Anda di halaman 1dari 14

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

DIREKTORAT JENDERAL
PENGELOLAAN RUANG LAUT
JALAN MEDAN MERDEKATIMUR NOMOR 16
JAKARTA 10110, KOTAK POS 4130 JKP 1OO4'I
r E L E Po N ( 0 2 I ) 3 5 I 33tt I M I L E ( 0 2 1 ) 3 52 03 57

Sfl"^il.)m'_fi:(J:, ffKS

PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN RUANG LAUT
NOMOR 14l PER-DJPRL/20 18
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS FASILITASI PENETAPAN WILAYAH KELOLA
MASYARAKAT HUKUM ADAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN RUANG LAUT,

Menimbang : a. bahwa Witayah Kelola Masyarakat Hukum Adat


sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor 8/PERMEN-KP/2018 tentang Tata
Cara Penetapan Wilayah Kelola Masyarakat Hukum Adat
dalam Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil perlu ditetapkan dalam rencana zonasi;
b. bahwa Menteri Kelautan dan Perikanan cq' Direktur
Jenderai Pengelolaan Ruang Laut dapat melakukan
fasilitasi dalam proses penetapan Wilayah Kelola
Masyarakat Hukum Adat;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut tentang
Petunjuk Teknis Fasilitasi Penetapan Wilayah Kelola
Masyarakat Hukum Adat;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2OO7 tentang Pengelolaan


Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (l,embaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2OO7 Nomor 84, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739)
sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 1
Tahun 2Ol4 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 27 Ta]r]un 2OO7 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2Ol4 Nomor 2, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5a90);
-2-

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2Ol4 tentang


Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan l,embaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah
beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2Ol4 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5679);
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 talun 2Ol4
tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat
Hukum Adat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 95 1);

4. Peratural Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor


23/PERMEN-KP12016 tentang Perencanaan Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pu1au Kecil (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1138);
5. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
8/PERMEN-KPl2OI8 tentang Tata Cara Penetapan
Wilayah Kelola Masyarakat Hukum Adat dalam
Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor
330);

MEMUTUSI(AN:

MenetapKan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN RUANG


LAUT TENTANG PETUNJUK TEKNIS FASILITASI PENETAPAN
WILAYAH KELOLA MASYARAKAT HUKUM ADAT.

Pasal 1

Petunjuk Teknis Fasilitasi Penetapan Wilayah Kelola Masyarakat Hukum Adat


sebagai acuan dalam pelaksanaan fasilitasi pengakuan dan perlindungan
Masyarakat Hukum Adat dan pengusulan Wilayah Kelola Masyarakat Hukum
Adat dalam pen)rusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(RZWP-3-K), Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional (RZ KSN), Rencana
Zonasi Kawasan Strategis Nasional Tertentu (RZ KSNT), dan/atau Rencana
Zonasi Kawasan Antarwilayah (RZ KAW).
-J-
f

Pasal 2
Ruang iingkup Petunjuk reknis Fasilitasi penltapan wilayah Kelola Masyarakat
Hukum Adat sebagaimana dimaksud dalam pasal I meliputi:
a. pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat;
b. pemetaan wilayah keiola Masyarakat Hukum Adat;
c. Pengusulan wilayah kelola Masyarakat Hukum Adat;
d. Penetapan dalam Rencana Zonasi.

Pasal 3
Ketentuan mengenai Petunjuk Teknis Fasilitasi Penetapan Wilayah Kelola
Masyarakat Hukum Adat sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

Pasal 4
Fasilitasi Penetapan wilayah Kelola Masyarakat Hukum Adat ini dilaksanakan
oleh Tim Masyarakat Hukum Adat yang dibentuk oleh Direktur Jenderal.

Pasai 5
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2018
DIREKTUR JENDERAL
PENGELOLAAN RUANG LAUT,

rtd.

BRAHMANTYA SATYAMURTI POERWADI

Salinan sesuai dengan aslinya


Apa-ratur, Hukum
LAMPIRAN I
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL
PENGELOLAAN RUANG LAUT
NOMOR: 1 4/ PER-DJPRL/ 20 1 8 TENTANG
PETUNJUK TEKNIS FASILITASI PENETAPAN
WILAYAH KELOLA MASYARAKAT HUKUM ADAT

PETUNJUK TEKNIS FASILITASI PENETAPAN


WILAYAH KELOLA MASYARAKAT HUKUM ADAT

A. PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT


1. Dalam ha1 bupati/wa1i kota belum menetapkan pengakuan dan
perlindungan Masyarakat Hukum Adat, Menteri dapat memfasilitasi
tahapan identifikasi dan/atau tahapan verifikasi dan validasi dalam
proses pengakuan dan periindungan Masyarakat Hukum Adat.
2. Fasilitasi tahapan dimaksud diawali dengan penyampaian usulan inisiasi
oleh bupati/ waii kota, Masyarakat Hukum Adat, atau pemangku
kepentingan lainnya kepada Menteri Kelautan dan Perikanan cq.
Direktur Jenderal Pengeloiaan Ruang Laut (dengan format teriampir).
3. Berdasarkan usulan inisiasi Menteri Kelautan dan Perikanan cq.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, melaksanakan tahapan
meliputi:
a. pembentukan Tim Masyarakat Hukum Adat;
b. identifikasi;
c. verifikasi dan validasi;
4. Keanggotaan Tim Masyarakat Hukum Adat, meliputi:
a. Kementerian Kelautan dan Perikanan;
b. Kementerian Dalam Negeri;
c. pakar, memiliki kompetensi keahlian dibidang antropologi dan/atau
sosial ekonomi perikanan;
d. tokoh masyarakat, mewakiii Masyarakat Hukum Adat;
e. pemerintah daerah provinsi; dan
f. pemerintah daerah kabupaten/ kota.
5. Tim Masyarakat Hukum Adat dari Kementerian Kelautan dan Perikanan
melaksanakan tahap identifikasi untuk memperoleh data:
a. sejarah Masyarakat Hukum Adat;
b. wilayah Adat;
c. hukum Adat;
d. harta kekayaan dan/atau benda-benda adat; dan
e. kelembagaan/ sistem pemerintahan adat.
-5-

6, Hasil identifikasi disajikan dalam:


a. laporan /dokumen (dengan format terlampir);
b. peta calon wilayah kelola sesuai dengan kaidah-kaidah pemetaan
wilayah kelola dan menggunakan skala minimal 1:50.000.
7 . Hasil identifikasi dilakukan verifikasi dan validasi oleh Tim Masyarakat
Hukum Adat dengan cara:
a. diseminasi, mengadakan pertemuan dengan mengumpulkan
pemangku kepentingan terkait;
b. pengumuman hasil verifikasi dilakukan pemasangan di papan
pengumuman kantor camat dalam jangka waktu satu bu1an, format
terlampir.
8. Pada saat diseminasi dan/atau dalam jangka waktu pengumuman,
dalam ha1:
a. tidak ada keberatan dari masyarakat, Tim Masyarakat Hukum Adat
melaksanakan validasi dengan men)'usun rekomendasi pengakuan
dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat;
b. ada keberatan, Tim Masyarakat Hukum Adat melaksanakan 1 (satu)
kaii verifikasi ulang terhadap keberatan dimaksud.
9. Tim Masyarakat Hukum Adat melalui Direktur Jenderal Pengelolaan
Ruang Laut menyampaikan rekomendasi penetapan Masyarakat Hukum
Adat kepada bupati/wali kota berdasarkan hasil verifikasi dan validasi.
10. Bupati/wali kota menetapkan Masyarakat Hukum Adat dengan
keputusan kepala daerah.

B. PEMETAAN WILAYAH KELOLA MASYARAKAT HUKUM ADAT


1 . Pemetaan dilakukan untuk menentukan luasan, batas terluar, dan
koordinat wilayah kelola Masyarakat Hukum Adat.
2. Pelaksanaan pemetaan memperhatikan kaidah-kaidah kartograh, meliputi:
a. alat pemetaan;
b. mekanisme pemetaan; dan
c. penyajian peta.
3. Alat pemetaan yang digunakan, meliputi:
a. alat tulis;
b. alat global positioning system (GPS); dan
c. kamera.
4. Mekanisme pemetaan, meliputi:
a. persiapan dan pengumpulan data sekunder, melalui:
-6-

1) pembuatan peta administratif lokasi Masyarakat Hukum Adat yang


dicetak menggunakan kertas minimal ukuran A,2 (a dua);
2) pengumpulan data prakiraan cuaca dan gelombang di lokasi
Masyarakat Hukum Adat yang diperoleh dari Badan Meteorologi,
Klimatoiogi dan Geofisika);
b. pemetaan partisipatif, melaiui:
1) penggambaran kegiatan pemanfaatan pada wilayah kelola ke dalam
peta administrasi oleh masyarakat yang memahami wilayah adat;
2) penandatanganan hasil pemetaan partisipatif oleh 2 (dua) orang
perwakilan adat.
c. survei lapang, dilakukan oleh petugas survei lapang dan didampingi
paling sedikit 1 (satu) orang perwakilan masyarakat yang memahami
wilayah kelola Masyarakat Hukum Adat. Pelaksanaan survei lapang
meliputi:
1) pengambilan data pemetaan dan disesuaikan dengan hasil
pemetaan pertisipatif;
2) pencatatan koordinat batas terluar wilayah kelola Masyarakat
Hukum Adat dengan menggunakan alat GPS;
3) pendokumentasian berupa foto dan video yang dilengkapi titik
koordinat saat pengambilan.
d. pengolahan data, meliputi:
1) pembuatan tabel yang memuat titik koordinat (lintang dan bujur),
nomor foto, dan keterangan;
2) analisis data, dengan mempertimbangkan titik koordinat, hasil
pemetaan partisipatif, dan foto;
3) deliniasi wilayah kelo1a Masyarakat Hukum Adat.
5. Penyajian peta memperhatikan:
a. standar kartogra{i peta wilayah kelola Masyarakat Hukum Adat paling
sedikit memuat:
1) judul peta;
2l arah mata angin;
3) proyeksi;
4) datum, dan sistem grid;
5) skala angka;
6) skala batang;
7\ inset peta;
B) legenda peta;
9) petunjuk pembacaan koordinat geografi;
10) riwayat peta dan sumber peta;
-7 -

1) judul kegiatan;
1

12) logo lembaga/ instansi;


13) nama lembaga/ instansi;
14) skala peta paling kecil 1 : 50.O0O;
b. penyimpanan, dalam bentuk digital dengan format aplikasi berupa .shp
dan gambar berupa .jpeg atau .tif.
6. Dalam ha1 Masyarakat Hukum Adat belum ditetapkan, hasil pemetaan
merupakan bagian dari rekomendasi pengakuan dan perlindungan
Masyarakat Hukum Adat.

C. PENGUSULAN WILAYAH KELOLA MASYARAKAT HUKUM ADAT


1. Masyarakat Hukum Adat yang telah ditetapkan pengakuan dan
perlindungannya mengusulkan wilayah kelolannya melalui bupati/wali
kota kepada:
a. gubernur untuk dimuat dalam Rencana Zonast Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K)
b. Menteri Kelautan dan Perikanan untuk Rencana Zonasi Kawasan
Strategis Nasional (RZ KSN), Rencana Zonasi Kawasan Strategis
Nasional Tertentu (RZ KSNT), dan Rencana Zonasi Kawasan
Antarwilayah (RZ KAW).
2. Surat usulan wilayah kelola dari bupati/wali kota kepada gubernur atau
Menteri Kelautan dan Perikanan (tembusan gubernur) sesuai dengan
kewenangannya, disertai dengan beberapa lampiran yang berisi:
a. Surat Keputusan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum
Adat,
b. Laporan hasil penetapan Masyarakat Hukum Adat antara lain:
1) laporan Identifikasi (Kondisi Umum, Pemanfatan dan Informasi
Masyarakat Hukum Adat);
2) hasil verifikasi dan validasi;
3) berita acara hasil Focus Group Discussion (FGD) (dengan format
terlampir).
c. Informasi wilayah kelola Masyarakat Hukum Adat yang paling sedikit
berisi:
1) Luasan wilayah, dalam satuan Hektare (Ha) atau kilometer persegi
(km2);
2) Lokasi wilayah (nama perarian, nama desa/kabupaten yang
diusulkan); dan
3) Peta usulan wilayah kelola Masyarakat Hukum Adat.
-8-

3. Daerah yang telah menetapkan Masyarakat Hukum Adat sebelum


Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 8/ Permen-KP/ 20 18
tentang Tata Cara Penetapan Wilayah Kelola Masyarakat Hukum Adat
dalam Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,
segera mengusulkan wilayah kelola Masyarakat Hukum Adat kepada
Gubernur atau Menteri Kelautan dan Perikanan (tembusan kepada
Gubernur) sesuai dengan kewenangannya.

D. PENETAPAN DALAM RENCANA ZONASI

1. Setelah menerima usulan wilayah kelola Masyarakat Hukum Adat dari


bupati/wali kota, maka Gubernur/ Menteri meiakukan identifikasi dan
pemetaan. Surat usulan bupati/wali kota dibalas dalam kurung waktu 1
(satu) bulan.
2. Kegiatar. identifikasi dan pemetaan dilakukan oieh Organisasi Perangkat
Daerah (OPD) terkait yang dikoordinasikan Dinas Kelautan dan Perikanan
atau Tim Kementerian Kelautan dan Perikanan sesuai dengan
kewenangannya.
3. Kegiatan identifikasi dan pemetaan wilayah kelola Masyarakat Hukum
Adat memperhatikan status rencana zonasi untuk:
a. wilayah yang belum ditetapkan rencana zonasi:
1) melakukan identifikasi dan pemetaan/verifikasi:
a) kegiatan Masyarakat Hukum Adat;
b) pemanfaatan ruang eksisting,
c) rencana pemanfaatan ruang oleh sektor; dan
d) sumber daya kelautan dan perikanan;
2\ melakukan koordinasi dengan pemangku kepentingan sesuai
dengan perundang-undangan ;
3) melakukan penyesuaian usulan wilayah kelola Masyarakat Hukum
Adat
4\ membuat peta dengan skala paling kecil 1 : 50.000; dan
5) membuat iaporan hasil identifikasi dan pemetaan/verifikasi serta
rekomendasi kelayakan usulan wilayah kelola Masyarakat Hukum
Adat untuk dialokasi ke dalam RZWP-3-K, RZ KSN, RZ KSNT dan
RZ KAW.
b. wilayah yang telah ditetapkan rencana zonasi, memperhatikan:
l\ zota inti kawasan konservasi dan pantai umum
2l kebij akan strategis nasional
3) RZWP-3-K, RZ KSN, RZ KSNT dan/atau RZ I(AW;
4) akses publik;
-9-

5)
kawasan, zona, danf atau alur laut provinsi yang telah
ditetapkan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
6) wilayah penangkapan ikan secara tradisional.
4. Alur penetapan wilayah kelola Masyarakat Hukum Adat:
MHA yang sudah ditetapkan dan memitrkipeta wilayah
ketota MHA

bupati/wali kota mengusulkan peta witayah ketota MHA kepada gubernur/Menteri


Kelautan dao perikanan sesuai kewenangannya

verifikasipeta wilayah kelota tlrHA oleh


verifikasi peta wilayah kelola MHA oleh Menteri
9ubernur untuk RZWP-3-K Kelautan dan Perikanan untuk RZKSN, RZKSNT.
atau RZ KAW

pengalokasian witayah ketola MHA


pen9alokasian witayah ketota MHA dalam RZKSN
dalam RZWP-3-K
RZKSNT atau RZ KAW

DIREKTUR JENDERAL
PENGELOLAAN RUANG LAUT,

trd.

BMHMANTYA SATYAMURTI POERWADI

Salinan sesuai dengan aslinya


M Aparatur, Hukum

f*'Y
a:_
L; i t

fa\
LAMPIRAN II
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL
PENGELOLAAN RUANG LAUT
NOMOR: 14l PER-DJPRL I2OLB TENTANG
PETUNJUK TEKNIS FASILITASI PENETAPAN
WILAYAH KELOLA MASYARAKAT HUKUM ADAT

CONTOH PETA WILAYAH KELOLA MASYARAKAT HUKUM ADAT

, o[ardfrrMrtsuiu
a Errruiuu.ru{rktr
(9l,lflrflu*'""*'o-'
trutrtrll llfflt t{ trltiltlt

I r[xtfiug olt PiltTut f rurs


utt^uul iuxq Dl, N pilt
u Ptrsroli ruw.ruu! [cI

-w'
l:I}
s

I '-:EJ.',!i'*
;,1t.
II 'i"r,' l

i
i

L '- ^ a

E**

GltNdmYdaa@t a@ftu
'N.n s!('tr.re d.ll@r 15.

6ir-{dfa'.& *r Es
. rdr6, ...1s &Eh dd ,
11

CONTOH PETA WILAYAH KELOLA MASYARAKAT HUKUM ADAT

lEurBraqu
Ai B'ruMrll&.tr
I *Y?rr aucr rrxumrrur
\i/u*wurli[ (urrt xr xar.,
lotnltrl{r Drx xitllt{ ttrllr8
f[tllrtat rurut lolT ui out
0r ?g!l Drx ?utNfluu ttqt

.#,
U

Irffi
.lc.m
-
l

o*b

a.d.

g|trynillmiu

DIREKTUR JENDERAL
PENGELOLAAN RUANG LAUT,

ltd.
BRAHMANTYA SATYAMURTI POERWADI
Salinan sesuai dengan aslinya
Aparatur, Hukum
t
LAMPIRAN III
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL
PENGELOLAAN RUANG LAUT
NOMOR: 14lPER-DJPRL /2018 TENTANG
PETUNJUK TEKNIS FASILITASI PENETAPAN
WILAYAH KELOLA MASYARAKAT HUKUM ADAT

Format Surat susulan inisiasi oleh Bupati/Wali kota, Masyarakat Hukum Adat,
atau pemangku kepentingan lainnya:

Kepada Yth.
Menteri Kelautan dan Perikanan
Cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut

di
- Jakarta

Dalam rangka melakukan pengakuan dan perlindungan terhadap


keberadaan masyarakat hukum adat sebagai amanat dari Permendagri
No 52 Tahun 2014, maka perlu dilakukan identifikasi dan pemetaan
terhadap keberadaan masyarakat hukum adat.
Sehubungan dengan belum dilakukannya identifikasi dan
pemetaan masyarakat hukum adat di Desa.........., Kecamatan.......,
Kabupaten/kota ......., sesuai dengan mandat Pasal 7 ayat (1) dan ayat
(2) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 8/ Permen-KP/ 2018
Tentang Tata Cara Penetapan Wilayah Kelola Masyarakat Hukum Adat
dalam Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pu1au Kecil
bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan dapat melakukan fasilitasi
identifikasi dan pemetaan masyarakat hukum adat.
Sehubungan dengan ha1 tersebut, pada kesempatan ini kami
memohon untuk dilaksanakan fasilitasi identifikasi dan pemetaan
Masyarakat Hukum Adat oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan di
wilayah tersebut.
Demikian disampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima
kasih.

Ibukota Kabupaten/ Kota Tanggal/Bu1an/Tahun

Nama
Bupati/Wali kota ....../Ketua Masyarakat Adat....../Tokoh Masyarakat.....

DIREKTUR JENDERAL
PENGELOLAAN RUANG LAUT,

ttd.
Salinan sesuai dengan aslinya
Kabag SDM Aparatur, Hukum BRAHMANTYA SATYAMURTI POERWADI
dan Organisasi

Miftahul Huda
LAMPIRAN IV
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL
PENGELOLAAN RUANG LAUT
NOMOR: 1 4/ PER-DJPRL I 20 18 TENTANG
PETUNJUK TEKNIS FASILITASI PENETAPAN
WILAYAH KELOLA MASYARAKAT HUKUM ADAT

Outline Laporan Identifikasr :

COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAMAR TABEL
DAF*IAR GAMBAR

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Obyektif

BAB 2. PENDEKATAN DAN METODOLOGI


2.1. Pendekatan Kaj ian
2.2. Metodologi Kajian
2.3. Sistematika Laporan
BAB 3. TINJAUAN PUSTAKA
3. 1. Gambaran Umum
3.1.1. Keadaan Lokasi
3. 1.2. Kondisi Demografi
3.1.3. Sumber Daya
3.1.4. Sejarah
di lokasi,
Diisi dengan uraian singkat gambaran umum MHA
kondisi umum seperti letak administratif, Sarana dan
prasarana, aksesibilitas, demografi penduduk (gender dan
mata pencahaian) dll
3.2. Sejarah MHA .. (Nama Komunitas MHA)
Riwagat sejarah dan asal usul MHA
3.3. Kelembagaan MHA .. (Nama Komunitas MHA)
Struktur kelembagaan MHA (tupoksi dan masa jobatan)
LAMPIRAN V
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL
PENGELOLAAN RUANG LAUT
NOMOR: 14lPER-DJPRL I 2Ol8 TENTANG
PETUNJUK TEKNIS FASILITASI PENETAPAN
WILAYAH KELOLA MASYARAKAT HUKUM ADAT
Format Berita Acara Hasil Focus Group Discussion (FGD)

BERITA ACARA
Hasil Focus Group Discussion (FGD)

Pada hari ini, Tanggal .... Bulan ...... Tahun ........yang bertempat
di Desa/Nagara/Kampung Kecamatan
Kabupaten Provinsi bersama ini disampaikan hasil
Hasil Focus Group Discussion (FGD) sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.

Maka sebagaimana butir-butir hasil FGD diatas, kami Pemangku Adat


dan MHA ... menyatakan benar adanya.
Demikianlah Berita Acara ini kami buat, atas bantuan dan
kerjasamanya terima kasih.

Ketua Adat Tim Survey

(Nama) (Nama)

DIREKTUR JENDERAL
PENGELOLAAN RUANG LAUT,

ttd.

BRAHMANTYA SATYAMURTI POERWADI


Salinan sesuai dengan aslinya
Kabag SDM Aparatur, Hukum
dan Organisasi

Miftahul Huda

Anda mungkin juga menyukai