Salah satu biomassa hasil usaha perkebunan yang perlu untuk diolah kembali adalah Tandan
kosong kelapa sawit (TKKS), dimana TKKS merupakan salah satu limbah padat yang
dihasilkan oleh industri kelapa sawit. Indonesia sebagai salah satu penghasil kelapa sawit
terbesar di dunia dengan produksi kelapa sawit sebesar 45,86 juta ton pada tahun 2019
(Ditjen. Perkebunan, 2019) memiliki potensi limbah tandan kosong sawit yang sangat
melimpah. TKKS yang dihasilkan berkisar 23% dari produksi kelapa sawit, sehingga potensi
limbah TKKS pada tahun 2019 adalah berkisar 10,55 juta ton/tahun (F. Sulaiman, 2010).
Pemanfaatan limbah TKKS oleh industri kelapa sawit masih sangat terbatas. Pada umumnya
limbah TKKS hanya digunakan untuk pemupukan areal perkebunan kelapa sawit dan bahan
bakar boiler. Bahkan pada beberapa industri pengolahan minyak kelapa sawit, TKKS hanya
dibakar dalam incinerator atau dibuang. Perlakuan tersebut telah dilarang karena adanya
kekhawatiran pencemaran lingkungan yang mengakibatkan masalah dalam kemampuan tanah
menyerap air. Di samping itu, TKKS yang membusuk di tempat akan menarik kedatangan
jenis kumbang tertentu yang berpotensi merusak pohon kelapa sawit hasil peremajaan di
lahan sekitar tempat pembuangan (Isroi, 2009).
Untuk mengantisipasi hal diatas, Kawser J dkk (2000) berhasil menemukan bahan kimia
bernilai ekonomis dari limbah TKKS. Berdasarkan metode analisis gas chromatograph-mass
spectrometry (GC-MS) terhadap sampel hasil pirolisis TKKS diperoleh fenol yang
terkandung dalam TKKS cukup tinggi yaitu sebesar 28,30%. Fenol adalah padatan tidak
berwarna seperti kristal. Produk komersialnya berbentuk cairan. Fenol memiliki bau khas
yang sangat manis dan menyengat. Fenol digunakan terutama dalam produksi resin fenol dan
dalam pembuatan nilon, sebagai desinfektan dan antiseptik (Pubchem, 2004). Fenol memiliki
beragam kegunaan, baik sebagai bahan baku maupun bahan penunjang industri kimia, seperti
sebagai bahan baku pembuatan obat-obatan dan bahan kimia, pembuatan Bisphenol-A, dan
pembuatan Anilin. (John Wiley & Sons, 2003).
Fenol yang juga dikenal sebagai hydroxybenzene, carbolic atau phenic acid yang merupakan
bahan kimia yang banyak digunakan pada industri polycarbonate dan printing inks. Tetapi
dari semua itu penggunaan fenol yang paling utama adalah dalam industri fenolic resin
adhesives. Pasar fenol tumbuh lebih kuat setiap tahun, bahkan hampir 12 juta ton fenol
diproduksi pada tahun 2016, hal ini membuat ukuran pasar fenol global senilai USD 11,75
miliar pada tahun 2016. Ini hanyalah awal dari pertumbuhan pasar, tingkat permintaan fenol
global tumbuh 4,5% per tahun, sementara produksinya tumbuh 4% per tahun. Pasarnya
berkembang, dan diperkirakan pada tahun 2025 pasar fenol global akan bernilai sekitar USD
31,73 miliar.
Berdasarkan data Internasional ICIS Analytis and Consulting (2015), penggunaan Fenol
banyak dimanfaatkan untuk pembuatan Bisphenol-A sebanyak 49%, Resin Fenoli sebanyak
30%, Kaprolaktam sebanyak 7%, asam adipat sebanyak 2%, dan alkil fenol sebanyak 8% dari
fenol. Secara geografis konsumsi fenol Asia Pasifik mendominasi pasar fenol dan menikmati
pangsa pendapatan 42,4% pada tahun 2016 dan berkembang lebih cepat daripada bagian
dunia lainnya. Pangsa pasar yang besar dimiliki oleh Asia Pasifik terutama Cina.
Pada proses pengolahan kelapa sawit, lignoselulosa yang banyak terkandung dalam TKKS
dibuang karena dapat mengganggu jalannya proses dan merusak mesin. Pembuatan fenol
dengan memanfaatkan TKKS akan mengurangi limbah padat pengolahan kelapa sawit. Oleh
karena itu, pendirian pabrik fenol dengan bahan baku alternatif dari limbah TKKS sangat
potensial untuk dikembangkan.
Lokasi Pabrik
Berdasarkan data Tabel 1.1 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dapat
diketahui jumlah kebutuhan impor Fenol di Indonesia. Dari data yang didapatkan, terlihat
bahwa kebutuhan impor Fenol di Indonesia cenderung fluktuatif atau cenderung naik dan
turun. Oleh karena itu, pendirian pabrik Fenol di Indonesia terutama pada wilayah
Kalimantan Timur merupakan salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk memenuhi dan
menekan kebutuhan impor Fenol di Indonesia.
Dalam penentuan jumlah kebutuhan impor Fenol pada tahun 2030, dilakukan
perhitungan dengan metode garis linear dan didapatkan persamaan :
y = ax + b
y = 591,71x + 16925
dimana x adalah tahun kebutuhan impor Fenol, maka
y = (591,71 x 20) + 16925
y = 28779,20 Ton Fenol
Maka kebutuhan impor Fenol pada tahun 2030 sebesar 28.779 Ton.
Berdasarkan data Tabel 1.2 di atas, dapat diketahui jumlah produksi Fenol di
Indonesia. Dari data yang didapatkan, terlihat bahwa jumlah produksi Fenol di Indonesia
cukup besar.
b) Demand
Data Ekspor
Berikut ini data ekspor fenol di Indonesia pada beberapa tahun terakhir yang
disajikan dalam Tabel 1.3:
Data Tabel 1.3 menjelaskan jumlah kebutuhan ekspor Fenol di Indonesia. Dari data
tersebut, dijelaskan bahwa kebutuhan ekspor Fenol di Indonesia cukup fluktuatif.
Dalam penentuan jumlah kebutuhan ekspor Fenol pada tahun 2030, dilakukan
perhitungan dengan metode garis linear dan didapatkan persamaan :
y = ax + b
y = -202,49x + 2947,8
dimana x adalah tahun ekspor Fenol, maka
y = (-202,49 x 20) + 2947,8
y = 6997,60 Ton Fenol
Maka kebutuhan ekspor Fenol pada tahun 2030 sebesar 6.998 Ton.
Data yang telah diuraikan pada Tabel 1.4 dan Tabel 1.5 menjelaskan data konsumsi Fenol di
Indonesia yang dibutuhkan pabrik-pabrik yang menggunakan Fenol sebagai bahan baku.
Sehingga didapatkan data konsumsi Fenol untuk Produk Bisphenol-A sebesar 15.680
Ton/Tahun, sedangkan untuk Produk Resin Fenol, dibutuhkan Fenol sebanyak 116.618
Ton/Tahun. Sehingga didapatkan kebutuhan konsumsi Fenol di Indonesia dengan total
konsumsi Fenol sebesar 132.298 Ton/Tahun.
Berdasarkan proyeksi impor, ekspor, konsumsi dan produksi Fenol yang telah
Dimana:
m3 : Kapasitas Pabrik Fenol
m1 : Nilai Ekspor Fenol
m2 : Produksi Fenol
m4 : Nilai Impor Fenol
m5 : Konsumsi Fenol
Kemudian data-data yang telah didapatkan di atas, dimasukkan ke dalam perhitungan di
bawah ini:
Berdasarkan hasil perhitungan Impor, Ekspor, Konsumsi serta Pabrik Fenol yang telah
berdiri, maka akan dibangun pabrik Fenol dengan kapasitas 40.000 Ton/Tahun, sehingga
diharapkan dapat membantu memenuhi kebutuhan fenol dalam negeri. dengan melihat
peluang pendirian kapasitas pabrik Fenol di Indonesia berdasarkan data supply and demand
bahwa kapasitas 40.000 ton/tahun dapat memberi keuntungan, dimana produk berlebih
sebanyak 11,21% akan diekspor ke negara-negara di sekitar Indonesia seperti Malaysia,
Singapura, Myanmar, Filipina dan Australia.