Anda di halaman 1dari 18

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan manusia terhadap bahan bakar minyak semakin meningkat,

sedangkan cadangan energi minyak bumi (fosil) setiap harinya semakin

berkurang. Perkembangan sektor industri dunia salah satunya sangat bergantung

kepada pasokan minyak bumi, termasuk di Indonesia. Kebutuhan akan minyak

bumi di Indonesia semakin besar, hal ini dikarenakan penggunaan kendaraan

bermotor yang semakin meningkat setiap tahunnya. Penggunaan kendaraan yang

semakin meningkat menyebabkan menurunnya secara alamiah cadangan minyak

bumi. Potensi Indonesia untuk mengembangkan energi yang terbarukan

(renewable energy) relatif besar karena sumber daya alam Indonesia yang

melimpah. Salah satu potensi yang relatif besar adalah pengembangan bioetanol.

Bioetanol (C2H5OH) adalah etanol yang yang dibuat dari proses fermentasi

bahan baku nabati, dimana bioetanol memiliki sifat menyerupai minyak premium.

Bioetanol mempunyai kelebihan ramah lingkungan, karena pembakaran dari

bioetanol lebih sempurna dan gas buang yang dihasilkan dapat mengurangi emisi

karbon monoksida dan asap lainnya dari kendaraan. Berdasarkan data Badan

Pusat Statistik, kebutuhan impor bioetanol di Indonesia sejak tahun 2012

mengalami peningkatan rata-rata 10,75% setiap tahunnya, maka sangat

memungkinkan untuk mendirikan pabrik bioetanol di Indonesia.

Produksi bioetanol dapat dibuat dari bahan baku yang mengandung glukosa,

pati dan selulosa seperti pada tongkol jagung. Tongkol jagung termasuk biomassa

yang mengandung lignoselulosa yang dapat dimanfaatkan menjadi bioetanol


karena memiliki kandungan selulosa yang cukup banyak. Produksi jagung di

Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2018 produksi

jagung sebesar 30.055.623 ton. Jagung merupakan salah satu produk pertanian

yang banyak dihasilkan di negara Indonesia khususnya di Sulawesi Selatan

dengan jumlah produksi pada tahun 2018 sebanyak 2.341.659 ton dengan luas

lahan panen 420.984 hektar (Angka Ramalan I, BPS 2018). Hal tersebut

menyebabkan melimpahnya limbah tongkol jagung yang selama ini lebih sering

dimanfaatkan sebagai pakan ternak saja. Dari berat jagung, 30% berat tersebut

adalah limbah berupa tongkol jagung (Koswara,1991). Oleh karena itu, produksi

bioetanol perlu terus dikembangkan untuk mengurangi jumlah limbah tongkol

jagung dan dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak (BBM)

sehingga diperoleh produk yang memiliki nilai guna dan nilai ekonomi.

Faktor lain yang menjadi pertimbangan untuk mendirikan pabrik bioetanol

di Indonesia yaitu:

1. Pendirian pabrik bioetanol dapat diproyeksikan untuk memenuhi kebutuhan

dalam negeri.

2. Mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap bahan bakar minyak.

3. Mendorong berdirinya pabrik baru untuk mengurangi nilai impor yang

semakin meningkat setiap tahun.

4. Membuka kesempatan lapangan kerja baru sehingga dapat menurunkan

tingkat pengangguran di Indonesia

5. Meningkatkan pendapatan negara dari sektor industri, serta menambah

devisa negara khususnya dari pajak produksi.


Dengan mendasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tersebut maka dapat

disimpulkan bahwa sangat diperlukan pendirian pabrik bioetanol di Indonesia.

1.2 Kapasitas Perancangan Pabrik

Kapasitas pabrik bioetanol ditentukan dengan dengan pertimbangan yaitu

ketersediaan bahan baku dan kebutuhan bioetanol di Indonesia.

1.2.1 Ketersediaan Bahan Baku

Bahan baku merupakan faktor yang sangat penting untuk kelangsungan

produksi suatu pabrik dilihat dari ketersediaan maupun kontinuitasnya. Dalam

menentukan lokasi industri, kedekatan dengan sumber bahan baku sangat penting.

Kedekatan dengan sumber bahan baku akan mengurangi biaya produksi industri.

Produksi jagung di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya,

sehingga menyebabkan melimpahnya tongkol jagung yang dapat digunakan untuk

pembuatan bioetanol.

Pabrik bioetanol direncanakan akan mulai beroperasi pada tahun 2024 di


Provinsi Sulawesi Selatan.
Tabel 1.1 Produksi Jagung di Sulawesi Selatan
Tahun Produksi (Ton) Luas Panen (Ha)
2014 1.490.991 289.736
2015 1.528.414 295.115
2016 2.065.125 366.771
2017 2.341.336 411.993
2018 2.341.659 420.984
Sumber : Badan Pusat Statistik , 2018
Dari data tersebut, maka dapat digambarkan dalam grafik berikut ini:

2,500,000
f(x) = 251425.8 x − 504920907.8
R² = 0.89
2,000,000
Produksi Jagung (Ton)

1,500,000

1,000,000

500,000

0
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Tahun

Grafik 1.1 Produksi Jagung Setiap Tahun

Melalui persamaan garis lurus diatas, y = 251.426,800x - 504.920.908,800

digunakan untuk memprediksi jumlah produksi jagung pada tahun 2024. Dari data

tersebut diperkirakan jumlah produksi jagung di Sulawesi Selatan sebesar

3.964.911 Ton.

Menurut Koswara (1991), tongkol jagung adalah tempat pembentukan

lembaga dan gudang penyimpanan makanan untuk pertumbuhan biji. Dari berat

jagung, 30% berat tersebut adalah tongkol jagung.

Berdasarkan pernyataan di atas (Koswara,1991), maka diperkirakan

jumlah tongkol jagung di Sulawesi Selatan pada tahun 2024 sebesar 1.189.473

ton, dengan asumsi 50% yang dapat digunakan dari jumlah keseluruhan tongkol

jagung yang ada di Sulawesi Selatan, sehingga potensi tongkol jagung sebagai

bahan baku pembuatan bioetanol diperkirakan sebanyak 594.737 ton.


1.2.2 Kebutuhan Impor Bioetanol di Indonesia

Tabel 1.2 Data Impor dan Ekspor Bioetanol di Indonesia


Tahun Impor (Ton) Ekspor (Ton)
2014 1.261,62 488,13
2015 1.513,45 720,37
2016 2.732,43 687,25
2017 3.795,83 654,13
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2018

Sesuai data tersebut , maka dapat digambarkan dalam grafik berikut ini :

4,000
3,500 f(x) = 882.16 x − 1775669.66
R² = 0.94
3,000
Impor Bioetanol (Ton)

2,500
2,000
1,500
1,000
500
0
2014 2014 2015 2015 2016 2016 2017 2017 2018
Tahun

Grafik 1.2 Kebutuhan Impor Setiap Tahun

Dari grafik tersebut didapatkan persamaan linier y = 882,161x

-1.775.669,663 dengan x adalah tahun dan y adalah impor bioetanol (ton). Oleh

karena itu, pabrik bioetanol yang dirancang beroperasi pada tahun 2024, maka

diperkirakan impor bioetanol pada tahun tersebut sebagai berikut :

y = 882,161x - 1.775.668,853

y = 882,161(2024) - 1.775.668,853

y = 9824,201 ton/tahun ≈ 10.000 ton/tahun


Dari hasil perkiraan di atas, dengan pertimbangan ekonomi dan analisis

potensi ketersediaan bahan baku tongkol jagung di Provinsi Sulawesi Selatan, maka

ditetapkan kapasitas produksi pabrik pada tahun 2024 yaitu sebesar 10.000

ton/tahun. Dari kapasitas yang telah ditentukan, diharapkan dapat memenuhi

kebutuhan bioetanol serta dapat mengurangi jumlah impor bioetanol di indonesia.

1.3 Penentuan Lokasi Pabrik

Untuk menentukan lokasi pendirian suatu pabrik, perlu diperhatikan

beberapa pertimbangan yang menentukan keberhasilan dan kelangsungan kegiatan

industri pabrik tersebut, baik produksi maupun distribusinya. Oleh karena itu

pemilihan lokasi pabrik harus memiliki pertimbangan tentang biaya distribusi dan

biaya produksi yang minimum agar pabrik dapat terus beroperasi dengan

keuntungan yang maksimal. Pabrik pembuatan bioetanol dari tongkol jagung

direncanakan terletak di daerah Jeneponto, Sulawesi Selatan dengan pertimbangan

sebagai berikut:

1. Penyediaan bahan baku yang cukup memadai, karena bahan baku tongkol

jagung dapat diperoleh dari wilayah tersebut sehingga akan

menguntungkan dalam hal pembelian bahan baku.

2. Produk bioetanol dapat dengan mudah didistribusikan dan dipasarkan,

baik untuk konsumsi dalam negeri maupun untuk ekspor. Dalam hal ini

daerah Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah kawasan industri,

yang tentunya memiliki jalur transportasi darat yang memadai sehingga

cukup menguntungkan dalam mendistribusikan produk bioetanol.


3. Air dan listrik cukup tersedia, serta faktor-faktor yang menyangkut iklim,

karakteristik lingkungan dan faktor-faktor sosial tidak menjadi masalah

karena merupakan kawasan industri.

4. Keadaan cuaca di lokasi pabrik sangat baik untuk penyediaan bahan baku

dan tidak membahayakan perencanaan bangunan dan peralatan pabrik

serta struktur tanah cukup baik dan areal tanah untuk perluasan pabrik di

masa yang akan datang cukup luas dan memadai.

1.4 Tinjauan Pustaka

1.4.1 Tongkol Jagung

Tongkol pada jagung adalah bagian dalam organ betina tempat bulir duduk

menempel. Istilah ini juga dipakai untuk menyebut seluruh bagian jagung betina

(buah jagung). Tongkol jagung muda, disebut juga babycorn, dapat dimakan dan

dijadikan sayuran. Tongkol yang tua ringan namun kuat, dan menjadi sumber

furfural, sejenis monosakarida dengan lima atom karbon. Tongkol jagung tersusun

atas senyawa kompleks lignin, hemiselulose dan selulose . Masing-masing

merupakan senyawa-senyawa yang potensial dapat dikonversi menjadi senyawa

lain secara biologi. Selulose merupakan sumber karbon yang dapat digunakan

mikroorganisme sebagai substrat dalam proses fermentasi untuk mengahasilkan

produk yang mempunyai nilai ekonomi tinggi (Suprapto dan Rasyid, 2002).

Karakteristik kimia dan fisika dari tongkol jagung sangat cocok untuk

pembuatan tenaga alternative (bioetanol), kadar senyawa kompleks lignin dalam

tongkol jagung adalah 6,7-13,9%, untuk hemiselulose 39,8% , dan selulose 32,3-

45,6%. Selulose hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni, melainkan
selalu berikatan dengan bahan lain yaitu lignin dan hemiselulose (Fachry

dkk.,2013).

Menurut Koswara (1991), tongkol jagung adalah tempat pembentukan

lembaga dan gudang penyimpanan makanan untuk pertumbuhan biji. Jagung

mengandung 30 % tongkol jagung sedangkan sisanya adalah kulit dan biji.

Menurut Irawadi (1990 dalam Shofiyanto, 2008), limbah pertanian (termasuk

tongkol jagung), mengandung selulosa (40-60%), hemiselulosa (20-30%) dan

lignin (15-30%). Komposisi kimia tersebut membuat tongkol jagung dapat

digunakan sebagai sumber energi, bahan pakan ternak dan sebagai sumber karbon

bagi pertumbuhan mikroorganisme.

Tabel 1.3 Komposisi Tongkol Jagung


Kandungan Persentase (%)
Selulosa 41.0
Hemiselulosa 36.0
Lignin 16.0
Air 5.5
Abu 1.5
Sumber : Huda, 2007 dalam Shofiyanto, 2008

1.4.2 Bioetanol

Bioetanol adalah etanol yang berasal dari sumber hayati. Menurut

Kardono (2010), etanol (C2H5OH) adalah alkohol yang paling sering digunakan

dalam kehidupan sehari-hari. Karena sifatnya yang tidak beracun, bahan ini

banyak dipakai sebagai pelarut dalam dunia farmasi, dan industri makanan serta

minuman. Kegunaan etanol yang lain adalah sebagai bahan aditif untuk

menaikkan nilai oktan bensin, bahan campuran bensin, dan untuk jangka panjang

diharapkan dapat menggantikan bensin sebagai bahan bakar. Selain itu, bioetanol
memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan dengan bensin karena dapat

meningkatkan efisiensi pembakaran dan mengurangi gas emisi rumah kaca

(Hambali dkk., (2007) dalam Hermiati dkk., 2010)

Tabel 1.4 Sifat-sifat Fisika Etanol


Sifat Fisika Etanol Keterangan
Berat molekul (g/mol) 46.07
Titik Lebur (⁰C) -112
Titik didih (⁰C) 78.4
Densitas (g/ml) 0.7893
Viskositas pada 20 ⁰C (Cp) 1.17
Panas penguapan (kal/g) 200.6
Warna Cairan Tidak berwarna
Kelarutan Larut dalam air dam eter
Sumber: Perry,dkk.,199

Bioetanol merupakan etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa

(gula) yang dilanjutkan dengan proses destilasi. Proses destilasi dapat

menghasilkan etanol dengan kadar 95% volume, untuk digunakan sebagai bahan

bakar (biofuel) perlu lebih dimurnikan lagi hingga mencapai 99% yang lazim

disebut Fuel Grade Ethanol (FGE). Proses pemurnian dengan prinsip dehidrasi

umumnya dilakukan dengan metode Molecular Sieve, untuk memisahkan air dari

senyawa etanol (Musanif, 2012).

Etanol dikategorikan dalam dua kelompok utama, yaitu:

1. Etanol 95-96%, disebut dengan “etanol berhidrat”, yang dibagai dalam:

a. Technical/raw spirit grade, digunakan untuk bahan bakar spiritua,

minuman, desinfektan, dan pelarut.

b. Industrial grade, digunakan untuk bahan baku industri dan pelarut.


c. Potable grade, untuk minuman berkualitas tinggi.

2. Etanol > 99,5%, digunakan untuk bahan bakar. Etanol ini disebut dengan

dengan Fuel Grade Ethanol (FGE) atau anhydrous ethanol (etanol

anhidrat) atau etanol kering, yakni etanol yang bebas air atau hanya

mengandung air minimal (Prihandana, 2007).

1.4.3 Proses Pembuatan Bioetanol

Etanol secara komersial dapat diproduksi dengan dua cara yaitu dengan

hidrasi etilen dan dengan fermentasi.

1. Hidrasi etilen

Terdapat dua cara dalam pembuatan etanol dari hidrasi etilen yaitu

indirect-hydration process dan direct-hydration process.

a. Indirect-Hydration Process

Proses ini dikembangkan pertama kali oleh Union Corporation, Amerika

Serikat, pada tahun 1930 (Kirk dan Othmer, 2010). Pada proses ini terjadi

penyerepan etilen dalam asam sulfat yang menghasilkan etil sulfat kemudian

dihidrolisis sehingga menghasilkan etanol, terdapat tiga langkah dalam proses ini

yaitu :

1) Absorpsi etilen dengan asam sulfat pekat (95-98%) untuk membentuk

monoetil sulfat dan dietil sulfat dengan persamaan reaksi sebagai berikut:

C2H4 + H2SO4 C2H5HSO4 (1)

C2H4 + C2H2SO4 (C2H5)2SO4 (2)

Reaksi ini bersifat eksotermik sehingga dibutuhkan pendingin supaya

menjaga temperatur tetap rendah dan mengurangi laju terbentuknya korosi. Suhu
yang digunakan pada proses ini antara 65-85oC dan tekanan yang digunakan

sebesar 10-35 bar.

2) Hidrolisis etil sulfat menjadi etanol

(C2H5)2SO4 + H2O C2H5OH + C2H5HSO4 (3)

C2H5HSO4 + H2O C2H5OH + H2SO4 (4)

Reaksi ini biasa dilakukan dengan dua stage, dengan kondisi stage

pertama pada suhu 70oC dan stage kedua pada suhu 100oC. Pada reaksi ini

digunakan air sehingga konsentrasi asam sulfat mecapai 40-55%. Penambahan air

dilakukan untuk menekan terjadinya reaksi samping, yaitu pembentukan dietil eter

(McKetta, 1983).

3) Pemekatan asam sulfat encer

Proses ini merupakan salah satu proses yang mahal dalam pembuatan

etanol dengan indirect-hydration process. Reboiler asam diikuti dengan dua

vakum evaporator meningkatkan konsentrasi asam menjadi 90%. Konsentrasi

asam sulfat dinaikkan menjadi 96-98% dengan memekatkan asam sulfat 90%

dalam oleum 10%.

b. Direct-Hydration Process

Proses ini dikembangkan pertama kali oleh Shell Chemical Corporation,

Houston, Texas, pada tahun 1948 (McKetta, 1983). Pada proses ini terjadi dengan

mengontakkan reaktan berfase gas dengan katalis berfase padat atau cair, dengan

reaksi sebagai berikut :

C2H4 (g) + H2O (g) ↔ C2H5OH (g) (5)


Katalis yang biasa digunakan dalam proses ini adalah asam fosfat dengan

penyangga seperti tanah diatomic, bentonite, dan silica gel. Gas etilen dan air

dipanaskan sampai suhu reaksi yaitu 230-280oC pada tekanan 60-80 bar kemudian

dilewatkan pada reaktor fixed bed agar bereaksi membentuk etanol. Uap keluar

reaktor akan sedikit panas dibandingkan umpan hal itu dikarenakan reaksi bersifat

eksotermis. Hasil keluar reaktor kemudian didinginkan dan dipisahkan menjadi

arus cair dan arus uap. Arus cair diteruskan ke unit pemurnian etanol sedangkan

arus uap dicuci dengan air untuk mengambil etanol yang masih tersisa. Gas yang

telah dicuci sebagian besar terdiri dari etilen yang tidak bereaksi yang selanjutnya

dikembalikan ke reaktor (Kirk and Othmer, 2001).

Dibandingkan dengan indirect-hydration process, kelebihan dari direct-

hydration process adalah senyawa-senyawa yang digunakan cenderung tidak

korosif sehingga alat-alat yang digunakan lebih murah. Sedangkan kekurangannya

konversi pada proses ini rendah hanya berkisar 5% per pass sehingga etilen perlu

direcycle beberapa etilen sebelum dimasukkan kembali ke dalam reaktor.

2. Fermentasi

Fermentasi adalah proses perubahan bahan organik menjadi bentuk lain

dengan bantuan mikroorganisme. Bahan baku untuk proses fermentasi terdiri dari

tiga kategori yaitu gula, pati, dan selulosa. Pati yang berasal dari tepung tapioka

terlebih dahulu dihidrolisis menjadi gula dengan bantuan enzim lalu kemudian

diubah menjadi etanol, dengan reaksi sebagai berikut :

(C6H10O5)n + nH2O nC6H10O5 (6)

nC6H10O5 2nC2H5OH + nCO2 (7)


Pada proses fermentasi terjadi proses-proses sebagai berikut :

a. Hidrolisis

Proses ini dilakukan dengan tujuan untuk mengubah selulosa menjadi gula

monosakarida agar dapat dengan mudah dikonversi menjadi etanol.

Pada proses ini terjadi reaksi untuk mengkonversi selulosa menjadi glukosa yaitu :

(C6H10O5)n + H2O n C6H12O6 (8)


Selulosa air Glukosa

Proses hidrolisis dapat dilakukan dengan berbagai macam metode salah

satunya yaitu hidrolisis asam. Beberapa asam yang umum digunakan untuk

hidrolisa asam antara lain adalah asam sulfat (H 2SO4), asam perklorat, dan HCl.

Asam sulfat merupakan asam yang paling banyak diteliti dan dimanfaatkan untuk

hidrolisis asam. Hidrolisa asam dapat dikelompokkan menjadi: hidrolisa asam

pekat dan hidrolisis asam encer (Taherzadeh & Karimi, 2007). Hidrolisa asam

pekat merupakan teknik yang sudah dikembangkan cukup lama. Braconnot di

tahun 1819 pertama menemukan bahwa selulosa bisa dikonversi menjadi gula

yang dapat difermentasi dengan menggunakan asam pekat (Sherrad and Kressman

1945 in (Taherzadeh & Karimi, 2007)). Hidrolisa asam pekat menghasilkan gula

yang tinggi (90% dari hasil teoritik) dibandingkan dengan hidrolisa asam encer,

dan dengan demikian akan menghasilkan ethanol yang lebih tinggi (Hamelinck,

Hooijdonk, & Faaij, 2005)

b. Fermentasi

Tahap fermentasi merupakan kunci dari pembuatan etanol yaitu suatu

proses biokimia dimana enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme mengubah

gula menjadi etanol.


Reaksi yang terjadi pada proses fermentasi adalah reaksi penguraian

glukosa yaitu :

C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2 (9)


Glukosa Etanol Karbon dioksida

Dengan memperhatikan kondisi-kondisi fermentasi seperti : pH, suhu, dan

tanpa udara (anaerob). Etanol hasil fermentasi umumnya memiliki kadar air 8–

10% v/v, sehingga perlu didistilasi untuk menguapkan airnya sehingga diperoleh

etanol dengan kadar 95–96% v/v, yaitu kondisi di mana komponen etanol-air

mencapai titik azeotrop.

c. Distilasi

Dalam hal ini substrat hasil fermentasi masih mengandung konsentrasi

etanol rendah. Untuk meningkatkan konsentrasinya maka perlu diadakan distilasi.

Distilasi adalah suatu proses pemisahan campuran homogen yang komponen-

komponennya mempunyai perbedaan titik didih yang nyata. Distilasi merupakan

cara yang mudah dioperasikan dan juga merupakan cara pemisahan yang paling

efisien. Maksud dari tahap distilasi ini adalah untuk memisahkan etanol dari air.

Proses distilasi yang banyak digunakan adalah multi pressure distilasi yang lebih

hemat energi dibandingkan proses distilasi dengan tekanan atmosfere. (Supriyanto

2006). Efisiensi distilasi ini biasanya sekitar 90–95%. Untuk standar bahan bakar

(fuel grade) diperlukan etanol anhydrous dengan kadar 99,5% v/v, sehingga etanol

96% harus didehidrasi untuk mendapatkan tingkat kemurnian yang tinggi tersebut.

d. Proses dehidrasi

Proses dehidrasi adalah proses untuk menghilangkan kandungan air yang

terdapat pada produk hasil destilasi. Proses dehidrasi dapat dilakukan dengan tiga
cara yaitu distilasi azeotrop menggunakan solvent, molecular sieve dan

membrane. Saat ini, proses dehidrasi yang banyak digunakan untuk membuat

etanol anhydrous adalah dengan molecular sieve (Supriyanto 2005 dalam

Supriyanto 2006).

1.4.4 Fungsi dan Kegunaan Bioetanol

Bioetanol digunakan dalam berbagai bidang dan dapat diklasifikasikan

dalam empat kelompok yaitu:

1. Bahan bakar

2. Bahan pembersih, untuk rumah tangga, rumah sakit dan laboratorium

3. Bahan pelarut

4. Bahan baku industri lain

Penggunaan bioetanol yang disesuaikan dengan kualitas produknya

dibedakan menjadi:

1. Alkohol teknis (96,5%) digunakan untuk kepentingan indusrtri dan

sebagai pelarut bahan bakar.

2. Alkohol murni (96% – 96,5%) digunakan untuk kepentingan farmasi.

3. Spiritus (88%) merupakan alkohol terdenaturasi.

4. Alkohol absolute (99,5% - 99,8%) tidak mengandung air sama sekali,

digunakan untuk kepentingan farmasi dan bahan bakar kendaraan. (Syarat

dan Mutu Etanol (SNI 06-3565-1994)).

1.5 Spesifikasi Bahan Baku dan Produk

1. Bahan Baku Utama

a. Tongkol Jagung
Komposisi :

Selulosa : 41 %

Hemiselulosa : 36 %

Lignin : 16 %

Air : 5,5 %

Abu : 1,5 %

Wujud :Grain (Huda,2007 dalam Shofiyanto,2008)

b. Selulosa

Rumus Molekul : (C6H10O5) n

Berat Molekul : 162.14 g/mol

Berat Jenis (ρ) : 1.5 g/cm3

Kapasitas Panas (Cp) : 0,33 kkal/kg K

(Perry and Green 7th ed, 1999)

2. Bahan Baku Penunjang

a. Asam Sulfat

Rumus Molekul : H2SO4

Berat Molekul : 98.08 g/mol

Berat Jenis (ρ) : 1,84 g/cm3

Kapasitas Panas(Cp) : 0,9999 kkal/kg K

Titik Didih : 340oC

Titik Lebur : 10,49oC (Perry and Green 7th ed, 1999)

b. Air

Sifat Fisika :
Rumus Molekul : H2O

Berat Molekul :18,016 kg/kmol

Berat Jenis (ρ) : 999,793 kg/m³ (273,15 K)

Titik Didih : 100oC

Titik Beku : 0oC

Kapasitas Panas (C) : 1 kkal/kg K

Viskositas (µ 30 oC) : 0,84 Cp

(Perry and Greeen 7th ed, 1999)

c. Kapur Aktif

Warna : Putih

Rumus Molekul : CaO

Berat Molekul : 56,08 kg/kmol

Kapasitas Panas (Cp) : 10,03 kkal/kg K

Kelarutan : 0,153 gr/100 gr H2O

(Perry and Greeen 7th ed, 1999)

3. Produk Antara

a. Glukosa

Rumus Molekul :C6H12O6

Berat Molekul :180,16 g/mol

Berat Jenis (ρ) : 1,544 g/cm3

Titik leleh : 146°C

Kapasitas Panas (Cp) : 0,33 kkal/kg K

(Chen and Chou, 1993)


4. Produk Utama

a. Etanol

Rumus Molekul : C2H5OH

Berat Molekul : 46,07 g/mol

Berat Jenis (ρ) : 0,789 g/ml

Titik Didih : 78,4 oC

Titik Lebur : -112 oC

Viskositas pada 20 oC : 1,17 Cp

(Perry and Greeen 7th ed, 1999)

Anda mungkin juga menyukai