Anda di halaman 1dari 8

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Tujuan Perancangan


Dalam memenuhi dan mendukung UU No.3 Tahun 2014 tentang perindustrian dan diperjelas
dengan Perda Kaltim No.7 Tahun 2018 Pasal 27 Ayat 6 dimana pelaku usaha perkebunan
memprioritaskan pengelolaan pemanfaatan biomassa hasil usaha perkebunan di areal IUP
yang dimilikinya untuk pengembangan energi baru terbarukan, peningkatan dan perbaikan
kualitas lahan perkebunan unutk menjamin kesuburan lahan pada daur tanam berikutnya
(Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur, 2018).

Salah satu biomassa hasil usaha perkebunan yang perlu untuk diolah kembali adalah Tandan
kosong kelapa sawit (TKKS), dimana TKKS merupakan salah satu limbah padat yang
dihasilkan oleh industri kelapa sawit. Indonesia sebagai salah satu penghasil kelapa sawit
terbesar di dunia dengan produksi kelapa sawit sebesar 45,86 juta ton pada tahun 2019
(Ditjen. Perkebunan, 2019) memiliki potensi limbah tandan kosong sawit yang sangat
melimpah. TKKS yang dihasilkan berkisar 23% dari produksi kelapa sawit, sehingga potensi
limbah TKKS pada tahun 2019 adalah berkisar 10,55 juta ton/tahun (F. Sulaiman, 2010).

Pemanfaatan limbah TKKS oleh industri kelapa sawit masih sangat terbatas. Pada umumnya
limbah TKKS hanya digunakan untuk pemupukan areal perkebunan kelapa sawit dan bahan
bakar boiler. Bahkan pada beberapa industri pengolahan minyak kelapa sawit, TKKS hanya
dibakar dalam incinerator atau dibuang. Perlakuan tersebut telah dilarang karena adanya
kekhawatiran pencemaran lingkungan yang mengakibatkan masalah dalam kemampuan tanah
menyerap air. Di samping itu, TKKS yang membusuk di tempat akan menarik kedatangan
jenis kumbang tertentu yang berpotensi merusak pohon kelapa sawit hasil peremajaan di
lahan sekitar tempat pembuangan (Isroi, 2009).

Untuk mengantisipasi hal diatas, Kawser J dkk (2000) berhasil menemukan bahan kimia
bernilai ekonomis dari limbah TKKS. Berdasarkan metode analisis gas chromatograph-mass
spectrometry (GC-MS) terhadap sampel hasil pirolisis TKKS diperoleh fenol yang
terkandung dalam TKKS cukup tinggi yaitu sebesar 28,30%. Fenol adalah padatan tidak
berwarna seperti kristal. Produk komersialnya berbentuk cairan. Fenol memiliki bau khas
yang sangat manis dan menyengat. Fenol digunakan terutama dalam produksi resin fenol dan
dalam pembuatan nilon, sebagai desinfektan dan antiseptik (Pubchem, 2004). Fenol memiliki
beragam kegunaan, baik sebagai bahan baku maupun bahan penunjang industri kimia, seperti
sebagai bahan baku pembuatan obat-obatan dan bahan kimia, pembuatan Bisphenol-A, dan
pembuatan Anilin. (John Wiley & Sons, 2003).

Fenol yang juga dikenal sebagai hydroxybenzene, carbolic atau phenic acid yang merupakan
bahan kimia yang banyak digunakan pada industri polycarbonate dan printing inks. Tetapi
dari semua itu penggunaan fenol yang paling utama adalah dalam industri fenolic resin
adhesives. Pasar fenol tumbuh lebih kuat setiap tahun, bahkan hampir 12 juta ton fenol
diproduksi pada tahun 2016, hal ini membuat ukuran pasar fenol global senilai USD 11,75
miliar pada tahun 2016. Ini hanyalah awal dari pertumbuhan pasar, tingkat permintaan fenol
global tumbuh 4,5% per tahun, sementara produksinya tumbuh 4% per tahun. Pasarnya
berkembang, dan diperkirakan pada tahun 2025 pasar fenol global akan bernilai sekitar USD
31,73 miliar.

Berdasarkan data Internasional ICIS Analytis and Consulting (2015), penggunaan Fenol
banyak dimanfaatkan untuk pembuatan Bisphenol-A sebanyak 49%, Resin Fenoli sebanyak
30%, Kaprolaktam sebanyak 7%, asam adipat sebanyak 2%, dan alkil fenol sebanyak 8% dari
fenol. Secara geografis konsumsi fenol Asia Pasifik mendominasi pasar fenol dan menikmati
pangsa pendapatan 42,4% pada tahun 2016 dan berkembang lebih cepat daripada bagian
dunia lainnya. Pangsa pasar yang besar dimiliki oleh Asia Pasifik terutama Cina.

Pada proses pengolahan kelapa sawit, lignoselulosa yang banyak terkandung dalam TKKS
dibuang karena dapat mengganggu jalannya proses dan merusak mesin. Pembuatan fenol
dengan memanfaatkan TKKS akan mengurangi limbah padat pengolahan kelapa sawit. Oleh
karena itu, pendirian pabrik fenol dengan bahan baku alternatif dari limbah TKKS sangat
potensial untuk dikembangkan.

1.2 Lokasi Pabrik


Lokasi pabrik merupakan salah satu hal yang paling penting dalam pendirian suatu pabrik
untuk kelangsungan operasi pabrik. Banyak pertimbangan yang harus menjadi dasar dalam
menentukan lokasi pabrik, antara lain yaitu Faktor Primer yang meliputi aspek bahan baku,
aspek pemasaran produk, dan aspek transportasi. Faktor Sekunder meliputi aspek utilitas dan
aspek dempgrafi. Berdasarkan dari faktor-faktor di atas, maka lokasi pabrik fenol ditetapkan
di daerah Kawasan Industri Maloy, Kecamatan Sangkulirang, Kabupaten Kutai Timur,
Provinsi Kalimantan Timur. Lokasi pabrik ditetapkan berdasarkan pertimbangan sebagai
berikut :
a. Aspek Bahan Baku
Lokasi pabrik harus berdekatan dengan lokasi sumber bahan baku utama khususnya.
Kondisi tersebut merupakan pilihan untuk pengamanan ketersediaan bahan baku dan
perolehan bahan baku yang ekonomis. Bahan baku yang digunakan yaitu limbah TKKS
yang dipasok dari pabrik-pabrik pengolahan kelapa sawit yang berada di sekitar lokasi.
Di Kutai Timur sendiri, banyak sekali perkebunan kelapa sawit, menurut data dari Dinas
Perkebunan Kaltim, terdapat 60 lebih perusahaan perkebunaan kelapa sawit, alhasil
seiring banyaknya perkebunan kelapa sawit, maka limbah TKKS pun melimpah.
Berdasarkan data Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur (2021), produksi kelapa
sawit di Kutai Timur sebesar 1.484.152 ton/tahun. TKKS yang dihasilkan berkisar 23%
dari produksi kelapa sawit, sehingga potensi limbah TKKS pada tahun 2020 adalah
berkisar 1.484.152 ton/tahun (F. Sulaiman, 2010). Sehingga didapatkan ketersediaan
bahan baku tandan kosong kelapa sawit di Kutai Timur sebesar 1.484.152 ton/tahun.
b. Aspek Transportasi
Sarana transportasi pengangkutan bahan baku dan produk sangat memadai karena lokasi
pabrik dikelilingi sarana transportasi darat yang memadai serta dekat dengan pelabuhan
internasional sehingga memudahkan distribusi produk ke wilayah-wilayah yang
membutuhkan fenol sebagai bahan baku.
c. Aspek Utilitas
Lokasi pabrik yang dipilih harus mempunyai sumber air untuk utilitas yang memadahi,
baik segi kalitas maupun kuantitasnya. Utilitas yang diperlukan meliputi air, bahan bakar
dan listrik. Kebutuhan air sebagai air proses, air sanitasi dan air umpan heat exchanger
dapat dipenuhi menggunakan sumber air laut, bahan bakar yang digunakan adalah solar,
dan listrik menggunakan jasa PLN. Untuk memenuhi kebutuhan air, sumber air yang
digunakan berasal dari air laut yang dekat dengan lokasi pendirian pabrik.
d. Aspek Demografi
Lokasi pabrik harus mempunyai iklim dan letak geografis yang baik, stabil dan bebas
bencana. Lokasi yang dipilih merupakan lokasi yang cukup stabil karena memiliki iklim
rata-rata yang cukup baik. Seperti daerah lain di Indonesia yang beriklim tropis dengan
suhu udara sekitar 20 - 30 °C. Bencana alam seperti tanah longsor ataupun banjir sangat
jarang terjadi di Kutai Timur sehingga operasi pabrik dapat berjalan lancar.
e. Aspek Pemasaran Produk
Pemilihan lokasi pabrik yang tepat untuk simplifikasi distribusi dan pemasaran produk.
Pemasaran merupakan salah satu hal yang sangat mempengaruhi studi kelayakan proses.
Dengan pemasaran yang tepat akan menghasilkan keuntungan dan menjamin untuk
kelangsungan pabrik. Dari segi pemasaran, lokasi pabrik yang berada di kawasan industri
dan pelabuhan internasional Maloy ini sangat strategis karena memudahkan
penditribusian ke wilayah-wilayah yang membutuhkan bahan baku fenol.

Lokasi Pabrik

Sumber: Google maps

1.3 Kapasitas Produksi


Dalam pendirian suatu pabrik, penentuan kapasitas pabrik adalah hal yang penting. Dengan
kapasitas yang ada maka dapat ditentukan perhitungan neraca massa, neraca panas dan
spesifikasi alat. Bahan baku yang digunakan oleh pabrik fenol ini adalah tandan kosong
kelapa sawit (TKKS). Penentuan kapasitas produksi dari Pabrik Fenol ditentukan oleh
beberapa pertimbangan, antara lain:
a) Supply
 Data Impor
Berikut ini data impor fenol di Indonesia pada beberapa tahun terakhir yang
disajikan dalam Tabel 1.1:

Tabel 1.1 Data Impor Fenol di Indonesia Pada Tahun 2011-2020


No Tahun Impor (ton/tahun)
1 2011 19290,70
2 2012 14593,11
3 2013 16630,45
4 2014 20337,18
5 2015 21134,87
6 2016 21125,19
7 2017 21037,10
8 2018 26492,05
9 2019 24209,67
10 2020 16948,27

Berdasarkan data Tabel 1.1 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dapat
diketahui jumlah kebutuhan impor Fenol di Indonesia. Dari data yang didapatkan, terlihat
bahwa kebutuhan impor Fenol di Indonesia cenderung fluktuatif atau cenderung naik dan
turun. Oleh karena itu, pendirian pabrik Fenol di Indonesia terutama pada wilayah
Kalimantan Timur merupakan salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk memenuhi dan
menekan kebutuhan impor Fenol di Indonesia.
Dalam penentuan jumlah kebutuhan impor Fenol pada tahun 2030, dilakukan
perhitungan dengan metode garis linear dan didapatkan persamaan :
y = ax + b
y = 591,71x + 16925
dimana x adalah tahun kebutuhan impor Fenol, maka
y = (591,71 x 20) + 16925
y = 28779,20 Ton Fenol
Maka kebutuhan impor Fenol pada tahun 2030 sebesar 28.779 Ton.

 Produksi Fenol di Indonesia


Pabrik fenol di Indonesia tercatat hanya ada 3 pabrik fenol yang beroperasi dengan
kapasitas masing-masing sebagai berikut:

Tabel 1.2 Produksi Fenol di Indonesia


No Nama Perusahaan Kapasitas (Ton/Tahun)
1 PT. Metropolitan Penol Pratama 40.000
2 PT. Batu Penggal Chemical Industri 35.000
Total 75.000

Berdasarkan data Tabel 1.2 di atas, dapat diketahui jumlah produksi Fenol di
Indonesia. Dari data yang didapatkan, terlihat bahwa jumlah produksi Fenol di Indonesia
cukup besar.

b) Demand
 Data Ekspor
Berikut ini data ekspor fenol di Indonesia pada beberapa tahun terakhir yang
disajikan dalam Tabel 1.3:

Tabel 1.3 Data Ekspor Fenol di Indonesia Pada Tahun 2011-2020


No Tahun Impor (ton/tahun)
1 2011 1545,19
2 2012 2216,11
3 2013 2316,28
4 2014 2742,12
5 2015 2714,00
6 2016 2644,54
7 2017 3236,50
8 2018 424,77
9 2019 231,75
10 2020 270,00

Data Tabel 1.3 menjelaskan jumlah kebutuhan ekspor Fenol di Indonesia. Dari data
tersebut, dijelaskan bahwa kebutuhan ekspor Fenol di Indonesia cukup fluktuatif.
Dalam penentuan jumlah kebutuhan ekspor Fenol pada tahun 2030, dilakukan
perhitungan dengan metode garis linear dan didapatkan persamaan :
y = ax + b
y = -202,49x + 2947,8
dimana x adalah tahun ekspor Fenol, maka
y = (-202,49 x 20) + 2947,8
y = 6997,60 Ton Fenol
Maka kebutuhan ekspor Fenol pada tahun 2030 sebesar 6.998 Ton.

 Konsumsi Dalam Negeri


Berdasarkan data Internasional ICIS Analytis and Consulting (2015),
penggunaan Fenol banyak dimanfaatkan untuk pembuatan Bisphenol-A
sebanyak 49%, Resin Fenolic sebanyak 30%, Kaprolaktam sebanyak 7%,
asam adipat sebanyak 2%, dan alkil fenol sebanyak 8% dari fenol. Namun di
indonesia hanya ada pabrik pembuatan Bisphenol-A dan Resin Fenolic. Maka
data konsumsi fenol terdapat pada Tabel 1.4 dan Tabel 1.5.

Tabel 1. 4 Konsumsi Fenol untuk Produk Bisphenol-A di Indonesia


No Nama Perusahaan Kapasitas (Ton/Tahun)
1 PT. Indo Nan Pao Resin Chemical 12.000
2 PT. Phodia 20.000
Total Produksi 32.000
Total Fenol yang dibutuhkan 15.680

Tabel 1. 5 Konsumsi Fenol untuk Produk Resin Fenol di Indonesia

No Nama Perusahaan Kapasitas (Ton/Tahun)


1 PT. Indopherin Jaya 10.428
2 PT. Dynea Mugi Indonesia 10.000
3 PT. Intan Wijaya Internasional 71.600
4 PT. Susel Prima Permai 14.000
5 PT. Superin Utama Adhesive 12.000
6 PT. Binajaya Rodakarya 12.000
7 PT. Perawang Perkasa Industri 21.000
8 PT. Lakosta Indah 40.000
9 PT. Korindo Abadi 40.000
10 PT. Meranti Mustika 22.200
11 PT. Continental Solvido 14.500
12 PT. Duta Pertiwi Nusantara 18.000
13 PT. Arjuna Utama Kimia 43.000
14 PT. Sabak Indah 60.000
Total Produksi 388.728
Total Fenol yang dibutuhkan 116.618

Data yang telah diuraikan pada Tabel 1.4 dan Tabel 1.5 menjelaskan data konsumsi Fenol di
Indonesia yang dibutuhkan pabrik-pabrik yang menggunakan Fenol sebagai bahan baku.
Sehingga didapatkan data konsumsi Fenol untuk Produk Bisphenol-A sebesar 15.680
Ton/Tahun, sedangkan untuk Produk Resin Fenol, dibutuhkan Fenol sebanyak 116.618
Ton/Tahun. Sehingga didapatkan kebutuhan konsumsi Fenol di Indonesia dengan total
konsumsi Fenol sebesar 132.298 Ton/Tahun.

Berdasarkan proyeksi impor, ekspor, konsumsi dan produksi Fenol yang telah

diuraikan di atas, maka kapasitas perancangan pabrik dapat dihitung menggunakan

persamaan sebagai berikut :

m3 = (m1 + m2) - (m4 + m5)

Dimana:
m3 : Kapasitas Pabrik Fenol
m1 : Nilai Ekspor Fenol
m2 : Produksi Fenol
m4 : Nilai Impor Fenol
m5 : Konsumsi Fenol
Kemudian data-data yang telah didapatkan di atas, dimasukkan ke dalam perhitungan di
bawah ini:

m3 = (6.998 + 132.298) - (28.779 + 132.298)


m3 = 35.517 Ton/Tahun

Berdasarkan hasil perhitungan Impor, Ekspor, Konsumsi serta Pabrik Fenol yang telah
berdiri, maka akan dibangun pabrik Fenol dengan kapasitas 40.000 Ton/Tahun, sehingga
diharapkan dapat membantu memenuhi kebutuhan fenol dalam negeri. dengan melihat
peluang pendirian kapasitas pabrik Fenol di Indonesia berdasarkan data supply and demand
bahwa kapasitas 40.000 ton/tahun dapat memberi keuntungan, dimana produk berlebih
sebanyak 11,21% akan diekspor ke negara-negara di sekitar Indonesia seperti Malaysia,
Singapura, Myanmar, Filipina dan Australia.

Anda mungkin juga menyukai