Anda di halaman 1dari 2

Latar Belakang :

Pada tanggal 17 Januari 2018 parlemen Eropa melakukan jejak pendapat untuk mengambil keputusan
mengenai penggunaan Crude Palm Oil bagi produk biodiesel untuk tahun 2021. . Pengambilan
keputusan tersebut dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan efisiensi energi hingga 35% dan
menggunakan renewable energy pada tahun 2030. Dalam jajak pendapat tersebut, mayoritas parlemen
Eropa menyutujui mengenai rencana pelarangan penggunaan CPO sebagai bahan baku utama dari
biodiesel pada 2021 mendatang.

Jajak pedapat yang diadakan parlemen tersebut menerbitkan sebuah kebijakan yang bernama RED II
(Renewable Energy Directive II) yang merupakan pengembangan dari I RED sebelumnya, yang
merupakan arahan untuk melaksanakan komitmen Uni Eropa dalam mendukung pembangunan
berkelanjutan, yang didalamnya menjelaskan mengenai penggunaan biodiesel dengan energi
terbarukan. Pemberlakuan RED merupakan Langkah awal uni eropa untuk mengurangi emisi karbon
global sebagai bentuk komitmenya terhadap Protokol Tokyo. Alasan diberlakukannya pelarangan
terhadap penggunaan minyak kelapa sawit tersebut adalah karena minyak sawit dianggap sebagai faktor
utama perusakan lingkungan. Berdasarkan hal tersebut, Indonesia keberatan dengan keputusan Uni
Eropa untuk menghentikan kegiatan ekspor-impor kelapa sawit ke Uni Eropa, karena kebijakan-
kebijakan tersebut membatasi akses pasar minyak kelapa sawit dan biofuel berbasis minyak kelapa sawit
sehingga berdampak negatif terhadap ekspor produk kelapa sawit Indonesia di Pasar Uni Eropa

Implikasi kebijakan RED II dalam ekspor CPO Uni Eropa terhadap perekonomian Indonesia Indonesia :

Pada tahun 2018 Indonesia memproduksi 40.57 ton Crude Palm Oil, berdasarkan data tersebut
Kementrian Perdagangan menyatakan bahwa kelapa sawit menyumbang sebagai sector non migas
tertinggi dengan jumlah sebesar US$ 20,54 miliar atau setara Rp. 289 Triliun pada tahun 2018. Ekspor
minyak kelapa sawit Indonesia yang tinggi berasal dari tingginya permintaan pasar minyak kelapa sawit
dunia. Sejak 2004, penggunaan komoditi minyak kelapa sawit telah menduduki posisi tertinggi dalam
pasar vegetable oil dunia yaitu mencapai 30 juta ton dengan pertumbuhan rata-rata 8 persen per tahun.
Salah satu konsumen terbesar produk minyak sawit Indonesia adalah Uni Eropa.
Penerapan Renewable Energy Directive II tentunya akan memberikan implikasi yang cukup signifikan,
seperti :

 Kelebihan pasokan minyak sawit di pasar dunia


pemberlakuan RED II akan memberikan dampak kelebihan pasokan minyak sawit di pasar dunia
mencapai 10,05% daru total yang diperdagangkan saat ini. Hal tersebut setara dengan 4,55 juta
ton atau sekitar 413,36 ribu ton tiap tahunnya. Kelebihan pasokan ini tentunya memberikan
tekanan yang lebih mendalam terhadap harga kelapa minyak sawit yang sedang mengalami
penurunan dua tahun belakangan ini. Penurunan harga ini diperkiran akan berpotensi menjadi
paling buruk di masa depan.
 Penurunan kontribuksi ekspor dan devisa negara.
Kinerja ekspor dan neraca perdagangan Indonesia sektor non migas banyak ditopang dari
interaksi dagang minyak sawit dengan UE sebesar 1,66 persen per tahunnya. Diperkirakan,
kontribusi ekspor dan penerimaan devisa negara akan berkurang sebesar USD 104,55 juta per
tahun dan hilangnya sumbangan minyak sawit terhadap PDB Indonesia sebesar 0,0011 persen
atau setara Rp 1,63 Triliun per tahun. Sehingga potensi kehilangan pendapatan negara
diasumsikan akan berkurang sebesar Rp 218,18 miliar per tahunnya.
 Tekanan pada sisi ketenagakerjaan yang berpotensi menciptakan banyaknya pengangguran
Penerapan RED II ini akan menyebabkan perekonomian Indonesia akan menjadi lesu dengan
memberikan tekanan pada sisi ketenagakerjaan yang nantinya akan menyebabkan penambahan
pengangguran di Indonesia. Saat ini 40,56 persen atau setara 5,8 juta hektar lahan perkebunan
sawit di Indonesia merupakan perkebunan rakyat yang melibatkan 2,67 juta petani dan
berkontribusi sebesar 34,51 persen terhadap produksi kelapa sawit nasional. Bila hal ini terjadi
diperkirakan dengan asumsi menggunakan total produksi kelapa sawit dengan jumlah tenaga
kerja langsung di perkebunan dan asumsi Average Product of Labor (APL) sebesar 5,72 ton,
kebijakan RED II ini akan menimbulkan pengurangan tenaga kerja sekurang-kurangnya 330 ribu
tenaga kerja per tahunnya dan berpotensi kurang lebih 20 juta petani Indonesia kehilangan
mata pencahariannya.

Anda mungkin juga menyukai