Anda di halaman 1dari 2

Nama : Aqsal Mulia Harahap Kelas : Ilpol B-1

Nim : 195120507111018

Analisis Etis Film Asimetris

Indonesia dapat menghasilkan sawit hingga 8 ton per hektare dalam waktu setahun.
Asimetris menunjukkan dampak industri perkebunan penghasil devisa terbesar, yaitu sekitar 200
trilyun. Seperti yang dihasilkan dari data BPS, sawit adalah penghasil devisa nomor 1 dari 10
devisa terbesar Indonesia. Fakta dan data mengenai manfaat produk dari olahan kelapa sawit
masuk di kehidupan sehari-hari. Produk olahan dari kelapa sawit dibagikan dalam tiga jenis, yaitu
produk makanan (oleofood), bahan kimia untuk keperluan sehari-hari, seperti sampo dan sabun
(oleokimia), dan campuran bahan bakar dalam biofuel. Menyangkut penggunaan untuk bahan
bakar kendaraan, minyak sawit diprediksi akan semakin dibutuhkan pada tahun-tahun mendatang.
Bahan bakar jenis biofuel semakin marak digunakan. Setiap liter biodiesel, berdasarkan film
Asimetris, memiliki kandungan sekitar 20% dari minyak sawit. Pada tahun 2020, kandungan
minyak kelapa sawit akan semakin diperbesar pada biodiesel menjadi 30%. Percobaan
mencampurkan minyak sawit untuk bahan bakar pesawat pun sedang dilakukan. Di satu sisi,
komoditas minyak sawit merupakan komoditas nasional, tapi di sisi lainnya industri kelapa sawit
memberi dampak penggundulan hutan yang menyebabkan bencana asap pada tahun
2015. Dilansir tirto.id dari laporan WWF berjudul The Enviromental Status of Borneo
2016, pendorong utama dari deforestasi adalah upaya pembukaan lahan yang akan dimanfaatkan
untuk perkebunan kelapa sawit. Sebagian besar dari aktivitas tersebut merupakan tindakan ilegal
(80%). Perkebunan kelapa sawit di Borneo sudah menduduki 7 juta hektare lahan atau 10 persen
luas pulau tersebut. Ini belum menyebut upaya penggundulan hutan dan luas lahan kelapa sawit di
Sumatra, Papua, dan daerah-daerah lainnya. Bencana asap kebakaran hutan itu menyebabkan
korban jiwa dan mengakibatkan sekitar setengah juta orang menderita penyakit infeksi saluran
pernapasan.

Badan Pengelola Sawit pada tahun 2016 mencatat bahwa kegiatan ekspor oalahan sawit
mencapai angka 25,7 juta ton setiap tahunnya. bisa dikatakan Indonesia adalah negara yang
memasok olahan sawit terbesar di dunia dengan perolehan sekitar sebesar 240 triliun rupiah.
Seperti yang diketahui, 50% kebutuhan manusia dari seluruh penduduk Bumi mengandung
olahan sawit seperti sabun, produk kosmetik, sebagai bahan makanan bahkan campuran bahan
bakar kendaraan yang disebut dengan biofuel. Pada awal-awal film ditayangkan betapa
mengerikannya sebuah kebakaran lahan gambut akibat pelebaran lahan kelapa sawit di Provinsi
Riau. Seolah bukan rahasia umum, bahwa kelapa sawit merupakan tumbuhan kering yang
membutuhkan asupan air yang banyak, artinya kelapa sawit akan menyedot air sebanyak-
banyaknya karena jenis akar yang mampu menjangkau seluruh persediaan air bahkan yang
ditampung melalui lahan gambut. Akibatnya, ketika musim kemarau tiba lahan gambut akan
mengalami kekeringan bahkan bisa mengakibatkan kebakaran. Di pertengahan film ada beberapa
pernyataan yang di paparkan khususnya dari masyarakat yang bermukim atau bermata
pencaharian di sekitaran perkebunan gambut. Tanggapan mereka sangat bermacam-macam.
Misalnya seperti tentang perawatan gambut yang memakan baiaya yang cukup besar dengan
biaya pendapatan yang relatif kecil. Pada pertengahan film ini pun di tampilkan pidato Presiden
Republik Indonesia Pak Joko Widodo yang menekankan bagaimana proses peremajaan yang
baik untuk sawit dan oalahan dari tanaman sawit sebagai komoditas utama yang menyokong
perekonomian negara. Sementara keluhan-keluhan para petani sama sekali tidak diungkapkan
disini. Pada bagian akhir film, Asimetris menggambarkan bagaimana tanggapan kita sebagai
konsumen yang bertanggung jawab atas ekspansi bisnis kelapa sawit. Ternyata, akibat dari
berbagai produk kosmetik, bahan makanan bahkan bahan bakar yang kita gunakan sehari hari
merupakan persembahan dari ekspansi bisnis kelapa sawit. Bagian dari film ini menunjukkan
seolah-olah kita dibuat untuk berfikir bahwa kita tidak dapat menghindari seluruh kebutuhan
yang berhubungan dengan kelapa sawit. Walaupun demikian, di akhir film kita akan diantarkan
kepada gagasan bahwa sebenarnya kebutuhan kita akan produk-produk yang berbahan dasar
kelapa sawit bisa ditanggulangi. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan sumber daya
alternatif lainnya.

Di dalam film ini ada terkandung nilai-nilai pancasila yang mencerminkan sila ke-3,
seperti adegan para pemadam kebakaran yang berusaha memadamkan kobaran api akibat dari
ekspansi lahan untuk lahan perkebunan tanaman sawit yang menyebabkan kebakaran hutan demi
mencegah api ke pemukiman warga, ada juga adegan dimana para petani gambut bersatu
melakukan aksi demonstrasi untuk memperjuangkan hak-hak mereka yang dimana lahan mereka
diambil secara paksa oleh perusahaan-perusahaan yang ingin mengupayakan pelebaran lahan
untuk dijadikan perkebunan sawit. Hal-hal seperti ini membuktikan bahwa nilai-nilai sila ke-3
masih tertanam di dalam diri mereka, yang bunyinya adalah “Persatuan Indonesia”. Nilai-nilai
tersebut adalah rela berkorban demi kepentingan bangsa dan juga negara, menempatkan
persatuan, kesatuan, kepentingan serta keselamtan bangsa dan Negara di atas kepentingan yang
sifatnya pribadi ataupun golongan.

Kesimpulan dari film ini adalah untuk memberikan gambaran nyata tentang praktik bisnis
kelapa sawit di Indonesia. Bahwa apa yang ingin kita capai soal kesejahteraan petani sawit
maupun tanaman sawit yang ramah lingkungan seluruhnya tidak simetris dengan apa yang
dilontarkan oleh pemerintah kita hari ini. Pemerintah hanya berbicara bagaimana Indonesia
mampu meraih penilaian terbaik sebagai pemasok kelapa sawit bagi badan-badan usaha global.
Padahal bisnis tanaman kelapa sawit ini dapat memicu laju penggundulan hutan yang berdampak
buruk terhadap sumber daya alam kita.

Anda mungkin juga menyukai