BAB 1. PENDAHULUAN
dasar utama dari industri oleokimia. Struktur oleokimia dengan adanya rantai
panjang dan ikatan rangkap memudahkan fungsionalisasi untuk menghasilkan
berbagai macam produk melalui reaksi transesterifikasi, epoksidasi, amidasi, dan
aminasi. Oleokimia sendiri merupakan produk yang memenuhi beberapa prinsip
12 Green Chemistry yang awalnya diperkenalkan sebagai “Green Chemistry”
pada tahun 1990. Oleokimia diproduksi dengan menggunakan bahan baku
terbarukan dengan tingkat potensi bahaya rendah dengan menggunakan
pembangkitan zat dengan tingkat toksisitas yang rendah. Karena berbasis “bio”
sehingga produk yang diperoleh dengan menggunakan minyak dan lemak alami
seringkali dapat terurai secara hayati. Karbon dioksida yang dihasilkan dari
degradasi produksi oleokimia dapat ditambahkan ke dalam produksi di tahun
berikutnya, dan karbondioksida yang dihasilkan juga cenderung netral (Zarli et al,
2019). Sehingga hHal tersebut dapat menjadi pertimbangan dalam pembangunan
pabrik fatty alcohols yang berasal dari bahan alami seperti crude palm oilminyak
sawit.
Industri di kawasan Asia Tenggara saat ini sedang didominasi oleh kelapa
sawit atau biasa disebut juga dengan palm oil. Sejak abad ke- 14 kelapa sawit
telah diperkenalkan di kawasan Asia Tenggara, dan menjadi salah satu komoditas
pertanian yang penting terutama di Negara Indonesia dan Malaysia. Minyak sawit
telah diakui sebagai minyak nabati yang paling banyak digunakan secara global
dengan total produksi hingga 40% dibandingkan dengan minyak nabati lainnya
(Hansen et al 2015; Oosterveer 2015). Pada tahun 2011, perkebunan kelapa sawit
menghasilkan lebih dari 53 juta metrik ton minyak kelapa sawit pada 16 juta
hektar yang telah disumbangkan oleh Indonesia dan Malaysia atau sekitar 86%, di
mana kelapa sawit merupakan pendorong ekonomi utama dan merupakan
komponen penting dari PDB (Produk Domestik Bruto) (Iskandar et al, 2017).
Kelapa sawit sendiri merupakan tanaman penghasil minyak yang paling banyak
diproduksi dan di konsumsi oleh seluruh dunia, salah satunya yaitu Indonesia
sebagai Negara negara penghasil dan konsumen minyak kelapa sawit yang besar.
Data Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian Republik Indonesia
menunjukkan bahwa pada tahun 1970, perkebunan kelapa sawit hanya dikelola
4
oleh perusahaan milik negara dan swasta sedangkan perkebunan skala kecil
ditemukan pada tahun 1979. Pada tahun 1970, area perkebunan kelapa sawit
hanya 133.298 hektar dan 11,3 juta hektar pada tahun 2015. Pada tahun 2015,
dengan luas perkebunan kelapa sawit 11,3 juta hektar, Indonesia memproduksi
37,5 juta ton minyak kelapa sawit yang terdiri dari 31,3 juta ton minyak sawit
mentah (CPO) dan 6,2 juta ton minyak inti sawit (PKO). Sejak tahun 2004,
minyak sawit telah menguasai pangsa pasar minyak nabati dunia tertinggi dengan
total produksi 30 juta ton dan tingkat pertumbuhan rata-rata 8% per tahun. Angka
tersebut lebih tinggi dari produksi kedelai 25 juta ton dan laju pertumbuhan rata-
rata 3,8% per tahun (Hambali et al, 2017).
Produksi minyak kelapa sawit mentah atau biasa disebut juga dengan Crude
Palm Oil (CPO) memiliki peran yang penting dalam lingkungan lokal dan global,
bahkan sampai sosial ekonomi. Antara tahun 2000 dan 2014, ekspor dan konsumsi
CPO di Indonesia masing-masing meningkat dari 5 menjadi 22 Mt dan dari sekitar
3 menjadi 11 Mt (USDA, 2014). CPO sendiri menghasilkan minyak goreng dan
biodiesel. Minyak goreng yang dihasilkan bisa disebut juga dengan minyak
nabati. Minyak nabati dapat diekstraksi dengan beberapa metode seperti ekstraksi
pelarut, pengepresan mekanis dan teknologi air subkritis (Abdelmoez et al, 2014).
Minyak nabati merupakan salah satu golongan komponen kimia yaitu oleokimia,
dan pembuatan dari komponen oleokimia biasanya diproduksi oleh industri
petrokimia.
1.2 Analisa Analisis Pasar
Fatty alcohol memiliki jangkauan pasar yang besar dan luas karena
dibutuhkan untuk memproduksi berbagai macam produk kebutuhan industri dan
domestik (seperti personal care). Fatty alcohol juga digunakan sebagai co-
emulsifier, emolien, pengental, agen pelarut dalam industri kosmetik, pertanian,
tekstil, makanan, pulp & kertas serta untuk lotion & salep.
Faktor pendorong pertumbuhan pasar adalah permintaan yang tinggi dari
konsumen, ketersediaan bahan baku yang melimpah dan berkembangnya pasar
yang mengutamakan bahan kimia yang ramah lingkungan (green chemicals).
Pasar oleokimia diperkirakan akan mengalami pertumbuhan besar karena potensi
5
besar yang ditawarkan kepada konsumen (Thakur and Kundu, 2016). (Thakur et
al, 2016). Pangsa pasar (market size) dari fatty alcohol secara global diperkirakan
akan tumbuh pada Compounded Annual Growth Rate (CAGR) sebesar 5,2%.
Pasarnya diperkirakan mencapai USD 5,4 miliar pada tahun 2020 dan
diproyeksikan mencapai USD 7,0 miliar pada tahun 2025 (MarketsandMarkets
2020). Secara spesifik pada regional Asia-Pasifik, fatty alcohol memiliki pasar
yang menjanjikan dengan adanya peningkatan nilai pangsa pasar yang terus
meningkat dari tahun 2016 hingga 2027 (prediksi) seperti Gambar 1. 1. dibawah.
Gambar 1. 1 Pangsa pasar fatty alcohol di Asia Pasifik pada tahun 2016-2027 (
Sumber: fortunebusinessinsights.com, (2020)
Berbeda dengan industri lain, pada era pandemi COVID-19, pasar fatty
alcohol tidak banyak terpengaruh seperti yang ditunjukkan oleh gambar
diatasGambar 1.1 dimana pangsa pasarnya terus mengalami kenaikan jika dilihat
pada tahun 2019 sampai sekarang. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya
peningkatan permintaan produk farmasi, personal hygiene, sanitasi serta sabun
dan deterjen akibat semakin meningkatnya kekhawatiran konsumen terhadap
kebersihan barang-barang di sekitarnya. Sekitar 80% fatty alcohol digunakan
sebagi bahan baku untuk memproduksi produk kebutuhan domestik seperti
diantaranya sabun, shampoo dan deterjen serta sisanya untuk kebutuhan
industriindustry seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 1. 2 berikut.
6
Kapasitas
No Nama Perusahaan Lokasi Produksi
(Ton/Tahun)
Total 1.624.000
Eropa (20%), Amerika Serikat (12%), Korea Selatan (9%), Singapura 7%, India
3% dan negara lainnya (14%).
Tabel 1. 3 Jumlah ekspor fatty alcohol dari Indonesia
Tahun
Tahun Ekspor (ton)
ke-
1 2011 188.130
2 2012 183.410
3 2013 259.780
4 2014 288.190
5 2015 339.170
6 2016 381.120
Tahun
Tahun Impor (ton)
ke-
10
1 2011 14.166,85
2 2012 19.541,827
3 2013 20.433,864
4 2014 22.728,196
5 2015 23.737,849
6 2016 25.747,878
7 2017 31.371,577
Tahun Konsumsi FA
Tahun
ke- (ton)
1 2007 69.417
12
2 2008 72.687
3 2009 69.454
4 2010 82.072
5 2011 102.829
6 2012 126.891
Utara merupakan salah satu provinsi terbesar dalam hal produksi minyak sawit
dengan kontribusi produksi nasional sebesar 17,77%. Supplier bahan baku gas
hidrogen dapat diperoleh dari PT Air Products Indonesia.
2. Pasar
Pasar produk merupakan faktor penting dalam pertimbangan studi
kelayakan pabrik. Lokasi pendirian pabrik yang berdekatan dengan market produk
akan meminimalisir biaya distribusi karena biaya transportasi akan lebih murah.
Pasar produk untuk fatty alcohol di KEK Sei Mangkei sendiri yakni industri
tekstil dan industri elektronika di sekitarnya. Selain itu lokasi pabrik yang
berdekatan dengan pelabuhan akan memudahkan dalam proses distribusi fatty
alcohol (main-product) maupun metanol (side-product) baik untuk pasar dalam
negeri maupun luar negeri (ekspor).
3. Sarana Transportasi
Sarana transportasi akan berpengaruh pada pengiriman alat dan bahan
industri serta distribusi bahan baku maupun produk. Kelayakan infrastruktur akan
mendukung kemudahan aktivitas transportasi sehingga kebutuhan pabrik akan
berjalan dengan optimal. KEK Sei Mangkei yang merupakan salah satu kawasan
industri di Sumatera Utara sehingga memiliki infrastruktur yang layak seperti
jalan maupun pelabuhan. Infrastruktur berupa jalan kawasan di KEK Sei Mangkei
membentang sejauh 5,5 km dengan luas 62 m. Selain itu KEK Sei Mangkei
memiliki dry port yang terintegrasi langsung dengan pelabuhan terdekat yakni
pelabuhan Kuala Tanjung dan Pelabuhan Belawan melalui jalur kereta api dan
konektifitas jalan tol.
4. Tenaga Kerja
Modal utama dalam pembangunan pabrik yakni sumber data manusia
berupa tenaga kerja. Pemilihan tenaga kerja perlu memperhatikan beberapa faktor
seperti tingkat kedisiplinan dan pengalaman, sehingga nantinya performa dari
masing-masing personil akan baik dan berkualitas. Tenaga kerja dengan performa
dan kualitas tertentu dapat diperoleh dari kota pendidikan seperti Kota Medan
mampun kota lain di Sumatera Utara dan sekitar. Tenaga kerja lain dapat
diberdayakan dari penduduk sekitar KEK Sei Mangkei, Kab.Simalungun maupun
15
Tidak
Angkatan Bekerja
Bekerja TPAK* (%) TPT*(%)
Kerja (jiwa) (jiwa)
(jiwa)
satu fasilitas yang cukup krusial lainnya yakni fasilitas kesehatan. Adapun data
mengenai fasilitas kesehatan disekitar rencana lokasi pendirian pabrik Fatty
Alcohol, KEK Sei Mangkei, Kab. Simalungun sebagai berikut :seperti Tabel 1.
11 berikut.
Tabel 1. 11 Fasilitas Kesehatan Sekitar Lokasi Pabrik
Fasilitas Kesehatan (Unit)
No. Kecamatan Rumah Puskesmas
Puskesmas Posyandu
Sakit Pembantu
1. Bosar Maligas - 1 5 72
2. Bandar 1 1 9 82
3. Tapian Dolok 1 1 5 47
Dolok Batu
4. 1 1 7 59
Nanggar
5. Bandar Huluan 1 1 5 50
(
Tabel 1. 12 Fasilitas Kesehatan Sekitar Lokasi Pabrik
Sumber: Dinas Kesehatan Kab.Simalungun, 2019)
7. Perizinan
KEK Sei Mangkei merupakan kawasan industri di Sumatera Utara
sehingga perizinan pabrik akan lebih mudah. Penataan tata letak pabrik menjadi
salah satu faktor penting dalam proses pembangunan pabrik itu sendiri, beberapa
hal yang perlu diperhatikan yakni :
a. Keamanan kerja
b. Proses operasi, controlling, maintenance maupun distribusi keseluruhan unit
dapat berjalan dengan optimal dan aman
c. Pemanfaatan area lahan seefektif dan efisien mungkin sehingga pabrik dapat
berjalan dengan optimal
d. Kondisi tanah yang baik dan stabil dengan harga pembelian tanah yang
terjangkau.
Lokasi pendirian pabrik berada di area lahan kosong luas sehingga masih
memungkinkan bila kedepannya akan dilakukan perluasan pabrik dalam jangka
waktu 10 hingga 20 tahun kedepan.
17
Kapasitas
Konsumsi (ton) Ekspor (ton) Impor (ton)
Produksi (ton)
sehingga, total kebutuhan akan fatty alcohol di Indonesia untuk tahun 2025
sebesar 486.077,2 ton. Perancangan pabrik fatty alcohol ini direncanakan akan
memiliki kapasitas produksi 10% dari jumlah total kebutuhan fatty alcohol di
Indonesia pada tahun 2025 yaitu sebesar 50.000 ton/tahun. Pemilihan 10%
didasarkan atas kapasitas minimal pabrik fatty alcohol yang telah ada yakni
40.000 ton/tahun.