Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
Muhamad Ridwan
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Ekspor Crude Palm Oil (CPO) di Indoneisa” ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekspor Impor. Penulis sangat
berharap bahwa makalah ini dapat bermanfaat dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai ekspor CPO di Indonesia.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini, baik dari
materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman
penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Muhamad Ridwan
DAFTAR ISI
Salah satu produk ekspor non migas yang berperan dalam ekspor Indonesia
ialah produk CPO. Hal ini dikarenakan peningkatan permintaan luar negri untuk
konsumsi dan baku energy (biofuel) terus menigkat. Sebagai salah satu komoditas
utama pada pasar minyak nabati dunia, CPO tidak terlepas dari sasaran untuk tujuan
konservasi ke produk biodiesel.
Grafik.1 menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara eksportir CPO
terbesar di dunia, dimana ekspor CPO Indonesia pada tahun 2015 mencapai 25 juta Ton.
Dengan melihat kondisi ini maka para penulis tertarik untuk membuat makalah yang
berjudul “Ekspor crude palm oil (CPO) Indoneisa”
1.3 Tujuan
1. Untuk melihat gambaran perkembangan ekspor crude palm oil (CPO) Indonesia
2. Untuk megetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume ekspor crude palm
oil (CPO) Indonesia?
BAB II
ISI
Tabel.2 Persentase Proporsi ekspor kelapa sawit Indonesia terhadap total produksi (dalam
juta ton)
Pertumbuhan ekspor CPO Indonesia dipandang sudah cukup baik. Hanya saja,
untuk dapat bersaing di pasar dunia dan menjadi produsen sekligus eksportir CPO
terbesar diperlukan upaya yang cukup berat mengingat masih banyak kendala yang
harus dihadapi, baik itu kendala ekonomis maupun non-ekonomis. Sejumlah
pengusaha kelapa sawit baik yang bergerak dalam bisnis pengolahan maupun usaha
ekspor mengeluhkan beberapa kendala, mulai dari kondisi perkebunan kelapa sawit
itu sendiri, penerapan pajak ekspor oleh pemerintah, keterbatasan akan modal usaha,
hingga masalah rumitnya birokrasi dalam hal perizinan usaha. Kapasitas produksi
kelapa sawit di Indonesia dinilai belum cukup maksimal. Hal ini diperkirakan terjadi
karena banyaknya kondisi perkebunan yang telah melampaui usia produktif dan
minimnya perolehan bibit unggul dan pupuk. Akan tetapi hal ini dapat diatasi apabila
para pengusaha melakukan investasi yang lebih besar dalam upaya peremajaan dan
perluasan lahan, dan juga penyediaan bibit unggul dan pupuk yang selama ini
dibutuhkan.
Untuk memasuki pangsa pasar ekspor CPO di Uni Eropa, Uni Eropa
menanggapinya dengan mewajibkan eksportir CPO memberikan label RSPO maupun
ISPO kepada produk CPO-nya. RSPO adalah Roundtable on Sustainable Palm Oil
(RSPO) adalah asosiasi yang terdiri dari berbagai organisasi dari berbagai sektor
industri kelapa sawit (perkebunan, pemrosesan, distributor, industri manufaktur,
investor, akademisi, dan LSM bidang lingkungan) yang bertujuan mengembangkan
dan mengimplementasikan standar global untuk produksi minyak sawit berkelanjutan,
sedangkan ISPO adalah suatu kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia
dalam hal ini Kementrian Pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing
minyak sawit Indonesia di pasar dunia dan ikut berpartisipasi dalam rangka memenuhi
komitmen untuk mengurangi gas rumah kaca serta memberi perhatian terhadap
masalah lingkungan, dengan prinsip ISPO merupakan standar nasional minyak sawit
pertama bagi suatu negara, dan negara lain kini mencoba mempertimbangkan untuk
mengimplementasikan standar serupa di antara produsen minyak sawit.
Kurs juga dapat mempengaruhi nilai maupun volume ekspor CPO Indonesia
dimana jika mata uang negara eksportir mengalami depresiasi atau penurunan nilai
mata uang, maka barang-barang domestik akan dinilai relatif lebih murah dibanding
harga barang luar negeri, sehingga konsumsi domestik terhadap barang luar negeri
akan berkurang dan permintaan ekspor terhadap barang atau komoditi domestik akan
meningkat. Sebaliknya, jika rupiah mengalami apresiasi, maka barang-barang
domestik akan dinilai relatif lebih mahal dibanding harga barang-barang luar negeri.
Konsumsi domestik terhadap barang-barang luar negeri akan meningkat, sehingga
volume ekspor berkurang. Keadaan indoensia yang kurs mata uangnya terkadang tidak
stabil tentunya memiliki pengaruh terhadap harga ekspor minyak kelapa sawit.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
hasilkan dapat diterima di pasar luar negri. Lalu dalam mengekspor CPO
sebaiknya bukan hanya dalam produk mentah saja tetapi sudah harus menjadi produk
turunan atau produk hilir, sehingga dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi dan
menambah masukan devisa negara yang lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Banyu, Danang. “Kebijakan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia” 20 Februari 2017.
https://danangbanyu.wordpress.com/2015/03/16/kebijakan-ekspor-minyak-kelapa-
sawit-cpo-indonesia-2013/
Lisa, Dwi. “Analisis Daya Saing dan Faktor-Fakator Yang Mempengaruhi Ekspor
CPO Ke India Dan Belanda” 17 Februari 2017. online-
journal.unja.ac.id/index.php/JES/article/download/1882/pd