Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Indonesia merupakan negara agraris yang perkembangannya didukung oleh
sektor pertanian. Salah satu subsektor pertanian tersebut adalah perkebunan. Secara
umum perkebunan mempunyai peranan yang sangat besar dalam penyedia lapangan
pekerjaan, ekspor dan pertumbuhan ekonomi. Ditinjau dari segi peningkatan
produksinya perkembangan usaha perkebunan telah menunjukkan kemajuan yang
sangat pesat seperti komoditas sawit, karet, kakao, kopi dll (Alatas, 2015)
Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan unggulan dan utama bagi
Indonesia. Tanaman yang produk utamanya terdiri dari minyak sawit (CPO) dan
minyak inti sawit (PKO) ini memiliki nilai ekonomis tinggi dan menjadi salah satu
penyumbang devisa negara yang terbesar di Indonesia. Minyak kelapa sawit juga
menghasilkan berbagai produk turunan yang kaya manfaat sehingga dapat
dimanfaatkan di berbagai industri. Dengan demikian, kelapa sawit memiliki peranan
penting bagi perekonomian di Indonesia. Agribisnis kelapa sawit Indonesia
merupakan perahu bagus yang layak diwakili oleh seluruh pelaku yang berperan aktif
dalam mengarahkan perahu agribisnis Indonesia (Athirah, 2013)
Crude Palm Oil (CPO) merupakan salah satu andalan produk pertanian
Indonesia baik sebagai bahan baku minyak goreng maupun komoditas ekspor. Untuk
mencapai keuntungan maksimum maka perusahaan penghasil CPO perlu berproduksi
secara efisien. Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia dengan produksi
mencapai 44,76 juta ton pada tahun 2020, nilai ini mengalami penurunan sebesar
5,01% dari tahun 2019. Meskipun total produksi pada tahun 2020 mengalami
penurunan, struktur produksi menurut status pengusahaan tidak jauh berbeda dari
tahun 2019, yakni didominasi oleh produksi perkebunan swasta sebesar 26,95 juta ton
(60,22%), diikuti perkebunan rakyat dengan total produksi 15,50 juta ton (34,62%)
serta 2,31 juta ton (5,16%) diproduksi oleh perkebunan besar negara (BPS, 2020).

I-1
Tabel 1.1 Produksi Minyak Sawit (CPO) di Indonesia
Tahun Produksi (ton)
2016 31.487.986
2017 34.940.289
2018 42.883.631
2019 47.120.247
2020 44.759.147
Sumber : (BPS, 2020)
Setelah Indonesia berhasil menjadi produsen CPO terbesar di dunia pada tahun
2006, tantangan berikutnya adalah merubah Indonesia dari raja CPO dunia menjadi
raja produk hilir minyak sawit di dunia. Ketergantungan Indonesia pada pasar CPO
dunia akan membuat industri minyak sawit Indonesia mudah dipermainkan oleh pasar
CPO dunia, karena industri hilir minyak sawit dikuasai oleh negara-negara lain. Selain
itu, nilai tambah industri hilir juga tidak diminati oleh Indonesia. Dalam hal ini,
kebijakan percepatan hilirisasi minyak sawit di dalam negeri yang dilakukan
pemerintah sejak tahun 2011 merupakan kebijakan yang tepat (Redinal dan Whisnu,
2018)
Tingginya peluang pasar dan produksi CPO harus dimanfaatkan dengan baik
oleh Indonesia. Peluang tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal dengan cara
mengembangkan industri hilir dari CPO. Dengan mengembangkan industri hilir,
Indonesia dapat meningkatkan nilai tambah CPO yang nantinya akan meningkatkan
pendapatan negara dari sisi perdagangan. Indonesia memiliki keunggulan komparatif
di semua produk minyak sawit, karena Indonesia menguasai produksi minyak swait
dunia. Dalam mendukung pengembangan industri hilir di Indonesia, pemerintah dapat
menerapkan kebijakan berupa pembatasan dan stimulasi seperti pembebasan pajak
impor barang modal dan pembebanan pajak ekspor untuk pembatasan (Irawan dan
Nining, 2021).
Minyak sawit memiliki potensi yang cukup besar untuk digunakan di industri-
industri non pangan, industri farmasi dan industri olekimia (fatty acids, fatty alcohol
glyceril). Di dalam minyak sawit terdapat komposisi asam stearat 10-20% dan di
dalam minyak inti sawit kandungan asam stearatnya 3-8%. Dari komposisi asam

I-2
stearat ini dapat dibuat stearamida dengan cara sintesa antara asam stearat dan urea
yang memiliki gugus polar dan juga non polar (Lubis, 2010).
Stearamida merupakan salah satu asam lemak amida primer dengan rumus
molekul C18H37NO. Stearamida bisa dibuat dalam skala besar dan bentuknya tersedia
dalam butiran berbentuk tepung. Stearamida jika pada suhu kamar berwujud kristal
yang jernih berwarna putih. Stearamida memiliki temperatur maksimum 220 oC dan
banyak digunakan pada aplikasi seperti produksi karet (Masyithah, 2018).
Menurut data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), banyaknya
stearamida yang diimpor ke Indonesia sejak tahun 2015 hingga 2020 dapat dilihat pada
tabel 1.2.
Tabel 1.2 Data Impor Stearamida di Indonesia
Tahun Kapasitas (ton/tahun)
2016 4.659,94
2017 4.755,88
2018 4.952,43
2019 5.966,34
2020 5.769,01
2021 5.976,33
Sumber : (BPS, 2021)
Data pada Tabel 1.2 dapat diubah ke dalam bentuk grafik pada gambar 1.1,
dimana impor stearamida di Indonesia cenderung mengalami kenaikan yang
ditampilkan pada Persamaan 1.1 di bawah ini:
y = 303,87x – 608006 (1.1)
Dimana y adalah banyaknya impor stearamida di Indonesia pada tahun ke-x dalam
satuan ton/tahun. Dengan menggunakan Persamaan 1.1 dapat diketahui estimasi
kebutuhan stearamida di Indonesia pada tahun 2030

I-3
6500

Impor Stearamida di Inonesia 6000


ton/tahun
5500
y = 303,87x - 608006
5000 R² = 0,8351

4500

4000
2016 2017 2018 2019 2020 2021
Tahun

Gambar 1.1 Impor Stearamida di Indonesia pada tahun 2016-2021

Dari data grafik di atas maka ditentukan kapasitas pabrik sebesar 7.500
ton/tahun dimana dengan kapasitas tersebut diharapkan pabrik dapat memnuhi
kebutuhan stearamida di Indonesia pada tahun 2030, dimana besarnya kapasitas
tersebut ditentukan dengan adanya pertimbangan kebutuhan stearamida di Indonesia
yang terus meningkat setiap tahunnya.
Berdasarkan regresi linear:
y = 303,87x – 608006
y = 303,87 (2030) – 608006
y = 7358,8
Sehingga, berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa stearamida
berpotensi untuk diproduksi dilihat dari banyaknya bahan baku berupa asam stearat
yang sejalan dengan melimpahnya produksi minyak kelapa sawit serta didukung oleh
besarnya permintaan akan produk stearamida yang cenderung meningkat maka dibuat
rancangan pabrik yang berjudul “Pembuatan Stearamida dari Asam Stearat dan
Urea dengan Kapasitas 7.500 ton/tahun (Tugas Khusus: Rancangan Keteknikan
Detail Reaktor untuk Sintesis Stearamida)”.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Indonesia merupakan negara penghasil CPO terbesar di dunia, namun dampak
dari krisis global sangat berimbas kepada nilai jual dari CPO sendiri dimana seiring

I-4
dengan berjalannya waktu harga CPO semakin lama semakin rendah. Sehingga
menjadi salah satu usaha untuk tetap menstabilkan harga jual CPO ialah dengan
melakukan diversifikasi produk-produk kimia yang berasal dari asam stearat CPO. Hal
ini menjadi suatu dasar pemikiran didirikannya pabrik pembuatan stearamida dengan
memanfaatkan sumber daya alam berupa CPO yang sangat melimpah.

1.3 TUJUAN RANCANGAN


Tujuan rancangan pra rancangan pabrik stearamida ini adalah untuk
mengaplikasikan disiplin ilmu-ilmu teknik kimia yang meliputi neraca massa, neraca
energi, operasi teknik kimia, utilitas, perancangan alat, proses produksi, perancangan
aspek ekonomi dan disiplin ilmu teknik kimia lainnya sehingga dapat memberikan
kelayakan pendirian pra rancangan pabrik pembuatan stearamida dari asam stearat.

1.4 MANFAAT RANCANGAN


Berdasarkan tujuan yang telah diuraikan sebelumnya, maka adapun manfaat
yang diharapkan melalui pra rancangan pabrik pembuatan stearamida dari asam stearat
dan urea ini adalah memberikan gambaran kelayakan (feasibility) dari segi rancangan
dan ekonomi pabrik untuk dapat dikembangkan di Indonesia. Selain itu, diharapkan
pra rancangan pabrik ini dapat digunakan sebagai patokan pengambilan keputusan
dalam pendirian pabrik pembuatan stearamida serta dapat menciptakan banyak
lapangan pekerjaan dalam proses pembangunannya.

1.5 RUANG LINGKUP RANCANGAN


1. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan stearamida adalah asam stearat
dan urea serta bahan pemurnian berupa kloroform
2. Kapasitas produksi sebesar 7.500 ton/tahun
3. Tugas khusus pada pra-rancangan pabrik ini adalah rancangan keteknikan
detail reaktor untuk sintesis stearamida

I-5

Anda mungkin juga menyukai