Anda di halaman 1dari 41

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung


Jalan Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No. 1
Gedong Meneng, Bandar Lampung

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME EKSPOR CRUDE


PALM OIL (CPO) INDONESIA

(Proposal Skripsi)

Oleh:

Nama : Surya Asmara


NPM : 1611021064
Jurusan : Ekonomi Pembangunan
Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
2021
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bagi negara berkembang khususnya Indonesia, sumber pembiayaan yang berupa

penerimaan devisa yang berasal dan kegiatan ekspor memegang peranan yang sangat

penting dalam pembangunan nasional. Salah satu upaya pemerintah untuk

mendapatkan devisa dari luar negeri adalah dengan jalan mengekspor hasil-hasil

sumber daya alam ke luar negeri. Dari hasil devisa ini dapat digunakan untuk

menambah dana pembangunan dalam negeri (Huda, 2006).

Salah satu sektor agroindustri Indonesia yang sangat berkembang dan memiliki

prospek baik ke depan adalah industri komoditas kelapa sawit. Kelapa sawit yang

diolah menjadi minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) memegang peran

penting dalam perekonomian nasional yaitu sebagai komoditi andalan ekspor non-

migas Indonesia penghasil devisa negara di luar minyak dan gas (Agustian, 2002).

Tabel 1.1. : Kontribusi Sektor Non Migas terhadap Cadangan Devisa Indonesia tahun

2013-2015 (dalam juta Rupiah)

Kelompok Hasil Pertumbuhan


Industri 2013 2014 2015 (%)
Minyak Kelapa
20.660 23.711 20.746 19.45
Sawit
Biji Baja, Mesin
14.684 5.813 14.455 13.55
dan Otomotif
Tekstil 12.661 12.720 12.262 11.50
Elektronika 8.520 8.066 6.913 6.40
Pengolahan Karet 9.724 7.497 6.171 5.79
Makanan dan
5.379 5.554 5.597 5.25
Minuman
Pulp dan Kertas 5.643 5.498 5.332 5.00
Peng. Kayu 4.727 5.202 5.188 4.86
Emas, perak, logam
4.727 5.202 5.188 4.43
mulia, dll
Kulit, Barang Kulit 3.933 4.090 4.615 4.33
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013-2015

Sejak tahun 2013 hingga 2015, nilai ekspor minyak kelapa sawit olahannya dari

sekitar US$20.660,4 hingga mencapai US$20.746,9 juta. Dilihat peranannya, pada

tahun 2015 peranan ekspor kelapa sawit mencapai 19,45 persen. Inilah fakta mengapa

pentingnya meneliti lebih dalam perihal ekspor minyak kelapa sawit.

Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati

dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal

perkebunan kelapa sawit. Selama 25 tahun terakhir ini telah terjadi peningkatan yang

sangat signifikan pada luas areal perkebunan kelapa sawit. Hal tersebut terlihat dari

data areal perkebunan sawit tahun 1991 yang jumlahnya hanya sekitar 38 ribu hektar

dan semakin meluas menjadi lebih dari 11 juta hektar pada tahun 2015 (Dirjen

Perkebunan, 2016).

Seiring dengan bertambahnya luas perkebunan kelapa sawit, total produksi minyak

kelapa sawit Indonesia turut meningkat tajam. Selama 25 tahun terakhir ini telah

terjadi peningkatan produksi minyak kelapa sawit sebesar 28,2 juta ha, yaitu dari 2,65

juta ton pada tahun 1991 menjadi 30,94 juta ha pada tahun 2015, dengan raihan total
produksi yang menyentuh angka lebih dari 30 juta ton per tahunnya, menjadikan

Indonesia sebagai negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia dengan presentase

54.51 persen dari total produksi dunia. Jauh melebihi produksi Malaysia yang duduk

diperingkat kedua dengan total produksi 33,65 persen dari total seluruh produksi

kelapa sawit dunia. Produksi minyak kelapa sawit Indonesia sebagian besar diekspor

ke mancanegara dan sisanya dipasarkan di dalam negeri. Total ekspor minyak kelapa

sawit 15 tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2000 total

volume ekspor CPO mencapai 4,68 juta ton, meningkat menjadi 26,4 juta ton pada

tahun 2015. Luas areal perkebunan dan total produksi minyak kelapa sawit yang

senantiasa bertambah merupakan bukti bahwa komoditas ini memang penting bagi

kemajuan ekspor dan cadangan devisa (Dirjen Perkebunan, 2016).

Perkembangan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ternyata dipengaruhi oleh

beberapa faktor, misalnya Munadi (2007) meneliti tentang permintaan ekspor minyak

kelapa sawit Indonesia ke India menemukan bahwa harga minyak kelapa sawit dunia

dan total produksi sangat berpengaruh terhadap ekspor CPO. Selain itu, Wulantoro

(2009) meneliti tentang kebijakan dan pertumbuhan ekspor minyak kelapa sawit

Indonesia ke negara Belanda. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah

terhadap USD tidak signifikan terhadap ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke

negara Belanda. Harga ekspor minyak sawit Indonesia, harga pesaing Malaysia dan

produksi minyak sawit signifikan terhadap ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke

negara Belanda. Abidin (2008) juga menyatakan bahwa faktor utama pendorong

kenaikan permintaan minyak kelapa sawit (CPO) adalah harga yang relatif rendah
dibandingkan dengan harga kompetitornya seperti minyak kedelai, minyak biji

matahari, minyak kacang tanah, minyak kapas dan minyak lobak.

Variabel makroekonomi lain yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan ekspor

minyak kelapa sawit Indonesia adalah nilai tukar. Perubahan nilai tukar dapat

mengubah harga relatif suatu menjadi lebih mahal atau lebih murah, sehingga nilai

tukar terkadang digunakan sebagai alat untuk meningkatkan daya saing (mendorong

ekspor). Perubahan posisi ekspor inilah yang kemudian berguna untuk memperbaiki

posisi neraca perdagangan (Huda, A. N., & Widodo, A., 2017).

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi utama ekspor Indonesia. Buah kelapa

sawit merupakan bagian penting dari tanaman kelapa sawit yang akan diolah menjadi

minyak setengah jadi yaitu Crude Palm Oil (CPO) dan minyak jadi (Palm Oil).

Berdasarkan data BPS 2009, hampir seluruh wilayah Indonesia dapat digunakan

sebagai perkebunan kelapa sawit yang memproduksi CPO, namun saat ini hanya

terkonsentrasi di beberapa pulau besar antara lain Sumatera, Kalimantan, dan

Sulawesi.

Pertumbuhan produksi CPO Indonesia dalam beberapa tahun terakhir terus

mengalami peningkatan dan berbanding lurus dengan luas areal perkebunan kelapa

sawit. Indonesia merupakan negara yang aktif dalam melakukan perdagangan

internasional dan dikenal sebagai pengekspor produk-produk industri pertanian,

khususnya subsektor perkebunan. CPO merupakan produk perkebunan yang menjadi


komoditas ekspor unggulan Indonesia, karena tingkat produksinya paling tinggi di

dunia (Carter et al, 2007).

Selain produksi CPO domestik, faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor

CPO yaitu faktor harga domestik, harga internasional dan nilai tukar rupiah terhadap

dolar AS. Harga CPO domestik maupun internasional berfluktuasi dari waktu ke

waktu. Seperti pada umumnya harga produk primer pertanian dan perkebunan, harga

CPO relatif sulit diprediksi dengan akurasi yang tinggi.

Nilai tukar rupiah juga mempengaruhi volume ekspor CPO. Menurut Aprina (2014),

karena kontribusi CPO yang cukup besar dibandingkan dengan komoditi lain, maka

harga CPO dunia dinilai dapat mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah, sehingga

peran komoditas ekspor semakin penting dalam pergerakan nilai tukar.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Perkembangan Volume Ekspor CPO Indonesia dari Tahun

2. Bagaimana Pengaruh Secara Bersama-sama Variabel Bebas Terhadap

Variabel Terikat Volume Ekspor CPO Indonesia?

3. Bagaimana Pengaruh Secara Parsial Variabel Bebas Terhadap Variabel

Terikat Volume Ekspor CPO Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk Mengetahui Perkembangan Ekspor CPO Indonesia dari Tahun

2. Untuk Mengetahui Pengaruh Secara Bersama-sama Variabel Bebas Terhadap

Variabel Terikat Volume Ekspor CPO Indonesia.


3. Untuk Mengetahui Pengaruh Secara Parsial Variabel Bebas Terhadap

Variabel Terikat Volume Ekspor CPO Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai syarat memperoleh gelar sarjana ekonomi di Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Lampung.

2. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan

dalam menentukan kebijakan guna mendukung peningkatan ekspor CPO

Indonesia serta memberikan gambaran mengenai faktor-faktor yang dapat

mendukung peningkatan permintaan ekspor CPO Indonesia.

3. Masyarakat akademik, penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk

meneliti lebih lanjut mengenai kondisi perdagangan CPO di Indonesia.


II. KAJIAN PUSTAKA, TINJAUAN EMPIRIS, KERANGKA PEMIKIRAN,
DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka

1. Perdagangan Internasional
Menurut Case dan Fair (2007) perdagangan internasional merupakan perdagangan

antar dua negara atau lebih yang mencakup ekspor dan impor oleh penduduk suatu

negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama dan saling

menguntungkan. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai perdagangan

antar atau lintas negara yang mencakup ekspor dan impor (Tambunan, 2001).

Perdagangan, adalah tatanan kegiatan yang terkait dengan transaksi barang dan/atau

jasa di dalam negeri dan melampaui batas wilayah negara dengan tujuan pengalihan

hak atas barang dan/atau jasa untuk memperoleh imbalan kompensasi. Perdagangan

dalam negeri adalah perdagangan barang dan/atau jasa dalam wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia yang tidak termasuk perdagangan luar negeri.

Perdagangan luar negeri adalah perdagangan yang mencakup kegiatan ekspor

dan/atau impor atas barang dan/atau jasa perdagangan jasa yang melampaui batas

wilayah negara (Undang-Undang No 7, 2014), menurut Salvatore (2014), ada

beberapa teori perdagangan internasional yaitu:


a. Teori Merkantilisme

Era merkantilisme mulai muncul sejak abad ke 17 dan 18. Para penganut

merkantilisme percaya bahwa negara bisa mendapatkan keuntungan dari perdagangan

internasional hanya dengan mengorbankan negara-negara lain. Sebagai hasilnya,

mereka menganjurkan pembatasan impor, insentif untuk ekspor, dan peraturan

pemerintah yang ketat untuk semua kegiatan ekonomi.

b. Teori Keunggulan Absolut Adam Smith

Menurut Adam Smith, perdagangan antara dua negara didasarkan pada keunggulan

absolute. Ketika satu negara lebih efisien daripada atau memiliki keunggulan absolut

atas yang lain dalam produksi satu komoditas tetapi kurang efisien daripada atau

memiliki kelemahan absolute terhadap negara lain dan memproduksi komoditas yang

kedua, kedua negara dapat mendapatkan manfaat dengan masing-masing

mengkhususkan diri dalam produksi komoditas yang memiliki keunggulan absolut

dan bertukar hasil dengan negara lain untuk komoditas yang memiliki kelemahan

absolut. Dengan proses ini, sumber daya digunakan dengan cara yang paling efisien

dan hasil dari kedua komoditas akan naik. Peningkatan dalam hasil komoditas

keduanya merupakan ukuran keuntungan dari spesialisasi dalam produksi yang

tersedia untuk dibagi antara kedua negara melalui perdagangan.

c. Teori Keunggulan Komparatif

Hukum keunggulan komparatif (The Law of Comparative Advantage) dari David

Ricardo menyatakan bahwa sekalipun suatu negara tidak memiliki keunggulan


absolut dalam memproduksi dua jenis komoditas jika dibandingkan negara lain,

namun perdagangan yang saling menguntungkan masih bisa berlangsung, selama

rasio harga antar negara masih berbeda jika dibandingkan tidak ada perdagangan.

Negara-negara yang melakukan aktivitas perdagangan internasional, akan

memperoleh keuntungan lewat dua jalan. Pertama, sebagai alternatif memproduksi

sendiri suatu barang, suatu negara dapat memproduksi barang lain dan

memperdagangkannya sebagai penukar untuk memperoleh barang yang diinginkan.

Kedua, perdagangan akan memperluas kemungkinan-kemungkinan konsumsi suatu

negara, yang pada gilirannya menciptakan keuntungan perdagangan, keunggulan

komparatif inilah yang menjadi dasar bagi suatu negara untuk saling menukarkan

komoditi melalui ekspor dan impor. Salvatore (2014), merumuskan model sederhana

terjadinya perdagangan internasional sebagai berikut:

Gambar 2.1. : Kurva Terjadinya Perdagangan Internasional

Sumber : Salvatore D, 2014. Ekonomi Internasional


Gambar 2.1. di atas menggambarkan terjadinya perdagangan internasional antara

negara A dan negara B. Sehingga pada perdagangan internasional antara negara A

sebagai negara pengekspor dan negara B sebagai negara pengimpor terjadi

keseimbangan harga komoditi relatif. Selain itu perdagangan internasional terjadi

akibat kelebihan penawaran pada negara A dan kelebihan permintaan pada negara B.

Pada negara A harga suatu komoditas sebesar Pa, dan di negara B harga komoditas

tersebut sebesar Pb, cateris paribus. Pada pasar internasional harga yang dimiliki oleh

negara A akan lebih kecil yaitu berada pada harga P* sehingga negara A akan

mengalami kelebihan penawaran (excess supply) di pasar internasional.

Pada negara B, terjadi harga yang lebih besar dibandingkan harga pada pasar

internasional. Sehingga akan terjadi kelebihan permintaan (excess demand) di pasar

internasional. Pada keseimbangan di pasar internasional kelebihan penawaran negara

A menjadi penawaran pada pasar internasional yaitu pada kurva ES. Sedangkan

kelebihan permintaan negara B menjadi permintaan pada pasar internasional yaitu

sebesar ED. Kelebihan penawaran dan permintaan tersebut akan terjadi

keseimbangan harga sebesar P*. Peristiwa tersebut akan mengakibatkan negara A

mengekspor, dan negara B mengimpor komoditas tertentu dengan harga sebesar P* di

pasar internasional. Dari penjelasan di atas didapat bahwa perdagangan internasional

(ekspor-impor) terjadi karena terdapat perbedaan antara harga domestik (Pa dan Pb),

dan harga internasional (P*); permintaan (ED), dan penawaran (ES) pada komoditas

tertentu. Selain itu, nilai tukar mata uang (exchange rate) pada pasar internasional
antara suatu negara dengan negara lain secara tidak langsung akan menyebabkan

ekspor dan impor pada suatu negara.

2. Teori Permintaan Ekspor

Menurut Todaro (2002) ekspor adalah kegiatan perdagangan internasional yang

memberikan rangsangan guna menumbuhkan permintaan dalam negeri yang

menyebabkan tumbuhnya industri-industri pabrik besar, bersama dengan struktur

politik yang stabil dan lembaga sosial yang fleksibel. Dengan kata lain, ekspor

mencerminkan aktivitas perdagangan internasional, sehingga suatu negara yang

sedang berkembang kemungkinan untuk mencapai kemajuan perekonomian setara

dengan negara-negara yang lebih maju.

Suatu negara dapat mengekspor barang produksinya ke negara lain apabila barang

tersebut diperlukan negara lain dan mereka tidak dapat memproduksi barang tersebut

atau produksinya tidak dapat memenuhi keperluan dalam negeri. Ekspor yang

dilakukan oleh dua negara atau lebih untuk menawarkan barang atau jasa atas dasar

kesepakatan bersama. Menurut Mankiw (2009) ekspor dipengaruhi oleh beberapa

faktor yang dilihat dari sisi permintaan. Faktor-faktor tersebut terdiri dari:

a. Selera konsumen

b. Harga komoditas di domestik dan di luar negeri

c. Nilai tukar riil

d. Pendapatan konsumen di domestik dan di luar negeri

e. Biaya transportasi
f. Kebijakan pemerintah

Teori permintaan ekspor bertujuan untuk menentukan faktor permintaan ekspor suatu

barang atau jasa di suatu negara. Menurut Salvatore (2014), permintaan ekspor suatu

negara adalah selisih antara produksi atau penawaran domestik dikurangi dengan

konsumsi atau permintaan domestik negara ditambah dengan stok tahun sebelumnya.

3. Teori Produksi CPO Domestik dan Hubungannya terhadap Volume Ekspor

CPO Indonesia

Komalasari (2009:65) menjelaskan bahwa adanya pengaruh secara positif antara

peningkatan produksi terhadap penawaran ekspor. Saat produksi mengalami

peningkatan maka ketersediaan CPO meningkat dan penawaran CPO di dalam

maupun luar negeri meningkat, sehingga menyebabkan ekspor CPO Indonesia juga

akan mengalami kenaikan.

4. Teori Harga CPO Domestik dan Hubungannya terhadap Volume Ekspor

CPO Indonesia

Menurut Lipsey (1995:125), hubungan antara harga dan kuantitas penawaran suatu

komoditi adalah positif, yang berarti semakin tinggi harga suatu komoditi maka

jumlah yang ditawarkan oleh penjual semakin banyak. Menurut Widayanti (2009),

harga asalan domestik adalah harga komoditi asalan yang dihitung berdasarkan harga

yang berlaku di pasar dalam negeri Indonesia (Rp/Kg).


5. Teori Harga CPO Internasional dan Hubungannya terhadap Volume Ekspor

CPO Indonesia

Menurut Widayanti (2009), harga di pasaran internasional adalah harga komoditi

yang dihitung berdasarkan harga ekspor dengan satuan US$/Ton. Harga tersebut

memiliki patokan harga yang ditetapkan untuk barang yang akan diekspor.

6. Teori Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS dan Hubungannya terhadap

Volume Ekspor CPO Indonesia

Dalam sistem kurs mengambang, depresiasi atau apresiasi nilai mata uang akan

mengkibatkan perubahan terhadap ekspor maupun impor. Jika kurs mengalami

depresiasi, yaitu nilai mata uang dalam negeri menurun terhadap mata uang asing,

maka volume ekspor akan meningkat. Dengan kata lain, apabila nilai kurs dolar

meningkat, maka volume ekspor juga akan meningkat (Sukirno, 2004). Hubungan

yang negatif dan signifikan antara nilai tukar terhadap ekspor juga telah diungkapkan

oleh Doroodian (1999) untuk India, Malaysia, dan Korea Selatan juga Arize (2000)

untuk berbagai negara, termasuk Indonesia, Filipina, dan Thailand. Saure (2001) yang

meneliti 91 negara mendukung adanya hubungn negatif dan signifikan antara nilai

tukar terhadap ekspor (Hall, et al, 2010).

Menurut Boediono (2001), apabila nilai rupiah terdepresiasi terhadap mata uang asing

maka akan berdampak pada nilai ekspor yang naik sedangkan nilai impornya akan

turun (apabila penawaran ekspor dan permintaan impor cukup elastis). Hal ini

dikarenakan di pasaran internasional produk domestik kita menjadi kompetitif.


Dengan meningkatnya nilai ekspor bersih akan berdampak pada meningkatnya

permintaan agregat riil sehingga berdampak pada meningkatnya investasi.

Sebaliknya, jika nilai tukar rupiah mengalami apresiasi maka akan menyebabkan

turunnya nilai ekspor, karena harga produk domestik menjadi relatif mahal. Pengaruh

fluktuasi nilai tukar terhadap ekspor ini menarik perhatian beberapa pengamat

ekonomi untuk menelitinya. Susilo (2001) misalnya menemukan bahwa fluktuasi

nilai tukar memiliki dampak yang signifikan terhadap ekspor riil non migas pada

jangka pendek. Lebih lanjut penelitian yang dilakukan oleh Huchet-Bourdon dan

Korinek (2012) tentang pengaruh nilai tukar terhadap perdagangan antara negara

Chilie dan New Zealand juga menghasilkan analisis yang sama, yaitu perubahan

nilai tukar mempengaruhi neraca perdagangan pada perekonomian terbuka kecil

(Huchet-Bourdon & Korinek 2012).


B. Teori-Teori Penelitian Terdahulu

N Nama Judul
Variabel Hasil Penelitian
O Peneliti Penelitian
1. Tyanma Faktor-faktor Produksi cpo, Hasil
Maygirtasari, yang harga cpo Uji F menunjukkan bahwa
Edy Yulianto, mempengaruhi domestic, harga produksi CPO domestik,
Muhammad volume ekspor cpo harga CPO domestik, harga
Kholid Crude Palm Oil internasional, CPO internasional, dan nilai
Mawardi (CPO) nilai tukar tukar rupiah terhadap dolar
(2015). Indonesia. rupiah, dan AS secara bersama-sama
volume eskpor berpengaruh signifikan
cpo. terhadap volume ekspor
CPO
Indonesia. Secara parsial,
terdapat tiga variabel yang
mempunyai pengaruh
signifikan terhadap volume
ekspor
CPO Indonesia yaitu
produksi CPO domestik,
harga CPO domestik, dan
nilai tukar rupiah terhadap
dolar AS, sedangkan harga
CPO internasional
berpengaruh secara tidak
signifikan terhadap volume
ekspor CPO
Indonesia.
2. Anindya Putri Analisis faktor Harga Hasil dari uji yang telah
Paramita yang internsional dilakukan melalui metode
(2015) mempengaruhi CPO, harga OLS, yaitu variabel
volume ekspor internasional yang memberikan pengaruh
crude palm oil soybean oil, terhadap volume eskpor
(CPO) Indonesia nilai tukar CPO Indonesia adalah
priode 1984- rupiah, growth variabel Soybean Oil dan
2014 domestic variabel Nilai Tukar Rupiah
product (GDP) (Kurs). Sedangkan variabel
dunia dan harga CPO Internasional
volume ekspor dan variabel Harga GDP
CPO Indonesia. Dunia tidak memberikan
pengaruh terhadap volume
ekspor CPO Indonesia.
3. Fakhrus Faktor-Faktor Produksi Kurs Rupiah terhadap Dolar
Radifan Yang CPO AS dalam jangka pendek
(2014) Memperngaruhi Indonesia, mempunyai hubungan
Ekspor Crude nilai tukar yang positif dan tidak
Palm Oil rupiah, signifikan terhadap ekspor
Indonesia Dalam harga Crude Palm Oil Indonesia,
Perdagangan minyak sedangkan dalam
Internasional mentah jangka panjang Kurs Rupiah
terhadap Dolar
dunia.
AS
berpengaruh secara
signifikan dan positif
terhadap perubahan volume
ekspor Crude Palm
Oil Indonesia. Harga
Minyak Mentah Dunia
dalam jangka pendek dan
jangka panjang
mempunyai hubungan yang
positif dan
berpengaruh secara
signifikan terhadap volume
ekspor Crude Palm Oil
Indonesia. Secara
bersama-sama variabel
Produksi, Kurs, dan
Harga Minyak Mentah
Dunia berpengaruh
positif dan signifikan
terhadap volume ekspor
Crude Palm Oil Indonesia

dalam jangka panjang.


4. Florentina Faktor-faktor Produksi, Produksi minyak mentah
Ristri (2010) yang konsumsi, sawit mempengaruhi
mempengaruhi harga, nilai volume ekspor cpo
volume ekspor tukar rupiah, Indonesia, konsumsi
cpo Indonesia ekspor. mempengaruhi volume
tahun 1995- ekspor cpo Indonesia,
2007. harga cpo mempengaruhi
volume ekspor cpo
Indonesia, nilai tukar
mempengaruhi volume
ekspor cpo Indonesia.
5. Vega Analisis Faktor- Crude palm oil Hasil yang
Nurmalita dan Faktor Yang (CPO, nilai diperoleh dari penelitian ini
Prasetyo Ari Mempengaruhi tukar, harga adalah secara simultan
Wibowo Ekspor Minyak internasional variabel produksi minyak
(2019) Kelapa Sawit volume ekspor, kelapa sawit Indonesia,
Indonesia Ke produksi harga
India minyak sawit minyak kelapa sawit
Indonesia. internasional serta nilai
tukar rupiah dibandingkan
dollar Amerika Serikat
berpengaruh signifikan
terhadap volume ekspor
minyak kelapa sawit
Indonesia ke India.
Sedangkan secara parsial
produksi minyak kelapa
sawit Indonesia berpengaruh
positif signifikan terhadap
volume ekspor minyak
kelapa sawit Indonesia ke
India, sementara harga
minyak kelapa sawit
internasional berpengaruh
positif
tidak signifikan terhadap
volume ekspor minyak
kelapa sawit Indonesia ke
India dan nilai tukar rupiah
dibandingkan dollar
Amerika Serikat
berpengaruh negatif tidak
signifikan terhadap volume
ekspor minyak
kelapa sawit Indonesia ke
India.

C. Kerangka Pemikiran

Gambar 3.1. : Model Kerangka Pemikiran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Volume Ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia.

D. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, maka hipotesis dalam penelitian ini yaitu:

1. Diduga bahwa Produksi CPO Domestik berpengaruh positif terhadap Volume

Ekspor CPO Indonesia.

2. Diduga bahwa Harga CPO Domestik berpengaruh negatif terhadap Volume

Ekspor CPO Indonesia.


3. Diduga bahwa Harga CPO Internasional berpengaruh positif terhadap Volume

Ekspor CPO Indonesia.

4. Diduga bahwa Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar AS berpengaruh positif

terhadap Volume Ekspor CPO Indonesia.


III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Dalam

penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data sekunder

melalui berbagai buku, jurnal, serta data sekunder (time series) yang didapat dari

Badan Pusat Statistik (BPS), Oil World Annual, Bank dunia, MPOB, pusat data dan

sistem informasi pertanian dan sumber-sumber lainnya.

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Volume Ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia adalah data

produksi CPO domestik, data harga CPO domestik, data harga CPO internasional,

data nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.

B. Metode Analisis Data

Untuk menganalisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Crude Palm

Oil (CPO) Indonesia dianalisis dengan menggunakan model panel data. Panel data

menggunakan kombinasi runut waktu (time series) bulanan selama periode bulan

Januari 2016 sampai dengan bulan Desember 2020, dan kerat lintang (cross section).

Proses pengolahan data dilakukan menggunakan software SPSS 21 dan Microsoft

Excel 2007.
1. Analisis Panel Data

Metode data panel merupakan suatu metode yang digunakan untuk melakukan

analisis empirik yang tidak mungkin dilakukan jika hanya menggunakan data time

series atau cross section. Data cross section adalah data yang dikumpulkan dalam

satu waktu terhadap banyak individu, sedangkan data time series merupakan data

yang dikumpulkan dari waktu ke waktu terhadap suatu individu.

Karena mengkombinasikan data cross section dan time series maka panel data

memiliki beberapa keunggulan, antara lain (Gujarati, 2004) :

1. Mampu mengidentifikasi dan mengukur efek secara yang secara sederhana

tidak dapat diatasi dalam data cross section murni atau data time series murni.

2. Mampu mengontrol heterogenitas individu atau unit cross section.

3. Memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar peubah serta

meningkatkan derajat kebebasan sehingga data menjadi lebih efisien.

4. Data panel lebih baik digunakan untuk studi dynamics of adjusment karena

terkait dengan observasi pada cross section yang sama secara berulang.

5. Mampu menguji dan mengembangkan model perilaku yang lebih

kompleks.

Estimasi model menggunakan data panel dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu

metode kuadrat terkecil (pooled least square), metode efek tetap (fixed effect), dan

metode efek random (random effect).


1.1. Metode Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square)

Merupakan metode yang paling sederhana dalam pengolahan data panel.

Misalkan dalam persamaan berikut ini :

Dimana N adalah jumlah unit cross section (individu) dan T adalah jumlah periode

waktunya. Dengan mengansumsi komponen error dalam pengolahan kuadrat terkecil

biasa, kita dapat melakukan proses estimasi secara terpisah untuk setiap unit cross

section. Untuk periode t=1, akan diperoleh persamaan regresi cross section sebagai

berikut :

Yit = α + β Xit + єit

Dimana : Yit = variabel endogen

Xit = variabel eksogen

α = intersep

β = slope

i = individu ke-i

t = periode waktu ke-t

є = error

Dari persamaan di atas akan diperoleh parameter α dan β yang konstan dan efisien

yang melibatkan sebanyak N x T observasi, dimana N menunjukkan jumlah data

cross section dan T menunjukkan jumlah data time series. Pada metode ini asumsi

yang digunakan menjadi terbatas karena model tersebut mengasumsikan bahwa

intersep dan koefisien dari setiap variabel sama untuk setiap individu yang

diobservasi.
1.2. Metode Efek Tetap (Fixed Effect)

Kesulitan terbesar dalam pendekatan metode kuadrat terkecil adalah adanya asumsi

intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan, baik antar daerah

maupun antar waktu yang kurang sesuai dengan tujuan penggunaan data panel. Untuk

mengatasi hal ini kita dapat menggunakan pendekatan model efek tetap (fixed effect).

Model fixed effect atau Least Square Dummy Variable atau disebut juga Covarians

Model adalah model yang dapat digunakan dengan mempertimbangkan bahwa

peubah-peubah yang dihilangkan dapat mengakibatkan perubahan dalam intersep-

intersep cross section dan time series. Untuk memungkinkan perubahan- perubahan

intersep ini, dapat ditambahkan variabel dummy ke dalam model yang selanjutnya

akan diduga dengan model OLS (Ordinary Least Square) yaitu :

Yit = ∑ αiDi + β Xit + єit

Dimana : Yit = variabel endogen

Xit = variabel eksogen

αi = intersep

β = slope

D = variabel boneka (dummy)

i = individu ke-i

t = periode waktu ke-t

є = error / simpangan

Pada metode fixed effect estimasi dapat dilakukan dengan tanpa pembobot (no

weighted) atau Least Square Dummy (LSDV) dan dengan pembobot (cross section
weight) atau General Least Square (GLS). Tujuan dilakukan pembobotan ini adalah

untuk mengurangi heterogenitas antar unit cross section (Gujarati, 1995).

1.3. Metode Efek Acak (Random Effect)

Keputusan untuk memasukkan variabel dummy ke dalam model akan mengakibatkan

berkurangnya jumlah derajat kebebasan yang pada akhirnya akan mengurangi

efisiensi dari parameter yang diestimasi. Pendekatan yang digunakan untuk mengatasi

hal ini adalah model random effect. Model random effect disebut juga sebagai error

component model karena dalam model ini, parameter yang berbeda antar individu

maupun antar waktu dimasukkan ke dalam error. Persamaan umum dalam model

random effect yaitu :

Yit = α0 + β Xit + єit

єit = uit + Vit + Wit

Dimana : uit ~ N (0,δu2)= komponen cross section error

vit ~ N (0,δv2) = komponen time series error

wit ~ N (0,δw2)= komponen combinations error

Asumsi yang digunakan dalam model ini adalah error secara individual tidak saling

berkorelasi, begitu pula dengan error kombinasinya.

Penggunaan model random effect dapat menghemat derajat kebebasan dan tidak

mengurangi jumlahnya seperti pada model fixed effect. Hal ini berimplikasi kepada

parameter hasil estimasi akan menjadi efisien. Semakin efisien maka model yang

akan didapat semakin baik.


2. Pemilihan Model

Dugaan model yang digunakan berdasarkan pertimbangan statistik perlu dianalisis

agar memperoleh dugaan model yang efisien dan paling baik di antara berbagai

pilihan model. Terdapat tiga pengujian statistik yang digunakan dalam data panel

untuk menentukan model mana yang paling baik untuk dipilih.

2.1. Chow Test

Chow test atau biasa disebut dengan uji F statistics merupakan pengujian statistik

yang bertujuan untuk memilih apakah lebih baik menggunakan model Pooled Least

Square atau Fixed Effect. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesa berikut :

H0 : model pooled square

H1 : model fixed effect

Dasar penolakan terhadap hipotesis nol adalah dengan menggunakan F statistik (Uji

Chow) yang dirumuskan dalam persamaan berikut ini :

( ESS1−ESS 2 ) /(N−1)
Chow = ❑
ESS 2/( NT −N −K)

Dimana :

ESS1 = residual sum square hasil pendugaan model fixed effect

ESS2 = residual sum square hasil pendugaan model pooled least square

N = jumlah data cross section

T = jumlah data time series

K = jumlah variabel penjelas

Jika nilai chow statistics (F-stat) hasil pengujian lebih besar dari F-tabel, maka cukup
bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan

adalah fixed effect dan sebaliknya.

2.2. Hausmann Test

Hausmann Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan kita dalam

memilih apakah menggunakan model fixed effect atau menggunakan model random

effect. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut :

H0 : model random effect

H1 : model fixed effect

Sebagai dasar penolakan hipotesa nol tersebut digunakan statistik Hausmann dan

membandingkannya dengan Chi-Square. Statistik Hausmann dirumuskan dengan:

m = ( β – b ) ( M0 – M1 )-1 ( β – b χ2 ( K )

Dimana :

β = vektor statistik variabel fixed effect

b = vektor statistik variabel random effect

(M0) = matriks kovarian untuk dugaan model fixed effect

(M1) = matriks kovarian untuk dugaan model random effect

K = degrees of freedom
Jika nilai χ2 – statistik hasil pengujian lebih besar dari χ2 – tabel maka cukup bukti

untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga pendekatan yang digunakan

adalah fixed effect model dan sebaliknya.

2.3. LM Test

LM test (The Breush – Pagan LM Test) digunakan sebagai dasar pertimbangan

stastisik dalam memilih model random effect dan pooled least square. Hipotesis dari

uji ini yaitu :

H0 : model pooled effect

H1 : model random effect

Dasar penolakan H0 yaitu dengan cara membandingkan antara nilai statistik LM

dengan nilai Chi-square. Apabila nilai LM hasil perhitungan lebih besar dari χ 2 –

tabel maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H 0 sehingga model

yang akan digunakan adalah random effect dan sebaliknya.

3. Pengujian Asumsi Klasik

Suatu model dikatakan baik untuk alat prediksi apabila mempunyai sifat-sifat tidak

bias linear terbaik suatu penaksir. Disamping itu suatu model dikatakan cukup baik

dan dapat dipakai untuk memprediksi apabila sudah lolos dari serangkain uji asumsi

dasar yang melandasinya. Uji asumsi klasik dari dalam penelitian ini terdiri dari:
3.1. Uji Normalitas

Uji Normalitas adalah untuk mengetahui apakah residual terdistribusi secara normal

atau tidak, pengujian normalitas dilakukan menggunakan metode Jarque-Bera.

Residual dikatakan memiliki distribusi normal jika Jarque-Bera > Chi square, dan

atau probabilita (p-value) > α = 5%.

Uji asumsi normalitas dapat dilakukan salah satunya dengan menggunakan metode

Jarque-Berra (J-B), yang didasarkan pada sampel besar yang diasumsikan bersifat

asymptotic. Nilai statistik J-B didasarkan pada chi-squares. Jika nilai probabilitas dari

statistik J-B besar atau jika nilai statistic J-B tidak signifikan maka H 0 diterima,

karena nilai statistik J-B mendekati nol, demikian sebaliknya.

Ho : Jarque Bera stat > Chi square, p-value > 5%, residual berditribusi dengan normal

Ha : Jarque Bera stat < Chi square, p-value < 5%, residual tidak berditribusi dengan

normal.

3.2. Uji Heteroskedastisitas

Heterokedastisitas atau varians tak sama adalah kejadian dimana meskipun tingkat

variable dependen (Y) naik seiring dengan naiknya tingkat variabel independen (X),

namun varians dari variable dependen tidak tetap sama di semua tingkat variable

independen.

Uji Heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi

terjadi ketidaksamaan varians dari residual pengamatan satu kepengamatan lain.


Dalam penelitian ini uji heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan metode

White. Uji white menggunakan residual kuadratsebagai variable dependen, dan

variable independennya terdiri atas variable independen yang sudah ada, ditambah

dengan kuadrat variable independen, ditambah lagi dengan perkalian variable

independen. Kriteria pengujian yang digunakan adalah dengan membandingkan

besarnilai x2- hitung (Obs*R-squared) dengan nilai x2- table (chi square) sebagai

berikut :

a. Jika nilai x2- hitung < nilai x2- tabel, maka dapat dikatakan tidak terdapat

Masalah heteroskedestisitas.

b. Jika nilai x2- hitung>nilai x2- tabel, maka dapat dikatakan terdapat Masalah

heteroskedastisitas.

3.3. Uji Autokorelasi

Tidak adanya korelasi antara antar variabel gangguan satu observasi dengan observasi

lain dikenal dengan istilah autokorelasi yang tidak sesuai dengan uji asumsi klasik.

Konsekuensi dari masalah ini adalah dimana estimator dari metode OLS masih linear,

tidak bias tetapi tidak mempunyai varian yang minimum. Tahapan-tahapan estimasi

dari uji ini adalah sebagai berikut: (1) penentuan orde integrasi atau melakukan uji

unit root, (2) uji kointegrasi jika semua variabel tidak stasionary pada tingkat level,

(3) penyusunan model error correction jika tahapan (2) terpenuhi, dan (4) melakukan

uji diagnostik model terhadap asumsi-asumsi klasik.


Autokorelasi adalah adanya hubungan antara residual satu observasi dengan residual

observasi lainnya. Autokorelasi dapat terjadi apabila kesalahan pengganggu suatu

periode korelasi dengan kesalahan pengganggu periode sebelumnya.

Uji Autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi hubungan korelasi

kesalahan pengganggu antar periode waktu. Dalam penelitian ini digunakan metode

Breusch-Godfrey atau yang biasa dikenal juga dengan metode LM (Langrange

Multiplier). Kriteria pengujian yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Jika nilai Obs*R-squared >nilaiX²- table atau nilai Probability Obs*

Rsquared< 0.05, maka terjadi autokorelasi.

b. Jika nilai Obs*R-squared <nilaiX²-tabel atau nilai Probability Obs*

Rsquared> 0.05, maka tidak terjadi autokorelasi.

4. Analisis Regresi Linier Berganda

Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan model regresi berganda.

Analisis yang di gunakan adalah regresi berganda karena variabelnya lebih dari satu

atau dua. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui besarnya

hubungan dan pengaruh variable bebas (X₁ dan X₂ ) terhadap variable terikat

(Y). Untuk memperoleh hasil yang lebih terarah, maka penulis menggunakan bantuan

perangkat lunak software yaitu SPSS 21. Tahapan pengujian hipotesis menggunakan

regresi linier berganda di tempuh dengan langkah menentukan persamaan regresinya,

yaitu:
Y = α + β₁ X₁ + β₂ X₂ + e

Dimana :

Y = Volume Ekspor Cpo

α = Konstanta

β₁ = Koefisien X₁

β₂ = Koefisien X₂

X₁ = Variabel Nilai Tukar Rupiah

X₂ = Variabel Harga Intenasional

e = Variabel Pengganggu

Fungsi diatas menjelaskan pengertian bahwa volume ekspor CPO Indonesia di

pengaruhi oleh harga internasional, nilai tukar rupiah dan jumlah produksi. Penelitian

ini menggunakan asumsi bahwa variable lain di luar variabel penelitian tidak berubah

(ceteris paribus).

5. Uji Hipotesis

Pengujian ini memiliki kegunaan dalam penarikan kesimpulan penelitian, selain itu

uji hipotesis digunakan untuk mengetahui keakuratan data. Di dalam melakukan

pengujian hipotesis terdapat tiga (3) bentuk pengujian yang akan dilakukan yaitu uji

signifikansi parameter individual (uji t), uji signifikansi simultan (uji F), dan

koefisien determinasi (R2 ).


5.1. Uji t

Tujuan dilakukannya uji-t untuk melihat signifikansi masing-masing variabel yang

terdapat di dalam model. Besaran yang digunakan dalam uji ini yaitu statistik t.

Hipotesisnya adalah :

H 0 : β1 = 0 t = 1,2,...,n

H 1 : β1 ≠ 0

Rumus perhitungan statistiknya yaitu :

β−βt
t=
Se β

Dimana :

β = parameter dugaan
βt = parameter hipotesis
Seβ = standard error parameter β

- Jika t-stat > t-tabel, maka tolak H0 dan dapat disimpulkan bahwa variabel

yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas.

- Jika t-stat < t-tabel, maka terima H0 dan dapat disimpulkan bahwa variabel

yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya.

Model yang diduga akan semakin baik apabila semakin banyak variabel bebas yang

signifikan atau berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya.


5.2. Uji F

Tujuan dari uji-F yaitu untuk mengetahui bagaimana pengaruh peubah bebas terhadap

peubah tidak bebas secara keseluruhan. Hipotesisnya yaitu :

H0 : β1 = β2 = ... = βt = 0 (tidak ada variabel independen yang berpengaruh terhadap

variabel dependennya).

H1 : minimal ada satu βt ≠ 0 (paling tidak ada satu variabel independen yang

berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya).

- Probability F-stastistic < taraf nyata (α), maka tolak H0 dan dapat

disimpulkan bahwa minimal ada satu variabel independen yang

mempengaruhi variabel dependennya.

- Probability F-statistic > taraf nyata (α), maka terima H0 dan disimpulkan

bahwa tidak ada variabel independen yang mempengaruhi variabel

dependennya.

5.3. Uji R2 ataupun adj-R2

Tujuan dari uji ini adalah untuk melihat sejauh mana besar keseragaman yang dapat

dijelaskan oleh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Nilai R 2 atau R2 adjusted

berkisar antara 0 sampai dengan 1, semakin mendekati satu semakin baik. Rumus

perhitungannya yaitu :

R2 = [ (Yt – Y) (Yt – Y) / (Yt – Y)2 (Yt – Y)2]

Dimana : Yt = Y aktual
Yt = Y dugaan

Y = Y rata-rata

C. Model Penelitian

Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah panel data regression.

Objek yang diteliti adalah minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (HS

151110). Periode waktu yang digunakan pada analisis ini yaitu tahun 2016-2020

dengan jumlah cross section sebanyak 6 negara. Faktor-faktor yang digunakan dalam

menganalisis volume ekspor CPO Indonesia adalah Produksi Domestik, Harga CPO

Domestik, Harga CPO Internasional, dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar AS.

Bentuk model regresi pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4

Keterangan:

Y = Volume Ekspor CPO Indonesia

X1 = Produksi CPO Domestik

X2 = Harga CPO Domestik

X3 = Harga CPO Internasional

X4 = Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS

a = Konstanta

b = Koefisien regresi
D. Definisi Operasional Variabel

Sugiyono (2015), menjelaskan bahwa variabel bebas (independen) adalah variabel

yang mempengaruhi perubahan atau kemunculan variabel terikat (dependen), dan

variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi variabel bebas.

Untuk dapat menjelaskan penggunaan variabel dan mengurangi terjadinya dugaan

yang salah atas variabel yang dipilih, maka definisi masing- masing variabel dalam

penelitian ini sebagai berikut:

1. Volume Ekspor CPO Indonesia

Volume ekspor yang dipakai dalam penelitian ini adalah volume ekspor CPO

Indonesia di negara tujuan impor CPO Indonesia dalam satuan dolar Amerika

Serikat.

2. Produksi CPO Indonesia

Komalasari (2009:65) menjelaskan bahwa adanya pengaruh secara positif

antara peningkatan produksi terhadap penawaran ekspor. Saat produksi

mengalami peningkatan maka ketersediaan CPO meningkat dan penawaran

CPO di dalam maupun luar negeri meningkat, sehingga menyebabkan ekspor

CPO Indonesia juga akan mengalami kenaikan.

3. Harga CPO Domestik

Harga ekspor CPO domestik merupakan harga dari dalam negeri yang

digunakan dalam transaksi perdagangan internasional. Harga ekspor

dinyatakan dalam satuan rupiah.


4. Harga CPO Internasional

Harga CPO negara tujuan ekspor merupakan harga masing-masing negara

yang digunakan dalam transaksi perdagangan internasional. Harga ekspor

dinyatakan dalam satuan dollar Amerika.

5. Nilai Tukar Riil Indonesia Terhadap Negara Tujuan

Menurut Mankiw (2009), nilai tukar terdiri dari nilai tukar nominal dan nilai

tukar riil. Nilai tukar nominal adalah perbandingan harga relatif dari mata

uang antara dua negara. Tambunan (2001), menjelaskan bahwa untuk

mengukur tingkat daya saing ekspor suatu negara dalam perdagangan

internasional, dapat digunakan nilai tukar riil. Nilai tukar riil merupakan

perbandingan harga relatif dari barang yang terdapat di dua negara. Nilai tukar

yang digunakan pada penelitian ini adalah nilai tukar riil, merupakan hasil kali

antara nilai tukar nominal dengan rasio indeks harga di luar negeri dan di

domestik dalam satuan dolar Amerika Serikat.


DAFTAR PUSTAKA

Aprina, H. (2014). Analisis Pengaruh Harga Crude Palm Oil (CPO) Dunia terhadap

Nilai Tukar Riil Rupiah. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume

16, Nomor 4.

Carter, Finley, Fry Jackson and Willis. (2007). Palm Oil Markets and Future

Supply. Europan Journal of Lipid Science and Technology Vol 109 No 4.

Hall, S. et al. (2010). Exchange Rate Volatility and Export Performance: Do

Emerging Market Economics Resemble Industrial Countries or other

Developing Countries. Economic Modelling.

Komalasari, A. (2009). Analisis Tentang Pelaksanaan Plant Layout Dalam Usaha

Meningkatkan Efisiensi Produksi. Bandung: Universitas Widyatama.

Lipsey, R. G. (1995). Pengantar Mikroekonomi. (A.

J. Wasana, & Kirbrandoko, Penerj.) Jakarta: Binarupa Aksara.

Pracoyo, K., & Pracoyo, A. (2006). Aspek Dasar Ekonomi Mikro. Jakarta: PT.

Grasindo.

Putra, I. D. (2014). Pengaruh Produksi, Harga, Kurs dan Tarif 0% terhadap Ekspor

CPO Indonesia dalam Skema ACFTA. e-Jurnal Ekonomi Pembangunan


Universitas Udayana Vol.3, No.9.

Simamora, H. (2000). Manajemen Pemasaran Internasional. Jakarta: Salemba

Empat.

Sukirno, S. (2004). Makro Ekonomi Modern.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa.

Widayanti, S. (2009). Analisis Ekspor Indonesia.

Wacana Vol. 12 No. 1 .

Eva Nurul Huda, Arif Widodo, Determinan Dan Stabilitas Ekspor Crude Palm Oil

Indonesia, Jurnal Ekonomi Bisnis, Vol. 20 No. 1, April 2017.

Tyanma Maygitasari, Edi Yulianto, Muhammad Kholid Mawardi, Faktor- Faktor

Yang Mempengaruhi Volume Ekspor Crude Palm Oil (CPO) di Indonesia,

Jurnal Administrasi Bisnis Vol, 25 No. 2, Agustus 2015.

Anda mungkin juga menyukai