai (Denpasar) – Bandara
Komodo, dan Bandara Komodo – Bandara Sultan Hasanuddin/
Makassar; dan

18
-19-

b. jalur Penerbangan Lokal El Tari (Kupang) – Komodo, Frans Seda


(Maumere) – Komodo, Bandara Hasan Aroebusman/Ende – Komodo,
Bandara Udara Komodo – Bandara Udara Tambulaka/Sumba Barat,
Bandara Komodo – Bandara Wae Ngapu.
(4) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana Kawasan Keselamatan
Operasional Penerbangan dan jalur penerbangan terdiri atas :
a. kawasan keselamatan operasi penerbangan, terdiri atas :
1. kawasan ancaman pendaratan dan lepas landas;
2. kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan;
3. kawasan dibawah permukaan horizontal dalam;
4. kawasan dibawah permukaan transisi;
5. kawasan dibawah permukaan kerucut; dan
6. kawasan dibawah permukaan horizontal luar.
b. jalur penerbangan diatur lebih lanjut dalam ketentuan peraturan
perundangan yang berlaku

Bagian Keempat
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya

Pasal 12

Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat


(1) huruf c, terdiri atas:
a. sistem jaringan energi;
b. sistem jaringan telekomunikasi;
c. sistem jaringan sumber daya air; dan
d. sistem prasarana pengelolaan lingkungan.

Paragraf 1
Sistem Jaringan Energi

Pasal 13

(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a,


meliputi :
a. pembangkit tenaga listrik;
b. gardu induk; dan
c. jaringan prasarana energi.
(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdiri atas :
a. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD);
b. potensi air terjun yang digunakan untuk pembangkit Listrik Tenaga
Micro Hydro (PLTMH) baik skala PLN maupun skala perdesaan seperti
Cunca Wulang I dan II dan cunca Merajo di desa Cunca Wulang
(keduanya skala perdesaan) di kecamatan Mbeliling; cunca Polo (skala

19
-20-

PLN) di desa Dunta kecamatan Welak, cunca Rami di desa Golo


Ndaring kecamatn Welak, cunca Wae Teku, dan cunca Wae Sele di desa
Nampar Macing (ketiganya skala perdesaan) di Kecamatan Sano
Nggoang, wae Ngele di desa Raka (skala perdesaan) di kecamatan
Ndoso, dan cunca Nuh (skala perdesaan) di kecamatan Macang Pacar;
c. rencana Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut di Selat Molo Kecamatan
Komodo;
d. pengembangan Energi Alternatif yang diprioritaskan pada kawasan
dan/atau desa terpencil di seluruh Manggarai Barat; dan
e. Rencana Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Sano Nggoang.
(3) Rencana pengembangan sistem jaringan energi melalui gardu induk
sebagaimana dimaksud pada ayat1 huruf b meliputi :
a. gardu induk, yaitu GI Labuan Bajo di Kabupaten Manggarai Barat
disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan; dan
b. pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik yaitu jaringan
transmisi tenaga listrik tegangan tinggi.
(4) Jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
meliputi :
a. Pembangunan jaringan listrik tegangan tinggi (SUTT);
b. Pembangunan jaringan listrik tegangan menengah (SUTM); dan
c. Pengembangan gardu induk (GI) disesuaikan dengan kondisi
lingkungan setempat dan perkembangan kebutuhan.

Paragraf 2
Sistem Jaringan Telekomunikasi

Pasal 14

(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12


huruf b, terdiri atas :
a. sistem jaringan kabel; dan
b. sistem jaringan nirkabel.
(2) Sistem jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdapat di Kecamatan Komodo.
(3) Sistem jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
diarahkan pada penataan lokasi menara telekomunikasi dan Base
Transceiver Station (BTS) terpadu untuk pemanfaatan secara bersama-
sama antar operator yang sebaran lokasinya telah ditetapkan, terdapat di
Kecamatan Komodo, Kecamatan Lembor, Kecamatan Sano Nggoang,
Kecamatan Kuwus, Kecamatan Macang Pacar, Kecamatan Lembor Selatan,
Kecamatan Mbeliling dan Kecamatan Ndoso.

20
-21-

Paragraf 3
Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Pasal 15

(1) Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12


huruf c, terdiri atas :
a. jaringan sumber daya air minum;
b. wilayah sungai;
c. cekungan air tanah;
d. daerah irigasi; dan
e. sistem pengendalian banjir.
(2) Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana di maksud ayat 1
direncanakan melalui pendekatan wilayah sungai dan cekungan air tanah
serta keterpaduan dengan pola ruang dengan memperhatikan
keseimbangan pemaanfaatan sumberdaya air permukanaan dan air tanah.
(3) Jaringan sumber daya air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, yaitu :
1. Mbeliling – Labuan Bajo;
2. Kuwus – Macang Pacar;
3. Sano Nggoang – Mbeliling;
4. Boleng;
5. Kuwus – Ndoso, dan
6. Welak – Lembor – Lembor Selatan.
(4) wilayah sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu Wae
Ncuring, Wae Rii, Wae Jamal, Wae Nengke, Wae Renu, Wae Impor, Wae
Mese, Wae Ganggang, Wae Danar, Wae Racang;
(5) wilayah cekungan air tanah (CAT) yang berada di daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah :
1. CAT Ruteng yang merupakan CAT lintas kabupaten dengan luas
3.724 Km2, yang terletak pada titik koordinat BT 119050’12.45” -
121022’35.4”, dan LS 08032’14.19” -08057’34.56”
2. CAT Labuan Bajo yang merupakan CAT dalam satu kabupaten
Manggarai Barat dengan luas 413 Km2, terletak pada koordinat BT
119047’52.8” – 120004’32.63” dan LS 08025’15.82’ – 08047’44.72”
3. Cat Lempe yang merupakan CAT lintas kabupaten dengan luas 398
Km2, yang terletak pada titik koordinat BT 120003’58.98” –
120027’15.73” dan LS -08017’51.01” – 08031’10.40”.
(6) Daerah irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, yaitu daerah
irigasi Lembor, Daerah Irigasi Nggorang Wae Mese, daerah irigasi Terang,
daerah irigasi Kuwus, daerah irigasi Welak, daerah irigasi Sano Nggoang,
Daerah irigasi Macang Pacar dan pengembangan daerah irigasi di
kecamatan Mbeliling, Ndoso dan Lembor Selatan.

21
-22-

(7) Rencana pengembangan prasarana/jaringan sumber daya air meliputi


aspek konservasii sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air dan
pengendalian daya rusak air.
(8) Wilayah sungai sebagaimana dimaksud ayat 1 huruf b meliputi :
a. wilayah sungai Flores yang merupakan wilayah sungai strategis
nasional yang mencakup daerah aliran sungai (DAS);
b. daerah aliran sungai (DAS) pada wilayah sungai tersebut terdiri atas :
1. DAS Jamal;
2. DAS Bereh;
3. DAS Nae;
4. DAS Boe Pasaru;
5. DAS Terang;
6. DAS Ganggang;
7. DAS Popo;
8. DAS Nggilat; dan
9. DAS Reo Wae Pesi.
(9) Daerah irigasi sebagaimana dimaksud ayat 1 huruf d meliputi :
a. daerah irigasi lembor (5.099 Ha);
b. daerah irigasi Boleng (2.330 Ha);
c. daerah irigasi Komodo (2.550Ha);
d. daerah irigasi Welak (1.955Ha);
e. daerah irigasi Kuwus (1.025Ha;
f. daerah irigasi Sano Nggoang(1.425Ha); dan
g. daerah irigasi Macang Pacar (3.055Ha).
(10) Sitem pengendalian banjir sebagaimnana di maksud ayat 1 huruf e
meliputi :
a. upaya konservasi lahan;
b. penetapan zona banjir; dan
c. pembangunan sarana dan prasarana banjir.

Paragraf 4
Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan

Pasal 16

(1) Sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 12 huruf d yaitu meliputi:
a. sistem jaringan air minum;
b. sistem jaringan persampahan;
c. sistem jaringan air limbah domestik;
d. sistem jaringan drainase; dan
e. jalur evakuasi bencana.

22
-23-

(2) Sistem jaringan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdiri atas:
a. identifikasi potensi sumber-sumber air baru untuk memenuhi
kebutuhan air masyarakat daerah;
b. penambahan/menyediakan kran umum dengan prioritas pelayanan
daerah permukiman yang relatif padat;
c. jaringan perpipaan yang meliputi:
1) Mbeliling - Labuan Bajo;
2) Kuwus - Macang Pacar;
3) Sano Nggoang – Mbeliling;
4) Boleng;
5) Kuwus – Ndoso;
6) Kuwus – Welak; dan
7) Lembor – Lembor Selatan.
d. jaringan non perpipaan yang mencakup seluruh wilayah daerah yang
belum terjangkau jaringan PDAM;
e. meningkatkan produksi pada sistem air minum (PDAM) yang sudah ada
dengan upaya memperkecil kehilangan/kebocoran air serta
merehabilitasi sistem transmisi dan sistem distribusinya;
f. peningkatan sistem air minum pedesaan yang ada dan pembangunan
sistem baru untuk melayani daerah-daerah yang sampai saat ini belum
mendapat pelayanan air minum, pengelolaannya dilakukan oleh badan
pengelola air minum;
g. Penyediaan dan peningkatan sarana dan prasarana air minum untuk
masyarakat melalui pemboran air tanah beserta sistem penjaringannya
dengan prioritas daerah yang belum terlayani air PDAM diseluruh
wilayah kabupaten Manggarai Barat, pengelolaannya dilakukan oleh
Organisasi Masyarakat Setempat (OMS);
h. Pengawasan dan monitoring jaringan sumur bor dalam hubungannya
dengan pemanfaatan air tanah; dan
i. Revitalisasi dan optimalisasi sumur bor dan penjaringannya agar
pemanfaatan air tanah untuk masyarakat tepat sasaran dan
berkelanjutan.
(3) Sistem jaringan pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terdiri atas:
a. TPA terletak di ibukota kabupaten dan diseluruh kecamatan di daerah;
b. TPS tersebar sekitar hunian warga yang telah sesuai dengan syarat
teknis dalam penentuan lokasi dan kebutuhan ruangnya; dan
c. pengelolaan sampah dari rumah tangga ke tempat penampungan
sementara (TPS) menuju Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan
menggunakan pengelolaan terpadu.
(4) Sistem jaringan air limbah domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c dapat diklasifikasikan menjadi:
a. sistem pengolahan air limbah setempat;dan
b. sistem pengolahan air limbah terpusat.
(5) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
terdiri atas:

23
-24-

a. sistem jaringan primer yaitu dalam kota Labuan Bajo; dan


b. sistem jaringan sekunder terdapat setiap kecamatan di daerah.
(6) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
adalah jalur yang ditetapkan sesuai kondisi daerah rawan bencana.

BAB V
RENCANA POLA RUANG WILAYAH

Pasal 17

(1) Rencana pola ruang wilayah meliputi:


a. kawasan lindung; dan
b. kawasan budidaya.
(2) Rencana pola ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1 : 50.000 sebagaimana tercantum dalam lampiran II dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kesatu
Kawasan Lindung

Pasal 18

(1) Rencana pengelolaan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal


17 ayat (1) huruf a meliputi semua upaya perlindungan, konservasi dan
pelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungannya guna mendukung
kehidupan secara serasi yang berkelanjutan dan tidak dapat dialih
fungsikan menjadi kawasan budidaya.
(2) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal17 ayat (1) huruf a
terdiri atas:
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya;
c. kawasan perlindungan setempat;
d. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;
e. kawasan rawan bencana;
f. kawasan lindung geologi; dan
g. kawasan lindung lainnya.

24
-25-

Paragraf 1
Kawasan Hutan Lindung

Pasal 19

Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf
a seluas kurang lebih 37.036,41Ha yang tersebar di semua kecamatan.

Paragraf 2
Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya

Pasal 20

(1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf b, terdiri atas :
a. kawasan bergambut; dan
b. kawasan resapan air.
(2) Kawasan bergambut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdapat
di semua kecamatan di daerah.
(3) Kawasan resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdapat di semua kecamatan di daerah.

Paragraf 3
Kawasan Perlindungan Setempat

Pasal 21

(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18


Ayat (2) huruf c, terdiri atas:
a. kawasan sempadan sungai;
b. kawasan sempadan pantai;
c. kawasan sempadan mata air;
d. kawasan sempadan waduk/danau;
e. kawasan lindung spiritual;
f. kawasan kearifan lokal lainnya;dan
g. ruang terbuka hijau.
(2) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdiri atas:
a. kawasan sempadan sungai di kawasan non permukiman yang berjarak
antara 50 meter hingga 100 meter di kiri dan kanan tepi sungai
terdapat di Kecamatan Komodo, Lembor, Ndoso, Lembor Selatan,
Macang Pacar dan Boleng ; dan

25
-26-

b. kawasan sempadan sungai di kawasan permukiman yang berjarak


sekurang-kurangnya 10 meter kiri dan kanan tepi sungai terdapat di
seluruh kecamatan di daerah.
(3) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
adalah kawasan sempadan pantai yang berjarak 100 meter dari titik pasang
tertinggi ke arah darat, berada pada Kecamatan Lembor Selatan, Komodo,
Boleng, dan Macang Pacar.
(4) Kawasan sempadan mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
dengan luas 200 meter jari-jari yang diukur dari mata air, terdapat di
seluruh wilayah daerah.
(5) Kawasan sempadan waduk/danau sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d berjarak antara 50 meter hingga 100 meter dari titik pasang
tertinggi ke arah darat, meliputi danau/waduk Kecamatan Sano Nggoang.
(6) Kawasan lindung spritual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
terdapat di seluruh Kecamatan di daerah.
(7) Kawasan kearifan lokal lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
f terdapat di seluruh wilayah daerah.
(8) Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g terdapat
diseluruh wilayah daerah dengan luas lebih kurang 60 %.

Paragraf 4
Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya

Pasal 22

(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal18 Ayat (2) huruf d terdiri atas :
a. kawasan cagar alam;
b. kawasan pantai berhutan bakau;
c. kawasan taman nasional dan taman nasional laut;
d. kawasan taman wisata alam dan taman wisata alam laut; dan
e. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
(2) Kawasan cagar alam sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a adalah
kawasan suaka alam rawa Wae Wul terdapat di Kecamatan Komodo dengan
luas kurang lebih1.484,84 Ha.
(3) Kawasan pantai berhutan bakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terdapat disemua wilayah pesisir di Kabupaten Manggarai Barat
dengan luas kurang lebih 19.750 Ha.
(4) Kawasan taman nasional dan taman nasional laut sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c terdiri atas :
a. kawasan taman nasional satwa terdapat di Taman Nasional Komodo di
Pulau Komodo, Pulau Padar, dan Pulau Rinca, pulau Gilimotang, Pulau
Kambing Rinca, Pulau Kalong Rinca, Pulau Kalong Komodo, Batu Bolong,
Pulau Papa Garang, Gili Lawa Laut, dan beberapa pulau kecil lainnya
dengan luas kurang lebih132.572 Ha; dan

26
-27-

b. kawasan taman nasional laut perairan laut Sawu terdapat di wilayah


selatan kabupaten Manggarai Barat yang terdiri atas 6 (enam) desa.
(5) Kawasan taman wisata alam dan taman wisata alam laut sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas:
a. kawasan Pegunungan Mbeliling terdapat kecamatan Sano Nggoang dan
kawasan hutan Nggorang Bowosie yang terdapat didalamnya Air Terjun
Cunca Wulang dengan luas kurang lebih 23.000 Ha dapat dikelola
dengan pemanfaatan jasa lingkungan untuk kepentingan wisata alam,
edukasi dan pemanfaatan lain yang tidak mengganggu fungsi utama
lindung dan produksi pegunungan Mbeliling; dan
b. kawasan taman wisata alam Taman Nasional Komodo terdapat di Pulau
Komodo, Pulau Padar, dan Pulau Rinca, pulau Gilimotang, Pulau Kambing
Rinca, Pulau Kalong Rinca, Pulau Kalong Komodo, Batu Bolong, Pulau
Papa Garang, Gili Lawa Laut, dan beberapa pulau kecil lainnya dengan
luas kurang lebih 173.300 Ha.
(6) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e terdiri atas:
a. desa adat dengan luas kurang lebih 500 Ha terdapat di dusun Tado Desa
Nampar Macing kecamatan Sano Nggoang, desa Pacar kecamatan
Macang Pacar, dan desa lain yang akan ditentukan melalui kajian
rencana rinci kepariwisataan kabupaten Manggarai Barat;
b. situs-situs purbakala dengan luas kurang lebih 100 Ha; dan
c. Taman Nasional dengan luas kurang lebih 173.300 Ha.

Paragraf 5
Kawasan Rawan Bencana

Pasal 23

(1) Kawasan rawan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Ayat (2)
huruf e terdiri atas:
a. kawasan rawan tanah longsor;
b. kawasan rawan gempa bumi;
c. kawasan rawan banjir; dan
d. kawasan rawan gelombang pasang dan arus vortex dan/atau arus leher
botol.
(2) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a terdapat di beberapa Kecamatan yaitu :
a. kecamatan Sano Nggoang terdapat di Kampung Loha, Desa Golo Mbu,
Lara (Desa Golo Kempo) dan Desa Golo Ndoal, Desa Watu Wangka, Wae
Lolos, Golo Desat, Liang Dara, desa Kempo;
b. kecamatan Kuwus terdapat di Kelurahan Nantal, Desa Suka Kiong, Golo
Ruu, Kolang, Lewur;
c. kecamatan Macang Pacar terdapat di Desa Golo Lajang, Desa kombo,
Desa Nanga Kantor dan Desa Rokap;

27
-28-

d. kecamatan Ndoso terdapat di Waning, Tentang, Golo Poleng, Momol,


Ndoso, Wae Buka;
e. kecamatan Lembor terdapat di Wae Bangka; dan
f. kecamatan Welak terdapat di desa Semang, Pengka, Dunta, dan Lawe.
(3) Kawasan rawan gempa bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
terdapat seluruh Kabupaten Manggarai Barat.
(4) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
terdapat di kecamatan yaitu :
a. kecamatan Macang Pacar terdapat di Desa Nggilat dan Desa Bari;
b. kecamatan Lembor Selatan terdapat di Desa Nanga Lili (lokasi pertemuan
Sungai Wae Kanta, Wae Longge dan Wae Ara);
c. kecamatan Komodo terdapat di Desa Gorontalo dan Desa Macang
Tanggar; dan
d. kecamatan Boleng terdapat di Desa Golo Sepang.
(5) Kawasan rawan gelombang pasang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d terdapat di Kecamatan Komodo, Boleng, Macang Pacar dan Lembor
Selatan dan arus vortex terdapat di selat Batu Tiga kawasan Taman
Nasional Komodo dan arus laut yang sangat kuat di selat Molo.

Paragraf 6
Kawasan Lindung Geologi

Pasal 24

(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal18 Ayat (2)
huruf f terdiri atas:
a. kawasan cagar alam geologi;
b. kawasan rawan bencana alam geologi; dan
c. kawasan perlindungan terhadap air tanah.
(2) Kawasan cagar alam geologi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf a,
terdiri atas :
a. Kawasan keunikan batuan dan fosil, seperti Batu menyerupai balok
yang terdapat di Desa Rinca, batu menyerupai balok dan meja di Desa
Warloka, fosil kayu di kenari, batu menyerupai balok di Nggorang dan
Merombok di Kecamatan Komodo, batu menyerupai balok di Desa Pota
Wangka dan fosil kayu di Desa Tebedo Kecamatan Boleng, batu
menyerupai balok di Desa Watu Umpu Kecamatan Welak, batuan
menyerupai perahu dan jembatan di Wae Jare Kecamatan Mbeliling, dan
batuan dasar/geoheritage yang terdapat di sekeliling Danau Sano
Nggoang serta semua lokasi yang memiliki keragaman batuan, batuan
yang mengandung jejak atau sisa kehidupan di masa lampau (fosil),
batuan yang memiliki nilai antropologi dan arkeologi dan batuan yang
merupakan jejak struktur geologi masa lampau yang tersebar di seluruh
wilayah kabupaten Manggarai Barat;
b. Kawasan Keunikan bentang alam, antara lain gua batu cermin di
Kecamatan Komodo, gua Liang Rodak di Kecamatan Mbeliling, gua ular

28
-29-

(istana ular) di Kecamatan Welak dan semua gua yang berada dalam
kabupaten Manggarai Barat. Air terjun Cunca Wulang, Cunca Rami,
Cunca Lolos dan Cunca Polo dan semua air terjun yang ada tersebar di
Kabupaten Manggarai Barat. Keindahan gugusan pulau-pulau (kecil dan
besar) yang terdapat di dalam kawasan atau di luar kawasan Taman
Nasional Komodo, Danau Sano Nggoang, kawasan Gunung mbeliling
menerus sampai Sesok. Gugusan pegunungan dan bukit serta bentang
alam karst yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten Manggarai
Barat; dan
c. Kawasan Keunikan Proses Geologi, kawasan ini terdapat pada Danau
Sano Nggoang ( mataair panas Wae Nggerengguk) dan seluruh kawasan
dengan kemunculan solfatura, fumarola dan semua lokasi yang memiliki
keunikan proses geologi.
(3) Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada Ayat
(1) huruf b, terdiri atas :
a. kawasan rawan letusan gunung berapi, terdapat di Danau Sano
Nggoang (danau vulkanik) kecamatan Sano Nggoang;
b. kawasan rawan gempa bumi, terdapat di seluruh wilayah kabupaten
Manggarai Barat;
c. kawasan rawan abrasi; terdapat di seluruh wilayah pesisir kabupaten
Manggarai Barat;
d. kawasan rawan bahaya gas beracun, terdapat di danau Sano Nggoang
kecamatan Sano Nggoang; dan
e. Kawasan rawan bencana gerakan tanah; terdapat diseluruh wilayah
kabupaten Manggarai Barat.
(4) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah sebagaimana
dimaksud pada Ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. kawasan Cekungan Air Tanah (CAT) yang merupakan tempat semua
kejadian hydrogeologis, mencakup proses pengimbuhan, pengaliran, dan
pelepasan air tanah berlangsung dimana CAT Labuan Bajo, CAT Ruteng
dan CAT Lempe yang terletak pada titik koordinat sebagaimana dimuat
pada pasal 15 ayat (3) huruf c; dan
b. kawasan sempadan mata air terdapat di seluruh kecamatan di wilayah
daerah.

Paragraf 7
Kawasan Lindung Lainnya

Pasal 25

(1) Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Ayat (2)
huruf g, terdiri atas :
a. cagar biosfer;
b. kawasan perlindungan plasma nutfah;
c. kawasan perlindungan satwa; dan
d. terumbu karang.
29
-30-

(2) Kawasan cagar biosfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah
Kawasan Taman Nasional Komodo di Kecamatan Komodo dengan luas
kurang lebih 40.728 Ha
(3) Kawasan perlindungan plasma nutfah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b adalah Kawasan Taman Nasional Komodo di Kecamatan Komodo
dengan luas kurang lebih 40.728 Ha, dan kawasan hutan Mbeliling seluas
25.793,55 Ha.
(4) Kawasan Perlindungan Satwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
terdiri atas:
a. kawasan pulau Komodo di Kecamatan Komodo dengan luas kurang
lebih17.500 Ha;
b. kawasan pulau Padar di Kecamatan Komodo dengan luas kurang lebih
7.600 Ha;
c. kawasan pulau Rinca di kecamatan Komodo dengan luas kurang lebih
15.628 Ha;
d. kawasan hutan Mbeliling seluas 25.793,55 Ha; dan
e. kawasan konservasi sumber daya alam Wae Wul di Kecamatan Komodo.
(5) Kawasan terumbu karang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
adalah Kawasan Perairan laut Kabupaten Manggarai Barat di Kecamatan
Macang Pacar, Boleng, Komodo, Lembor Selatan dengan luas kurang lebih
15.000 Ha.

Bagian Kedua
Kawasan Budidaya

Pasal 26

Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Ayat (1) huruf b,


terdiri atas :
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan peruntukan hutan rakyat;
c. kawasan peruntukan pertanian;
d. kawasan peruntukan perikanan;
e. kawasan peruntukan pertambangan;
f. kawasan peruntukan industri;
g. kawasan peruntukan pariwisata;
h. kawasan peruntukan permukiman; dan
i. kawasan peruntukan lainnya.

30
-31-

Paragraf 1
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi

Pasal 27

Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26


huruf a terdiri atas kawasan peruntukan hutan produksi seluas 38.539,38 Ha
yang terdapat di kelompok hutan Mbeliling, Nggorang Bowosie, Sesok, Golo
Tantong, Golo Ndesi, Golo Leleng, Golo Ronggot, Pae Lombe/ Tanjung Grita
Besar dan Golo Warloka.

Paragraf 2
Kawasan Peruntukan Hutan Rakyat

Pasal 28

Kawasan peruntukan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26


huruf b terdapat di Kecamatan Macang Pacar, Boleng, Welak dan Kuwus dengan
luasan kurang lebih 26.545 Ha.

Paragraf 3
Kawasan Peruntukan Pertanian

Pasal 29

(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26


huruf c, terdiri atas:
a. kawasan pertanian tanaman pangan dan kawasan pertanian tanaman
pangan berkelanjutan;
b. kawasan tanaman hortikultura dan kawasan pengembangan
holtikultura ;
c. Kawasan perkebunan rakyat dan kawasan pengembangan perkebunan
rakyat; dan
d. Kawasan peternakan.
(2) Kawasan pertanian tanaman pangan dan kawasan pertanian tanaman
pangan berkelanjutan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri
atas:
a. kawasan pertanian tanaman pangan terdiri atas lahan kering potensial
dan lahan kering fungsional, lahan basah (sawah) potensial dan lahan
sawah fungsional yang luasnya mulai dari 0 sampai dengan 20 Ha yang
terdapat disemua wilayah kecamatan di daerah; dan
b. kawasan pertanian tanaman pangan berkelanjutan terdiri atas lahan
basah (sawah) potensial dan lahan sawah fungsional yang luasnya lebih
dari 20 Ha yang terdapat di seluruh kecamatan di daerah.

31
-32-

(3) Kawasan pertanian hortikultura dan kawasan pengembangan pertanian


holtikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat di
semua Kecamatan di Kabupaten Manggarai Barat terdiri atas:
a. komoditas Rambutan terdapat di Kecamatan Sano Nggoang, Welak,
Mbeliling, dan Macang Pacar dengan luas lahan fungsional 220,5 Ha dan
luas lahan potensial kurang lebih 10.000 Ha;
b. komoditas Mangga terdapat di Kecamatan Komodo, Sano Nggoang,
Mbeliling, Lembor Selatan, Welak, Macang Pacar dan Boleng, dengan
luas lahan fungsional 238,75 dan luas lahan potensial kurang lebih
1.500 Ha;
c. komoditas Durian terdapat di Kecamatan Sano Nggoang, Mbeliling,
Kuwus, Ndoso, Welak, Lembor, Lembor Selatan dan Macang Pacar,dan
Boleng dengan luas lahan fungsional 66,50 Ha dan luas lahan potensial
kurang lebih 5.000 Ha; dan
d. komoditas Pisang terdapat di seluruh kecamatan di daerah, dengan luas
lahan fungsional 10.336 Ha dan luas lahan potensial kurang
lebih25.000Ha.
(4) Kawasan perkebunan rakyat dan kawasan pengembangan perkebunan
rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:
a. kawasan perkebunan Kopi, terdapat di seluruh kecamatan di daerah
dengan luas lahan fungsional 5.238 Ha dan luas lahan potensial kurang
lebih 7.400 Ha ;
b. kawasan perkebunan Jambu Mente,terdapat di Komodo, Sano Nggoang,
Mbeliling, Lembor Selatan, Lembor, Welak, Macang Pacar dan Boleng,
dengan luas lahan fungsional 6.816,75 Ha dan luas lahan potensial
kurang lebih 62.500 Ha;
c. kawasan perkebunan kakao/coklat terdapat di seluruh kecamatan di
daerah dengan luas lahan fungsional 3.174,50 dan luas lahan potensial
lebih kurang 57.350 Ha;
d. kawasan perkebunan cengkeh, terdapat di seluruh wilayah kecamatan di
daerah, dengan luas lahan fungsional 1.031,95 Ha dan luas lahan
potensial lebih kurang 8.000 Ha; dan
e. kawasan perkebunan kelapa terdapat diseluruh kecamatan di daerah
dengan luas lahan fungsional 1.753, 25 dan luas lahan potensial lebih
kurang 109.760 Ha.
(5) Kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdiri
dari :
a. peternakan besar (sapi, kerbau) terdapat di kecamatan Sano Nggoang,
Lembor Selatan, Lembor, Boleng; dan
b. peternakan kecil (babi, kambing, dan unggas) terdapat diseluruh
kecamatan di daerah

32
-33-

Paragraf 4
Kawasan Peruntukan Perikanan

Pasal 30

(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26


huruf d terdiri atas:
a. kawasan peruntukan perikanan tangkap;
b. kawasan peruntukan budidaya perikanan; dan
c. kawasan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan.
(2) Kawasan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, terdapat diperairan Kecamatan Komodo di luar Taman Nasional
Komodo, Boleng, Macang Pacar, dan Lembor Selatan.
(3) Kawasan peruntukan budidaya perikanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, terdiri dari :
a. budidaya perikanan darat terdapat di seluruh kecamatan di daerah
dengan luas :
1. kolam : 331 Ha; dan
2. mina padi 1.339 Ha.
b. budidaya perikanan laut/payau terdapat di kecamatan Komodo, Boleng
dan Macang Pacar dengan luas :
1. perikanan tangkap dengan luas 6.052,5 Km2; dan
2. perikanan air payau dengan luas 3.026 Ha.
c. sarana dan prasarana balai benih ikan seluas 9.500 M2 terdapat di
kecamatan komodo.
(4) Kawasan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdapat di Labuan Bajo Kecamatan
Komodo.

Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Pertambangan

Pasal 31

Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26


huruf e terdiri atas :
a. Kawasan peruntukan pertambangan mineral logam, mineral non logam
dan batuan terindikasi terdapat pada seluruh wilayah kecamatan di
Manggarai Barat;
b. Kawasan peruntukan air tanah di kawasan pertambangan terdapat di
setiap Kecamatan di daerah; dan
c. Kawasan peruntukan pertambangan panas bumi, terdapat di sekitar
danau Sano Nggoang Kacamatan Sano Nggoang.

33
-34-

Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Industri

Pasal 32

(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam pasal 26


huruf f dengan luas kurang lebih 250 Ha terdiri atas:
a. kawasan peruntukan industri rumah tangga seluas 50 Ha; dan
b. kawasan peruntukan industri sedang seluas 250 Ha.
(2) Kawasan peruntukan industri rumah tangga sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a terdapat di seluruh wilayah kecamatan.
(3) Kawasan peruntukan industri sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terdapat di kecamatan Komodo, Boleng, Macang Pacar dan Lembor
Selatan.

Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Pariwisata

Pasal 33

(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26


huruf g terdiri atas:
a. kawasan peruntukan pariwisata alam;
b. kawasan peruntukan pariwisata budaya; dan
c. kawasan peruntukan pariwisata geologi.
(2) Kawasan peruntukan pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a terdiri atas:
a. Taman Nasional Komodo di Kecamatan Komodo;
b. wisata suaka alam diarahkan di Kecamatan Komodo berupa Rawa Wae
Wul;
c. untuk wisata alam edukasi pegunungan diarahkan pada Pegunungan
Mbeliling dan Pegunungan Nggorang Bowosie;
d. wisata air terjun diarahkan pada air terjun potensial di daerah; dan
e. untuk taman wisata laut diarahkan pada Taman Nasional Komodo dan
perairan sebelah utara serta sebelah selatan daerah
(3) Kawasan peruntukan pariwisata budaya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b terdiri atas :
a. wisata desa adat tersebar diseluruh wilayah daerah
b. wisata ilmu pengetahuan melalui pengenalan terhadap situs-situs
purbakala di Desa Warloka di Kecamatan Komodo dan Desa Tanjung
Boleng di kecamatan Boleng; dan
c. wisata religi/spiritual berupa gua tempat ibadah dan tersebar di setiap
kecamatan.

34
-35-

(4) Kawasan peruntukan pariwisata geologi sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) huruf c yaitu semua tempat yang berkaitan dengan keanekaragaman
proses geologi dan warisan alam geologi sebagaimana dimuat pada pasal 24
ayat (2).

Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Permukiman

Pasal 34

(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud pada Pasal 26


huruf h, meliputi:
a. kawasan permukiman perkotaan; dan
b. kawasan permukiman perdesaan.
(2) Kawasan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a berada di lokasi yang diarahkan bagi peruntukan permukiman
perkotaan adalah Kota Labuan Bajo dan seluruh ibukota kecamatan di
daerah.
(3) Kawasan permukiman perdesaan sebagaimana di maksud pada ayat (1)
huruf b, menyebar di tiap desa, dengan ciri khas penduduk bermata
pencaharian utama di sektor pertanian dan sektor kelautan perikanan.

Paragraf 9
Kawasan Peruntukan Lainnya

Pasal 35

(1) Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud pada Pasal 26


huruf i, adalah kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan.
(2) Kawasan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdiri atas :
a. pembangunan Komando Distrik Militer Manggarai Barat di Kecamatan
Komodo;
b. pembangunan resort Brimob kabupaten Manggarai Barat di Kecamatan
Komodo;
c. pembangunan Pos Angkatan Laut di Kecamatan Komodo; dan
d. Komando Rayon Militer (Koramil) terdapat diseluruh ibu kota kecamatan
di daerah.

35
-36-

BAB V
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS

Pasal 36

(1) Penetapan kawasan strategis ditetapkan sesuai dengan prioritas


kebutuhan dan kegunaannya.
(2) Kawasan strategis sebagaimana di maksud pada Ayat (1), meliputi :
a. kawasan strategis nasional;
b. kawasan strategis provinsi; dan
c. kawasan strategis kabupaten.
(3) Penetapan kawasan strategis digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam lampiran III dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kesatu
Kawasan Strategis Nasional

Pasal 37

Kawasan Strategis Nasional sebagaiman dimaksud dalam pasal 36 ayat (2)


huruf a yang ada di Kabupaten Manggarai Barat adalah Kawasan strategis
Taman Nasional Komodo yang merupakan kawasan strategis dari sudut
kepentingan pelestarian dan konservasi alam.

Bagian Kedua
Kawasan Strategis Provinsi

Pasal 38

Kawasan Strategis Provinsi sebagaimana dalam pasal 36 ayat (2) huruf b yang
ada di Kabupaten Manggarai Barat adalah Kawasan Pede Labuan Bajo yang
merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan Pariwisata.

Bagian Ketiga
Kawasan Strategis Kabupaten

Pasal 39

(1) Kawasan Strategis Kabupaten yang ada di daerah sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 36 ayat (2) huruf c, terdiri atas :
a. kawasan strategis untuk kepentingan ekonomi;
b. kawasan strategis untuk kepentingan sosial-budaya; dan
c. kawasan strategis penyelamatan lingkungan hidup.

36
-37-

(2) Kawasan strategis untuk kepentingan ekonomi sebagaimana yang


dimaksud ayat (1) huruf a, terdiri dari :
a. kawasan strategis perkotaan Labuan Bajo yang merupakan kawasan
strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi;
b. kawasan agropolitan Lembor yang merupakan kawasan strategis dari
sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi;
c. kawasan minapolitan Kecamatan Komodo bagian selatan, dan
Kecamatan Boleng dan Kecamatan Macang Pacar yang merupakan
kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi;
d. kawasan agroindustri Macang Pacar yang merupakan kawasan strategis
dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi; dan
e. kawasan agrowisata Sano Nggoang, Kuwus, Welak, Mbeliling dan Ndoso
yang merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan
pertumbuhan ekonomi.
(3) Kawasan strategis untuk kepentingan sosial budaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b sebagai Kawasan yang memiliki nilai
sejarah yang tinggi terdapat diseluruh kecamatan yang lokasinya
ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(4). Kawasan strategis untuk kepentingan penyelamatan lingkungan hidup
sebagaimana yang dimaksud ayat (1) huruf c, meliputi Kawasan ekowisata
taman nasional komodo, dan Gua Istana Ular di desa Galang kecamatan
Welak.

BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG

Pasal 40

(1) Arahan pemanfaatan ruang berisikan kelembagaan, indikasi program


pembangunan utama jangka menengah lima tahun kabupaten, yang terdiri
atas :
a. perwujudan struktur ruang;
b. perwujudan pola ruang;
c. perwujudan kawasan budidaya; dan
d. perwujudan kawasan strategis.
(2) Arahan pemanfaatan ruang di jelaskan dalam tabel indikasi program
sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV dan merupakan bagian tidak
terpisahkan dalam peraturan daerah ini.

37
-38-

Bagian Kesatu
Perwujutan Struktur Ruang

Pasal 41

Perwujudan struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1)


huruf a terdiri atas:
a. perwujudan sistem perkotaan wilayah kabupaten; dan
b. perwujudan sistem jaringan prasarana wilayah.

Pasal 42

Perwujudan sistem perkotaan wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada


Pasal 41 huruf a terdiri atas :
a. perencanaan pengembangan dan pengendalian tata ruang kawasan;
b. penyusunan rencana detail tata ruang dan peraturan zonasi;
c. pengembangan dan pemantapan pusat-pusat kegiatan lainnya;
d. pengembangan sistem prasarana dan sarana kawasan;
e. pengembangan dan penataan kawasan perumahan;
f. pengembangan ruang terbuka hijau perkotaan;
g. pengaturan dan pemantapan kegiatan industri, perdagangan dan jasa;
h. pengembangan perumahan perkotaan dan ruang terbuka hijau perkotaan;
dan
i. peremajaan kota dan revitalisasi fungsi kawasan.

Pasal 43

Perwujudan pengembangan sistem prasarana wilayah sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 41 huruf b terdiri atas :
a. perwujudan pengembangan sistem prasarana transportasi;
b. perwujudan pengembangan sistem prasarana energi dan kelistrikan;
c. perwujudan pengembangan sistem prasarana telekomunikasi;
d. perwujudan pengembangan sistem prasarana sumber daya air;
e. perwujudan pengembangan sistem prasarana persampahan;
f. perwujudan pengembangan sistem pengelolaan air limbah; dan
g. perwujudan pengembangan sistem drainase.

Pasal 44

(1) Perwujudan pengembangan sistem prasarana transportasi sebagaimana


dimaksud dalam pasal 43 huruf a terdiri dari:
a. sistem transportasi darat;
b. sistem transportasi laut; dan

38
-39-

c. sistem transportasi udara.


(2) Perwujudan pengembangan sistem transportasi darat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. pengembangan jaringan jalan berdasarkan fungsinya yang
menghubungkan antar pusat kegiatan;
b. perbaikan kondisi jalan;
c. perkerasan jalan tanah;
d. pembangunan terminal;
e. pengembangan trayek baru untuk angkutan umum yang melayani antar
desa; dan
f. pengembangan selanjutnya sistem transportasi darat akan dikaji
melalui kegiatan Tataran Transportasi Lokal (Tatralok).
(3) Perwujudan pengembangan sistem transportasi laut sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi Pengembangan pelabuhan
perikanan dan pariwisata.
(4) Perwujudan pengembangan sistem transportasi udara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi Pembangunan bandar udara
Pengumpul.

Pasal 45

Perwujudan pengembangan sistem prasarana energi dan kelistrikan


sebagaimana dimaksud dalam pasal 43 huruf b, meliputi:
a. pemanfaatan air terjun untuk PLTMH;
b. pemanfaatan arus laut selat Molo untuk pembangkit listrik;
c. pemanfaatan energi surya untuk PLTS;
d. pemanfaatan energi Bayu untuk PLT Bayu; dan
e. pemanfaatan energi panas bumi di Danau Sano Nggoang.

Pasal 46

Perwujudan pengembangan sistem prasarana telekomunikasi sebagaimana


dimaksud dalam pasal 43 huruf c meliputi:
a. rencana pengembangan infrastruktur dasar telekomunikasi berupa
jaringan telepon fixed line dan lokasi pusat automatisasi sambungan
telepon;
b. infrastruktur telepon nirkabel berupa lokasi menara telekomunikasi
termasuk menara base transceiver station bersama; dan
c. rencana peningkatan pelayanan jaringan telekomunikasi.

Pasal 47

(1) Perwujudan pengembangan sistem prasarana sumber daya air


sebagaimana dimaksud dalam pasal 43 huruf d, meliputi:
a. pengembangan sistem jaringan sumber daya air;
39
-40-

b. pengembangan sistem wilayah sungai;


c. pengembangan sistem jaringan irigasi;
d. pengembangan sistem jaringan air baku untuk air minum; dan
e. pengembangan sistem pengendalian banjir.
(2) Perwujudan pengembangan sistem jaringan sumber daya air lintas wilayah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. kerjasama antar pemerintah daerah terkait pelestarian dan konservasi
kawasan hulu sungai;
b. pembuatan jaringan pipa bagi penyediaan air minum dari sumber mata
air; dan
c. pembuatan tendon.
(3) Perwujudan pengembangan sistem wilayah sungai sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. rehabilitasi dan revitalisasi wilayah hulu dan hilir sungai yang
bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten yang berbatasan;
b. menetapkan wilayah sempadan sungai sebagai kawasan lindung; dan
c. revitalisasi sungai dan embung sehingga dapat dimanfaatkan sebagai
tempat wisata.
(4) Perwujudan pengembangan sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, meliputi:
a. jaringan irigasi primer;
b. jaringan irigasi sekunder;
c. jaringan irigasi tersier; dan
d. jaringan irigasi desa.
(5) Perwujudan pengembangan sistem jaringan air baku untuk air minum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi:
a. jaringan air minum dalam kota Labuan Bajo;
b. jaringan air minum untuk seluruh ibukota kecamatan diwilayah
daerah; dan
c. jaringan air minum desa.
(6) Perwujudan pengembangan sistem pengendalian banjir sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e, meliputi:
a. revitalisasi DAS Jamal;
b. revitalisasi DAS Bereh;
c. revitalisasi DAS Nae;
d. revitalisasi DAS Boepasaru;
e. revitalisasi DAS Terang;
f. revitalisasi DAS Ganggang;
g. revitalisasi DAS Popo;
h. revitalisasi DAS Nggilat; dan
i. revitalisasi DAS Reo Wae Pesi.

40
-41-

Pasal 48

Perwujudan pengembangan sistem prasarana persampahan sebagaimana


dimaksud dalam pasal 43 huruf e, meliputi:
a. pengembangan TPS di sekitar hunian warga yang telah sesuai dengan
syarat teknis dalam penentuan lokasi dan kebutuhan ruangnya;
b. melakukan penentuan lokasi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA); dan
c. pelatihan bagi pengelolaan sampah rumah tangga dan industri kecil
menengah pada masyarakat.

Pasal 49

Perwujudan pengembangan sistem pengelolaan air limbah sebagaimana


dimaksud dalam pasal 43 huruf f meliputi:
a. pengembangan Sistem septic tank kolektif dimana satu septic tank akan
digunakan oleh beberapa keluarga (6-10KK) yang disalurkan melalui
saluran tertutup dari setiap rumah diprioritaskan pada permukiman yang
terdapat disekitar mata air ; dan
b. pengambangan Sistem septic tank individu dan pembangunan instalasi
pengolahan air limbah domestic.

Pasal 50

Perwujudan pengembangan sistem drainase sebagaimana dimaksud dalam


pasal 43 huruf g meliputi:
a. melakukan pengendalian rutin pada kondisi drainase yang ada; dan
b. mengembangkan saluran drainase primer dan sekunder.

Bagian Kedua
Perwujudan Pola Ruang

Pasal 51

Perwujudan pola ruang sebagaimana di maksud pasal 40 ayat (1) huruf b,


meliputi:
a. pengelolaan kawasan hutan lindung;
b. pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan kawasan
bawahannya;
c. pengelolaan kawasan perlindungan setempat;
d. pengelolaan kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya;
e. pengelolaan kawasan rawan bencana;
f. pengelolaan kawasan lindung geologi; dan
g. pengelolaan kawasan lindung lainnya.

41
-42-

Pasal 52

Perwujudan pengelolaan kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud


dalam pasal 51 huruf a meliputi:
a. pemanfaatan kawasan, yaitu penangkaran budidaya lebah madu, tanaman
hias, tanaman obat, budidaya jamur, budidaya lebah, budidaya satwa liar,
rotan, rehabilitasi satwa, budidaya hijauan makanan ternak;
b. pemanfaatan jasa lingkungan, yaitu pemanfaatan jasa aliran air,
pemanfaatan air, wisata alam, pemanfaatan penyerapan dan atau
penyimpanan karbon, perlindungan keanekaragaman hayati,
penyelamatan dan perlindungan lingkungan; dan
c. pemungutan hasil hutan bukan kayu berupa rotan, madu, getah, buah,
jamur, dan sarang burung walet.

Pasal 53

Perwujudan pengelolaan kawasan perlindungan kawasan bawahannya


sebagaimana dimaksud dalam pasal 51 huruf b meliputi:
a. mempertahankan keberadaan daerah resapan air dalam rangka
mempertahankan sumber air tanah sebagai penopang kehidupan
masyarakat di daerah; dan
b. diperbolehkan adanya kegiatan budidaya secara bersyarat sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.

Pasal 54

(1) Perwujudan pengelolaan kawasan perlindungan setempat sebagaimana


dimaksud dalam pasal 51 huruf c meliputi:
a. kawasan sempadan sungai;
b. kawasan sempadan danau; dan
c. kawasan sempadan pantai.
(2) Perwujudan pengelolaan kawasan sempadan sungai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. tidak mengeluarkan ijin mendirikan bangunan hunian atau tempat
usaha atau kegiatan yang berdampak mengganggu kelestarian aliran
sungai dan/atau badan sungai pada daerah sempadan sungai;
b. menertibkan bangunan permukiman, publik dan komersial yang
berada pada garis sempadan sungai secara bertahap sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan memperhatikan kearifan lokal;
c. mengembangkan konsep bangunan menghadap sungai;
d. membangun jalan inspeksi pada kawasan sungai yang melalui kawasan
perkotaan dan atau permukiman;
e. melakukan konservasi lahan pada jalur kanan kiri sungai yang
potensial erosi dan longsor; dan

42
-43-

f. pemanfaatan garis sempadan sungai diarahkan untuk kegiatan budi


daya tanaman keras bernilai ekologis dan ekonomis, tanaman sayuran,
dan lainnya.
(3) Perwujudan pengelolaan kawasan sempadan danau sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. tidak mengeluarkan ijin mendirikan bangunan hunian atau tempat
usaha atau kegiatan yang berdampak mengganggu aliran sungai
dan/atau badan sungai pada daerah sempadan sungai;
b. menertibkan bangunan permukiman, publik dan komersial yang
berada pada sempadan danau secara bertahap sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan memperhatikan kearifan lokal; dan
c. mengembangkan ruang terbuka hijau dan kegiatan pariwisata.
(4) Perwujudan pengelolaan kawasan sempadan Pantai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi :
a. pemanfaatan lahan pada kawasan ini baik melalui rekayasa teknis
maupun non teknis harus dilakukan melalui kajian lingkungan hidup
yang cermat dan tidak diperkenankan memberikan dampak negatif
terhadap lingkungan pantai;
b. penataan dan pengendalian terhadap bangunan atau aktivitas yang
mengganggu lingkungan pantai dan keindahannya;
c. menyusun pengelolaan terpadu kawasan pesisir, terutama untuk
pengembangan kegiatan budidaya; dan
d. selanjutnya pengelolaan kegiatan budidaya dan lindung pada kawasan
sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada pasal 54 ayat (4) huruf
b dan c akan dijabarkan dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Pesisir
dan Pulau-pulau Kecil.

Pasal 55

(1) perwujudan pengelolaan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf d meliputi:
a. kawasan suaka alam;
b. kawasan pantai berhutan bakau;
c. tamannasional dan taman nasional laut;
d. taman wisata alam dan taman wisata alam laut; dan
e. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
(2) Perwujudan pengelolaan kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. mempertahankan suaka alam rawa Wae Wul sebagai satu-satunya
suaka alam di Kabupaten Manggarai Barat;
b. pengembangan suaka alam rawa Wae Wul sebagai potensi wisata alam
dengan penyediaan infrastruktur yang memadai; dan
c. pembatasan kegiatan budidaya di sekitar kawasan suaka alam sesuai
dengan aturan teknis yang telah ditentukan.

43
-44-

(3) Perwujudan pengelolaan kawasan Pantai Berhutan Bakau sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. mempertahankan keberadaan kawasan hutan bakau di seluruh wilayah
pantai di daerah. Selain untuk keseimbangan lingkungan juga untuk
kegiatan pariwisata dan sumber mata pencaharian penduduk pesisir;
b. merehabilitasi hutan bakau yang sudah rusak di Kecamatan Macang
Pacar, Boleng, Komodo, Lembor Selatan; dan
c. dijauhkan dari kegiatan budidaya untuk mengurangi degradasi
lingkungan.
(4) Perwujudan pengelolaan Taman Nasional Komodo dan Taman Nasional
Laut Sawu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. hanya diperuntukan bagi kegiatan konservasi dan pariwisata; dan
b. tidak diperbolehkan adanya kegiatan budidaya pada kawasan Taman
Nasional Komodo.
(5) Perwujudan pengelolaan Taman Wisata Alam dan Taman Wisata Alam Laut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
a. mempertahankan kawasan hutan lindung sekitar taman wisata sebagai
satu rangkaian ekosistem taman wisata;
b. jenis kegiatan budidaya yang diperbolehkan berupa penyediaan sarana
dan prasarana penunjang. Sedangkan untuk permukiman penduduk tidak
diperbolehkan (untuk wisata alam darat); dan
c. untuk wisata alam laut, diperbolehkan adanya kegiatan budidaya
perikanan namun tetap memperhatikan keseimbangan lingkungan
perairan.
(6) Perwujudan pengelolaan Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, meliputi:
a. mempertahankan lokasi yang telah ada sebagai kawasan cagar budaya
sebagai warisan leluhur dan pusat pengembangan ilmu pengetahuan
melalui penelitian yang dilakukan di kawasan ini; dan
b. penataan infrastruktur yang menuju kawasan cagar budaya.

Pasal 56

(1) Perwujudan pengelolaan Kawasan Rawan Bencana sebagaimana dimaksud


dalam pasal 51 huruf e, meliputi:
a. kawasan rawan bencana banjir;
b. kawasan rawan bencana longsor; dan
c. kawasan rencana bencana gempa bumi;
(2) Perwujudan pengelolaan Kawasan bencana banjir sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. melakukan upaya-upaya kesiapsiagaan dan mitigasi berupa sistem
peringatan dini terjadinya banjir ketika tinggi muka air mulai
menunjukkan siaga, penentuan jalur evakuasi, penghijauan di daerah
yang sangat rawan, dan sebagainya;

44
-45-

b. melakukan upaya pertolongan bantuan dan respons berupa penyediaan


lokasi pengungsian, bahan-bahan makanan;
c. melakukan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi; dan
d. normalisasi daerah hulu DAS untuk mengurangi pendangkalan sungai.
(3) Perwujudan pengelolaan Kawasan bencana longsor sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. mengevaluasi konsistensi kesesuaian antara pemanfaatan ruang dengan
rencana tata ruang setempat;
b. arahan relokasi perkampungan yang ada di sekitar kawasan rawan
bencana longsor;
c. mengidentifikasi tingkat kerawanan longsor setiap bentang lahan di
daerah; dan
d. menghindari kegiatan yang mengganggu fungsi lindung kawasan rawan
bencana longsor dengan tingkat kerawanan/tingkat risiko tinggi; terhadap
kawasan demikian mutlak dilindungi dan dipertahankan bahkan
ditingkatkan fungsi lindungnya.
(4) Perwujudan pengelolaan Kawasan bencana gempa bumi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputimembatasi bangunan untuk
intensitas tinggi pada kawasan potensi bencana gempa bumi dengan skala
gempa yang cukup tinggi.

Pasal 57
(1) Perwujudan pengelolaan kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud
dalam pasal 51 huruf f meliputi :
a. kawasan Cagar Alam Geologi;
b. kawasan Rawan Bencana Alam Geologi; dan
c. kawasan perlindungan terhadap air tanah.
(2) Perwujudan pengelolaan kawasan cagar alam geologi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. melakukan penelitian dan pengkajian keanekaragaman geologi
(geodiversity) dan keanekaragaman warisan alam geologi (geoheritage)
menuju taman bumi (geopark) di seluruh wilayah Kabupaten Manggarai
Barat;
b. melarang dan melindungi semua aspek geodiversity dan geoheritage dari
pengrusakan dan pengambilan dan atau pemindahan untuk
kepentingan apapun, terkecuali atas ijin Pemerintah Kabupaten
Manggarai Barat;
c. jenis kegiatan budidaya yang diperbolehkan berupa pengembangan dan
pembangunan sarana dan prasarana penunjang wisata geologi sesuai
dengan rekomendasi teknis dan atau aturan yang telah ditentukan oleh
pemerintah Kabupaten Manggarai Barat;
d. pembangunan Laboratorium alam geologi dan museum geologi guna
riset dan menjaga warisan alam geologi sebagai asset dan kekayaan
intelektual Bangsa Indonesia khususnya Kabupaten Manggarai Barat;
e. meningkatkan promosi potensi dan peluang investasi geodiversity dan
geoheritage sebagai satu kesatuan pariwisata di Kabupaten Manggarai
Barat;

45
-46-

f. melakukan sosialisasi dan promosi objek-objek wisata geologi yang ada


di seluruh wilayah Kabupaten Manggarai Barat;
g. peningkatan kualitas SDM aparatur pemerintah dalam upaya
mendukung promosi, pembangunan dan pengembangan serta
pengawasan kawasan lindung geologi sebagai objek wisata; dan
h. pengajuan kawasan lindung geologi sebagai taman bumi, baik tingkat
kabupaten, provinsi, nasional dan regional bahkan internasional.
(3) Perwujudan pengelolaan kawasan rawan bencana alam geologi sebagaima
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b meliputi :
a. identifikasi lokasi-lokasi yang berpotensi terjadi bencana alam geologi;
b. melakukan penelitian dan pengkajian geologi (geoteknik dan geologi
lingkungan) di seluruh wilayah Kabupaten Manggarai Barat dan
disosialisasikan kepada semua pihak;
c. membuat peta zona rawan bencana alam geoogi;
d. melakukan koordinasi dengan instansi terkait dan masyarakat serta
pemangku kepentingan lainnya dalam upaya kesiapsiagaan dini dan
mitigasi bencana alam geologi;
e. melakukan pengawasan dan monitoring lokasi-lokasi rawan bencana
alam geologi; dan
f. peningkatan SDM aparatur pemerintah dalam pelaksanaan pengelolaan
kawasan rawan bencana.
(4) Perwujudan pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap air tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf c meliputi :
a. penelitian dan pengkajian aspek geologi (geologi lingkungan), secara
khusus Cekungan Air Tanah (CAT);
b. menyusun aturan-aturan perijinan pengusahaan air tanah, baik ijin
peralatan dan sertifikat teknisi pelaksana pemboran air tanah,
rekomendasi titik pemboran air tanah atau eksplorasi air tanah,
pelaksanaan ekploitasi/pengambilan dan pemanfaatan air tanah di
seluruh wilayah Kabupaten Manggarai Barat;
c. pembangunan sumur-sumur pantau air tanah;
d. pengawasan dan monitoring sumur-sumur pantau dan sumur
eksploitasi serta rangkaian kegiatan dalam pemboran air tanah;
e. menutup sumur-sumur bor yang sudah tidak berfungsi di seluruh
Wilayah kabupaten Manggarai Barat;
f. melakukan Sosialisasi dan pembinaan kepada perusahaan jasa
pemboran dan pengusaha air tanah;
g. melakukan konservasi CAT di seluruh wilayah Kabupaten Manggarai
Barat; dan
h. peningkatan SDM aparatur pemerintah dalam pelaksanaan pengelolaan
air tanah.

Pasal 58

(1) Perwujudan pengelolaan Kawasan Lindung Lainnya sebagaimana dimaksud


dalam pasal 51 huruf g meliputi:
a. cagar biosfer;
b. perlindungan plasma nutfah;

46
-47-

c. kawasan perlindungan satwa; dan


d. kawasan terumbu karang.
(2) Perwujudan pengelolaan Kawasan Cagar Biosfer sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a, yaitu mempertahankan kawasan ini untuk menjaga
keseimbangan lingkungan sekitar.
(3) Perwujudan pengelolaan Kawasan perlindungan Plasma Nuftah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, yaitu
pelestarian/perlindungan ekosistem hayati didalam dan sekitar kawasan
Taman Nasional Komodo karena keanekaragaman konservasi lindung dari
keberadaan taman nasional Komodo dan Taman Nasional Laut Sawu.
(4) Perwujudan pengelolaan Kawasan perlindungan satwa sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf c, yaitu
a. melakukan perlindungan terhadap satwa-satwa yang terdapat di pula
tersebut, sehingga harus dihindarkan dari kegiatan perburuan; dan
b. perlu adanya larangan pembangunan permukiman dan pembatasan
kegiatan budidaya yang dapat mengganggu kelangsungan hidup satwa yang
ada.
(5) Perwujudan pengelolaan Kawasan terumbu karang sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf d, yaitu
a. melakukan penyuluhan kepada nelayan agar tidak menggunakan bom atau
bahan peledak lainnya dalam penangkapan ikan karena dapat merusak
keberadaan ekosistem pesisir; dan
b. perlu adanya papan informasi lokasi-lokasi terumbu karang di tempat-
tempat yang strategis.

Bagian Ketiga
Perwujudan Kawasan Budi daya

Pasal 59

Perwujudan kawasan budi daya sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 ayat


(1) huruf c, meliputi:
a. kawasan Peruntukan Hutan Produksi;
b. kawasan Hutan Rakyat;
c. kawasan Peruntukan Pertanian;
d. Kawasan Peruntukan Perkebunan
e. kawasan Peruntukan Perikanan;
f. kawasan Peruntukan Peternakan;
g. kawasan Peruntukan Pertambangan;
h. kawasan Peruntukan Industri;
i. kawasan Peruntukan Pariwisata; dan
j. kawasan Peruntukan Permukiman.

Pasal 60

(1) Perwujudan pengelolaan peruntukan hutan produksi sebagaimana


dimaksud dalam pasal 59 huruf a, meliputi :
47
-48-

a. kawasan hutan produksi tetap; dan


b. kawasan hutan produksi terbatas;
(2) Perwujudan pengelolaan peruntukan hutan produksi tetap sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a, dengan luas 15.413 Ha tersebar di
kecamatan Komodo, Boleng, Mbeliling dan Macang Pacar, diarahkan pada:
a. kawasan ini tidak boleh dilakukan alih fungsi;
b. rehabilitasi lahan kritis dalam kawasan hutan produksi tetap dengan
pengembangan tanaman hutan bernilai ekonomis tinggi;
c. meningkatkan pengamanan hutan dengan pelarangan penebangan liar
dan membakar hutan serta pembukaan kebun secara liar;
d. meningkatkan pemantauan dan pengendalian kegiatan perusakan dan
gangguan hutan;
e. menetapkan kawasan hutan produksi tetap diluar kawasan hutan
negara melalui Surat Keputusan Bupati Manggarai Barat; dan
f. peningkatkan peran serta masyarakat sekitar hutan melalui
pencadangan kawasan hutan untuk pengembangan hutan
kemasyarakatan (HKM), hutan tanaman rakyat (HTR), dan hutan desa.
(3) Perwujudan pengelolaan peruntukan hutan produksi terbatas sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf b, dengan luas 17.214 Ha tersebar di
kecamatan Komodo, Sano Nggoang, Lembor dan Lembor Selatan meliputi ;
a. kawasan ini tidak dapat dialihfungsikan, pemanfaatannya dapat
dilaksanakan dapat dilaksanakan secara terbatas dan selektif dengan
memperhatikan karakterinstik kawasan guna mempertahankan kualitas
alam dan keberadaan kawasan;
b. pengembangan reboisasi dengan tanaman yang bernilai ekonomi ;
c. pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dengan memperhatikan
keseimbangan lingkungan; dan
d. peningkatkan peran serta masyarakat sekitar hutan melalui
pencadangan kawasan hutan untuk pengembangan hutan
kemasyarakatan (HKM), hutan tanaman rakyat (HTR), hutan desa dan
hutan tanaman industri (HTI).

Pasal 61

(1) Perwujudan pengelolaan peruntukan hutan rakyat sebagaimana dimaksud


dalam pasal 59 huruf b, meliputi :
a. pengelolaan kawasan hutan dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan
sesuai dengan aturan adat yang berlaku;
b. pengawasan dilakukan oleh lembaga terkait guna memantau
keberlangsungan hutan rakyat; dan
c. Pemanfaatan dilakukan namun tidak mengurangi fungsi lindung hutan
tersebut.

Pasal 62

(1) Perwujudan pengelolaan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud


dalam pasal 59 huruf c, meliputi pembangunan pertanian.

48
-49-

(2) Perwujudan pengelolaan peruntukan pembangunan pertanian sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) huruf a, meliputi peruntukan pertanian lahan
basah dan peruntukan pertanian lahan kering yang yaitu :
a. peruntukan pertanian lahan basah terdiri atas lahan basah potensial
dan lahan basah fungsional. Lahan basah fungsional adalah lahan
sawah yang dibangun dengan irigasi teknis, semi teknis, irigasi
pedesaan, dan sawah tadah hujan dan menjadi lahan pertanian pangan
berkelanjutan apabila luas hamparannya lebih dari 20 Ha. Lahan
basah potensial adalah lahan yang akan dibangun dan dicetak menjadi
lahan sawah baru; dan
b. peruntukan pertanian lahan kering, terdiri atas lahan kering potensial
dan lahan kering fungsional. Lahan kering potensial, yaitu lahan yang
potensinya belum dimanfaatkan dan lahan kering funsional yaitu lahan
yang sudah diusahakan atau dimanfaatkan baik berupa kebun atau
ladang tetap atau tegalan yang ditanami dengan tanaman umur pendek
(padi, jagung, ubi-ubian, kacang-kacangan) dan tanaman umur
panjang (tanaman perdagangan dan tanaman buah-buahan).

Pasal 63

Perwujudan pengelolaan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud


dalam pasal 59 huruf d, meliputi :
a. menyusun kesatuan model kelembagaan agro input, agro produksi, agro
industri, dan agro niaga;
b. penyediaan komponen pada masing-masing agro untuk memperlancar proses
produksi sektor perkebunan;
c. memanfaatkan lahan tidur yang produktif bagi pengembangan sektor
perkebunan khususnya komoditas jambu mente, kakao/coklat, kopi, dan
cengkeh sebagai komoditas unggulan; dan
d. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengembangan kawasan
agropolitan.

Pasal 64

(1) Perwujudan pengelolaan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud


dalam pasal 59 huruf e, meliputi:
a. perikanan tangkap;
b. perikanan budidaya; dan
c. kawasan pengelolaan perikanan.
(2) Perwujudan pengelolaan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a, meliputi :
a. pengendalian kualitas perairan wilayah pesisir sebagai akibat dari
masuknya berbagai bahan pencemar yang bersumber dari kegiatan
manusia;
b. pengendalian pengrusakan habitat rawa, terumbu karang serta erosi
tepian saluran irigasi dan sungai; dan

49
-50-

c. Pengaturan jenis alat tangkap untuk perikanan tangkap berupa alat


tangkap tradisonal untuk menjaga kelestarian lingkungan dan eksosistem
perairan.
(3) Perwujudan pengelolaan peruntukan perikanan budidaya sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf b, meliputi :
a. pengendalian penggunaaan bahan-bahan pemupukan, pemberantas hama
di luar lokasi kegiatan budidaya yang dapat mencemari; dan
b. kajian dampak lingkungan terkait pengaruh keberadaan kawasan
budidaya terhadap kualitas perairan sekitar.
(4) Perwujudan pengelolaan peruntukan kawasan pengelolaan perikanan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c, meliputi :
a. pemilihan lokasi yang sesuai bagi industri pengolahan ikan disesuaikan
berdasarkan kemudahan akses dan rendahnya dampak lingkungan yang
ditimbulkan jika di daerah tersebut berada tempat pengolahan ikan;
b. penyediaan saluran pembuangan limbah hasil pengolahan agar tidak
merusak lingkungan pesisir; dan
c. penyediaan prasarana pendukung kegiatan pengolahan ikan.

Pasal 65

Perwujudan pengelolaan peruntukan peternakan sebagaimana dimaksud


dalam pasal 59 huruf f, meliputi :
a. pengelolaan sistem limbah bagi jenis peternakan yang berada di sekitar area
permukiman warga;
b. peningkatan produktifitas hasil peternakan; dan
c. untuk peternakan besar, menjaga keberadaan peternakan ini sebagai
penunjang keberlangsungan Taman Nasional Komodo.

Pasal 66

(1) Perwujudan pengelolaan peruntukan pertambangan sebagaimana


dimaksud dalam pasal 59 huruf g, meliputi :
a. peruntukan mineral logam;
b. peruntukan mineral non logam;
c. peruntukan pertambangan batuan;
d. peruntukan bagi pengembangan energi alternatif; dan
e. peruntukan bagi pengembangan air bawah tanah dan air permukaan.
(2) Perwujudan pengelolaan peruntukan mineral logam dan mineral non logam
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b, meliputi :
a. pengelolaan mineral logam dan non logam perlu dilihat secara holistik
dan sistemik dengan memperhatikan asas sinergi dan keterkaitan antar
sub-sistem;
b. wajib memperhatikan berbagai instrument pencegahan meliputi :
rencana tata ruang wilayah, kajian lingkungan hidup strategis (KLHS),
baku mutu lingkungan, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dan
dokumen lainnya yang sesuai dengan peraturan perundangan;

50
-51-

c. perlindungan kualitas air permukaan, air tanah, air laut, tanah dan
udara;
d. tidak mengganggu pengembangan potensi lainnya seperti pariwisata
sebagai sektor unggulan, sumber air tanah, dan fungsi lindung kawasan
hutan Negara di Kabupaten Manggarai Barat;
e. kegiatan usaha pertambangan tidak dapat dilaksanakan pada tempat
yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan; dan
f. memperhatikan kaerifan lokal dan melibatkan masyarakat dalam
pengelolaannya sehingga keberadaan tambang dapat memberikan
dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat.
(3) Perwujudan pengelolaan peruntukan pertambangan batuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf c, meliputi
a. perlu melakukan upaya pengamanan melalui pengendalian dan
pengawasan kegiatan penambangan pasir, kerikil, dan batu serta
sumber daya alam lainnya yang dilakukan di lingkungan sungai dan
pesisir;
b. peningkatan kemampuan dan kesejahteraan masyarakat sekitar; dan
c. perlindungan terhadap kualitas air permukan, air tanah, air laut, tanah
dan udara.
(4) Perwujudan pengelolaan peruntukan pertambangan energi alternatif
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, meliputi :
a. mendorong pengadaan listrik alternatif ke seluruh wilayah Manggarai
Barat, terutama di wilayah terpencil;
b. mendorong keterlibatan pihak investor, koperasi maupun perorangan
untuk pengadaan listrik perdesaan; dan
c. menggalang kampanye penghematan listrik.
(5) Perwujudan pengelolaan peruntukan Pengembangan Air Bawah Tanah dan
Air Permukaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e, meliputi :
a. survei air tanah dengan metode Survei geolistrik dan pendekatan geologi
lingkungan sebagai acuan teknis dalam pengelolaan air tanah di seluruh
wilayah Kabupaten Manggarai Barat;
b. menyusun aturan-aturan perijinan pengusahaan air tanah, baik ijin
peralatan dan sertifikat teknisi pelaksana pemboran air tanah,
rekomendasi titik pemboran air tanah atau eksplorasi airtanah,
pelaksanaan ekploitasi/pengambilan dan pemanfaatan air tanah di
seluruh wilayah Kabupaten Manggarai Barat;
c. pelaksanaan pemboran air tanah pada lokasi potensi dengan
memprioritaskan pemenuhan kebutuhan masyarakat akan air bersih;
d. inventarisasi sumur-sumur bor berkaitan dengan perhitungan neraca
air tanah;
e. revitalisasi dan optimalisasi sumur bor dan penjaringannya agar
pemanfaatan air tanah secara tepat dan berkelanjutan;
f. melakukan Pengawasan dan monitoring eksploitasi air tanah secara
menyeluruh di Kabupaten Manggarai Barat;
g. pelaksanaan Konservasi Cekungan Air Tanah(CAT) di seluruh CAT yang
ada di wilayah Kabupaten Manggarai Barat;
h. melakukan penurapan mata air dan pelestarian daerah disekitar mata
air di seluruh wilayah Kabupaten Manggarai Barat;

51
-52-

i. melakukan sosialisasi dan pembinaan terhadap pengusaha air tanah


dan masyarakat pemakai air tanah; dan
j. peningkatan SDM aparatur pemerintah dalam pengelolaan airtanah.

Pasal 67

(1) Perwujudan pengelolaan peruntukan industri sebagaimana dimaksud


dalam pasal 59 huruf h, meliputi :
a. peruntukan industri menengah; dan
b. peruntukan industri rumah tangga.
(2) Perwujudan pengelolaan peruntukan industri menengah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a, meliputi :
a. diarahkan untuk pembangunan industri pengolahan hasil laut di
Kecamatan Komodo dan hasil pertanian di kecamatan Lembor;
b. diarahkan untuk meningkatkan nilai jual hasil laut dan pertanian bagi
nelayan dan petani daerah yang selama ini selalu di pasarkan di Sulawesi
dan Jawa;
c. mewujudkan daerah bukan hanya sebagai penghasil bahan mentah
pertanian dan hasil laut tetapi juga menjadi daerah penyedia hasil
olahan industri sektor pertanian dan kelautan;
d. penyediaan sarana, infrastruktur, dan prasarana penunjang kegiatan
industri menengah di daerah
e. mengembangkan sumber daya manusia sektor pertanian dan kelautan;
dan
f. adanya pengelolaaan hasil limbah industri guna menghindari
pencemaran lingkungan sekitar kawasan industri.
(3) Perwujudan pengelolaan peruntukan industri rumah tangga sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf b, meliputi :
a. pengembangan keterampilan masayarakat dalam meningkatkan kualitas
hasil kerajinan khas seperti tenun khas daerah dan patung komodo
dengan peningkatan kualitas patung komodo dan tenun khas daerah
baik melalui kualitas bahan dan inovasi corak;
b. memperluas area pasar yang selama ini hanya terbatas dalam wilayah
daerah melalui pameran-pameran di luar daerah;
c. membangun pusat penjualan hasil industri rumah tangga dan souvenir
khas daerah di Labuan Bajo untuk mempermudah wisatawan domestik
dan mancanegara berbelanja;
d. mendorong peningkatan usaha masyarakat melalui bantuan dana usaha
dan pelatihan; dan
e. adanya pengelolaaan hasil limbah industri guna menghindari
pencemaran lingkungan sekitar kawasan industri.

Pasal 68

(1) Perwujudan pengelolaan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud


dalam pasal 59 huruf i, meliputi :
a. peruntukan pariwisata budaya; dan
b. peruntukan pariwisata alam.
52
-53-

(2) Perwujudan pengelolaan peruntukan pariwisata budaya sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) huruf a, meliputi :
a. mempertahankan adat budaya dan kearifan lokal;
b. meningkatkan promosi wisata budaya sebagai kesatuan pengembangan
wisata di daerah; dan
c. membina sanggar-sanggar seni sebagai bagian dalam melestarikan
budaya setempat.
(3) Perwujudan pengelolaan peruntukan pariwisata alam sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf b, meliputi :
a. mengembangkan potensi pariwisata alam namun tetap mempertahankan
kelestarian alam yang telah ada di kawasan tersebut tanpa berusaha
untuk mengubah karena akan mempengaruhi tatanan ekosistem
didalamnya;
b. memberikan peluang dan kemudahan bagi investor intuk investasi di
bidang kepariwisataan namun tetap memperhatikan aturan yang telah
dibuat oleh pemerintah setempat dalam pengelolaan dan pengembangan
kawasan wisata;
c. penyediaan sarana dan prasarana penunjang wisata;
d. peningkatan kualitas SDM dalam mendukung pengembangan sektor
pariwisata; dan
e. meningkatkan promosi wisata dan cindera mata khas Kabupaten
manggarai Barat.

Pasal 69

(1) Perwujudan pengelolaan peruntukan permukiman sebagaimana


dimaksud dalam pasal 59 huruf j, meliputi :
c. peruntukan permukiman perkotaan; dan
d. peruntukan permukiman pedesaan.
(2) Perwujudan pengelolaan peruntukan permukiman perkotaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, meliputi
a. mengoptimalkan dan mengendalikan peruntukan lahan dengan tetap
mengacu pada peraturan ruang yang berlaku;
b. pengaturan aktifitas pembangunan melalui penerapan koefisien dasar
bangunan (KDB); dan
c. penyediaan sarana dan prasarana penunjang kegiatan perkotaan yang
memadai.
(3) Perwujudan pengelolaan peruntukan permukiman pedesaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf b, meliputi :
a. pengaturan tata ruang permukiman yang disesuaikan dengan orientasi
kegiatan masyarakat di sektor pertanian;
b. penyediaan fasilitas sosial dan umum untuk mendukung kegiatan
pertanian; dan
c. penyediaan infrastruktur dan prasarana penunjang untuk mempermudah
akrifitas masyarakat pedesaan khususnya memperlancar kegiatan
produksi pertanian.

53
-54-

Bagian Keempat
Perwujudan Kawasan Strategis

Pasal 70

Perwujudan kawasan strategis sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 ayat (1)


huruf d, meliputi :
a. perwujudan kawasan strategis ekonomi;
b. perwujudan kawasan strategis sosial-budaya; dan
c. perwujudan kawasan strategis lingkungan hidup.

Pasal 71

(1) Perwujudan kawasan strategis ekonomi sebagaimana dimaksud dalam


pasal 70 huruf a meliputi :
a. kawasan strategis perkotaan; dan
b. kawasan strategis pedesaan.
(2) Perwujudan kawasan strategis ekonomi perkotaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a meliputi Pengembangan kawasan startegis kawasan
perkotaan Labuan Bajo sebagai distributor barang dan jasa.
(3) Perwujudan kawasan strategis ekonomi perdesaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf b meliputi :
a. pengembangan kawasan agropolitan lembor;
b. pengembangan kawasan minapolitan Komodo, Boleng, dan Macang
Pacar;
c. pengembangan kawasan agroindustri Macang Pacar; dan
d. pengembangan kawasan agrowisata Mbeliling, Sano Nggoang, Kuwus
Welak dan Ndoso.

Pasal 72

Perwujudan kawasan strategis sosial budaya sebagaimana dimaksud dalam


pasal 70 huruf b meliputi :
a. Memberikan perlindungan dan menjaga kelestarian kawasan yang memiliki
nilai sejarah yang tinggi; dan
b. Mempertahankan bentuknya dengan tidak merubah fungsinya.

Pasal 73

Perwujudan kawasan strategis lingkungan hidup sebagaimana dimaksud


dalam pasal 70 huruf c, meliputi melindungi kawasan taman nasional dan
Gua Istana Ular untuk menjaga kelestarian lingkungan sekitarnya dan perlu
pengelolaan agar tetap terjaga fungsinya sebagai kawasan lindung.

54
-55-

BAB VII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH

Pasal 74

(1) Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah daerah digunakan sebagai acuan


dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah daerah.
(2) Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah dilaksanakan secara
terkoordinasi oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
Daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
(3) Koordinasi pengendalian pemanfaatan ruang wilayah daerah dilakukan
oleh Bupati.
(4) Pengendalian pemanfaatan ruang, mencakup:
a. indikasi arahan peraturan zonasi;
b. arahan perizinan;
c. arahan insentif dan disinsentif; dan
d. arahan sanksi.

Bagian Kesatu
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi

Pasal 75

(1) Indikasi arahan peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74


ayat (4) huruf a, digunakan sebagai pedoman bagi Pemerintah Kabupaten
dalam menyusun peraturan zonasi;
(2) Indikasi arahan peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum pada lampiran V dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Arahan Perizinan

Pasal 76

(1) Arahan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (4) huruf b
merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin
pemanfaatan ruang berdasarkan rencana struktur dan pola ruang yang
ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai
dengan kewenangannya.
(3) Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

55
-56-

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan diatur dengan Peraturan


Bupati.

Bagian Ketiga
Arahan Insentif dan Disinsentif

Pasal 77

(1) Arahan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74


ayat (4) huruf c dilakukan dengan pengertian bahwa:
a. insentif merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan
terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan/sesuai dengan rencana
tata ruang; dan
b. disinsentif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi
pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan
rencana tata ruang.
(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dapat
berbentuk:
a. keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa
ruang, dan urun saham;
b. pembangunan serta pengadaan infrastruktur;
c. kemudahan prosedur perizinan; dan
d. pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau
pemerintah Kabupaten.
(3) Pemberian disinsentif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dapat
berbentuk:
a. pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya
yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat
pemanfaatan ruang; dan
b. pembatasan penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur, pengenaan
kompensasi dan penalti.
(4) Ketentuan tentang pemberian insentif dan pengenaan disinsentif diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Bagian Keempat
Arahan Sanksi

Pasal 78

(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (4) huruf d
merupakan acuan bagi Pemerintah Daerah dalam pengenaan sanksi
administratif kepada pelanggar pemanfaatan ruang diatur melalui
peraturan bupati.
(2) Pengenaan sanksi dilakukan terhadap :

56
-57-

a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang


dan pola ruang;
b. pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi;
c. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan
berdasarkan RTRW kabupaten;
d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan berdasarkan RTRW kabupaten;
e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW kabupaten;
f. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang
oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum;
dan
g. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang
tidak benar.
(3) Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi
administratif berupa :
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pembongkaran bangunan;
f. pemulihan fungsi ruang; dan
g. denda administratif.

BAB VIII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 79

Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap rencana tata ruang yang
telah ditetapkan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

BAB IX
KELEMBAGAAN

Pasal 80

(1) Dalam rangka koordinasi penataan ruang dan kerjasama antar wilayah,
dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah.
(2) Tugas, susunan organisasi dan tata kerja badan koordinasi penataan
ruang daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Bupati.

57
-58-

BAB X
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT

Pasal 81

(1) Dalam kegiatan mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah, masyarakat


berhak:
a. berperan dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang;
b. mengetahui secara terbuka RTRW, rencana tata ruang kawasan,
rencana rinci tata ruang kawasan;
c. menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai
akibat dari penataan ruang; dan
d. memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya
sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan
rencana tata ruang.
(2) Dalam kegiatan pemanfaatan ruang, setiap orang wajib :
a. mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari
pejabat yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
(3) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan
kriteria, kaidah dan aturan-aturan penataan ruang yang ditetapkan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh Pemerintah daerah
dengan melibatkan peran masyarakat, melalui kegiatan dalam bentuk:
a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
(5) Peran masyarakat dalam proses penyusunan perencanaan tata ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dapat berbentuk:
a. pemberian masukan untuk menentukan arah pengembangan yang akan
dicapai;
b. pengindetifikasian berbagai potensi dan masalah pembangun termasuk
bantuan untuk memperjelas hak atas ruang wilayah, termasuk
perencanaan tata ruang kawasan;
c. pemberian masukan dalam merumuskan perencanaan tata ruang;
d. pemberian informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam
penyusunan strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang;
e. pengajuan keberatan terhadap rancangan rencana tata ruang; dan

58
-59-

f. kerja sama dalam penelitian dan pengembangan; dan/atau bantuan


tenga ahli.
(6) Peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) huruf b dapat berbentuk:
a. pemanfaatan ruang daratan dan ruang udara berdasarkan peraturan
perundang-undangan, agama, adat, atau kebiasaan yang berlaku;
b. bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan
pemanfaatan ruang;
c. penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan rencana rinci tata
ruang;
d. konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lain
untuk tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas;
e. perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana
rinci tata ruang; dan
f. pemberian usulan dalam penentuan lokasi dan bantuan teknik dalam
pemanfaatan ruang;
(7) Peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf c dapat berbentuk :
a. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan,
termasuk pemberian informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan
ruang kawasan dimaksud; dan
b. bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan penertiban
pemanfaatan ruang.
(8) Tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang di wilayah kabupaten
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(9) Pelaksanaan peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikoordinasikan oleh Pemerintah Kabupaten.
(10) Peran masyarakat dalam menjaga pertahanan dan keamanan adalah
dengan menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan dan mendukung
kinerja aparat penegak hukum dan Tentara Nasional Indonesia (TNI).

BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 82

Rencana tata ruang wilayah Kabupaten menjadi pedoman untuk:


a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah
kabupaten;
d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antar sektor;
e. menetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan
f. penataan ruang kawasan strategis Kabupaten.

59
-60-

Pasal 83

(1) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Manggarai Barat
adalah 20 (dua puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali
dalam 5 (lima) tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan
bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas teritorial wilayah
yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan, Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Manggarai Barat dapat ditinjau kembali 1
(satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilakukan
apabila terjadi perubahan kebijakan nasional dan strategi yang
mempengaruhi pemanfaatan ruang kabupaten dan/atau dinamika
internal wilayah.

BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 84

(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan


pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang Daerah yang telah
ada dinyatakan berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum
diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini.
(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka:
a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai
dengan ketentuan Peraturan Daerah ini ini tetap berlaku sesuai
dengan masa berlakunya;
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai
dengan ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan:
1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut
disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah
ini;
2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, pemanfaatan
ruang dilakukan sampai izin terkait habis masa berlakunya dan
dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan
Peraturan Daerah ini; dan
3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi
kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah
diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul
sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan
penggantian yang layak;
c. pemanfaatan ruang yang izinnya sudah habis dan tidak sesuai dengan
Peraturan Daerah ini dilakukan penyesuaian berdasarkan Peraturan
Daerah ini; dan
d. pemanfaatan ruang di Daerah yang diselenggarakan tanpa izin
ditentukan sebagai berikut:

60
-61-

1. yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini,


pemanfaatan ruang yang bersangkutan ditertibkan dan
disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini; dan
2. yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, dipercepat
untuk mendapatkan izin yang diperlukan.

BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 85
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten
Manggarai Barat Nomor 30 Tahun 2005 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Manggarai Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Manggarai Barat
Tahun 2005 Nomor 30 Seri E Nomor 13 ) dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

Pasal 86

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan


Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Manggarai Barat.

Ditetapkan di Labuan Bajo


pada tanggal 17 Juli 2012

BUPATI MANGGARAI BARAT,

AGUSTINUS CH. DULA

Diundangkan di Labuan Bajo


pada tanggal 17 Juli 2012

SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN MANGGARAI BARAT,

MBON ROFINUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT TAHUN 2012


NOMOR 9.

61
-62-

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT
NOMOR 9 TAHUN 2012
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KABUPATEN MANGGARAI BARAT TAHUN 2012 - 2032

I. UMUM

Ruang sebagai wadah kehidupan yang meliputi ruang daratan, ruang


lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia
dan mahluk hidup lainnya melakukan kegiatan dan memelihara
kelangsungan hidupnya, perlu ditata agar pemanfaatannya dapat
dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasil guna.Penataan ruang
yang meliputi kegiatan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian,
merupakan tugas dan wewenang pemerintah daerah bersama-sama
dengan masyarakat yang dituangkan dalam Peraturan Daerah dan
peraturan pelaksana lainnya, dengan melibatkan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, masyarakat dan dunia usaha.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah sebagai kebijakan
Pemerintah Daerah, merupakan arahan penetapan lokasi pembangunan
dari kawasan dengan fungsi lindung maupun budidaya.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Manggarai Barat
merupakan pendekatan pembangunan yang mengarahkan pemanfaatan
ruang secara menyeluruh dan terpadu demi terwujudnya optimalisasi dan
keserasian pelaksanaan pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkan
arah perkembangan. Berdasarkan hal tersebut diatas dan sejalan dengan
amanat Peraturan Perundang-undangan, maka perlu untuk mengadakan
Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Manggarai
Barat.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
62
-63-

Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Klasifikasi sungai berdasarkan peraturan Permen PU No.
11A/PRT/M/2006 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27

63
-64-

Sebagai kawasan pionir/ prioritas berkembang dalam upaya


percepatan pengembangan wilayah guna menciptakan pusat kegiatan
baru di wilayah kabupaten.

Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50

64
-65-

Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Cukup jelas

65
-66-

Pasal 75
Cukup jelas
Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 77
Cukup jelas
Pasal 78
Cukup jelas
Pasal 79
Cukup jelas
Pasal 80
Cukup jelas
Pasal 80
Cukup jelas
Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82
Cukup jelas
Pasal 83
Cukup jelas
Pasal 84
Cukup jelas
Pasal 85
Cukup jelas
Pasal 86
Cukup jelas

66

Anda mungkin juga menyukai