Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Pendirian Pabrik

Sektor industri di Indonesia telah memberikan kontribusi besar bagi


perekonomian dibandingkan sektor lain sehingga telah dianggap sebagai tulang
punggung ekonomi nasional, khususnya industri kimia. Indonesia sebagai
“land of hope” memiliki peluang pengembangan industri kimia nasional yang
masih terbuka lebar di masa mendatang, hal tersebut dapat dilihat dengan
kebutuhan impor dan ekspor bahan kimia yang cenderung meningkat, yaitu
pada tahun 2015 kebutuhan impor dan ekspor sebesar 147.093.349.240 kg dan
509.661.764.625,79 kg sampai dengan tahun 2018 kebutuhan impor dan ekspor
sebesar 171.719.425.487 kg dan 608.907.519.215,88 kg sehingga
mengindikasikan aktivitas industri kimia di Indonesia bergerak secara
progresif (BPS, 2019). Dengan ketersediaan sumber daya alam yang
melimpah, Indonesia memiliki peluang untuk menempatkan diri pada garis
depan pengembangan industri kimia. Salah satu bahan kimia yang cukup
penting adalah asam asetat.

Asam asetat adalah suatu senyawa organik, salah satu asam karboksilat
paling sederhana (setelah asam format) yang memiliki rumus molekul
CH3COOH, merupakan bahan kimia yang penting yang memiliki pasar cukup
luas. Asam asetat adalah cairan bening, tidak berwarna, korosif dan memiliki
bau menyengat. Asam ini memiliki peran penting sebagai pereaksi kimia
(reagent) dan bahan kimia industri yang berguna untuk produksi berbagai serat
sintetis dan bahan polimer lainnya. Salah satu penggunaan terbesarnya adalah
dalam pembuatan vinil asetat dan asetat anhidrida. Vinyl asetate digunakan
dalam produksi resin emulsi lateks untuk aplikasi dalam cat, perekat, pelapis
kertas, dan perawatan tekstil. Asetat anhidrida digunakan dalam pembuatan
serat tekstil selulosa asetat, penarik saringan rokok, dan plastik selulosa
(Ullmann, 2011).

Saat ini pasar dunia untuk asam asetat diperkirakan akan berkembang
lebih dari 4,30% selama periode perkiraan 2019-2024. Harga asam asetat juga

1
didukung oleh harga hilir yang cukup tinggi seperti vinil asetat, butil asetat dan
etil asetat pada masa depan sehingga menyebabkan meningkatnya permintaan
asam asetat disebabkan turunan produk tersebut dalam industri hilir (ASIA
Petrochemical Outlook, 2018). Adapun perusahaan internasional yang
memiliki peran besar terhadap perkembangan produksi asam asetat adalah BP
PLC, Celanese Corporation, Eastman Chemical Company, PetroChina
Company Limited, Daicel Corporation, dan lain-lain. Sedangkan di Indonesia
saat ini, tidak adanya pabrik yang memproduksi asam asetat menyebabkan
Indonesia memiliki ketergantungan terhadap impor produk tersebut yang
tinggi. Pendirian pabrik asam asetat di Indonesia dipandang masih sangat
strategis dengan alasan sebagai berikut:

a. Pendirian pabrik asam asetat dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri,


sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap impor.
b. Dapat memacu perkembangan industri bahan baku asam asetat dan
membantu pabrik-pabrik di Indonesia yang memakai bahan baku asam
asetat.
c. Membuka lapangan kerja baru, sehingga menurunkan tingkat
pengangguran.

1.2. Kapasitas Rancangan

Salah satu faktor penting dalam pendirian pabrik adalah kapasitas


pabrik. Pendirian pabrik dengan kapasitas tertentu bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri, membantu industri lain dalam negeri yang
menggunakan asam asetat sebagai bahan baku. Berikut faktor-faktor yang
harus di perhatikan dalam penentuan kapasitas perancangan:
1. Proyeksi kebutuhan pasar
2. Ketersediaan bahan baku
3. Kapasitas minimum pabrik sejenis

1.2.1. Proyeksi Kebutuhan Pasar

Pabrik asam asetat akan didirikan pada 2021 dan mulai beroperasi
pada 2024, didasarkan pada tingkat kebutuhan produk di Indonesia. Diketahui
sampai dengan saat ini, untuk memenuhi kebetuhan asam asetat masih

2
mengandalkan komoditas impor dari beberapa negara secara keseluruhan.
Dalam memprediksi kebutuhan pasar guna menentukan kapasitas pabrik,
dibuat perhitungan 20 tahun setelah pabrik mulai beroperasi. Berdasarkan
data dari Badan Pusat Statistika dapat dilihat bahwa kebutuhan asam asetat
setiap tahunnya bersifat fluktuatif dan mengalami peningkatan kembali dalam
3-4 tahun terakhir sebagaimana dapat dilihat pada tabel 1.1.

Tabel 1.1 Kebutuhan Asam Asetat di Indonesia


Tahun Kebutuhan (ton)
2009 91.585,071
2010 104.391,139
2011 101.787,239
2012 104.975,19
2013 106.611,626
2014 111.864,124
2015 83.260,998
2016 59.446,745
2017 69.372,268
2018 70.963,87
(Badan Pusat Statistika, 2019)

Berdasarkan Tabel 1.1 Kebutuhan Asam Asetat pada tahun 2013


hingga 2016 mengalami penurunan, hal ini diperkirakan disebabkan karena
faktor internal dan eksternal. Peningkatan dan penurunan perekonomian
Indonesia sangat mempengaruhi peningkatan dan penurunan komoditas
impor, diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada rentang tahun
tersebut mengalami penurunan sebagai dampak lesunya perekonomian global
saat itu (kompas.com). Namun, pada tahun 2016 hingga 2018 mengalami
peningkatan yang cenderung stabil pada tiga tahun terakhir ini dan
diperkirakan akan mengalami peningkatan dalam 20 tahun berikutnya setelah
pabrik direncanakan mulai beroperasi pada tahun 2024 yang disebabkan
kondisi pasar dengan kebutuhan asam asetat yang akan terus meningkat.
Diketahui kebutuhan asam asetat sebagai bahan baku oleh beberapa pabrik
yang ada di Indonesia, khususnya di daerah Jawa Barat.

3
Sehingga dapat disimpulkan kebutuhan asam asetat di Indonesia
setiap tahunnya akan kembali mengalami peningkatan selama pabrik yang
membutuhkan asam asetat terus beroperasi. Kebutuhan asam asetat mulai
tahun 2024 dapat diprediksi menggunakan analisa regresi dengan persamaan
polinomial orde 2 (y = ax2 + bx + c) yang dapat menyatakan keadaan sesuai
dengan tren yang ada pada rentang tahun 2013-2018, dari persamaan tersebut
didapat grafik kebutuhan asam asetat sesuai Gambar 1.1 dibawah ini :

Kebutuhan Asam Asetat Indonesia (ton/tahun)


140000

120000

100000

80000
Ton

60000

40000

20000

0
2013 2014 2015 2016 2017 2018
Tahun

Gambar 1.1. Kebutuhan AsamAsetat di Indonesia dari Tahun 2014-2018


Persamaan regresi yang diperoleh adalah y = 2425,2x2 - 26391x +
139174 dan R2=0,7787, adapun 2013 dinotasikan dengan x=1 ; 2014
dinotasikan dengan x=2, dan seterusnya. maka dapat diprediksi jumlah
kebutuhan asam asetat mulai 2024 hingga 2044 di Indonesia.

Berdasarkan prediksi kebutuhan asam asetat yang disajikan pada hasil


persamaan, diketahui bahwa jumlah kebutuhan asam asetat dalam negeri dari
tahun 2024 hingga 2044 terus meningkat sebesar 171.710,8 ton pada tahun
2024 (x = 12) dan 1.778.066,8 ton pada tahun 2044 (x = 32). Sehingga,
berdasarkan prediksi data kebutuhan impor 20 tahun mendatang dan
kebutuhan pasar yang semakin meningkat, maka pabrik akan didirikan
dengan rencana memenuhi 15% dari kebutuhan dalam negeri pada 20 tahun
setelah pendirian pabrik, yaitu dengan kapasitas 250.000 ton per tahun.

4
Dengan kapasitas ini dianggap dapat mengurangi sebagian kekurangan
konsumsi domestik sehingga dapat mengurangi angka impor asam asetat.

1.2.2. Ketersediaan Bahan Baku


Selain mempertimbangkan mengenai proyeksi kebutuhan dan
kapasitas komersial dilakukan juga analisis mengenai ketersediaan bahan
baku asam asetat. Bahan baku pembuatan asam asetat adalah methanol dan
karbon monoksida dengan katalis rhodium kompleks. Kebutuhan methanol
dan karbon monoksida untuk memproduksi asam asetat sebanyak 250.000
ton/tahun dapat ditentukan melalui perhitungan stoikiometri. Berikut adalah
perhitungan kebutuhan bahan baku menurut stoikiometri:
Rhodium kompleks
CH3OH + CO CH3COOH

250.000.000 kg/tahun
Mol Asam Asetat = kg = 4.166.666,7 kmol⁄tahun
60 ⁄kmol

Mol Methanol = 1 × mol Asam Asetat = 4.166.666,7 kmol⁄tahun

Mol CO = 1 × mol Asam Asetat = 4.166.666,7 kmol⁄tahun


kg⁄
Kebutuhan Methanol = 4.166.666,7 kmol⁄tahun × 32 kmol
= 133.333,4 ton⁄tahun
kg⁄
Kebutuhan CO = 4.166.666,7 kmol⁄tahun × 28 kmol
= 116.666,7 ton⁄tahun

Dari perhitungan stoikiometri di atas, kebutuhan metanol sebesar 133.333,4


ton/tahun dan karbon monoksida 116.666,7 ton/tahun untuk menghasilkan
250.000 ton asam asetat sealama tahun. Bahan baku methanol diperoleh dari
PT. Kaltim Methanol Industri dengan kapasitas produksi 660.000 ton/tahun
serta gas karbon monoksida yang akan diperoleh melalui CO Unit Production
yang akan diproduksi sendiri secara terintegrasi.

1.2.3 Kapasitas Minimum Pabrik Sejenis

Kapasitas komersial pabrik asam asetat dapat dilihat dari studi


literatur pada sebuah referensi dan kapasitas rata-rata pabrik asam asetat

5
dengan proses kabonilasi metanol di dunia. Sengupta dan Pike (2013)
menyatakan bahwa kapasitas pabrik asam asetat dapat didirikan dalam
rentang sebesar 30.000 hingga 840.000 ton/tahun, adapun daftar pabrik asam
asetat di dunia yang menggunakan proses kabonilasi metanol dapat dilihat
pada Tabel 1.3. Berdasarkan analisa Sengupta dan Pike (2013) disebutkan
bahwa Kapasitas terkecil pabrik asam asetat di dunia diketahui sebesar
135.000 ton/tahun, yaitu PT. Celanese yang berada di Texas dan kapasitas
terbesar pabrik asam asetat di dunia diketahui sebesar 600.000 ton/tahun,
yaitu Celenase dan Jiangsu SOPO yang berlokasi di China.
Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa 135.000 ton/tahun
merupakan kapasitas minimal komersial pabrik. Sehingga penentuan
kapasitas pabrik asam asetat sebesar 250.000 ton/tahun dalam pra rancangan
pabrik ini dinyatakan sesuai atau layak dikomersialisasikan.
Berdasarkan ketiga pertimbangan diatas, maka kapasitas rancangan
pabrik asam asetat yang akan dibuat adalah 250.000 ton/tahun. Dengan
kapasitas tersebut diharapkan :
• Dapat mengurangi jumlah impor asam asetat di Indonesia
• Dapat memenuhi kebutuhan asam asetat di Indonesia

Tabel 1.2. Perusahaan Produsen Asam Asetat Proses Karbonilasi Metanol di


dunia
No. Pabrik Lokasi Kapasitas Sumber
Texas City,
1 Celanese ~135.000 ton/tahun ullmann
Texas
2 BP Sinopec Nanjing, China ~500.000 ton/tahun cen.acs.org
3 Celanese Nanjing, China ~600.000 ton/tahun cen.acs.org
BP PETRONAS Acetyls Kertih, bppa.com /
4 ~535.000 ton/tahun
(BPPA) Trengganu icis.com
5 Hengli Petrochemical Dalian, China ~500.000 ton/tahun
Lotte BP Chemicals Co.,
6 Ulsan, S. Korea ~570.000 ton/tahun entro-co.com
Ltd.
Jiangsu SOPO Co. Zhenjiang, sopo.com /
7 ~400.000 ton/tahun
(Group) Ltd. - Plant 1 China icis.com
Jiangsu SOPO Co. Zhenjiang, sopo.com /
~600.000 ton/tahun
8 (Group) Ltd. - Plant 2 China icis.com

6
1.3. Pemilihan Lokasi Pabrik

Dalam perancangan suatu pabrik, pemilihan lokasi pabrik merupakan


hal yang penting untuk diketahui. Lokasi pabrik dapat memiliki efek penting
pada profitabilitas proyek dan ruang lingkup untuk ekspansi di masa depan.
Banyak faktor yang harus dipertimbangkan ketika memilih situs yang sesuai,
setidaknya ada 3 faktor utama yang sangat mempengaruhi pemilihan lokasi
pabrik, yaitu lokasi bahan baku, lokasi pemasaran dan transportasi (Baasel,
1989). Penentuan lokasi tersebut merupakan masalah pokok supaya pabrik
tersebut dapat berjalan secara tepat, ekonomis dan menguntungkan.
Salah satu faktor yang harus diketahui sebelum menentukan lokasi
pabrik yang akan didirikan adalah lokasi bahan baku. Bahan baku yang
digunakan untuk pembuatan asam asetat adalah metanol dan karbon
monoksida. Bahan baku methanol akan diperoleh dari PT. Kaltim Metanol
Industri di Bontang dengan kapasitas 660.000 ton/tahun dan bahan baku karbon
monoksida akan diperoleh melalui CO Unit Production yang akan diproduksi
sendiri secara terintegrasi, dimana lokasi pendirian unit tersebut berada
berdekatan dengan pendirian pabrik pembuatan asam asetat. Lokasi ini dipilih
berdasarkan tersedianya gas alam yang diperoleh dari ORF (Onshore
Receiving Facility) milik Eni Muara Bakau yang teletak di Kelurahan Handil
Baru, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimatan Timur.
Dengan ketersediaan gas alam tersebut, maka akan digunakan untuk
memproduksi karbon monoksida pada pabrik asam asetat ini.
Pemilihan alternatif lokasi pabrik juga berdasarkan penentuan daerah
pemasaran, diketahui produk asam asetat merupakan bahan baku utama dalam
pembuatan produk vinil asetat, butil asetat, ester, PTA dan produk lainnya,
sebagaimana dapat dilihat dari data konsumen asam asetat di Indonesia pada
Tabel 1.3. Lokasi pemasaran harus dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi
pabrik karena berhubungan dengan pendistribusian produk. Produk asam asetat
yang dihasilkan direncanakan akan dipasarkan di pulau Jawa terutama Jawa
Barat dan sekitarnya. Hal ini disebabkan di daerah Jawa Barat tumbuh industri
– industri kimia yang menggunakan asam asetat sebagai bahan bukunya.

7
Tabel 1.3 Daftar Pabrik yang Membutuhkan Asam Asetat
No Nama Industri Jenis Industri Lokasi
1. PT. Showa Esterindo Etil Asetat Cilegon, Banten
Ester Asetat, Selulosa
2. PT.Continental Solvindo Cilegon, Banten
Asetat, Butil Asetat
3. PT. 3M Indonesia Adhesives/Perekat Bekasi, Jawa Barat
4. PT. Amoco Mitsui Indonesia Purified Terephtalic Acid Merak, Banten
5. PT. Mitsubitshi Chemical Purified Terephtalic Acid Cilegon, Banten
(Kemenperin.go.id)
Berdasarkan pada pertimbangan teori lokasi, pendirian pabrik
berdekatan dengan pasar apabila pabrik yang didirikan menghasilkan
produk yang lebih berat dari bahan baku pada satuan berat (weight gain).
Diketahui bahwa produk asam asetat yang dihasilkan lebih berat
dibandingkan bahan bakunya yang berupa metanol, sehingga akan lebih
menguntungkan jika lokasi pabrik dekat dengan pasar. Selain hal tersebut,
pemilihan lokasi pabrik juga harus memperhatikan sifat bahan baku utama
yang diperlukan untuk menghasilkan asam asetat yaitu methanol dan gas
karbon monoksida. Gas karbon monoksida merupakan gas yang reaktif,
sangat mudah terbakar, dan beracun, selain itu juga tidak berwarna, tidak
berasa dan tidak berbau. Adapun metanol memiliki sifat mudah terbakar dan
beracun yang segi potensi bahayanya lebih kecil dibandingkan dengan gas
karbon monoksida sedangkan produk asam asetat memiliki potensi tidak
berbahaya, secara umum dapat dilihat dari tabel 1.4. Berdasarkan dari
adanya sifat bahan baku tersebut, maka diperlukan pendirian pabrik yang
dekat dengan sumber bahan baku.

Tabel 1.4 Resiko bahaya yang ditimbulkan pada bahan baku dan
produk pembuatan asam asetat
Mudah
No. Komponen kimia Fase Beracun
terbakar
1 Karbon Monoksida Gas Tinggi Tinggi
2 Methanol Cair Tinggi Sedang
3 Asam Asetat Cair Sedang Sedang
4 Metil Asetat Cair Sedang Sedang
5 Hidrogen Gas Tinggi Rendah

8
Dari analisis teori diatas, diketahui letak bahan baku terdapat di
wilayah Kalimantan Timur, sedangkan target pasar yang akan dituju berada
di wilayah Cilegon. Sehingga ditentukan dua lokasi alternatif yang dapat
dipertimbangkan lebih lanjut karena memiliki potensi masing-masing yang
sama kuat, yaitu Krakatau Industrial Estate Cilegon yang dekat dengan
pasar dan Kaltim Industrial Estate yang dekat dengan bahan baku. Sebelum
dilakukan uji lokasi, terlebih dahulu harus diketahui faktor – faktor
pendukung yang mempengaruhi penentuan lokasi pabrik, antara lain :
a. Sarana Transportasi
Pengangkutan bahan baku serta produk merupakan pertimbangan
utama dalam pemilihan lokasi. Penentuan lokasi suatu pabrik setidaknya
mempertimbangkan dua bentuk transportasi utama, yaitu jalur air
(pelabuhan laut) dan jalur darat (Coulson dkk., 2002). Sarana transportasi
tersebut dibutuhkan demi kelancaran bisnis suatu pabrik terutama dalam
melayani mobilitas manusia dan pendistribusian bahan baku maupun
produk.
Kota Cilegon, Jawa Barat memiliki sejumlah kawasan industri dan
salah satunya adalah PT. Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC),
sehingga hal tersebut mendorong perkembangan sarana transportasi darat,
laut maupun udara. Hal ini diketahui dengan adanya fasilitas transportasi di
Cilegon seperti terhubung dengan jalan tol Jakarta - Merak, Pelabuhan
Merak yang berjarak 13 km dari pusat kota serta adanya Helipad. Adapun
Bontang, Kalimantan Timur juga memiliki sejumlah kawasan industry
besar, seperti PT. Pupuk Kaltim, PT. Badak NGL, dan PT. Kaltim Industrial
Estate (KIE) yang mendorong perkembangan sarana transportasi darat, laut
dan udara, dimana fasilitas transportasi yang ada di Bontang diantaranya,
highway yang menghubungkan kota Balikpapan-Samarinda-Bontang-
Sangatta ; tersedianya Bandara Udara Bontang dan Bandara Perintis ; dan
lokasi pelabuhan dengan pusat kota Bontang yang berjarak hanya 5,4 km.
b. Utilitas

9
Utilitas adalah unit pendukung proses di dalam suatu pabrik yang
mempengaruhi berjalannya proses produksi. Faktor utama dalam
merancang unit utilitas adalah kemampuannya untuk mensupply proses
produksi dalam jumlah yang cukup, kualitas yang baik, memenuhi syarat
dan reabilitas yang tinggi serta murah. Utilitas air dimanfaatkan sebagai
fluida pendingin, proses produksi, steam pemanas, dan kebutuhan lainnya.
Sumber air dapat diperoleh dari air laut, air danau maupun sungai.
Ketersediaan bahan bakar dan energi untuk operasional pabrik, digunakan
sebagai pembangkit steam dan penyedia sumber listrik. Maka sebaiknya
dipilih lokasi yang dekat dengan sumber air dan bahan bakar, sehingga
biaya produksi lebih ekonomis. Untuk memenuhi keperluan utilitas, di
Bontang, utilitas dipasok dari sumber terdekat, yaitu PT KIE dan PT KDM.
Adapun Kota Cilegon berbatasan langsung dengan Selat Sunda, namun
kebutuhan bahan bakar batu bara masih tergantung dari Kalimantan,
sehingga diperlukan juga sarana transportasi. Oleh karena itu, pabrik akan
lebih menguntungkan jika didirikan di Kota Bontang dibandingkan di Kota
Cilegon.
c. Sumber Daya Manusia
Hal yang perlu dipertimbangan pada pemilihan lokasi pabrik yaitu
berada dekat pada lingkungan yang memiliki fasilitas pendidikan yang baik.
Sarana pendidikan dapat mendorong pembangunan tenaga kerja industri
yang bertujuan untuk menyiapkan tenaga kerja industri berkompeten yang
siap kerja serta sesuai dengan kebutuhan perusahaan ; meningkatkan
produktivitas tenaga kerja industry ; meningkatkan penyerapan tenaga kerja
di sektor industri ; serta memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi
tenaga kerja industri (Kemetrian Perindustrian, 2015). Baik di Kota Cilegon
maupun Bontang, keduanya memiliki sarana pendidikan yang memadai,
mulai dari pra sekolah hingga perguruan tinggi, terlebih di kota Bontang
terdapat dua sekolah besar yang ternama, yaitu VIDATRA binaan Badak
NGL dan YPK binaan pupuk Kalimantan Timur.
d. Kondisi geografis

10
Dalam usaha untuk menjamin kelancaran operasional pabrik, maka
pemilihan lokasi hendaknya memperhatikan faktor geografisnya. Letak
geografis dapat mempengaruhi kemungkinan bencana alam seperti gempa
bumi, letusan gunung berapi, cuaca ekstrim dll. Adapun tanah yang cocok
dan memadai harus tersedia dan idealnya memiliki permukaan datar,
sehingga dapat dilakukan pertimbangan dalam menentukan kebutuhan tiang
pancang atau pondasi khusus lainnya.
Letak geografis pulau Kalimantan secara umum jauh dari pertemuan
lempeng Eaurasia dan Indo-Australia yang menyebabkan potensi gempa
dan letusan gunung berapi cukup kecil, hal tersebut disebabkan topografi
lahan yang dimiliki daerah Bontang, Kalimantan Timur yang realtif datar.
Adapun iklim yang tropis dengan intensitas hujan rendah akan mendukung
kegiatan operasional pabrik. Selain itu, pesisir kota Bontang dikelilingi
banyak pulau kecil yang dapat mengurangi ombak dan potensi terjadinya
tsunami. Sedangkan Cilegon, wilayahnya memiliki kondisi tanah yang
relatif landai di daerah tengah dan pesisir barat hingga timur kota juga
memiliki iklim tropis. Sehingga didapati bahwa daerah Bontang memiliki
potensi yang lebih besar dalam pembangunan pabrik Asam Asetat
dibandingkan dengan daerah Cilegon.
e. Perluasan Pabrik
Sebagaimana diketahui bahwa sebagian besar pabrik memiliki
beberapa tujuan jangka panjang untuk dicapai, salah satunya adalah potensi
perluasan pabrik pada waktu tertentu. Seringkali tujuan tersebut
mempengaruhi pemilihan lokasi pabrik, sehingga pada awal pendirian
pabrik dipilih lokasi yang tepat. Umumnya, pabrik kimia membutuhkan
lahan sebesar 400-1.200 hektar (Baasel, 1989), maka perlu diperhatikan
pemilikan lahan awal yang tepat. Namun, bukan hanya tepat terhadap luas
lahan dan nilai ekonomis, namun tepat terhadap kriteria tanah yang cocok
dan memadai untuk dilakukannya ekspansi di masa depan.

f. Pertimbangan Politik strategis


Dalam pembangunan suatu pabrik, dibutuhkan pemahaman yang
baik terkait permasalahan kebijakan pendirian pabrik yang ada di Indonesia,

11
terutama jika lokasi yang ditentukan di daerah kawasan industri, yang mana
akan berimplikasi terhadap anggaran pabrik yang dikeluarkan maupun
faktor-faktor lainnya. Permasalahan tersebut dapat dikaji secara jelas pada
Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia No. 24 Tahun 2009 tentang
kawasan industri.
Diketahui bahwa kawasan industri yang terletak di Pulau Jawa
merupakan wilayah kategori pengembangan industri yang maju, sedangkan
kawasan industri yang terletak di Kalimantan Timur merupakan wilayah
kategori pengembangan industri yang berkembang, yang mana klasifikasi
terhadap kategori tersebut mempengaruhi anggaran pabrik berupa pajak
yang memiliki nilai lebih tinggi pada kategori maju dibandingkan kategori
berkembang. Sehingga dengan pertimbangan tersebut, pendirian pabrik
akan lebih menguntungkan jika didirikan di wilayah Kalimantan Timur.
Hal tersebut juga untuk mendukung upaya kementerian perindustrian dalam
mendukung tren pendirian pabrik yang baru, yaitu melakukan
pembangunan pabrik secara regional (selain di pulau jawa).
Berdasarkan pertimbangan dari faktor-faktor diatas, perlu
ditentukan lokasi yang tepat dan paling strategis dalam pendirian pabrik,
sehingga perlu dilakukan penilaian terhadap kedua alternatif lokasi pabrik.
Tabel 1.5 Perbandingan Alternatif Lokasi Pendirian Pabrik
No. Faktor Bontang Cilegon
1 Bahan Baku 5 1
2 Pemasaran 3 5
3 Transportasi 4 4
4 Utilitas 5 5
5 Sumber Daya Manusia 5 3
6 Kondisi Geografis 5 3
7 Perluasan Pabrik 4 4
8 Pertimbangan Politik Strategis 5 2
Total 36 27
Keterangan : Sangat baik (5) ; Baik (4) ; Cukup (3) ; Kurang (2) ; Buruk (1)

12
Berdasarkan penilaian tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
kota Bontang merupakan lokasi pendirian pabrik asam asetat karena unggul
dalam berbagai faktor dan memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan
Cilegon.

1.4 Sifat Fisis Dan Kimia Bahan Baku Dan Produk


1.4.1 Bahan Baku
A. Metanol (Ullmann, 2011 dan Kirk-Othmer, 2001)
Metanol (metil alkohol, CH3OH) adalah zat kimia yang tidak bewarna,
berfase cair pada temperatur kamar (250C, 1 atm), mudah menguap, dan tidak
berbau. Methanol merupakan jenis zat kimia beracun dan menyebabkan efek
berbahaya apabila terhirup atau tertelan. Secara sintesis metanol dapat
diproduksi dari hidrogen dan karbon monoksida.
1. Sifat Fisik Metanol
Berat Molekul : 32 gr/mol
Temperatur kritis : 239,49 oC
Tekanan kritis : 8,097 MPa
Titik leleh : -97,68 oC
Titik didih (101,3 KPa) : 64,7 oC
Densitas cairan (101,3 KPa),
Pada suhu 0 oC : 0,81 gr.cm-3
Pada suhu 25 oC : 0,78664 gr.cm-3
Pada suhu 50 oC : 0,7637 gr.cm-3
Panas pembentukan (ΔHfo),
Pada suhu 25 oC ; 101,3 KPa (gas) : -200,94 KJ.Kmol-1
Pada suhu 25 oC ; 101,3 KPa (liq.) : -238,91 KJ.Kmol-1
Gibbs Pembentukan gas (ΔHGo),
Pada suhu 25 oC ; 101,3 KPa (gas) : -162,24 KJ.Kmol-1
Pada suhu 25 oC ; 101,3 KPa (liq.) : -166,64 KJ.Kmol-1
Entropi gas (So),
Pada suhu 25 oC ; 101,3 KPa (gas) : 239,88 J.mol-1.K-1
Pada suhu 25 oC ; 101,3 KPa (liq.) : 127,27 J.mol-1.K-1

13
Viskositas cairan : 0,5513 mPa.s
Panas spesifik (CP),
Pada suhu 25 oC ; 101,3 KPa (gas) : 44,06 J.mol-1.K-1
Pada suhu 25 oC ; 101,3 KPa (liq.) : 81,08 J.mol-1.K-1
2. Sifat Kimia Metanol
1. Reaksi pembakaran methanol (methanol combustion)
Methanol terbakar menghasilkan api berwarna biru pucat,
membentuk karbon dioksida dan uap air.
2CH3OH + 3O2 → 2CO2 + 4H2O
(methanol) (oksigen) (karbondioksida) (air)
2. Oksidasi metanol
Apabila teroksidasi, methanol akan berubah menjadi
formaldehid. Zat yang berperan sebagai agen pengoksidasi antara lain
adalah potassium dikromat, sodium dikromat dan potassium
permanganate.
CH3OH → HCOH + H2O
(metanol) (formaldehid) (air)
Jika oksidator dalam keadaan excess, metanol akan teroksidasi lanjut
menjadi formic acid dan kemudian menjadi karbon monoksida dan
uap air.
HCOH → HCOOH → CO + H2O
(formaldehid) (formic acid)
3. Dehidrogenasi metanol
Metanol juga dapat teroksidasi menjadi formaldehid dengan
melewatkan uapnya di atas tembaga yang dipanaskan sampai suhu
3000C. dua atom hydrogen lepas dari setiap molekul untuk
membentuk gas hidrogen.
CH3OH → HCHO + H2
(methanol) (formaldehid)
4. Esterifikasi
Reaksi antara metanol dengan asam organik akan menghasilkan
ester.

14
CH3OH + HCOOH → HCOOH3 + H2O
(methanol) (formic acid) (methyl format) (air)
5. Reaksi pembentukan asam asetat berbahan baku metanol dengan
katalisator rhodim kompleks.
CH3OH + CO → CH3COOH
(metanol) (karbon monoksida) (asam asetat)

B. Karbon Monoksida (Ullmann, 2011 dan Kirk-Othmer, 2001)


Karbon monoksida (CO) adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau,
tidak berasa, dan sangat mudah terbakar pada suhu kamar dan tekanan
atmosfer. Produksi industri CO didasarkan umumnya melalui proses
gasifikasi batubara atau reformasi uap dari gas alam atau petrokimia lain.
Campuran hidrogen dan karbon monoksida (syngas) digunakan sebagai
bahan baku yang semakin penting untuk produksi skala besar beberapa bahan
kimia seperti asam asetat, metanol, alkohol alifatik dan aldehida (sintesis
oxo).
1. Sifat Fisik Karbon Monoksida
Berat Molekul : 28 gr/mol
Temperatur kritis : 132,91 K
Tekanan kritis : 3,4987 MPa
Titik didih (101,3 KPa) : 81,63 K
Densitas gas (STP) : 1,250 Kg/m3
Panas pembentukan gas (ΔHfo) : -110,63 KJ.mol-1 (pada suhu 298 K)
Gibbs Pembentukan gas (ΔHGo) : -137,381 KJ.mol-1
Entropi gas (So) : 197,89 J.mol-1.K-1
Viskositas gas : 16,62 μNs.m-2
Kapasitas panas gas (298 K, 101,3 KPa),
CP : 29,142 J.mol-1.K-1
Cv : 20,769 J.mol-1.K-1
2. Sifat Kimia Karbon Monoksida
1. Gasifikasi batubara
Gasifikasi batubara total merupakan salah satu proses konversi
C–H yang terkandung dalam batubara dengan mereaksikan media

15
gasifikasi pada suhu 700~19000C menjadi gas sintetis yang umumnya
mengandung CO, CO2, H2, CH4, N2 dan uap air. Media gasifikasi yang
sering digunakan adalah udara, steam, O2, CO2, H2 dan campuran di
antaranya. Pemakaian media gasifikasi dari campuran udara+steam
akan menghasilkan gas sintetis (CO, H2) kalori rendah (1300~1500
kcal/Nm3), sedangkan campuran O2+steam dihasilkan gas sintetis
(CH4, CO, H2) medium kalori (2500~4500 kcal/Nm3). Sementara
produk gas kalori tinggi (>4500 kcal/Nm3) didominasi senyawa
93%CH4 yang dipakai sebagai pengganti gas alam (synthetic natural
gas, SNG).

Reaksi Utama :

C + H2O ↔ CO + H2 ∆H0298 = + 131.30 kJ/mol

2. Steam reforming / CO2 reforming


Karbon monoksida juga dapat di produksi dengan pengolahan
uap dari gas alam atau fraksi minyak bumi ringan (naphtha).
Dengan reaksi utama :
CH4 + H2O ↔ CO + 3H2 ∆H0298 = + 206.15 kJ/mol

3. Oksidasi parsial hidrokarbon


Hidrokarbon, misalnya, metana, dapat dioksidasi sebagian
dengan menggunakan oksigen dalam jumlah terbatas.
Dengan reaksi utama :
CH4 + 1,5O2 ↔ CO + 2H2O ∆H0298 = − 519.33 kJ/mol

1.4.2 Produk
A. Asam Asetat (Ullmann, 2011 dan Kirk-Othmer, 2001)
Asam asetat adalah cairan tidak berwarna dan menyengat yang larut
dalam air, alkohol, dan eter serta diklasifikasikan sebagai asam monobasa (-
CO2H) yang lemah. Asam asetat tersedia secara komersial dalam beberapa
konsentrasi: (1) asetat glasial adalah sekitar 99,7% dengan air sebagai
impuritas utama, (2) asam asetat reagent grade, umumnya mengandung asam
asetat sebesar 36% berat, dan (3) dalam bentuk larutan air yang komersial,
biasanya mengandung asam asetat sebesar 28, 56, 70, 80, 85, dan 90%.

16
1. Sifat Fisik Asam Asetat
Berat Molekul : 60 gr/mol
Temperatur kritis : 321,5 oC
Tekanan kritis : 5,786 MPa
Titik didih (101,3 KPa) : 118 oC
Titik leleh : 6,76 oC
Densitas gas (STP) : 1,0495 gr.ml-1
Panas pembentukan (ΔHfo),
Pada suhu 25 oC ; 101,3 KPa (gas) : -432,25 KJ.Kmol-1
Pada suhu 25 oC ; 101,3 KPa (liq.) : -484,5 KJ.Kmol-1
Entropi gas (So),
Pada suhu 25 oC ; 101,3 KPa (gas) : 282,5 J.mol-1.K-1
Pada suhu 25 oC ; 101,3 KPa (liq.) : 159,8 J.mol-1.K-1
Viskositas (liq),
Pada suhu 20 oC : 11,83 cP
Pada suhu 40 oC : 8,18 cP
Panas spesifik (CP),
Pada suhu 25 oC (gas) : 1,11 J.g-1.K-1
Pada suhu 19,4 oC (liq.) : 2,043 J.g-1.K-1
2. Sifat Kimia Asam Asetat
1. Reaksi dengan alkohol menghasilkan ester
2CH3OH + CH3COOH → CH3COOCH3 + H2O
2. Pembentukan garam keasaman
CH3COOH + Zn → (CH3COO)2Zn2 + ½ H2
3. Reaksi konversi menjadi ester
CH3COOH - - CH2OH → CH3COOCH2 -

(Benzyl alcohol) (Benzyl asetat)


4. Konversi ke klorida-klorida asam
3CH3COOH + PCl3 → 3CH3COCl + H3PO3
5. Substitusi dari alkyl/aryl group
𝐶𝑙2𝑃 𝐶𝑙2𝑃 𝐶𝑙2𝑃
CH3COOH → ClCH2OH → Cl2CHCOOH → Cl3CCOOH
(Chloroacetic) (Dichloroacetic) (Trichloroacetic)

17
B. Metil Asetat (Ullmann, 2011 dan Kirk-Othmer, 2001)
Metil asetat, juga dikenal sebagai MeOAc, ester asam asetat atau metil
etanoat, adalah ester karboksilat dengan rumus CH3COOCH3. Diketahui
sebagai cairan yang mudah terbakar dengan aroma khas. Metil asetat
digunakan sebagai pelarut, bersifat polar dan lipofilik yang lemah, sebagai
perekat dan penghapus cat kuku. Metil asetat memiliki kelarutan 25% dalam
air pada suhu kamar. Pada suhu tinggi kelarutannya dalam air jauh lebih
tinggi.
1. Sifat Fisik Metil Asetat
Berat Molekul : 74 gr/mol
Temperatur kritis : 233,7 oC
Tekanan kritis : 45,3 MPa
Titik leleh : -98 oC
Titik didih (101,3 KPa) : 57 oC
Densitas cairan (101,3 KPa),
Pada suhu 20 oC : 0,932 gr.cm-3
Viskositas cairan (25 oC) : 0,364 mPa.s
2. Sifat Kimia Metil Asetat
Metil asetat terjadi secara alami dalam konsentrasi rendah dalam
mint, jamur, anggur, pisang, kopi dan merupakan konstituen volatile
nektarin. Ini juga hadir dalam beberapa minuman beralkohol suling. Ini
diproduksi secara industri melalui karbonilasi metanol sebagai produk
sampingan dari produksi asam asetat atau dengan esterifikasi asam asetat
dengan metanol dengan adanya asam kuat seperti asam sulfat.
C. Hidrogen (Ullmann, 2011 dan Kirk-Othmer, 2001)
Hidrogen adalah gas yang tidak berwarna, tidak beracun, tidak berbau
dan tidak berasa. Hidrogen merupakan elemen pertama dalam tabel periodik
yang mana inti atom terhadap isotopnya memiliki 2 jenis putaran yang disebut
ortho-hidrogen (nuclear spins parallel) dan para-hidrogen (nuclear spins
antiparallel), terdapat perbedaan yang signifikan jika ditinjau dari sifat fisik,
tetapi tidak cukup signifikan terhadap sifat kimianya. Rasio kesetimbangan

18
ortho-hidrogen terhadap para-hidrogen pada kondisi STP sebesar 3:1, yang
disebut dengan normal-hidrogen.
1. Sifat Fisik Hidrogen (fase gas)
Berat Molekul : 2 gr/mol
Temperatur kritis : 33,19 K
Tekanan kritis : 1,325 MPa
Titik didih (101,3 KPa) : 20,39 K
Densitas gas (STP) : 1,33 Kg/m3
Panas pembentukan gas (ΔHfo) : 7749,2 J.mol-1 (pada suhu 25 K)
Entropi gas (So) : 139,59 J.mol-1.K-1
Viskositas gas : 0,0089 cP
Kapasitas panas gas (25 K),
CP : 28,59 J.mol-1.K-1
Cv : 20,30 J.mol-1.K-1
2. Sifat Kimia Hidrogen
1. Gasifikasi batubara
Gasifikasi batubara total merupakan salah satu proses konversi
C–H yang terkandung dalam batubara dengan mereaksikan media
gasifikasi pada suhu 700~19000C menjadi gas sintetis yang umumnya
mengandung CO, CO2, H2, CH4, N2 dan uap air. Media gasifikasi yang
digunakan pada proses ini O2 dengan kemurnian yang tinggi (>95%).
Proses yang umum digunakan dan dikomersialkan adalah proses
Koppers - Totzek dan Texaco.

Reaksi Utama :

C + H2O ↔ CO + H2 ∆H0298 = + 131.30 kJ/mol

2. Oksidasi Parsial
Untuk memproduksi hidrogen, proses Texaco dan Shell partial
oxidation (PO) telah diterapkan secara komersial dengan konsep
proses oksidasi parsial, yang mana bahan baku yang digunakan dapat
berupa hidrokarbon cair maupun padat. Reaksi keseluruhan yang
dapat diamati adalah sebagai berikut :
a. Reaksi reforming

19
b. Reaksi shift

c. Reaksi Oksidasi

1.4. Tinjauan Proses

Asam asetat pertama kali dibuat dengan proses fermentasi etil alkohol,
sehingga dapat ditemukan pada banyak sistem tanaman dan hewan. Adapun
asam asetat merupakan bahan aktif dalam cuka, dimana terkandung 4-5% asam
asetat di dalamnya (Speight, 2002). Industri asam asetat modern dimulai
dengan ketersediaan asetilena secara komersial, yang kemudian diubah
menjadi asetaldehida dan dioksidasi menjadi asam asetat (Sengupta dan Pike,
2013). Seiring berjalannya waktu, berbagai macam proses untuk menghasilkan
asam asetat telah banyak dilakukan dengan berbagai bahan baku yang
digunakan, seperti yang terlihat pada gambar 1.4. Namun ada 3 proses utama
yang telah berjalan secara komersial dalam pembuatan asam asetat saat ini,

20
yaitu oksidasi n-butana atau naphtha, oksidasi asetaldehida, dan karbonilasi
metanol.

Gambar 1.4 Berbagai Proses dan Bahan Baku dalam Memproduksi Asam Asetat
(O : Oksidasi ; I : Isomerisasi ; DC : konversi langsung ; C : karbonilasi)

1.4.1 Oksidasi n-Butana (Ullmann, 2003 dan Othmer, 2001)

Oksidasi n-butana dilakukan dalam fase cair dan menggunakan


katalis cobalt, kromium atau mangan asetat. Reaksi ini berlangsung dalam
reactor bubble column pada suhu 150-230oC dan tekanan 48-70 atm Oksidasi
n-butana pada fase cair menghasilkan asam asetat sebesar 60-70% dan
menghasilkan produk samping berupa metil etil keton dan metil asetat.

Reaksi utama : C4H10 + 5/2 O2 → 2CH3COOH + H2O

1.4.1. Oksidasi Asetaldehid (Ullmann, 2003 dan Othmer, 2001)


Salah satu proses pembentukan asam asetat adalah dengan
mengoksidasi asetaldehid pada fase cair dengan menggunakan katalis kobalt
atau mangan asetat. Reaksi ini berlangsung pada reaktor bubble column
dengan tekanan 8-10 atm pada suhu 50-80oC. Proses ini mampu
menghasilkan konversi sebesar 90% dan yield sebesar 95% dengan produk
samping berupa sisa asetaldehid, etilidena diasetat, asam krotonat, asam
suksinat, CO2, dan air. Asetaldehid dioksidasikan dengan oksigen dari udara

21
dengan perbandingan 4 mol udara yang masuk untuk setiap 1 mol asetaldehid
dengan reaksi :

2CH3CHO + O2 → 2CH3COOH

1.4.3. Karbonilasi Metanol


Pembuatan asam asetat dari metanol dan karbon monoksida pada
suhu dan tekanan yang tinggi telah dilakukan oleh Perusahaan BASF pada
awal tahun 1913 dalam skala laboratorium, sehingga reaksi pun dirumuskan
sebagai berikut:
CH3OH + CO → CH3COOH ΔH = -138,6 kJ
Kemudian pada tahun 1960, BASF dapat mendirikan pabrik dengan
proses tersebut yang menggunakan katalis berbasis kobalt, tepatnya di
Germany dan United States. Kemudian modifikasi dilakukan dalam rentang
tahun 1960an-1970an oleh Monsanto dengan menggunakan katalis rhodium
dan dikomersialisasikan pada tahun 1978 oleh Celanese.. Kedua proses
tersebut, yiatu BASF dan Monsanto memiliki 2 persamaan mekanisme reaksi
secara umum, yaitu proses pertama melibatkan katalis karbonil logam dan
proses kedua yang melibatkan promotor iodida.
1. Proses BASF (Ullmann, 2003 dan Othmer, 2001)
Proses BASF dilakukan menggunakan katalis cobalt yang
direaksikan dalam reactor fixed bed multitube dengan kondisi operasi
pada suhu 250oC dan tekanan 690 atm. Asam asetat hasil reaksi mencapai
90%, dengan hasil samping sisa methanol, asetaldehid dan air.
2. Proses Mosanto (Ullmann, 2003 dan Othmer, 2001)
Proses Monsanto dilakukan menggunakan katalis rhodium complex
[Rh(CO)2X2]- dan promotor iodida yang direaksikan dalam reactor
bubble column, sehingga penggunaan katalis rhodium complex tersebut
dapat menurunkan kondisi operasi proses menjadi 150-200oC dan
tekanan 30-60 atm. Selain itu, proses pemisahan lebih dikembangkan
sehingga dapat menghasilkan asam asetat yang lebih murni yaitu
mencapai 90-99% dengan produk samping berupa sisa methanol dan air
dan selektivitas dari methanol untuk menghasilkan asam asetat sebesar
99 %.

22
Dari beberapa proses pembuatan asam asetat diatas, disimpulkan bahwa :
Tabel 1.6 Pemilihan Proses Asam Asetat
Proses
Parameter
Oksidasi Karbonilasi Metanol
Operasi Oksidasi Asetaldehid
Butana
BASF Monsanto
Yield 60-70% 95% 90% 99%
butana dan Asetaldehid dan
Bahan Baku Metanol dan CO Metanol dan CO
udara udara
Kobalt ;
kobalt ; mangan
Katalis Kromium ; kobalt Rhodium
asetat
mangan asetat
Suhu 150-2300C 50-800C 2500C 150 - 200 0C
Tekanan 48-70 atm 8-10 atm 690 atm 30-60 atm
sisa asetaldehid,
Metil etil etilidena diasetat,
Produk
keton dan asam krotonat, asam sisa methanol,
samping
metil asetat suksinat, CO2, dan sisa methanol, metal asetat dan
air asetaldehid dan air air

Maka dipilih pembuatan asam asetat dengan karbonilasi methanol (Monsanto)


dengan alasan-alasan sebagai berikut :
a. Yield yang dihasilkan sebesar 99% dan hasil samping yang rendah.
b. Bahan baku berupa metanol dan karbon monoksida yang mudah diperoleh
dari dalam negeri dengan harga yang lebih murah yang relatif murah dan
mudah diperoleh.
c. Kondisi operasi proses yang relative aman karena berlangsung pada suhu
dan tekanan yang tidak terlalu tinggi (150-200oC dan 30-60 atm)
(Ullmann, 2003).
1.5. Kegunaan Produk
Asam asetat memiliki berbagai macam kegunaan. Saat ini, sekitar
44% dari total produksi asam asetat dikonversi menjadi vinil asetat, yang
digunakan untuk membentuk polivinil asetat dan polivinil alkohol yang
digunakan sebagai cat, perekat, dan plastik. Sebesar 12% diantaranya
dikonversi menjadi asetat anhidrid, yang digunakan untuk memproduksi
selulosa asetat, bahan perekat kertas, aktivator pemutih, dan aspirin.
Kemudian, 13% lainnya digunakan untuk memproduksi ester yang digunakan

23
dalam pelarut untuk pelapis, tinta, resin, getah, flor, serta parfum dan 12%
digunakan dalam produksi asam tereftalat (TPA) yang digunakan untuk botol
dan serat polietilen tereftalat (PET). Permintaan asam asetat berkembang pesat
karena adanya peningkatan permintaan senyawa intermediet, sebagaimana
produk-produk yang sudah disebutkan sebelumnya dan produk jadi lainnya.
(Sengupta dan Pike, 2012).

24

Anda mungkin juga menyukai