Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Industri kimia merupakan salah satu sektor prioritas roadmap Making Indonesia
4.0 sehingga Kemenperin secara serius terus berupaya memperkokoh struktur industri ini.
Pemerintah berupaya membangun iklim usaha industri yang baik, mutualisme dan
berkesinambungan melalui berbagai regulasi yang dibuat. Tujuannya supaya investasi
dapat terus bertumbuh dan meningkatkan kekuatan ekonomi Indonesia. Salah satu sektor
yang diprioritaskan adalah industri petrokimia. Sebab termasuk yang dipilih dalam
kesiapan menjadi pionir mengimplementasikan industri 4.0 sesuai peta jalan Making
Indonesia 4.0. Dengan didirikannya pabrik Petrokimia yang bergerak di bidang plastik, hal
ini dapat mensubstitusi impor produk plastik khususnya polyethylene dengan volume
sebanyak 400 ribu ton per tahun. Hal ini juga akan berpotensi menghemat devisa hingga
mencapai Rp8 triliun dan berpeluang menciptakan lapangan kerja baru di industri plastik
hilir sebanyak 17.500-25.000 orang. Menperin menyebutkan, kebutuhan domestik saat ini
terhadap polyethylene telah mencapai 1,6 juta ton per tahun. Sedangkan, Indonesia baru
memiliki pabrik polyethylene eksisting dengan kapasitas total sebesar 780 ribu ton per
tahun. Pemerintah terus mendorong tumbuhnya sektor industri guna memperkuat struktur
manufaktur dan meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri. Upaya strategis ini
bertujuan untuk mensubstitusi produk impor sekaligus mengisi pasar ekspor.
Industri Plastik merupakan industri yang berkembang pesat di Indonesia. Variasi
produk dari industri plastik sangat beragam seperti PVC (Polyvinyl Chloride), PP
(Polipropilen), PE (Polyethylene), PET (Polyethylene Terephthalate), PS (Polystyrene),
dan jenis-jenis plastik lainnya. PE masih terbagi lagi berdasarkan densitas serta nilai Melt
Index menjadi HDPE (High Density Polyethylene), MDPE (Medium Density
Polyethylene), LDPE (Low Density Polyethylene), LLDPE (Linear Low Density
Polyethylene) VLDPE (Very Low Density Polyethylene) dan ULDPE (Ultra Low Density
Polyethylene) (Wagner, 2010). Di antara berbagai macam jenis PE tersebut, LLDPE
memiliki sifat fisik yang unik. LLDPE bersifat tidak terlalu lentur layaknya LDPE namun
juga tidak terlalu kaku layaknya HDPE. Sifat inilah yang menyebabkan LLDPE banyak
dimanfaatkan dalam pembuatan kemasan plastik, isolasi kawat dan kabel, serta lapisan
plastik yang biasa digunakan sebagai pelindung (cover) peralatan dan laminasi. (Peacock,
2000).
Di Indonesia hanya ada dua produsen Polyethylene, yaitu PT. Chandra Asri
Petrochemical (CAP) dan PT. Lotte Chemical Titan Nusantara. Pada tahun 2019, PT.
Chandra Asri Petrochemical mengekspansi kapasitas produksi Polyethylene dari 336.000
ton per tahun menjadi 736.000 ton yang terdiri dari LLDPE 400.000 ton dan HDPE
336.000 ton per tahun. Sedangkan PT. Lotte Chemical Titan Nusantara memiliki total
kapasitas produksi sebesar 450.000 ton yang terdiri dari LLDPE 200.000 tom per tahun
dan HDPE 250.000 ton per tahun. Meningkatnya kebutuhan Polyethylene ini belum dapat
dipenuhi seluruhnya oleh produsen di dalam negeri, sehingga masih memerlukan impor
dari luar negeri. Untuk mengurangi jumlah impor yang akan terus meningkat, maka sangat
perlu membangun pabrik Polyethylene di dalam negeri.
Pendirian pabrik linier low density polyethylene (LLDPE) di Indonesia akan
memiliki dampak positif diantaranya adalah:
1. Memenuhi kebutuhan polimer di Indonesia sehingga tidak bergantung kepada impor dari
negara lain
2. Membuka lapangan kerja di era bonus demografi yang akan dihadapi oleh Indonesia
3. Dapat mendukung berkembangnya industri berbahan baku LLDPE
4. Dapat menarik para investor untuk menanamkan modalnya pada industri polimer terutama
LLDPE yang menjanjikan keuntungan ekonomis yang cukup besar (harga LLDPE lebih
mahal dibandingkan harga etilen)
Dengan berkurangnya impor, cadangan devisa negara akan kuat di tengah nilai tukar
rupiah yang masih lemah.

1.2 Kapasitas rancangan


Pabrik Linear Low density Polyethylene ini akan didirikan pada tahun 2023 dan mulai
beroperasi pada ahun 2024. Dalam memprediksi kebutuhan LLDPE di Indonesia guna
menentukan kapasitas pabrik dibuat perhitungan 6 tahun setelah pabrik didirikan, yaitu
dari tahun 2024 hingga tahun 2030. Ada beberapa pertimbangan dalam menentukan
kapasitas produksi yang menguntungkan, yaitu :
1.2.1 Proyeksi Kebutuhan Pasar
Penentuan kapasitas produksi suatu industri dapat dilakukan dengan memperhatikan
segi teknis, keuangan, ekonomis dan kapasitas minimal. Dari segi teknis, industri
polimer khususnya LLDPE direncanakan dengan memperhatikan peluang pasar, segi
ketersediaan, dan keberlangsungan bahan baku. Selain itu, untuk penentuan kapasitas
pabrik dilakukan menggunakan analisis supply dan demand dimana data supply
merupakan total dari proyeksi kebutuhan impor pada tahun operasi pabrik dan
produksi LLDPE yang telah berdiri dalam negeri, sedangkan data demand merupakan
kapasitas permintaan yang didapatkan dari total proyeksi ekspor pada tahun operasi
pabrik dan konsumsi LLDPE dalam negeri. Berikut ini merupakan data supply impor
LLDPE Di indonesia yang didapat dari Badan Pusat Statistik serta data produksi dan
Kebutuhan LLDPE selama 5 tahun terakhir.
Tabel 1.1 Data Impor, Produksi dan Kebutuhan LLDPE tahun 2017-2021
Tahun Impor Ekspor Produksi Kebutuhan
(ton/tahun) (ton/tahun) (ton/tahun) (ton/tahun)
2017 465.588 1864,197 600.000 1.063.724
2018 521.834 1901,738 600.000 1.119.932
2019 517.328 1939,279 600.000 1.115.389
2020 563.989 1976,82 600.000 1.162.012
2021 621.894 2014,361 600.000 1.219.880
Untuk menentukan Kebetuhan LLDPE pada 10 tahun kedepan hal ini dapat
diprediksi dengan menggunakan dapat diprediksi menggunakan analisa regresi
dengan persamaan y = mx + c yang didapat dari Gambar 1.1.
1250000

1200000 y = 35476x - 7E+07

1150000

1100000

1050000

1000000
2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022

Gambar 1.1 Kebutuhan LLDPE di Indonesia tahun 2017-2021


Dari gambar 1.1 diperoleh persamaan regresi yaitu y = 35476x-70000000. Maka
dapat diprediksi kebutuhan LLDPE mulai tahun 2022 hingga 2030 yang disajikan
pada tabel berikut ini
Tabel 1. 2 Prediksi Kebutuhan LLDPE di Indonesia
Tahun Kebutuhan (ton)
2022 1224556,2
2023 1280032,4
2024 1315508,6
2025 1350984,8
2026 1386461
2027 1421937,2
2028 1457413,4
2029 1492889,6
2030 1528365,8

Ekspor dari LLDPE diabaikan hal ini karena besarnya kebutuhan LLDPE
mengingat produksi dalam negeri sendiri belum bisa memenuhi sehingga agar
kebutuhan tersebut tercukupi maka dilakukan impor, dan dalam hal ini diannggap
aktivitas ekspor LLDPE dari Indonesia ke luar negeri ditiadakan. Selain itu, dilakukan
asumsi bahwa data ekspor yang ada merupakan re-ekspor yaitu kegiatan mengekspor
kembali produksi LLDPE yang tersisa dari aktivitas impor, sehingga nilai ekspor bisa
diabaikan.
1.2.2 Kapasitas Minimum Pabrik yang telah beroperasi
Selain mengetahui kebutuhan LLDPE di Indonesia, dibutuhkan pula data kapasitas
minimal dari pabrik LLDPE yang sudah beroperasi secara komersial dengan proses
yang sama untuk ikut menjadi pertimbangan dalam pemilihan kapasitas pabrik yang
akan dibangun karena dianggap bahwa dengan kapasitas tersebut pabrik telah
mampu memberikan keuntungan atau profit. Tabel 1.3. menunjukkan data pabrik
LLDPE beserta kapasitas dan prosesnya.
Tabel 1.3 Kapasitas Pabrik LLDPE di Indonesia
Nama Perusahaan Kapasitas (Ton/tahun) Proses
PT Chandra Asri Petrochemical 400.000 Unipol
PT Lotte Chemical Titan 200.000 Unipol
Nusantara

1.2.3 Penetapan Kapasitas Pabrik


Berdasarkan prediksi kebutuhan LLDPE di Indonesia pada tahun 2030 yaitu
sebesar 1528365,8 ton yang kemudian ditutupi dengan produksi LLDPE sebesar
600.000 ton/tahun, 400.000 ton/tahun dari PT Chandra Asri Petrochemical dan
200.000 ton/tahun dari PT Lotte Chemical Titan Nusantara, maka kebutuhan LLDPE
dalam negeri pada tahun 2030 menjadi sebesar 928365,8 ton. Kemudian dengan
pertimbangan proyeksi kebutuhan pasar dimana ideal nya untuk menutupi kebutuhan
dalam negeri sebesar 20%, sehingga penetapan kapasitas pabrik LLDPE ini sebesar
185673,16 ton/tahun yang kemudian dibulatkan sehingga diperoleh kapasitas
produksi sebesar 200.000 ton/tahun. Kapasitas produksi pabrik LLDPE sebesar
200.000 ton/tahun juga merupakan nilai minimal paling rendah kapasitas produksi
pabrik LLDPE dalam negeri. Penentuan kapasitas produksi ini didasarkan pada
asumsi kapasitas pabrik LLDPE yang sudah ada tidak mengalami perubahan kapasitas
produksi dan tidak berdiri pabrik LLDPE lain hingga tahun 2030
Kapasitas pabrik ditetapkan berdasarkan beberapa pertimbangan juga seperti
supply produk, kapasitas komersial pabrik, serta ketersediaan bahan baku. Oleh
karena itu, dilakukan perencanaan untuk pra rancangan pabrik Linear Low Density
Polyethylene (LLDPE) dengan proses unipol yang berkapasitas 200.000 ton/tahun
Dengan di rancangnya pabrik ini diharapkan dapat memenuhi sedikit dari
kebutuhan pasar tahun 2022 hingga 2030. Besarnya kontribusi pabrik LLDPE di
Indonesia disajikan pada Tabel berikut ini.
Tabel 1.4 Kontribusi Pabrik terhadap Kebutuhan LLDPE di Indonesia
Kebutuhan dalam negeri Kebutuhan dalam negeri Produksi Kontribusi
Tahun
keseluruhan (ton) yang belum tertutupi (ton) (ton/tahun) (%)
2022 1244556.2 644556.2 200000 31.03
2023 1280032.4 680032.4 200000 29.41
2024 1315508.6 715508.6 200000 27.95
2025 1350984.8 750984.8 200000 26.63
2026 1386461 786461 200000 25.43
2027 1421937.2 821937.2 200000 24.33
2028 1457413.4 857413.4 200000 23.33
2029 1492889.6 892889.6 200000 22.40
2030 1528365.8 928365.8 200000 21.54
1.2.4 Ketersediaan Bahan Baku
Bahan baku pembuatan LLDPE adalah etilen yang diperoleh dari PT.
ExxonMobil Chemical yang merupakan pabrik penghasil ethylene dengan kapasitas
1.900.000 ton/tahun yang berlokasi di Singapura. Untuk membuat pabrik LLDPE
dengan kapasitas 200.000 ton/tahun dibutuhkan 195.500 ton/tahun ethylene dapat
dipasok dari PT. ExxonMobil Chemical. Co-monomer yaitu 1-butene diperoleh dari
dari PT. Chandra Asri Petrochemical yang memiliki kapasitas produksi 43.000
ton/tahun. Kebutuhan 1-butene akan dipasok sebanyak 11519,54 ton/tahun. Bahan
penunjang seperti nitrogen dan hidrogen diperoleh dari PT. Air Liquid Indonesia yang
berlokasi di Cilegon, Banten. Sedangkan katalis yang digunakan adalah Titanium
Tetraklorida (TiCl4) yang diperoleh dari Grace (Asia) Co., Ltd. Seoul, Korea Selatan
serta Kokatalis Tri Ethyl Aluminum (TEAL) diperoleh dari Zhejiang Friend Chemical
Co., Ltd., China.
Bahan Baku Pabrik Lokasi Kapasitas Kebutuhan Bahan
(ton/tahun) Baku (ton/tahum)
Ethylene PT. ExxonMobil Singapore 1.900.000 213.112,88
Chemical
Butene-1 PT. Chandra Asri Cilegon, 43.000 12.995,33
Petrochemical Indonesia
Hydrogen PT. Air Liquid Cilegon, 218.176 3,89
Indonesia Banten
Nitrogen PT. Air Liquid Cilegon, 124.531 600399
Indonesia Banten

1.3 Lokasi Pabrik


Pemilihan lokasi pabrik merupakan salah satu aspek terpenting dalam perancangan
suatu pabrik dan keberlangsungan berjalannya pabrik tersebut. Hal ini dikarenakan lokasi
suatu pabrik dapat mempengaruhi segi teknis dari pabrik itu sendiri seperti
keberlangsungan proses pabrik dan juga persaingan antar industri itu sendiri. Untuk
menentukan lokasi pabrik dalam hal ini pabrik Linear Low Density Polyethylene (LLDPE),
maka perlu diperhatikan beberapa hal seperti sifat produksi Linear Low Density
Polyethelene (LLDPE) (weight gain atau weight loss), lokasi sumber bahan baku, potensi
bahaya dari bahan baku maupun produk, transportasi dan daerah pemasaran.
Ditinjau dari bahan baku, bahan baku utama dalam proses produksi ini yaitu berupa
etilen yang dapat diperoleh dari PT. Chandra Asri Petrochemical, cilegon yang memiliki
kapasitas produksi 860.000 ton/tahun. Sedangkan bahan baku kekurangannya diimpor dari
Exxon Mobile Singapura. Bahan pembantu hidrogen dan nitrogen diperoleh dari PT Air
Liquid Indonesia yang juga berlokasi di Cilegon, Banten, ko-monomer yaitu butene-1
diperoleh dari Bangkok Synthesis Co., Ltd., Bangkok, Thailand., dan katalis yang
digunakan adalah Titanium Tetraklorida (TiCl4) yang diperoleh dari World Runner Co.,
Ltd., Seoul, Korea Selatan. Kokatalis Tri Ethyl Aluminum (TEAL) diperoleh dari Zhejiang
Friend Chemical Co., Ltd., China.
Bahan baku utama produksi ini yaitu berupa etilen dinilai memiliki potensi bahaya
yang lebih besar dibandingkan produk yang berupa resin LLDPE. Berdasarkan studi
tentang HAZARD, etilen merupakan bahan kimia yang memiliki tingkat Flammable-4 dan
Reaktivitas-2. Artinya bahan tersebut pada tekanan dan suhu atmosferis dapat dengan
cepat menguap atau akan terdispersi ke udara dan terbakar. Pada rentan suhu tertentu dapat
bereaksi dengan air dan menyebabkan ledakan. Dengan potensi bahaya tersebut,
pengupayaan lokasi pabrik mendekati sumber bahan baku menjadi salah satu hal yang
penting dalam penentuan lokasi pabrik pembuatan LLDPE sehingga proses transportasi
bahan baku ke lokasi pabrik berada dapat dipastikan keamanannya. Oleh karena itu, Proses
pembuatan LLDPE dikategorikan sebagai pabrik weight loss, dimana Pabrik weight loss
sebaiknya didirikan di lokasi yang dekat dengan pelabuhan dan jalan raya dengan tujuan
untuk memperlancar pengangkutan bahan baku melalui transportasi kapal dan jalur darat.
Dengan pertimbangan faktor-faktor diatas, lokasi pabrik yang strategis yaitu berada
di Kawasan industri kota Cilegon, Banten. Selain faktor-faktor diatas, pertimbangan-
pertimbangan lain yang menjadi alasan mengapa Kawasan industri kota Cilegon, Banten
menjadi lokasi pabrik yang strategis adalah sebagai berikut :
1. Penyediaan Utilitas
Aspek utilitas seperti air dan energi listrik merupakan salah satu aspek terpenting
dalam pembuatan pabrik dan keberlangsungan pabrik tersebut. Lokasi pabrik yang
berbatasan langsung dengan pantai dan sungai dapat mempermudah pabrik dalam
mengakses air untuk keperluan pabrik. Air proses dapat diperoleh dari PT. Krakatau
Tirta Industri (PT. KTI). Sedangkan kebutuhan air pendingin dapat diperoleh dari air
laut dengan melakukan beberapa treatment tertentu. Sedangkan pemenuhan
kebutuhan energi listrik dapat diperoleh dari PLTU Suralaya, yang dimana jalur
pemasokan listrik PLTU Suralaya ini melewati kota Cilegon yang juga merupakan
lokasi pembuatan pabrik.
2. Sarana Transportasi
Dalam segi sarana transportasi, kota Cilegon merupakan daerah yang memiliki
keuntungan dalam sarana tranportasi. Hal itu dikarenakan kota Cilegon juga
merupakan kota industri sehingga jalur transportasi seperti jalan raya dan kereta api
tersedia untuk mempermudah proses pendistribusian produk melalui jalur darat.
Untuk jalur laut, kota Cilegon itu sendiri terletak di daerah Pelabuhan dan memiliki 2
dermaga yang dapat digunakan untuk menerima bahan baku impor dari luar negeri,
serta dapat juga mempermudah pengiriman produk keluar pulau ataupun ekspor
keluar negeri dapat dipermudah dengan lokasi strategis dari kota Cilegon itu sendiri.
3. Pemasaran
Lokasi pabrik LLDPE yang berdekatan dengan lokasi pemasaran dapat menghemat
biaya transportasi produk. Daerah pemasaran LLDPE terbesar di Indonesia berada di
pulau Jawa diantaranya adalah PT Indospartan Plastic di Jakarta, PT Duta Budi Tulus
Rejo di Jawa Timur dan PT Pinolex Polypropindo di Bekasi. Selain itu beberapa
pabrik di kota Cilegon juga menggunakan LLDPE sebagai bahan baku dalam proses
Industri lain. Maka dari itu kota Cilegon merupakan kota yang strategis dalam
pendirian lokasi pabrik pembuatan LLDPE.
4. Tenaga kerja
Pertimbangan-pertimbangan pada aspek tenaga kerja meliputi jumlah, kualitas, besar
upah minimum, keahlian dan produktifitas tenaga kerja. Tenaga kerja terlatih dan
berpendidikan di Banten meningkat seiring berkembangnya sekolah-sekolah
kejuruan, akademi dan perguruan tinggi. Pemanfaatan tenaga kerja di sekitar pabrik
juga dapat menurunkan angka pengangguran di sekitar daerah pabrik tersebut

1.4 Tinjauan Proses


1.4.1. Linear Low Density Polyethylene
Linear Low Density Polyethylene atau LLDPE adalah salah satu jenis
polyethylene yang memiliki densitas pada rentang 0,90 – 0,94 gr/cm3.
Polyethylene itu sendiri berasal dari monomer penyusunnya yaitu etana
(ethylene). Polyethylene dibuat dengan polimerisasi gas etilen sebelum
mencampur resin dengan bubuk dengan berbagai aditif untuk meningkatkan
kinerja produk akhir. Pada tahun 1898, seorang ahli kimia yang berasal dari
jerman bernama Hans Von Pechmann secara tidak sengaja mensitesis
polyethylene dari pemanasan diazomethane. Pada tahun 1936 secara industri
polyethylene pertama kali disintesis oleh E. W. Fawcett di Laboratorium
Imperial Chemical Industries, LTD (ICI), Inggris dalam percobaan tak terduga
meneliti ethylene sampai tekanan 1.446,52 kg/cm3 dan temperature 170℃.
1.4.2. Macam macam Proses Pembuatan LLDPE
Berikut ini adalah macam macam proses polimerisasi yang dapat mengubah
ethyelene menjadi Linear Low Density Polyethylene :
a. High Pressure Process
High pressure process merupakan salah satu proses produksi
polyethelene yang menggunakan tekanan operasi yang tinggi. Proses ini
dapat menggunakan 2 jenis reaktor yaitu autoclave reactor dan tubular
reactor (jacketed tube). Perbedaan antara 2 reaktor tersebut yaitu,
autoclave reactor berfungsi sebagai continuous stirred-tank reactor yang
bekerja sebagai adiabatik. Reaksi polimerisasi menghasilkan panas yang
kemudian panas tersebut akan dibuang oleh fresh ethylene yang masuk ke
reaktor. Waktu tinggal reaktan sekitar 30-60 detik, dengan tekanan operasi
yang digunakan ialah 150-200 MPa. Sedangkan pada tubular reactor,
tekanan operasi yang digunakan sekitar 200-350 MPa. Tubular reactor
terdiri dari beberapa ratus meter jacketed high-pressure tubing yang
tersusun seri.
b. Slurry Process

Gambar 1. Skema Slurry Process pada Produksi LLDPE


Pada slurry process, polyethylene disuspensikan dalam diluen
hidrokarbon untuk mempermudah proses. Terdapat 2 macam proses pada
slurry process, yaitu autoclave process dan loop reactor process. Pada
autoclave process, reaksi pembentukan polyethylene dalam reaktor
menggunakan tekanan reaksi antara 0,5 dan 1 MPa dengan temperatur 80-
90℃. Diluents harus inert terhadap sistem katalis dan biasanya
hidrokarbon jenuh seperti propane, isobutene dan hexane. Pada slurry
process katalis yang biasa digunakan adalah Cr pada silica atau katalis
Ziegler Natta. Polimerisasi dengan katalis Cr (Philips) biasanya banyak
digunakan pada slurry process.
Kemudian proses selanjutnya adalah loop reactor process. Loop
reactor process biasanya berjalan pada suhu 100℃ dengan tekanan sekitar
3-4 MPa. Hal ini sesuai dengan kebutuhan katalisnya yang berbasis Cr dan
produktivitas yang dinginkan. Pada loop reactor process, diluent yang
digunakan adalah isobutena.
c. Gas phase process
Gas phase process merupakan proses pembuatan polyethelene
yang menggunakan fase gas yang biasa dikenal dengan proses UNIPOL
atau Union Carbide Coorperation. Pada gas phase process, reaktor yang
digunakan adalah fluidized bed reactor. Kondisi reaksi yang digunakan
pada fluidized bed reactor yaitu berada pada suhu sekitar 80-100℃,
menyesuaikan dengan densitas produk yang diinginkan. Sedangkan pada
tekanan proses yang digunakan yaitu sekitar 0,7 hingga 2 MPa. Fluidized
bed reactor banyak digunakan sebagai dual-purpose plants, yaitu dengan
tujuan dapat memproduksi baik LLDPE ataupun HDPE tergantung
permintaan pasar.

1.4.3. Pemilihan Proses


Berikut ini adalah perbandingan proses beserta parameter yang
digunakan pada proses produksi Linear low density polyethylene
Tabel 1. Perbandingan Proses Pembuatan Linear Low Density Polyethylene
(LLDPE)
Jenis Proses
Parameter yang Gas Phase
High-Pressure
ditinjau Slurry Process Process
Process
(UNIPOL)
Tipe reaktor Tubular, Loop, CSTR Fluidized Bed
autoclave
Tekanan (MPa) 150-350 3-5 0,7-2
Temperatur (℃) 140-300 80-100 80-100
Konversi reaksi 97% - 99%
Densitas, 𝑔/𝑐𝑚3 0,910-0,930 0,930-0,970 0,910-0,970
Pada Prarancangan pembuatan pabrik Linear low density polyethylene
(LLDPE) ini, alasan dalam pemilihan gas phase process atau UNIPOL sebagai
proses yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Proses operasi yang mudah, sederhana dan biaya operasi yang rendah
dengan unggun terfludisasi (fluidized bed reactor) sehingga proses lebih
stabil dan fleksibel
2. Kemungkinan terjadinya aglomerasi lebih kecil karena menggunakan fase
gas dan tidak ada adanya solvent
3. Kondisi operasi yang berlangsung pada suhu dan tekanan yang rendah
sehingga proses operasi relatif aman (80-100℃ dan 0,7-2 MPa)
4. Menghasilkan produk dengan kemurnian yang tinggi, seragam dan spesifik
5. Konversi reaksi yang diperoleh mencapai 99% sehingga apabila dinilai
secara ekonomis, proses ini layak dijalankan dalam skala pabrik

Anda mungkin juga menyukai