Anda di halaman 1dari 11

AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

PAPER

Oleh:

Meilia Shinta Kurnia (200301154)


Mutiara Rizki Harahap (200301163)
Muhammad Raihan Khairy (200301162)
Muhammad Fahmi Zikri (200301160)
Paulus Poulinsius Saragih (200301173)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERISTAS SUMATERA UTARA
2021
A. KONDISI PASAR KELAPA SAWIT GLOBAL SAAT INI

Ekspor produk sawit (CPO) mengalami penurunan pada Juni 2021


dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Tetapi, situasi ini dinilai hanya berlangsung
sementara dan justru menjadi momentum lahirnya keseimbangan baru pada pasar
minyak nabati.

Dengan kinerja dan daya saing yang cukup baik, prospek CPO di pasar
internasional, baik dilihat dari sisi peluang peningkatan konsumsi maupun ekspor
diperkirakan masih cukup baik. Hasil analisis yang dilakukan FAO (2001), Mielke
(2001), dan Susila (2002) menunjukkan peluang peningkatan konsumsi CPO masih
terbuka. Dari studi tersebut, peluang peningkatan konsumsi CPO untuk jangka 2agna
d sampai dengan 2005 diperkirakan akan mengalami 3 fase pertumbuhan. Pada fase
pertumbuhan pertama atau fase pertumbuhan cepat (2005-2010), konsumsi CPO
diperkirakan masih cukup tinggi, walaupun lebih rendah dari pertumbuhan pada
2agna terakhir. Fase kedua (2010-1017) dikenal sebagai fase pertumbuhan yang
lambat, namun masih lebih tinggi dari pertumbuhan produk kompetitiornya yaitu
pertumbuhan konsumsi minyak kedele. Fase ketiga (2017-2025) dikenal sebagai
pertumbuhan yang alami (natural) yaitu pada saat pasar mulai jenuh dan
pertumbuhan konsumsi hanya sekitar 1.5% per tahun.

Denga pembagian fase tersebut, secara umum ada dua 2 agna da proyeksi
konsumsi CPO dunia. Skenario pertama adalah 2agna da aman/pesimistis. Skenario
ini dapat dinilai sebagai masukan yang aman bagi investor yang terjun ke bisnis
kelapa sawit atau tingkat konsumsi/peluang pasar yang minimal akan dapat
dimanfaatkan. Skenario ini memperkirakan bahwa konsumsi CPO akan tumbuh
dengan laju antara 1.5% - 3.5% sampai dengan tahun 2005. Pada fase pertama, 2agna
da ni memperkirakan pertumbuhan konsumsi sekitar 2agna da 4% per tahun sampai
dengan tahun 2010. Pada periode 2010 – 2017, konsumsi diperkirakan akan tumbuh
antara 1.5% - 3.5% per tahun. Ada fase ketiga konsumsi CPO akan mengalami
pertumbuhan natural sekitar 1.5%.

Skenario kedua atau 2agna da 2agna da22 memperkirakan bahwa konsumsi


CPO dunia akan tumbuh dengan laju antara 1.5% - 5.0% pada periode 2005-2025.
Proyeksi ini dilandasi pemikiran adanya perkembangan yang cukup pesat pada
industri hilir kelapa sawit seperti biodiesel dan oleokimia. Pada fsse pertama,
konsumsi diperkirakan akan tumbuh antara 3.5%-5.0% per tahun. Pada fase kedua
(2010-2017), konsumsi diperkirakan akan tumbuh antara 1.9% - 3.3% per tahun.
Selanjutnya, pada fase pertumbuhan natural, konsumsi diperkirakan akan tumbuh
dengan laju 1.5% per tahun.

Ada beberapa faktor yang melandasi pemikiran bahwa prospek CPO cukup
cerah dalam persaingan dengan minyak nabati lainnya. Faktor pertama yang
mendukung daya saing minyak sawit yang tinggi adalah tingkat efisiensi yang tinggi
dari minyak tersebut. Pasquali (1993) dan Basiron (2002) menyebutkan bahwa CPO
merupakan sumber minyak nabati termurah. Rendahnya harga CPO 3 agna da
terhadap minyak lain berkaitan dengan tingginya tingkat efisiensi produksi CPO
(Simeh 2004; Susila 1998). Ong (1992) menyebutkan bahwa produktivitas lahan
untuk pengusahaan CPO, minyak kedele, rapeseed, dan kopra adalah masing-masing
3.200, 332, 521, dan 395 kg/ha setara minyak.

Faktor lain adalah bahwa sekitar 80% dari penduduk dunia, khususnya di
negara berkembang masih berpeluang meningkatkan konsumsi per kapita untuk
minyak dan lemak, terutama untuk minyak yang harganya murah (FAO, 2001). Di
samping faktor penduduk, peningkatan konsumsi juga disebabkan oleh efek
substitusi dan efek pendapatan (Pasquali, 1993). Efek substitusi berpangkal dari daya
saing CPO yang tinggi sehingga penduduk di negara berkembang cenderung
mensubstitusi minyak yang dikonsumsi dengan minyak yang lebih murah. Efek
pendapatan cukup signifikan karena pertumbuhan ekonomi yang pesat justru terjadi
di negara-negara yang sedang berkembang yang tingkat konsumsi minyak dan lemak
yang 3agna da masih rendah yaitu 10.3 kg per kapita (FAO, 2001).

Faktor berikutnya yang juga akan memperbesar peluang minyak sawit adalah
terjadinya pergeseran dalam industri yang menggunakan bahan baku minyak bumi
ke bahan yang lebih bersahabat dengan lingkungan yaitu oleokimia yang bahan
bakunya adalah CPO (The World Bank, 1992 dan Pasquali, 1993). Kecenderungan
tersebut sudah tampak di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa Barat,
dan Jepang
B. Perkembangan Ekspor Impor

Indonesia merupakan negara penghasil dan eksportir kelapa sawit terbesar di


dunia dengan luas areal mencapai 16,4 juta 4agna d dan produksi crude palm oil (CPO)
dan palm kernel oil (PKO) mendekati 50 juta ton, dengan total ekspor mendekati 35
juta ton atau 70% dari total produksi.
Ekspor CPO Indonesia setiap tahunnya menunjukkan tren meningkat dengan
rata-rata peningkatan adalah 12,97 persen. Walaupun pemerintah menerapkan tarif
pungutan ekspor/pajak ekspor (PE) dan pengenaan kuota untuk komoditas minyak
kelapa sawit mentah untuk mendorong industri hilir, namun sejauh ini sawit tetap
menjadi primadona di industri perkebunan, disamping isu kartel yang dihembuskan
beberapa negara, rencana pembatasan lahan untuk holding company, kenaikan harga
patokan ekspor (HPE) hingga soal pabrik pengolahan tanpa kebun.
Ekspor minyak sawit dan turunannya mencapai US$23 miliar pada tahun 2019
atau sebesar Rp300 triliun sehingga menempatkan kelapa sawit sebagai komoditas
perkebunan yang memberikan sumbangan terbesar terhadap devisa dibandingkan
dengan komoditas perkebunan lainnya, bahkan lebih besar dibandingkan kontribusi
4agna migas.
Menurut data Direktorat Jendral Perkebunan, 4agna kelapa sawit merupakan
4agna yang memiliki luas lahan dan jumlah produksi paling tinggi dibandingkan
4agna perkebunan lainnya di Indonesia. Produktivitas yang tinggi juga menentukan
tingkat ekspor suatu negara, karena jumlah produktivitas suatu negara yang tinggi
maka ekspor suatu negara juga akan meningkat. Ekspor suatu negara meningkat
seiring dengan meningkatnya hasil produksi, kemudian daya saing negara akan
mengalami peningkatan, dan akan semakin mendorong peningkatan ekspor.
Permintaan sawit dan produk turunannya di pasar dalam negeri pada bulan
Januari‒ Juni tahun 2020 sebesar 8,6 juta ton, lebih tinggi dari tahun 2019. Konsumsi
minyak goreng menunjukkan peningkatan hingga mencapai 725 ribu ton per bulan.
Pasar untuk produk oleokimia terus meningkat sebesar 115 ribu ton per bulan karena
peningkatan kebutuhan sabun, bahan pembersih, dan hand sanitizer sebagai bagian
dari penerapan 4agna da 4agna da4. Konsumsi oleokimia masih akan terus bertahan
meskipun ada pelonggaran PSBB karena 4agna da Covid-19 masih terus ditetapkan.
Adanya gangguan pada ekspor sawit akibat 5 agna da Covid-19 akan
memengaruhi kinerja PDB 5agna pertanian dan PDB nasional dan produk 5agna da
regional bruto (PDRB) regional secara keseluruhan. Pendalaman dampak 5agna da
Covid-19 terhadap komoditas/produk kelapa sawit menjadi sangat menarik untuk
dikaji, terutama untuk menjawab bagaimana dampak 5agna da ini terhadap kinerja
produksi dan ekspor dan mampukah komoditas/produk sawit bertahan sebagai
penyumbang terbesar PDB 5agna perkebunan melalui kegiatan ekspornya.

C. Perkembangan Harga Kelapa Sawit

Perkembangan harga produk crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit
belakangan ini terus bergerak naik menuju 5agna d positif. Pada periode Juni 2021
penetapan bea keluar (BK) adalah USD1.223,90/MT. Harga referensi tersebut
meningkat USD113,22 atau 9,25 persen dari periode Mei 2021, yaitu sebesar
USD1.110,68/MT.

Jika melihat perkembangan update harga kelapa sawit internasional dan


kebijakan terbaru tentang penggunaan sawit di dalam negeri, harga memang akan
cenderung mengalami peningkatan. Namun peningkatan ini pun tidak bisa dprediksi
terjadi sampai kapan.
Peningkatan harga CPO ini juga seiring dengan belakukanya PMK Nomor
191/2020. Harga CPO semakin meningkat juga disebabkan kebijakan lockdown di
Malaysia dan negara produsen minyak nabati lainnya sehingga pasar menjadi
asimetris.

Berdasarkan catatan Kementerian Perindustrian harga CPO mengalami


peningkatan sejak Februari 2021. Di mana pada saat itu harga menyentuh level
USD1.026/MT. Kemudian pada posisi Maret naik di USD1.036/MT, April
USD1.0393/MT, Mei USD1.110/MT, dan Juni USD1.223/MT.

D. Hilirisasi dan Agroindustri minyak kelapa sawit Indonesia

Kapasitas industri hilir minyak sawit 6 agna da telah berkembang dan


mendukung percepatan hilirisasi. Kapasitas produksi minyak goreng mencapai 15,3
juta ton, biodiesel 11,4 juta ton, sabun dan detergen 3,6 juta ton, oleokimia dasar 1,7
ton dan margarin/shortening sebesar 0,8 juta ton. Dengan kapasitas industri hilir yang
demikian, industri hilir minyak sawit 6agna da sebetulnya sudah mampu mengolah
sekitar 32 juta ton CPO.

Kemajuan hilirisasi yang terjadi dalam periode 2011-2016 tercermin dari hal-
hal berikut : Pertama, Konsumsi 6 agna da minyak sawit yakni untuk industri
oleofood, oleokimia, detergen/sabun dan biodiesel menunjukkan peningkatan yang
6agna da cepat khususnya setelah tahun 2011. Tahun 2011 konsumsi bahan baku
(CPO) untuk industri hilir 6agna da adalah 7,8 juta ton yakni untuk minyak goreng
dan margarin sebesar 6,2 juta ton, oleokimia dan detergen 1,2 juta ton dan biodiesel
0,4 juta ton. Konsumsi 6agna da meningkat cepat pada tahun 2016 yakni sebesar 13,5
juta ton yakni minyak goreng dan margarin sebesar 7,8 juta ton, oleokimia dan
detergen 1,7 juta ton dan biodiesel 4 juta ton.

Kedua, Selain tercermin dari konsumsi CPO 6agna da, hilirisasi minyak sawit
6agna da juga dapat dilihat dari produksi industri hilir. Produksi olein (RBD olein,
minyak goreng, margarin, dan lainnya) tahun 2016 sebesar 25 juta ton, produksi
oleokimia (oleokimi dasar, detergen dan sabun) sebesar 3,4 juta ton dan produksi
biodiesel sebesar 2,9 juta ton.

Ketiga, Kebijakan hilirisasi minyak sawit di dalam negeri telah berhasil


memperbaiki komposisi ekspor minyak sawit Indonesia dari dominasi minyak sawit
mentah menjadi dominasi minyak sawit olahan. Jika tahun 2008 ekspor minyak sawit
Indonesia sekitar 55 persen masih berupa minyak sawit mentah (CPO), sejak tahun
2011 telah beralih kepada dominasi olahan. Pada tahun 2016 sekitar 78 persen ekspor
minyak sawit Indonesia sudah dalam bentuk minyak sawit olahan.

Minyak sawit adalah salah satu minyak yang paling banyak dikonsumsi dan
diproduksi di dunia. Minyak yang murah, mudah diproduksi dan sangat stabil ini
digunakan untuk berbagai variasi makanan, kosmetik, produk kebersihan, dan juga
bisa digunakan sebagai sumber biofuel atau biodiesel. Kebanyakan minyak sawit
diproduksi di Asia, Afrika dan Amerika Selatan karena pohon kelapa sawit
membutuhkan suhu hangat, sinar matahari, dan curah hujan tinggi untuk
memaksimalkan produksinya.
Hanya beberapa industri di Indonesia yang menunjukkan perkembangan
secepat industri minyak kelapa sawit selama 20 tahun terakhir. Pertumbuhan ini
tampak dalam jumlah produksi dan ekspor dari Indonesia dan juga dari pertumbuhan
luas area perkebunan sawit. Mayoritas hasil produksi minyak kelapa sawit Indonesia
diekspor. Negara-negara tujuan ekspor yang paling penting adalah RRT, India,
Pakistan, Malaysia, dan Belanda. Walaupun angkanya sangat tidak signifikan,
Indonesia juga mengimpor minyak sawit, terutama dari India.

Memang mayoritas dari minyak sawit yang diproduksi di Indonesia diekspor.


Namun, karena populasi Indonesia terus bertumbuh (disertai kelas menengah yang
berkembang pesat) dan dukungan pemerintah untuk program biodiesel, permintaan
minyak sawit 7 agna da di Indonesia juga terus berkembang. Meningkatnya
permintaan minyak sawit dalam negeri sebenarnya bisa berarti bahwa pengiriman
minyak sawit mentah dari Indonesia akan mandek di tahun-tahun mendatang jika
pemerintah Indonesia tetap berkomitmen terhadap moratorium konversi lahan
gambut.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah total luas area
perkebunan sawit di Indonesia pada saat ini mencapai sekitar 11.9 juta hektar; hampir
tiga kali lipat dari luas area di tahun 2000 waktu sekitar 4 juta hektar lahan di
Indonesia dipergunakan untuk perkebunan kelapa sawit. Jumlah ini diduga akan
bertambah menjadi 13 juta hektar pada tahun 2020.

Faktor yang mempengaruhi harga minyak kelapa sawit:

(1) permintaan & persediaan

(2) harga minyak nabati lain (terutama kedelai)

(3) cuaca

(4) kebijakan impor negara-negara yang mengimpor minyak kelapa sawit


(5) perubahan dalam kebijakan pajak dan pungutan ekspor/impor

E. Daya saing dan menjaga keunggulan kelapa sawit

1. Daya saing kelapa sawit

Minyak sawit dalam bentuk Crude Palm Oil merupakan komoditi ekspor
unggulan Indonesia. Indonesia merupakan produsen dan eksportir minyak sawit
terbesar di dunia. Sebagai produsen terbesar minyak sawit, Indonesia melihat
kebutuhan akan konsumsi dan pangsa pasar minyak sawit yang terus meningkat
sebagai peluang untuk melakukan ekspor. Nilai ekspor sawit Indonesia selama
periode 2007-2014 mengalami fluktuasi.Nilai ekspor minyak sawit terbesar pada
tahun 2011 dan terendah pada tahun 2007 (UN Comtrade, 2016).
Minyak sawit merupakan komoditi unggulan dari 8agna da8 perkebunan yang
kinerja ekspornya dipengaruhi daya saing dan perubahan pangsa pasar yang terjadi
di pasar 8agna da maupun pasar internasional. Sebagai komoditi ekspor, minyak
sawit menjadikan Indonesia sebagai pengekspor minyak sawit terbesar di dunia
diikuti dengan Malaysia, Ekuador, Kolombia, dan Thailand dengan nilai ekspor yang
mencapai 4.2 milyar USD pada tahun 2014 (UNComtrade 2016).
Salah satu indicator yang dapat memberikan gambaran yang baik tentang
tingkat daya saing adalah Export Product Dynamics (EPD). Indikator ini mengukur
posisi pasar dari produk suatu negara untuk tujuan pasar tertentu.Selain itu, dengan
menggunakan EPD dinamis atau tidaknya performa suatu produk dapat
diketahui.Sebuah matriks EPD terdiri dari daya 9agna pasar dan informasi kekuatan
bisnis.Daya 9agna pasar dihitung berdasarkan pertumbuhan dari permintaan sebuah
produk untuk tujuan pasar tertentu, dimana informasi kekuatan bisnis diukur
berdasarkan pertumbuhan dari perolehan pasar (market share) sebuah negara pada
tujuan pasar tertentu.Kombinasi dari daya 9 agna pasar dan kekuatan bisnis ini
menghasilkan karakter posisi dari produk yang ingin dianalisis ke dalam empat
kategori. Keempat kategori itu adalah “Rising Star”, “Falling Star”, “Lost
Opppotunity”, dan “Retreat”.

2. Menjaga keunggulan kelapa sawit

Beberapa keunggulan minyak kelapa sawit


yaitu:
a. Efisiensi
Kelapa sawit jauh lebih efisien dan produktif dibandingkan dengan tanaman
penghasil minyak nabati lainnya. Satu hektar lahan dapat menghasilkan 4,17
metrik ton kelapa sawit per tahun, dibandingkan dengan 0,56 ton minyak
bunga matahari, 0,39 ton minyak kedelai dan 0,16 ton minyak kacang tanah.
Hal ini berarti kebutuhan lahan untuk memproduksi minyak kelapa sawit lebih
kecil dibandingkan tanaman lainnya yang membutuhkan setidaknya lima kali
lahan lebih luas untuk bisa menghasilkan volume yang sama dengan kelapa
sawit. Tanaman kelapa sawit juga membutuhkan pupuk, pestisida dan energi
yang lebih sedikit.
b. Keuntungan ekonomi
Di Indonesia, industri kelapa sawit menyumbang 1,6 persen dari PDB dan
mempekerjakan 4,5 juta orang. Karena 9 agna da besar panen diekspor,
industri ini menghasilkan devisa lebih dari $ 18 miliar per tahun, merupakan
salah satu penyumbang terbesar di negara ini. Industri kelapa sawit telah
membantu mengangkat jutaan orang dari kemiskinan di Indonesia dan
Malaysia, yang menyumbang sekitar 85 persen dari produksi global.
Perkebunan kelapa sawit telah menciptakan jutaan pekerjaan dengan gaji yang
baik, dan memungkinkan puluhan ribu petani kecil memiliki tanah mereka
sendiri
c. Serbaguna

Minyak sawit memiliki umur simpan yang 10agna d dan solid pada suhu
kamar, menjadikannya sebagai bahan yang ideal dalam berbagai jenis
makanan. Minyak sawit sangat popular sejak tahun 1990an karena produsen
mencari alternatif dari lemak terhidrogenasi dan terhidrogenasi parsial yang
tidak sehat. Seperti kebanyakan minyak biji nabati alami, minyak kelapa sawit
mengandung kurang dari satu persen lemak trans sehingga berperan penting
dalam menciptakan makanan yang lebih sehat.
Kestabilannya pada suhu tinggi menjadikannya sangat ideal untuk digunakan
dalam memasak dan menggoreng, sementara titik lelehnya yang tinggi
membuatnya menjadi pengganti biaya yang efektif untuk lemak hewani dalam
produk seperti makanan panggang. Minyak kelapa sawit juga digunakan
untuk memproduksi natrium lauril sulfat, yang digunakan sebagai bahan
pembuat busa dalam banyak produk perawatan tubuh seperti sabun dan pasta
gigi, dan juga sering ditambahkan ke produk pembersih rumah tangga.
Cara menjaga kelapa sawit tergantung peran kita masing-masing yaitu:

a. Sebagai petani sawit, memelihara kebun sawit dengancara benar, sehingga


tanamannya subur dan produksinya tinggi merupakan bentuk cara
merawat paruparu paru lingkungannya.
b. Sebagai pemerintah, cara merawatnya yaitu mengeluarkan kebijakan yang
kondusif bagi tumbuh-kembangnya kebun-kebun sawit di Indonesia.
c. Bagi akademis/ peneliti, kontribusi perawatan melalui pengembangan
teknologi dan manajemen yang diperlukan untuk tumbuh kembangnya
kebun-kebun sawit.
d. Sebagai masyarakat umum, mengkonsumsi produk-produk dari sawit
seperti minyak goring, mentega, sabun, dan lain sebagainya merupakan
cara merawat lingkungan 10agna da pada kebun-kebun sawit disekitar.
DAFTAR PUSTAKA

Alatas, A. 2015. Trend Produksi dan Ekspor Minyak Sawit (CPO) INDONESIA.
AGRARIS: Journal of Agribusiness and Rural Development Research, 1(2):
114–124.
Bahari, Esdwin. 2014. Analisis Strategic Peningkatan Nilai Ekonomi Sawit di Provinsi
Lampung. Prosiding Seminar Bisnis & Teknologi, hal 280-290, Bandar
Lampung, 15-16 Desember 2014.
Febriyanthi, Sri Ana. 2008. Analisis Daya Saing Ekspor Teh Hitam Indonesia di Pasar
Internasional [skripsi]. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Nurmalita, V., Prasetyo A. W. 2019. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia ke India. Economic Education Analysis
Journal, 8(2): 605-619.

Purnamasari, D. A. 2018. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Ekspor Kelapa Sawit Indonesia. Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai