Anda di halaman 1dari 8

Soal

1. Uraikan tahapan dan faktor keberhasilan komoditas tersebut masuk ke pasar global.

2. Bagaimana faktor budaya yang menyertai keberhasilan pemasaran global tersebut Anda
perhatikan dan pertimbangkan dalam strategi taktik maupun pelaksanaan pemasaran
global?

3. Dari jawaban Anda di point 1-2 di atas, apa hal terpenting yang harus diperhatikan saat
produk Indonesia masuk pasar global?

Jawaban:

Indonesia terkenal sebagai produsen utama dunia kelapa sawit atau crude palm oil (CPO).
Indikator itu bisa terlihat dari sisi pangsa pasar di dunia. Sektor perkebunan merupakan salah
satu motor pengerak perekonomian nasional. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik
Indoneisa (2020), kontribusi perkebunan terhadap sektor pertanian secara rata-rata mencapai
35,27 persen dari tahun 2010 sampai 2019 dengan laju pertumbuhan 4,70 persen. Dan
pada tahun 2019 telah menyumbang 517,51 miliar rupiah terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB) Indonesia. Kelapa sawit menjadi salah satu komoditas ekspor yang paling bernilai tinggi
diantara komoditas-komoditas perkebunan yang ada. Ekspor minyak sawit mencapai 20,21
juta ton dengan nilai US$ 15,98 milyar, pada tahun 2019 menjadi yang tertinggi diantara
komoditas perkebunan lainnya (BPS, 2020). Sementara itu, global Food and Agriculture
Organization (FAO) menempatkan Indonesia sebagai produsen utama minyak kelapa sawit
dengan menyerap 6,86 juta tenaga kerja (Kementerian Pertanian, 2020). Produk sawit
Indonesia tercatat mencapai 59 persen pangsa pasar dunia. Baru setelah itu, di posisi kedua
adalah Malaysia dengan penguasaan 25 persen. Gabungan negara lain baru menguasai 16
persen. sejatinya bukan tanaman asli Indonesia. Bermula dari 4 biji kelapa sawit, yang
sebenarnya aslinya dari Afrika tersebut dibawa orang Belanda ke Indonesia dan ditanam di
Kebun Raya Bogor pada tahun 1848. Karena tanaman tersebut tumbuh subur dan setelah dicoba
di beberapa daerah bisa tumbuh dengan baik maka sejak 1910 kelapa sawit dibudidayakan secara
komersial dan meluas di Sumatera (gapki.id-2017). Lalu strategi apa sehingga kelapa sawit bisa
pemasok minyak kelapa sawit terbesar di dunia dalam hal ini penulis akan menjelaskan tahapan
dan factor yang menjadi keberhasilan Kelapa Sawit masuk di Pasar Global.

Fase Perkembangan Komoditas Minyak Kelapa Sawit Indonesia

1. Fase Perintisan

Tahun 1870 merupakan tahun penting dalam sejarah perkebunan kelapa sawit Indonesia,
karena pemerintah kolonial Belanda membuka peluang usaha ini bagi investor swasta dan
asing melalui kebijakan Agrarische Wet. Uji coba pertama perkebunan kelapa sawit
dilaksanakan tahun 1875 oleh Deli Maatschappij dengan luas 0,4 ha di Tanah Deli dan
hasilnya sangat baik, bahkan lebih unggul dibanding habitat asalnya di Afrika Barat.
Setelah itu, perusahaan Belgia membuka usaha perkebunan kelapa sawit komersial
pertama pada tahun 1911 di Pulau Raja dan Sungai Liput. Perusahaan-perusahaan asing lain
seperti Jerman, Belanda, dan Inggris pun berlomba-lomba membuka perkebunan kelapa
sawit. Pada tahun 1911, perusahaan Jerman juga membuka usaha perkebunan kelapa sawit di
Tanah Itam Ulu. Langkah investor Belgia dan Jerman tersebut diikuti oleh investor asing
lainnya termasuk Belanda dan Inggris. Tahun 1916 telah ada 19 perusahaan perkebunan
kelapa sawit di Indonesia dan meningkat menjadi 34 perusahaan pada tahun 1920. Pabrik
Kelapa Sawit (PKS) pertama di Indonesia dibangun di Sungai Liput (1918) kemudian di
Tanah Itam Ulu (1922).
Tahun 1919 menandai tahap awal pembangunan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) pertama dan
mencatat ekspor minyak sawit (CPO) pertama sebanyak 576 ton. Produksi CPO Indonesia
mencapai puncaknya pada tahun 1937 dengan pangsa 40 persen dari total produksi CPO
dunia, mengalahkan Nigeria sebagai produsen terbesar sebelumnya. Sayangnya, produksi
CPO Indonesia menurun drastis setelah itu, dari 239 ribu ton pada tahun 1940 menjadi 147
ribu ton pada tahun 1958. Akibatnya, pangsa Indonesia di pasar CPO dunia melorot dari
urutan pertama menjadi ketiga setelah Nigeria dan Kongo, dan pada tahun 1959 hanya 17
persen.

2. Fase Kebangkitan

Pada fase kebangkitan, sejak Orde Baru memegang kekuasaan pada 1966 di Indonesia,
terjadi perubahan besar dalam politik ekonomi pemerintah. Dalam upaya untuk memperluas
peluang bagi dunia usaha dan investasi swasta, pemerintah menerbitkan Undang-undang No.
1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Undang-undang No. 6
Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) yang membuka jalan untuk masuknya
investasi baru dalam perkebunan kelapa sawit. Stabilnya situasi politik dan ekonomi pada
saat itu, ditambah dengan bantuan modal dan tenaga ahli dari berbagai negara, memberikan
dorongan baru bagi pertumbuhan perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Kebijakan yang menguntungkan yang diterapkan pemerintah waktu itu menstimulasi
dunia usaha, termasuk perkebunan negara, untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit,
baik melalui peningkatan produktivitas maupun perluasan areal baru. Ini tercermin dari
peningkatan cepat luas areal perkebunan swasta dan negara, yang meningkat dari hanya 119
ribu pada tahun 1969 menjadi 3,9 juta pada tahun 1999. Produksi CPO juga meningkat
signifikan, dari hanya 188 ribu ton pada tahun 1969 menjadi 6,4 juta ton pada tahun 1999,
sebagian besar karena peningkatan produktivitas. Selain itu, perkebunan rakyat berkembang
pesat dan sentra perkebunan kelapa sawit semakin menyebar ke provinsi lain. (Badrun, 2010;
Sipayung, 2012).

3. Fase Kemandirian

Periode kemandirian, pada tahun 2000- 2010, memperlihatkan perubahan drastis baik
pada lingkungan strategis maupun pada industri kelapa sawit nasional. Setelah krisis
multidimensi yang memukul Indonesia pada tahun 1998, rezim Orde Baru berakhir dan
Indonesia memasuki era baru, yaitu era reformasi. Pada era ini, perubahan yang signifikan
terjadi pada seluruh aspek kehidupan Indonesia, termasuk perubahan sistem ketatanegaraan
dari rezim otoriter menjadi rezim demokrasi, perubahan pengelolaan pemerintahan dan
pembangunan dari sentralisasi menjadi sistem desentralisasi (otonomi daerah), dan
perubahan pengelolaan perekonomian dari rezim protektif menjadi sistem ekonomi lebih
liberal (Sipayung, 2012).
Analisis Tahapan Keberhasilan Produk Komoditas Minyak Kelapa Sawit Indonesia Dalam
Memasuki Pasar Global.

1. Menentukan Segmentasi Pasar Global


Dalam kaitannya dengan kesukesan minyak kelapa sawit indonesia dalam memasuki
pasar global. Menentukan strategi segmentasi pasar negara tujuan adalah faktor yang paling
utama. Segmentasi pasar merupakan tindakan membagi suatu pasar sasaran kedalam
kelompok-kelompok target yang lebih spesifik yang disesuaikan dengan karakteristik
geografik, demografik, dan psikografik. Segmentasi pasar global untuk komoditas minyak
kelapa sawit indonesia di sesuaikan dengan karakteristik geografik seperti negara, regional,
atau negara bagian. Berdasarkan informasi yang di muat dalam situs berita suara.com, negara
China atau Tiongkok adalah pasar terbesar pengimpor komoditas CPO Indonesia dengan
jumlah 2,1 juta ton CPO sepanjang 2021. Dengan jumlah 4,55 miliar dolar atau sekitar 17%
dari total ekspor CPO ke seluruh dunia yang dilakukan Indonesia sepanjang tahun.
Selanjutnya, secara berturut-turut negara pengimpor terbanyak CPO dari Indonesia ditempati
oleh Uni Eropa 2 juta ton, India 1,8 juta ton, Pakistan 1,2 juta ton, dan Afrika 1,1 juta ton.
Dilanjutkan Amerika Serikat (AS), 0,44 juta ton, Timur Tengah 0,9 juta ton dan Bangladesh
0,6 juta ton. Jika dilihat dari informasi data tersebut bahwa indonesia mentargetkan negara-
negara yang memiliki karakteristik demografik atau jumlah penduduknya yang besar. China,
India, Pakistan, AS dan Uni Eropa merupakan negara-negara atau regional wilayah yang
jumlah penduduknya paling banyak sehingga kebutuhan terhadap produk-produk olahan
CPO sangat tinggi. Oleh karena itu, faktor segmentasi pasar adalah salah satu faktor utama
keberhasilan produk CPO indonesia sukses di pasar global

2. Meningkatkan Kualitas dan Daya Saing Produk


Kualitas produk merupakan salah salah satu aspek penting yang menentukan keberhasilan
suatu produk atau komoditas di pasar global. Kualitas produk menjadi indikator daya saing
produk untuk memenangkan pangsa pasar. Daya saing komoditas dilihat dari 2 indikator,
yaitu keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif. Keunggulan kompetitif merupakan
keunggulan yang didasarkan pada faktor faktor seperti sumber daya, permintaan, industri
pendukung, dan strategi perusahaan. Sementara keunggulan komparatif didasarkan pada
parameter kerugian. Berbagai penelitian yang terkait dengan analisis daya saing dan strategi
pengembangan minyak sawit telah dilakukan oleh Ririn (2009) yang mengkaji daya saing
kompetitif ekspor minyak sawit Indonesia menggunakan dua tahap analisis. Pertama,
menghitung market share ekspor minyak sawit Indonesia dan Malaysia di beberapa negara
pada benua Asia, Eropa, dan Afrika. Kedua, menganalisis pertumbuhan ekspor minyak sawit
menggunakan Constant Market Share Analysis (CMSA). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dalam kurun waktu 1999–2001 dan 2005– 2007, Indonesia mengalami peningkatan
ekspor dan market share pada CPO dan produk turunannya di pasar internasional.
Peningkatan ini disebabkan oleh perubahan permintaan dan meningkatnya daya saing
produk. Untuk mempertahankan daya saing minyak sawit, Indonesia harus melakukan
penetrasi pasar. Sementara itu, dalam menjaga dan meningkatkan mutu serta kualitas produk
komoditas CPO, Indonesia memiliki standar nasional untuk CPO yaitu SNI 01-2901-2006
yang mempersyaratkan kadar asam lemak bebas (ALB), air dan kotoran masing-masing
maksimum 5%, 0,25% dan 0,25% (BSN, 2006). Oleh karena itu, dengan kualitas yang
terstandarisasi atau memiliki jaminan mutu, produk CPO indonesia memiliki daya saing yang
kuat dalam memenangkan kompetisi dan pangsa pasar global.

3. Melakukan Riset Pasar Global

Riset pasar dilakukan untuk memahami kebutuhan, preferensi konsumen, dan kondisi
persaingan di pasar global. Dalam hal pemasaran global untuk komoditas CPO, riset pasar
sangat penting dilakukan untuk mengetahui kondisi pasar sasaran dan daya saing komoditas.
Dalam literatur penelitian yang dilakukan oleh, menunjukan bahwa terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi volume exspor CPO indonesia ke pasar global, diantaranya volume
produksi, harga CPO internasional, dan produk pesaing CPO yaitu minyak bunga matahri.
Hasilnya bahwa ketiga faktor tersebut berpengaruh terhadap peningkatan volume penjualan
CPO Indonesia ke pasar global. Dari hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa
keberhasilan produk CPO indonesia dalam memasuki pasar global dan memimpin pangsa
pasar CPO didasarkan kepada penyesuaian strategi hasil riset pasar. Umumnya peningkatan
ekspor disebabkan karena adanya peningkatan produksi, sebab ekspor dilakukan ketika
produk dalam keadaan surplus. Kemudian terkait strategi harga global, jika harga di pasar
global naik maka akan menaikkan tingkat ekspor barang. Hal ini sesuai dengan konsep
penawaran dimana jika harga barang naik maka penawaran akan suatu produk akan naik.

Analisis Faktor Keberhasilan Komoditas Kelapa Sawit Indonesia Di Pasar Global

Minyak kelapa sawit adalah salah satu komoditas utama yang memainkan peran penting dalam
perdagangan global. Pertumbuhan produksi CPO Indonesia yang begitu cepat merubah posisi
Indonesia pada pasar minyak sawit dunia. Pada tahun 2006, Indonesia berhasil menggeser
Malaysia menjadi produsen CPO terbesar dunia dan pada tahun 2015 pangsa Indonesia 53 persen
dari produksi CPO dunia. Sedangkan Malaysia berada diposisi kedua dengan pangsa 33 persen
(palmoilina.asia-2023) oleh itu penulis mencoba menjelaskan beberapa faktor yang
menyebabkan minyak kelapa sawit sukses masuk ke pasar global

1. Efisiensi Produksi Tinggi


Kelapa sawit memiliki tingkat produktivitas yang tinggi per hektar dibandingkan dengan
minyak nabati lainnya. Perkembangan perkebunan kelapa sawit yang pada tahun 1979/1980
seluas 289.526 Ha dan hanya diusahakan dalam bentuk usaha perkebunan besar, kemudian
berkembang sampai 5.972 Ribu Ha pada tahun 2006 setidaknya merupakan gambaran
keberhasilan kebijakan pemerintah di sektor bersangkutan dalam percepatan pembangunan
perkebunan kelapa sawit di Indonesia (kppu.go.id-2020). Pohon kelapa sawit dapat
menghasilkan jumlah minyak yang besar dalam waktu yang relatif singkat, membuatnya
menjadi pilihan yang ekonomis untuk memenuhi permintaan global.

2. Beragamnya Penggunaan
Indonesia dikenal sebagai satu dari dua negara penghasil sawit terbesar di dunia dan
menjadi salah satu sumber devisa dari ekspor non migas terbesar dalam pos APBN. Besarnya
pemasukan yang didapat dari industri ini tidak lepas dari banyaknya manfaat yang bisa
diperoleh dari tumbuhan jenis akar serabut ini. Sehingga para investor atau petani tak ragu
untuk menanam modal dalam industri agro ini. Manfaat praktis minyak ini diantaranya
langsung berhubungan dengan kebutuhan harian manusia. Pertama, sebagai minyak goreng
yang tak lain merupakan satu dari sembilan bahan pokok yang paling banyak digunakan oleh
berbagai kalangan. Mulai dari rumah tangga, restoran, dan juga berbagai industri makanan,
seperti pembuatan keripik. Sedangkan untuk kebutuhan rumah tangga lain, sawit juga
menjadi bahan utama pembuatan mentega. Minyak kelapa sawit Indonesia digunakan dalam
berbagai produk, termasuk makanan, kosmetik, produk rumah tangga, dan biodiesel.
Sehingga Kebutuhan yang besar dalam berbagai sektor ini memberikan insentif bagi
produsen kelapa sawit untuk memasok pasar global (www.bpdp.or.id. 2018).

3. Pertumbuhan Ekonomi Negara Produsen Utama


Negara Indonesia adalah produsen utama minyak kelapa sawit. Pertumbuhan ekonomi di
indonesia ini telah mendorong investasi dan ekspansi dalam industri kelapa sawit untuk
memenuhi permintaan global. Peningkatan ini juga telah mendorong pengembangan
perkebunan dan industri kelapa sawit di dalam negeri. Industri kelapa sawit Indonesia telah
tumbuh secara signifikan dalam 40 tahun terakhir. Sejak tahun 2006 Indonesia telah menjadi
produsen minyak sawit terbesar di dunia dengan total produksi pada tahun 2009/2010 sebesar
23,62 juta ton atau meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 7,54 %. Bersama dengan
Malaysia, Indonesia menguasai hampir 90% produksi minyak sawit dunia (PT KPBN,
2010:1).

4. Kemampuan Beradaptasi Terhadap Berbagai Iklim


Prospek pasar bagi produk olahan kelapa sawit cukup menjanjikan, karena permintaan
dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup besar baik di dalam negeri maupun
di luar negeri. Indonesia sebagai negara tropis memiliki lahan yang cukup luas sehingga
berpeluang besar untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit, baik melalui penanaman
modal asing maupun skala perkebunan rakyat (Sastrosayno, 2006:3) Kelapa sawit dapat
tumbuh di berbagai kondisi iklim, mulai dari daerah tropis hingga subtropis. Kemampuannya
untuk tumbuh di berbagai wilayah membuatnya dapat dihasilkan secara luas, menjadikannya
sumber yang andal untuk pasokan global.

5. Kulitas Produk Kelapa Sawit


Volume ekspor minyak sawit Indonesia mengalami peningkatan seiring dengan
peningkatan produksi. Tahun 2008 ekspor minyak sawit Indonesia baru mencapai 15 juta ton,
meningkat menjadi 26 juta ton (setara CPO) pada tahun 2015. Peningkatan volume ekspor
minyak sawit Indonesia juga disertai dengan perubahan dalam komposisi produk ekspor.
Kebijakan hilirisasi minyak sawit di dalam negeri telah berhasil memperbaiki komposisi
ekspor minyak sawit Indonesia dari dominasi minyak sawit mentah menjadi dominasi
minyak sawit olahan. Jika tahun 2008 ekspor minyak sawit Indonesia sekitar 53 persen masih
berupa minyak sawit mentah tahun 2015 berubah menjadi 70 persen sudah dalam bentuk
minyak sawit olahan (palmoilina.asia, Sipayung 2023). Terdapat kebutuhan dari konsumen
dari pasar global untuk memastikan bahwa produksi kelapa sawit dilakukan secara
berkelanjutan dan ramah lingkungan dan Indonesia sudah mempunya Sertifikasi seperti
RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) agar konsumen tidak merasa kawatir ketika
menginpor dari Indonesia dengan adanya sertifkat ini menjadikan Indonesia dengan mudah
mempromosikan praktik-praktik berkelanjutan dalam industri kelapa sawit hal inilah yang
mendukung daya tarik minyak kelapa sawit di pasar global.

Faktor Budaya yang menyertai keberhasilan pemasaran global

Sosial, budaya, pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat juga berpengaruh terhadap permintaan
dan penawaran CPO. Misalnya, negara seperti India, China, Indonesia dan Malaysia merupakan
negara yang masyarakatnya cenderung lebih memilih minyak kelapa sawit sebagai bahan
pangannya, dari pada Amerika dan Arab Saudi misalnya yang sebagian besar memilih
menggunakan minyak kedelai dan minyak zaitun sebagai bahan pangannya. Itu sebabnya China
India, Thailand dan Singapur adalah target market bagi Indonesia karna keseharinya memakai
minyak kelapa sawit dari Indonesia. Faktor budaya dapat memengaruhi pemasaran global produk
CPO Indonesia melalui beberapa aspek, seperti persepsi konsumen global terhadap produk CPO,
preferensi terhadap produk ramah lingkungan, dan tuntutan untuk adopsi praktik berkelanjutan.
Beberapa faktor budaya yang dapat memengaruhi pemasaran global produk CPO Indonesia
antara lain:

1. Faktor Budaya Mempengaruhi Persepsi Konsumen Global


Budaya dapat memengaruhi persepsi konsumen global terhadap produk CPO. Baik itu
dari sisi aspek keberlanjutan, etika lingkungan, dan dampak sosial. Konsumen global
yang semakin peduli terhadap isu lingkungan dan keberlanjutan dapat memengaruhi
penerimaan produk CPO. Konsumen CPO bukanlah pengguna akhir langsung, melainkan
produsen yang menciptakan berbagai produk dengan menggunakan CPO untuk
memproduksi sabun, minyak goreng, biodiesel, obat-obatan, kosmetik, dan lain-lain.
Sementara itu, Ginsberg dan Bloom (2004) membagi konsumen ramah lingkungan
menjadi beberapa segmen: True-Blue Greens, yaitu konsumen yang sangat percaya dan
akan menghindari produk-produk yang tidak ramah lingkungan. Greenback Greens,
konsumen yang bersedia membeli produk-produk ramah lingkungan namun tidak aktif
secara politik. Sprouts, konsumen yang dibekali dengan pengetahuan mengenai isu-isu
lingkungan namun akan menghindari pengeluaran lebih banyak untuk produk-produk
ramah lingkungan. Grousers, konsumen yang tidak menyadari permasalahan lingkungan
hidup dan bersikap sinis mengenai dampaknya terhadap perubahan dan percaya bahwa
produk ramah lingkungan lebih rendah dibandingkan produk pesaingnya. dan Basic
Browns, yaitu konsumen yang begitu asyik dengan rutinitas sehari-hari sehingga isu
lingkungan dan sosial tidak lagi ada dalam pikiran mereka. Dengan menciptakan persepsi
yang pro terhadap isu lingkungan dan berkelanjutan pada produk CPO akan menciptakan
penerimaan produk CPO di pasar global.

2. Faktor Budaya Mempengaruhi Tuntutan Bisnis yang Berkelanjutan


Budaya bisnis global semakin menuntut adopsi praktik berkelanjutan dalam rantai pasok
produk CPO, termasuk produksi yang ramah lingkungan, sertifikasi keberlanjutan, dan
transparansi dalam jejak karbon. Kebutuhan akan strategi pemasaran ramah lingkungan
yang efektif sangat penting untuk kelangsungan bisnis CPO. Akan tetapi, dalam
mengimplementasikan strategi pemasaran yang ramah lingkungan, harus ada hubungan
baik yang di bangun antara pemangku kepentingan seperti dengan pemerintah sebagai
regulator dan LSM sebagai aktivis lingkungan hidup. Meskipun demikian, industri CPO
sendiri harus memahami bahwa keberlanjutan adalah isu nyata dan semakin mendesak
yang mempengaruhi seluruh dunia bisnis. Perusahaan harus berubah dari dalam secara
holistik untuk menjadi warga korporasi yang baik yang menciptakan dampak jangka
panjang terhadap manusia, planet bumi, dan keuntungan. Fokus bisnis tidak hanya
berfokus pada aspek keuntungan, tetapi harus ada sertifikasi produk yang menjamin pada
isu keberlanjutan dan transparansi dampak pada lingkungan.

3. Faktor Budaya Mempengaruhi Regulasi dan Kebijakan


Regulasi dan kebijakan di pasar global juga dapat memengaruhi pemasaran produk CPO.
Adopsi regulasi yang lebih ketat terkait keberlanjutan dan lingkungan dapat
memengaruhi akses pasar dan citra produk CPO. Salah satu contoh regulasi dan
kebijakan terhadap produk CPO yaitu isu terkait lingkungan yang di terapkan oleh Uni
Eropa. Negara tujuan utama dalam ekspor CPO Indonesia salah satunya adalah Uni
Eropa. Uni Eropa membuat terkait isu lingkungan yang berkelanjutan yaitu kebijakan
Renewable Energy Directive (RED), yang mana etiap anggota memiliki kewajiban untuk
meningkatkan penggunaan 10%-20% biofuel untuk transportasi juga termasuk target
yang harus dipenuhi oleh setiap anggotanya. Dalam menembus pasar CPO Uni
Eropa, negara pengekspor harus memperoleh sertifikasi minyak sawit yang diakui
pada tataran global yaitu Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Untuk saat ini,
sebagian besar dari pengusaha Indonesia menggunakan Indonesia Sustainable Palm Oil
(ISPO) yang merupakan kebijakan yang dibuat Kementrian Pertanian untuk
meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar global dan sebagai bentuk
partisipasi untuk pengurangan gas rumah kaca.

Dari point jawaban 1 terkait tahapan dan faktor-faktor keberhasilan komoditas CPO dalam
memasuki pasar global. Dan point jawaban 2 terkait faktor budaya yang mempengaruhi
keberhasilan komoditas CPO di pasar global. Hal terpenting yang harus diperhatikan agar
komoditas CPO Indonesia bisa masuk dan di terima oleh konsumen global yang pertama
dilakukan adalah Riset Pemasaran atau Riset Pasar Global. Alasannya, karena dengan riset pasar
akan diketahui terkait bagaimana persepsi konsumen terhadap produk CPO di negara sasaran,
bagaimana preferensi kebutuhan konsumen di negara sasaran, kondisi persaingan, isu-isu yang
sedang terjadi dan kebijakan apa yang diterapkan di negara sasaran terkait produk CPO. Dengan
hasil riset tersebut, maka para pengusaha CPO indonesia harus bisa membuat strategi pemasaran
yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi di negara sasaran. Dalam hal pemasaran produk
CPO Indonesia ke pasar global, yang saat ini perlu di kembangkan adalah strategi pemasaran
yang berkelanjutan. Strategi tersebut harus di sesuaikan dengan regulasi dan kebijakan yang
diterapkan oleh negara sasaran dan tidak bertentangan dengan isu lingkungan. Sebagai
contohnya adalah kebijakan Wilmar yang membuat strapline dalam produknya “Tanpa
Deforestasi, Tanpa Gambut, Tanpa Eksploitasi”, yang menjelaskan posisi perusahaan dalam
kaitannya dengan isu keberlanjutan. Salah satu contoh pemasaran komoditas terbaik adalah
bagaimana strategi pemasaran yang dilakukan perusahaan batubara asal Australia di tengah
penerapan pajak karbon. Australia menghadapi tekanan dari pemerintah daerah dan dunia
mengenai tingkat polusinya. Akan tetapi komoditas batubara Australia tetap sukses di pasar
global. Berikut beberapa rekomendasi strategi pemasaran berkelanjutan yang dapat diterapkan
oleh Perusahaan CPO Indonesia agar produknya dapat diterima oleh pasar global.
- Dengan membuat iklan yang mempunyai unsur emosional yang kuat untuk
membangun persepsi yang baik pada produk CPO. Cerita bisa dirangkai dari para
pekerja perkebunan, desa terlupakan yang bertransformasi karena kelapa sawit,
seorang anak yang terangkat dari kemiskinan, membantu dan memelihara hewan
ternak yang tinggal di sekitar perkebunan, dan masih banyak lagi cerita lainnya yang
layak untuk ditelaah agar konsumen terpengaruh secara emosional pada aspek
kemanusiaan
- Membuat tagline yang mudah dipahami oleh konsumen terkait isu lingkungan dan
keberlanjutan, seperti contoh pada kasus perusahaan batubara yang menggunakan
slogan “Kurangi emisi, bukan lapangan kerja”.
- Menggunakan endorser yang memiliki reputasi baik di sektor lingkungan hidup, dan
juga seseorang yang dapat berhubungan dengan masyarakat.
- Menggunakan experiential marketing yaitu dengan mengundang perwakilan dari
pemerintah, pembeli, dan pengguna akhir ke perkebunan kelapa sawit. Sehingga
konsumen dapat merasakan kehidupan di perkebunan dan melihat secara langsung
dampak positif yang ada di lapangan.
- Menggunakan digital marketing yaitu dengan memaksimalkan platform digital untuk
melakukan kampanye isu lingkungan dan produk CPO yang berkelanjutan. Akan
tetapi, pesan yang disampaikan harus jelas, ringkas, dan relevan dengan perubahan
dan permasalahan yang ada. Selain itu platform digital juga harus menciptakan ruang
interaksi antara berbagai pemangku kepentingan termasuk konsumen di mana
konsumen akhir dapat bereaksi, memahami, mengajukan pertanyaan, dan pada
akhirnya terlibat dalam kampanye pemasaran berkelanjutan terkait produk CPO.

Anda mungkin juga menyukai