Anda di halaman 1dari 8

Kasus kasus HAM di indonesia

Disusun oleh: Zen lutfulloh


Kelas : 7 A
Daftar isi

Tragedi trisakti ....................................................... 1


Peristiwa tanjung priok .......................................... 2
Konflik sampit ...................................................... 3
Pemberontakan aceh ............................................. 4
Kerusuhan Ambon .................................................. 5
Tragedi Trisakti

Tragedi Trisakti adalah peristiwa penembakan, pada tanggal 12 Mei 1998, terhadap mahasiswa
pada saat demonstrasi menuntut Soeharto turun dari jabatannya. Kejadian ini menewaskan empat
mahasiswa Universitas Trisakti di Jakarta, Indonesia serta puluhan lainnya luka.

Mereka yang tewas adalah Elang Mulia Lesmana (197 - 1998), Heri Hertanto (1977 - 1998), Hafidin
Royan (1976 - 1998), dan Hendriawan Sie (1975 - 1998). Mereka tewas tertembak di dalam kampus,
terkena peluru tajam di tempat-tempat vital seperti kepala, tenggorokan, dan dada.

Ekonomi Indonesia mulai goyah pada awal 1998, yang terpengaruh oleh krisis finansial Asia
sepanjang 1997 - 1999. Mahasiswa pun melakukan aksi demonstrasi besar-besaran ke gedung
DPR/MPR, termasuk mahasiswa Universitas Trisakti.

Mereka melakukan aksi damai dari kampus Trisakti menuju Gedung Nusantara pada pukul
12.30. Namun aksi mereka dihambat oleh blokade dari Polri dan militer datang kemudian.
Beberapa mahasiswa mencoba bernegosiasi dengan pihak Polri.

Akhirnya, pada pukul 5.15 sore hari, para mahasiswa bergerak mundur, diikuti bergerak majunya
aparat keamanan. Aparat keamanan pun mulai menembakkan peluru ke arah mahasiswa. Para
mahasiswa panik dan bercerai berai, sebagian besar berlindung di universitas Trisakti. Namun
aparat keamanan terus melakukan penembakan. Korban pun berjatuhan, dan dilarikan ke RS
Sumber Waras.
Peristiwa tanjung priok

Peristiwa Tanjung Priok adalah peristiwa kerusuhan yang terjadi pada 12 September 1984 di
Tanjung Priok, Jakarta, Indonesia yang mengakibatkan sejumlah korban tewas dan luka-luka
serta sejumlah gedung rusak terbakar. Sekelompok massa melakukan defile sambil merusak
sejumlah gedung dan akhirnya bentrok dengan aparat yang kemudian menembaki mereka.
Setidaknya 9 orang tewas terbakar dalam kerusuhan tersebut dan 24 orang tewas oleh tindakan
aparat.Pada tahun 1985, sejumlah orang yang terlibat dalam defile tersebut diadili dengan
tuduhan melakukan tindakan subversif, lalu pada tahun 2004 sejumlah aparat militer diadili
dengan tuduhan pelanggaran hak asasi manusia pada peristiwa tersebut.

Peristiwa ini berlangsung dengan latar belakang dorongan pemerintah Orde Baru waktu itu agar
semua organisasi masyarakat menggunakan azas tunggal Pancasila . Penyebab dari peristiwa ini
adalah tindakan perampasan brosur yang mengkritik pemerintah di salahsatu mesjid di kawasan
Tanjung Priok dan penyerangan oleh massa kepada aparat.

2
Konflik Sampit

Konflik Sampit adalah pecahnya kerusuhan antar etnis di Indonesia, berawal pada Februari
2001 dan berlangsung sepanjang tahun itu. Konflik ini dimulai di kota Sampit, Kalimantan
Tengah dan meluas ke seluruh provinsi, termasuk ibu kota Palangka Raya. Konflik ini terjadi
antara suku Dayak asli dan warga migran Madura dari pulau Madura.Konflik tersebut pecah
pada 18 Februari 2001 ketika dua warga Madura diserang oleh sejumlah warga Dayak. Konflik
Sampit mengakibatkan lebih dari 500 kematian, dengan lebih dari 100.000 warga Madura
kehilangan tempat tinggal. Banyak warga Madura yang juga ditemukan dipenggal kepalanya
oleh suku Dayak. Konflik Sampit tahun 2001 bukanlah insiden yang terisolasi, karena telah
terjadi beberapa insiden sebelumnya antara warga Dayak dan Madura. Konflik besar terakhir
terjadi antara Desember 1996 dan Januari 1997 yang mengakibatkan 600 korban tewas.Penduduk
Madura pertama tiba di Kalimantan tahun 1930 di bawah program transmigrasi yang
dicanangkan oleh pemerintah kolonial Belanda dan dilanjutkan oleh pemerintah Indonesia.Tahun
2000, transmigran membentuk 21% populasi Kalimantan Tengah. Suku Dayak merasa tidak puas
dengan persaingan yang terus datang dari warga Madura yang semakin agresif. Hukum-hukum
baru telah memungkinkan warga Madura memperoleh kontrol terhadap banyak industri
komersial di provinsi ini seperti perkayuan, penambangan dan perkebunan.

Ada sejumlah cerita yang menjelaskan insiden kerusuhan tahun 2001. Satu versi mengklaim
bahwa ini disebabkan oleh serangan pembakaran sebuah rumah Dayak. Rumor mengatakan
bahwa kebakaran ini disebabkan oleh warga Madura dan kemudian sekelompok anggota suku
Dayak mulai membakar rumah-rumah di permukiman Madura.

Profesor Usop dari Asosiasi Masyarakat Dayak mengklaim bahwa pembantaian oleh suku Dayak
dilakukan demi mempertahankan diri setelah beberapa anggota mereka diserang. Selain itu, juga
dikatakan bahwa seorang warga Dayak disiksa dan dibunuh oleh sekelompok warga Madura
setelah sengketa judi di desa Kerengpangi pada 17 Desember 2000.

3
Pemberontakan di Aceh

Pemberontakan di Aceh dikobarkan oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk memperoleh
kemerdekaan dari Indonesia antara tahun 1976 hingga tahun 2005. Operasi militer yang
dilakukan TNI dan Polri (2003-2004), beserta kehancuran yang disebabkan oleh gempa bumi
Samudra Hindia 2004 menyebabkan diadakannya persetujuan perdamaian dan berakhirnya
pemberontakan. Amnesty International merilis laporan Time To Face The Past pada April 2013
setelah pemerintah Indonesia dianggap gagal menjalankan kewajibannya sesuai perjanjian damai
2005. Laporan tersebut memperingatkan bahwa kekerasan baru akan terjadi jika masalah ini
tidak diselesaikan. Secara luas di Aceh, agama Islam yang sangat konservatif lebih dipraktekkan,
hal ini berbeda dengan penerapan Islam yang moderat di sebagian besar wilayah Indonesia lain.
Perbedaan budaya dan penerapan agama Islam antara Aceh dan banyak daerah lain di Indonesia
ini menjadi gambaran sebab konflik yang paling jelas. Selain itu, kebijakan-kebijakan sekuler
dalam administrasi Orde Baru Presiden Soeharto (1965-1998) sangat tidak populer di Aceh, di
mana banyak tokoh Aceh membenci kebijakan pemerintahan Orde Baru pusat yang
mempromosikan satu 'budaya Indonesia'. Selanjutnya, lokasi provinsi Aceh di ujung Barat
Indonesia menimbulkan sentimen yang meluas di provinsi Aceh bahwa para pemimpin di Jakarta
yang jauh tidak mengerti masalah yang dimiliki Aceh dan tidak bersimpati pada kebutuhan
masyarakat Aceh dan adat istiadat di Aceh yang berbeda.

4
Kerusuhan Ambon 2011

Kerusuhan Ambon 2011 adalah serangkaian kerusuhan yang dipicu oleh bentrokan antarwarga
di Kota Ambon, Maluku Indonesia tanggal 11 dan 12 September 2011. Dua kelompok massa
saling melempar batu, memblokir jalan, dan merusak kendaraan di sejumlah titik di Kota Ambon
serta sejumlah rumah warga dibakar. Akibat peristiwa ini, tujuh orang tewas, lebih dari 65 orang
luka-luka,dan ribuan orang mengungsi. Kerusuhan ini sempat dikabarkan bermuatan SARA,
walaupun pihak berwenang kemudian membantah hal tersebut.

Menurut keterangan Kepolisian kepada pers pada 11 September 2011, kerusuhan ini bermula
dari kematian seorang tukang ojek bernama Darkin Saimen atau Darmin Saiman atau Darvin
Saiman atau Darwis Saiman. Pria ini mengalami kecelakaan tunggal dari arah stasiun TVRI,
Gunung Nona, menuju pos Benteng. Di daerah sekitar tempat pembuangan sampah, yang
bersangkutan hilang kendali dan menabrak pohon gadihu. Ia kemudian menabrak rumah seorang
warga di sana bersama Okto.

Nyawa tukang ojek itu tak terselamatkan sebelum sampai ke rumah sakit. Hal inilah yang
menimbulkan dugaan ia sebenarnya dibunuh, bukan karena kecelakaan. Dia dibawa ke rumah
sakit dan meninggal. Lalu, ia diisukan dibunuh. Padahal, ia mengalami kecelakaan.

Anda mungkin juga menyukai