Anda di halaman 1dari 18

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Urgensi Pembangunan Pabrik


Oleokimia merupakan komponen kimia yang secara umum berasal dari
minyak nabati dan lemak nabati dan hewani. Namun dalam proses produksinya,
oleokimia dapat diprodukisi juga secara sintesis dari komponen yang diproduksi
oleh industriindustry petrokimia. Bahan mentah yang digunakan dalam oleokimia
membuat perbedaan yang jelas pada di tiap masing-masing komponennya.
Oleokimia dibagi menjadi dua, yaitu oleokimia alami dan oleokimia sintetis.
Oleokimia sintetis merupakan oleokimia yang berasal dari bahan baku fosil yang
tidak terbarukan, dan dibuat dengan menggunakan etilen sebagai monomer dasar
yang dipolimerisasi dengan panjang rantai karbon yang diinginkan atau dari
oksidasi lilin dari minyak bumi. Oleokimia alami merupakan oleokimia yang
dihasilkan dari bahan baku terbarukan, dan bahan alami yang dihasilkan meliputi
trigliserilda yang berfungsi sebagai komponen utama minyak nabati dan lemak
alami dengan perubahan struktur fraksi rantai karbon yang paling sedikit.
Oleokimia alami berasal dari lemak dan minyak alami melalui reaksi hidrolisis
trigliserida atau dengan reaksi transesterifikasi trigliserida dengan alkohol. Produk
yang diperoleh dari dua reaksi yang disebutkan adalah asam lemak dan gliserin
atau metil ester dan gliserin, yang dianggap sebagai oleokimia dasar. Alkohol
lemak atau biasa disebut juga dengan fatty alcohols dan amina lemak yang
dihasilkan mulai dari asam lemak dan metil ester juga dapat dianggap sebagai
oleokimia dasar karena kepentingannya dalam pembuatan turunannya (Zarli,
2019). Fatty alcohol merupakan istilah umum untuk berbagai hidrokarbon alifatik
yang memiliki kandungan gugus hidroksil, umumnya berada di posisi terminal
atau n. Definisi umum dari fatty alcohols merupakan komponen yang secara alami
berasal dari minyak dan lemak tumbuhan atau hewan dan digunakan dalam
industri farmasi, deterjen atau plastik (Belanger et al, 2019).
Fatty alcohols dapat diproduksi dengan memanfaatkan Crude Palm Oil
(CPO) atau biasa disebut juga sebagai minyak kelapa sawit. Selama 20 tahun
2

terakhir, pertumbuhan produksi minyak sawit yang mengesankan di Asia


Tenggara dan harga minyak sawit yang kompetitif telah memungkinkan tingginya
permintaan terhadap komponen fatty alcohols. Tingginya permintaan fatty
alcohols dapat ditandai dengan meningkatnya penggunaan deterjen. Salah satu
bahan pembuatan deterjen adalah fatty alcohols. Nilai pasar global dari fatty
alcohols pada tahun 2017 diperkirakan sekitar USD 6,9 miliar dan diperkirakan
akan mencapai di atas USD 10 miliar pada tahun 2023. Amerika Utara saat ini
memiliki porsi terbesar fatty alcohols dari nilai pasar yakni sebesar 18,8%.
Produksi fatty alcohols di seluruh dunia pada tahun 2015 mencapai lebih dari 3
juta ton (Munkajohnpong et al, 2020). Tingkat konsumsi dari asam lemak dan
alkohol lemak dunia pada tahun 2010 adalah 6 juta ton untuk asam lemak dan 2,5
juta ton untuk alkohol berlemak. Konsumsi yang sangat besar tersebut berasal dari
aplikasi yang sangat besar termasuk perawatan pribadi, perawatan di rumah,
farmasi, bahan pengawet, kertas, pertanian, pakan ternak, karet, cat, pelapis,
plastik, polimer, tekstil, bahan kimia industri, biofuel, deterjen, pelumas, dan
masih banyak lagi. Seiring dengan meningkatnya populasi dunia, kebutuhan
produk berbasis asam lemak meningkat secara dramatis. Konsumsi asam lemak
dan alkohol lemak dunia diperkirakan masing-masing mencapai sekitar 75 dan 3,5
juta ton pada tahun 2020. Konsumsi tersebut meliputi asam lemak, wax esters,
fatty alcohols, dan gliserin yang merupakan oleokimia yang paling penting
(Abdelmoez et al, 2014; Zarli et al, 2019).
Komponen turunan dari oleokimia saat ini dibutuhkan didalam berbagai
industry seperti farmasi, makanan, sabun, deterjen, perekat, lem, minyak dan
pelumascat, pelapis, tekstil, plasticizer, biofuel, kosmetik, perlengkapan mandi,
pengawet makanan, lilin dan wax, serta masih banyak lagi industri yang
memanfaatkan oleokimia sebagai bahan dasar produksinya. Produk pasar utama
berbasis oleokimia semuanya berasal dari trigliserida, dengan komponen utama
minyak nabati dan lemak hewani. Bahan penyusun industri oleokimia diwakili
oleh asam lemak yang ada dalam molekul trigliserida dan metil ester turunan,
serta fatty alcohols. Ketiga komponen tersebut dikombinasikan dengan gliserin
yang dihasilkan (menjadi pelengkap molekul trigliserida) mewakili komponen
3

dasar utama dari industri oleokimia. Struktur oleokimia dengan adanya rantai
panjang dan ikatan rangkap memudahkan fungsionalisasi untuk menghasilkan
berbagai macam produk melalui reaksi transesterifikasi, epoksidasi, amidasi, dan
aminasi. Oleokimia sendiri merupakan produk yang memenuhi beberapa prinsip
12 Green Chemistry yang awalnya diperkenalkan sebagai “Green Chemistry”
pada tahun 1990. Oleokimia diproduksi dengan menggunakan bahan baku
terbarukan dengan tingkat potensi bahaya rendah dengan menggunakan
pembangkitan zat dengan tingkat toksisitas yang rendah. Karena berbasis “bio”
sehingga produk yang diperoleh dengan menggunakan minyak dan lemak alami
seringkali dapat terurai secara hayati. Karbon dioksida yang dihasilkan dari
degradasi produksi oleokimia dapat ditambahkan ke dalam produksi di tahun
berikutnya, dan karbondioksida yang dihasilkan juga cenderung netral (Zarli et al,
2019). Sehingga hHal tersebut dapat menjadi pertimbangan dalam pembangunan
pabrik fatty alcohols yang berasal dari bahan alami seperti crude palm oilminyak
sawit.
Industri di kawasan Asia Tenggara saat ini sedang didominasi oleh kelapa
sawit atau biasa disebut juga dengan palm oil. Sejak abad ke- 14 kelapa sawit
telah diperkenalkan di kawasan Asia Tenggara, dan menjadi salah satu komoditas
pertanian yang penting terutama di Negara Indonesia dan Malaysia. Minyak sawit
telah diakui sebagai minyak nabati yang paling banyak digunakan secara global
dengan total produksi hingga 40% dibandingkan dengan minyak nabati lainnya
(Hansen et al 2015; Oosterveer 2015). Pada tahun 2011, perkebunan kelapa sawit
menghasilkan lebih dari 53 juta metrik ton minyak kelapa sawit pada 16 juta
hektar yang telah disumbangkan oleh Indonesia dan Malaysia atau sekitar 86%, di
mana kelapa sawit merupakan pendorong ekonomi utama dan merupakan
komponen penting dari PDB (Produk Domestik Bruto) (Iskandar et al, 2017).
Kelapa sawit sendiri merupakan tanaman penghasil minyak yang paling banyak
diproduksi dan di konsumsi oleh seluruh dunia, salah satunya yaitu Indonesia
sebagai Negara negara penghasil dan konsumen minyak kelapa sawit yang besar.
Data Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian Republik Indonesia
menunjukkan bahwa pada tahun 1970, perkebunan kelapa sawit hanya dikelola
4

oleh perusahaan milik negara dan swasta sedangkan perkebunan skala kecil
ditemukan pada tahun 1979. Pada tahun 1970, area perkebunan kelapa sawit
hanya 133.298 hektar dan 11,3 juta hektar pada tahun 2015. Pada tahun 2015,
dengan luas perkebunan kelapa sawit 11,3 juta hektar, Indonesia memproduksi
37,5 juta ton minyak kelapa sawit yang terdiri dari 31,3 juta ton minyak sawit
mentah (CPO) dan 6,2 juta ton minyak inti sawit (PKO). Sejak tahun 2004,
minyak sawit telah menguasai pangsa pasar minyak nabati dunia tertinggi dengan
total produksi 30 juta ton dan tingkat pertumbuhan rata-rata 8% per tahun. Angka
tersebut lebih tinggi dari produksi kedelai 25 juta ton dan laju pertumbuhan rata-
rata 3,8% per tahun (Hambali et al, 2017).
Produksi minyak kelapa sawit mentah atau biasa disebut juga dengan Crude
Palm Oil (CPO) memiliki peran yang penting dalam lingkungan lokal dan global,
bahkan sampai sosial ekonomi. Antara tahun 2000 dan 2014, ekspor dan konsumsi
CPO di Indonesia masing-masing meningkat dari 5 menjadi 22 Mt dan dari sekitar
3 menjadi 11 Mt (USDA, 2014). CPO sendiri menghasilkan minyak goreng dan
biodiesel. Minyak goreng yang dihasilkan bisa disebut juga dengan minyak
nabati. Minyak nabati dapat diekstraksi dengan beberapa metode seperti ekstraksi
pelarut, pengepresan mekanis dan teknologi air subkritis (Abdelmoez et al, 2014).
Minyak nabati merupakan salah satu golongan komponen kimia yaitu oleokimia,
dan pembuatan dari komponen oleokimia biasanya diproduksi oleh industri
petrokimia.
1.2 Analisa Analisis Pasar
Fatty alcohol memiliki jangkauan pasar yang besar dan luas karena
dibutuhkan untuk memproduksi berbagai macam produk kebutuhan industri dan
domestik (seperti personal care). Fatty alcohol juga digunakan sebagai co-
emulsifier, emolien, pengental, agen pelarut dalam industri kosmetik, pertanian,
tekstil, makanan, pulp & kertas serta untuk lotion & salep.
Faktor pendorong pertumbuhan pasar adalah permintaan yang tinggi dari
konsumen, ketersediaan bahan baku yang melimpah dan berkembangnya pasar
yang mengutamakan bahan kimia yang ramah lingkungan (green chemicals).
Pasar oleokimia diperkirakan akan mengalami pertumbuhan besar karena potensi
5

besar yang ditawarkan kepada konsumen (Thakur and Kundu, 2016). (Thakur et
al, 2016). Pangsa pasar (market size) dari fatty alcohol secara global diperkirakan
akan tumbuh pada Compounded Annual Growth Rate (CAGR) sebesar 5,2%.
Pasarnya diperkirakan mencapai USD 5,4 miliar pada tahun 2020 dan
diproyeksikan mencapai USD 7,0 miliar pada tahun 2025 (MarketsandMarkets
2020). Secara spesifik pada regional Asia-Pasifik, fatty alcohol memiliki pasar
yang menjanjikan dengan adanya peningkatan nilai pangsa pasar yang terus
meningkat dari tahun 2016 hingga 2027 (prediksi) seperti Gambar 1. 1. dibawah.

Gambar 1. 1 Pangsa pasar fatty alcohol di Asia Pasifik pada tahun 2016-2027 (
Sumber: fortunebusinessinsights.com, (2020)
Berbeda dengan industri lain, pada era pandemi COVID-19, pasar fatty
alcohol tidak banyak terpengaruh seperti yang ditunjukkan oleh gambar
diatasGambar 1.1 dimana pangsa pasarnya terus mengalami kenaikan jika dilihat
pada tahun 2019 sampai sekarang. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya
peningkatan permintaan produk farmasi, personal hygiene, sanitasi serta sabun
dan deterjen akibat semakin meningkatnya kekhawatiran konsumen terhadap
kebersihan barang-barang di sekitarnya. Sekitar 80% fatty alcohol digunakan
sebagi bahan baku untuk memproduksi produk kebutuhan domestik seperti
diantaranya sabun, shampoo dan deterjen serta sisanya untuk kebutuhan
industriindustry seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 1. 2 berikut.
6

Gambar 1. 2 Grafik persentasi aplikasi utama fatty alcohol (


Sumber: Thakur et al., (2016)
Selain itu, meningkatnya kekhawatiran konsumen tentang lingkungan,
peraturan lingkungan yang semakin ketat dan menipisnya sumber daya tak
terbarukan mendorong produsen bahan kimia untuk beralih menggunakan bahan
baku berbasis biomassa (Thakur and Kundu, 2016). (Thakur et al, 2016). Produk
oleokimia (bahan kimia yang berasal dari lemak nabati dan hewani) diperkirakan
memiliki pangsa pasar yang akan terus tumbuh karena produk dari bahan alam ini
pada akhirnya akan menggantikan bahan petrokimia karena ketersediaan minyak
nabati yang besar sehingga memungkinkan penggunaan sebagian dari produksi ini
untuk elaborasi produk oleokimia, berkurangnya cadangan minyak bumi dunia
dan fluktuasi yang mencolok pada harga komoditas yang tersedia (termasuk
minyak bumi) (Sánchez et al., 2017).
Pasar fatty alcohol dunia dikuasai oleh perusahaan- perusahaan besar seperti
Wilmar International Ltd. (Singapura), Berg + Schmidt (Jerman), Kao
Corporation (Jepang), SABIC (Arab Saudi), Kuala Lumpur Kepong Berhad
(Malaysia), Musim Mas Holdings (Singapura), Godrej Industries Limited (India),
Procter & Gamble (AS), BASF SE (Jerman), VVF L.L.C. (India), Univar
Solutions Inc. (Amerika Serikat), Sasol (Afrika Selatan), Emery Oleo Chemicals
(Malaysia), Royal Dutch Shell Plc. (Belanda) dan lain-lain. Sedangkan di
Indonesia diisi oleh produk dari berbagai perusahaan seperti Tabel 1. 2tabel
berikut.
7

Tabel 1. 1 Perusahaan produsen fatty alcohol di Indonesia

Kapasitas
No Nama Perusahaan Lokasi Produksi
(Ton/Tahun)

1 PT Ecogreen Oleochemicals Medan 180.000


2 PT Ecogreen Oleochemicals Riau 350.000
3 PT Musim Mas Medan 100.000
4 PT Domba Mas Medan Medan 40.000
5 PT Wilmar Nabati Indonesia Gresik 464.000
6 PT Domas Agrointi Prima Kuala Tanjung 330.000
7 PT Sinar Mas Riau 160.000

Total 1.624.000

Tabel 1. 2 Perusahaan produsen fatty alcohol di Indonesia


Kapasitas
No Nama Perusahaan Lokasi Produksi
(Ton/Tahun)
1 PT Ecogreen Oleochemicals Medan 180.000
2 PT Ecogreen Oleochemicals Riau 350.000
3 PT Musim Mas Medan 100.000
4 PT Domba Mas Medan Medan 40.000
5 PT Wilmar Nabati Indonesia Gresik 464.000
6 PT Domas Agrointi Prima Kuala Tanjung 330.000
7 PT Sinar Mas Riau 160.000
Total 1.624.000
(Sumber: Diadaptasi dari penelitian CIC, (2013) dan Kemenperin, (2020)

Kegiatan ekspor-impor produk fatty alcohol di Indonesia juga memiliki


prospek yang bagus yang dibuktikan oleh data berikut. Data pada yang disajikan
dalam tabel. Tabel dibawahTabel 1. 4 menunjukkan jumlah ekspor Indonesia
pada produk fatty alcohol mengalami kenaikan walaupun mendapatkan Bea
Masuk Anti- Dumping (BMAD) oleh Uni Eropa atas produk fatty alcohol
produksi Indonesia pada tahun 2014. Menurut laporan LMC International (2017),
negara tujuan ekspor Indonesia untuk fatty alcohol yaitu Tiongkok (35%), Uni
8

Eropa (20%), Amerika Serikat (12%), Korea Selatan (9%), Singapura 7%, India
3% dan negara lainnya (14%).
Tabel 1. 3 Jumlah ekspor fatty alcohol dari Indonesia

Tahun
Tahun Ekspor (ton)
ke-

1 2011 188.130

2 2012 183.410

3 2013 259.780

4 2014 288.190

5 2015 339.170

6 2016 381.120

Tabel 1. 4 Jumlah ekspor fatty alcohol dari Indonesia


Tahun
Tahun Ekspor (ton)
ke-
1 2011 188.130
2 2012 183.410
3 2013 259.780
4 2014 288.190
5 2015 339.170
6 2016 381.120
(Sumber: BPS, 2019)
Sumber: BPS (2019)
Data ekspor diatas dapat diplotkan menjadi suatu grafik polinomial orde 2
untuk mengetahui ekspor pada tahun 2025 dan menghasilkan grafik seperti
Gambar 1. 3 dibawah ini. Nilai ekspor fatty alcohol pada tahun 2025 (tahun ke-
15) yaitu sebesar 1.057.596,72 ton menggunakan mengganti nilai x menjadi 15
pada rumus Persamaan 1.1.
y = 2353,39286x2 + 25258,82143x + 149201
(1.1)
9

y = 2353,39286x2 + 25258,82143x + 149201.

Gambar 1. 3 Grafik plot ekspor


Nilai impor fatty alcohol ke Indonesia terus mengalami kenaikan pada tahun
2011 hingga tahun 2017, berbeda dengan nilai ekspornya yang mengalami
fluktuasi seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 1. 5. Kenaikan impor tersebut
diakibatkan oleh beberapa faktor yang salah satunya yaitu mulai berkembangnya
industri yang menggunakan bahan baku fatty alcohol di Indonesia seperti industri
kabel, industri tekstil, industri surfaktan, industri kosmetika kulit dan lain-lain.
Tabel 1. 5 Jumlah impor fatty alcohol ke Indonesia
Tahun
Tahun Impor (ton)
ke-
1 2011 14.166,85
2 2012 19.541,827
3 2013 20.433,864
4 2014 22.728,196
5 2015 23.737,849
6 2016 25.747,878
7 2017 31.371,577

Tabel 1. 6 Jumlah impor fatty alcohol ke Indonesia

Tahun
Tahun Impor (ton)
ke-
10

1 2011 14.166,85

2 2012 19.541,827

3 2013 20.433,864

4 2014 22.728,196

5 2015 23.737,849

6 2016 25.747,878

7 2017 31.371,577

(Sumber: BPS, (2019)


Data impor di atas dapat diplotkan menjadi suatu grafik polinomial orde 2
untuk mengetahui nilai impor pada tahun 2025 dan menghasilkan grafik seperti
gambar dibawah iniGambar 1. 4. Nilai impor Indonesia untuk fatty alcohol pada
tahun 2025 (tahun ke-15) yaitu sebesar 54.922,24 ton menggunakan mengganti
nilai x menjadi 15 pada rumus Persamaan 1.2 berikut.y= 50,76x2 + 1998,54x +
13523,14.
y= 50,76x2 + 1998,54x + 13523,14 (1.2)
11

Gambar 1. 4 Grafik plot impor


Konsumsi Indonesia terhadap produk fatty alcohol juga tergolong tinggi
karena berkembangnya industri yang berbahan dasar fatty alcohol. Menurut LMC
International, selain menjadi salah satu pengekspor terbesar, Indonesia juga
mengimpor fatty alcohol dari berbagai negara seperti Malaysia dan Amerika
Serikat. Berikut merupakan dData konsumsi fatty alcohol di Indonesia pada
rentang tahun 2007-2012 disajikan pada Tabel 1. 7 berikut.
Tabel 1. 7 Jumlah konsumsi fatty alcohol di Indonesia
Tahun Konsumsi FA
Tahun
ke- (ton)
1 2007 69.417
2 2008 72.687
3 2009 69.454
4 2010 82.072
5 2011 102.829
6 2012 126.891

Tabel 1. 8 Jumlah konsumsi fatty alcohol di Indonesia

Tahun Konsumsi FA
Tahun
ke- (ton)

1 2007 69.417
12

2 2008 72.687

3 2009 69.454

4 2010 82.072

5 2011 102.829

6 2012 126.891

(Sumber:: Diadaptasi dari hasil penelitian CIC, 2013)


Data konsumsi diatas dapat diplotkan menjadi suatu grafik polinomial orde
2 untuk mengetahui jumlah konsumsi fatty alcohol pada tahun 2022 dan
menghasilkan grafik seperti Gambar 1. 5 berikutgambar dibawah ini. Konsumsi
untuk fatty alcohol pada tahun 2025 (tahun ke-19) di Indonesia yaitu sebesar
1.107.402,71 ton menggunakan mengganti nilai x menjadi 19 pada rumus y=
3570x2 - 13835,31x + 81503,6 .Persamaan 1.3 berikut.
y= 3570x2 - 13835,31x + 81503,6 (1.3)

Gambar 1. 5 Grafik plot konsumsi


13

1.3 Penentuan Lokasi Pabrik


Penentuan lokasi pabrik merupakan salah satu faktor penting keberhasilan
produksi dan distribusi produk fatty alcohol sehingga dapat menghasilkan profit
dengan optimal. Penentuan lokasi ditentukan dengan berbagai pertimbangan demi
keberlanjutan dan perkembangan pabrik di masa yang akan datang. Pabrik fatty
alcohol direncanakan didirikan di KEK Sei Mangkei Kabupaten Simalungun,
Sumatera Utara.

Gambar 1. 6 Lokasi Pendirian Pabrik Fatty Alcohol

Adapaun pertimbangan dalam penentuan lokasi pabrik dijabarkan sebagai


berikut:
1. Ketersediaan bahan baku
Pendirian pabrik fatty alcohol ini akan lebih baik apabila ditempatkan
dekat dengan lokasi penyuplai bahan baku yakni minyak kelapa sawit. Alasan
utama pendirian pabrik dekat dengan supplier bahan baku yakni untuk
menghemat biaya produksi dengan menekan biaya distribusi bahan baku
dikarenakan jarak yang relatif dekat. Supplier bahan baku minyak kelapa sawit
dapat diperoleh dari PT Tunas Harapan Sawit yang berlokasi di Medan, Sumatera
Utara dengan kapasitas produksi sekitar 262.800 ton/tahun. Selain itu Sumatera
14

Utara merupakan salah satu provinsi terbesar dalam hal produksi minyak sawit
dengan kontribusi produksi nasional sebesar 17,77%. Supplier bahan baku gas
hidrogen dapat diperoleh dari PT Air Products Indonesia.
2. Pasar
Pasar produk merupakan faktor penting dalam pertimbangan studi
kelayakan pabrik. Lokasi pendirian pabrik yang berdekatan dengan market produk
akan meminimalisir biaya distribusi karena biaya transportasi akan lebih murah.
Pasar produk untuk fatty alcohol di KEK Sei Mangkei sendiri yakni industri
tekstil dan industri elektronika di sekitarnya. Selain itu lokasi pabrik yang
berdekatan dengan pelabuhan akan memudahkan dalam proses distribusi fatty
alcohol (main-product) maupun metanol (side-product) baik untuk pasar dalam
negeri maupun luar negeri (ekspor).
3. Sarana Transportasi
Sarana transportasi akan berpengaruh pada pengiriman alat dan bahan
industri serta distribusi bahan baku maupun produk. Kelayakan infrastruktur akan
mendukung kemudahan aktivitas transportasi sehingga kebutuhan pabrik akan
berjalan dengan optimal. KEK Sei Mangkei yang merupakan salah satu kawasan
industri di Sumatera Utara sehingga memiliki infrastruktur yang layak seperti
jalan maupun pelabuhan. Infrastruktur berupa jalan kawasan di KEK Sei Mangkei
membentang sejauh 5,5 km dengan luas 62 m. Selain itu KEK Sei Mangkei
memiliki dry port yang terintegrasi langsung dengan pelabuhan terdekat yakni
pelabuhan Kuala Tanjung dan Pelabuhan Belawan melalui jalur kereta api dan
konektifitas jalan tol.
4. Tenaga Kerja
Modal utama dalam pembangunan pabrik yakni sumber data manusia
berupa tenaga kerja. Pemilihan tenaga kerja perlu memperhatikan beberapa faktor
seperti tingkat kedisiplinan dan pengalaman, sehingga nantinya performa dari
masing-masing personil akan baik dan berkualitas. Tenaga kerja dengan performa
dan kualitas tertentu dapat diperoleh dari kota pendidikan seperti Kota Medan
mampun kota lain di Sumatera Utara dan sekitar. Tenaga kerja lain dapat
diberdayakan dari penduduk sekitar KEK Sei Mangkei, Kab.Simalungun maupun
15

sekitar. Adapun data ketenagakerjaan Kab.Simalungun tahun 2018 sebagai


berikutseperti Tabel 1. 9 berikut.:
Tabel 1. 9 Data Ketenagakerjaan Kab.Simalungun tahun 2018
Tidak
Angkatan Bekerja
Bekerja TPAK* (%) TPT*(%)
Kerja (jiwa) (jiwa)
(jiwa)
443.478 420.842 22.636 73,82 5,10

Tabel 1. 10 Data Ketenagakerjaan Kab.Simalungun tahun 2018

Tidak
Angkatan Bekerja
Bekerja TPAK* (%) TPT*(%)
Kerja (jiwa) (jiwa)
(jiwa)

443.478 420.842 22.636 73,82 5,10

Berdasarkan tabel diatasTabel 1. 9 dapat diketahui jumlah penduduk lokal


yang tergolong pengangguran sebesar 22.636 jiwa sehingga pembangunan pabrik
fatty alcohol ini diharapkan dapat memberikan peluang kesempatan kerja yang
lebih besar dan menurunkan angka pengangguran.
5. Utilitas
Bahan baku utilitas yang utama seperti supply air dan listrik. Pemenuhan
kebutuhan air dapat diperoleh secara baik dari Sungai Bah Tongguran disekitar
lokasi pabrik. Selain itu pula KEK Sei Mangkei juga menyediakan Water
Treatment Plant (WTP) dengan kapasitas 250 m 3/jam yang telah memenuhi
standar PERMENKES RI No.32 Tahun 2017 tentang Baku Mutu Air Bersih
Kawasan Industri. Pemenuhan kebutuhan listrik dapat diperoleh dari PLN di
kawasan KEK Sei Mangkei maupun dari PT. Pertamina yakni PLTBg
(Pembangkit Listrik Tenaga Biogas) dengan kapasitas total 60 MVa. KEK Sei
Mangkei juga menerapkan pengolaan air limbah sesuai dengan Permen LH No. 3
Tahun 2010 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri.
6. Prasarana dan Fasilitas Sosial
Kabupaten Simalungun memiliki fasilitas-fasilitas sosial lain seperti sarana
pendidikan, ibadah, hiburan, bank, dan perumahan yang telah tersedia dengan
baik sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup pekerja. Salah
16

satu fasilitas yang cukup krusial lainnya yakni fasilitas kesehatan. Adapun data
mengenai fasilitas kesehatan disekitar rencana lokasi pendirian pabrik Fatty
Alcohol, KEK Sei Mangkei, Kab. Simalungun sebagai berikut :seperti Tabel 1.
11 berikut.
Tabel 1. 11 Fasilitas Kesehatan Sekitar Lokasi Pabrik
Fasilitas Kesehatan (Unit)
No. Kecamatan Rumah Puskesmas
Puskesmas Posyandu
Sakit Pembantu
1. Bosar Maligas - 1 5 72
2. Bandar 1 1 9 82
3. Tapian Dolok 1 1 5 47
Dolok Batu
4. 1 1 7 59
Nanggar
5. Bandar Huluan 1 1 5 50
(
Tabel 1. 12 Fasilitas Kesehatan Sekitar Lokasi Pabrik
Sumber: Dinas Kesehatan Kab.Simalungun, 2019)
7. Perizinan
KEK Sei Mangkei merupakan kawasan industri di Sumatera Utara
sehingga perizinan pabrik akan lebih mudah. Penataan tata letak pabrik menjadi
salah satu faktor penting dalam proses pembangunan pabrik itu sendiri, beberapa
hal yang perlu diperhatikan yakni :
a. Keamanan kerja
b. Proses operasi, controlling, maintenance maupun distribusi keseluruhan unit
dapat berjalan dengan optimal dan aman
c. Pemanfaatan area lahan seefektif dan efisien mungkin sehingga pabrik dapat
berjalan dengan optimal
d. Kondisi tanah yang baik dan stabil dengan harga pembelian tanah yang
terjangkau.
Lokasi pendirian pabrik berada di area lahan kosong luas sehingga masih
memungkinkan bila kedepannya akan dilakukan perluasan pabrik dalam jangka
waktu 10 hingga 20 tahun kedepan.
17

1.4 Penentuan Kapasitas Pabrik


Planning kapasitas produksi pabrik merupakan proses penting dalam
sistem produksi pabrik karena berkaitan kapasitas yang diperlukan bagi suatu
pabrik untuk memenuhi kebutuhan pasar akan suatu produk. Kapasitas produksi
diartikan sebagai adalah jumlah unit maksimal yang dapat dihasilkan dalam
jangka waktu tertentu dengan menggunakan berbagai sumber daya yang tersedia.
Pabrik Fatty Alcohol ini direncanakan beroperasi pada tahun 2025. Planning dan
penentuan kapasitas produksi perlu dilakukan agar pabrik dapat menghasilkan
profit secara optimal. Beberapa faktor pertimbangan yang akan mempengaruhi
penentuan kapasitas produksi pabrik fatty alcohol ini diantaranya seperti:
a. Data permintaan akan konsumsi fatty alcohol (DK)
b. Data jumlah impor fatty alcohol (DI)
c. Data jumlah data ekspor fatty alcohol (DE)
d. Data kapasitas produksi pabrik sejenis yang telah ada (DP)
Adapun hasil perhitungan proyeksi fatty alcohol pada 2025 tercantum
sebagai berikut :pada Tabel 1. 13 berikut.

Tabel 1. 13 Proyeksi industri fatty alcohol Indonesia tahun 2025


Kapasitas
Konsumsi (ton) Ekspor (ton) Impor (ton)
Produksi (ton)
1.107.403 1.624.000 1.057.597 54.922,24

Tabel 1. 14 Proyeksi industri fatty alcohol Indonesia tahun 2025

Kapasitas
Konsumsi (ton) Ekspor (ton) Impor (ton)
Produksi (ton)

1.107.403 1.624.000 1.057.597 54.922,24

Berdasarkan data tersebut, besarnya kebutuhan akan fatty alcohol (KP)


dapat dihitung menggunakan persamaanPersamaan 1.4 berikut, , yakni :
(1.4)
KP = [DK + DE] - [DI + DP]
18

KP = [ 1.107.403+1.057.597] - [54.922,24+1.624.000] (1.5)


KP = 486.077,2 ton (1.6)

KP = [DK + DE] - [DI + DP]


KP = [ 1.107.403+1.057.597] - [54.922,24+1.624.000]
KP = 486.077,2 ton

sehingga, total kebutuhan akan fatty alcohol di Indonesia untuk tahun 2025
sebesar 486.077,2 ton. Perancangan pabrik fatty alcohol ini direncanakan akan
memiliki kapasitas produksi 10% dari jumlah total kebutuhan fatty alcohol di
Indonesia pada tahun 2025 yaitu sebesar 50.000 ton/tahun. Pemilihan 10%
didasarkan atas kapasitas minimal pabrik fatty alcohol yang telah ada yakni
40.000 ton/tahun.

Anda mungkin juga menyukai