DISUSUN OLEH :
BAYU ANANDA ( B1A021408)
DOSEN PENGAMPU :
PROF. ISKANDAR, S.H, M.H
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BENGKULU
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah dengan judul “Dampak Kebijakan Pemerintah Tentang Larangan Ekspor
crude plam oili (CPO)” ini dapat tersusun hingga selesai.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini. Kepada kedua
orang tua kami yang telah memberikan banyak kontribusi bagi kami, dosen pembimbing
kami, Bapak PROF.ISKANDAR, S.H,M.H dan juga kepada teman-teman seperjuangan yang
membantu kami dalam berbagai hal. Harapan kami, informasi dan materi yang terdapat
dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tiada yang sempurna di dunia, melainkan
Allah SWT. Tuhan Yang Maha Sempurna, karena itu kami memohon kritik dan saran yang
membangun bagi perbaikan makalah kami selanjutnya.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi nilai UTS dalam mata kuliah
Hukum Administasi Negara. Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan agar
menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan
maupun pengalaman maka kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempuraan makalah ini sehingga makalah ini dapat sempurna. Akhir kata, saya ucapkan
semoga makalah ini dapat berguna dan menambah wawasan bagi para pembaca dan kita
semua. .
Bayu Ananda
BAB 1
PENDAHULUAN
Ekspor merupakan suatu kegiatan pengiriman barang, jasa atau modal yang
bersal dari daerah pabean ke luar daerah pabean yang dilakukan oleh orang, badan
hukum, atau Negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi andalan Indonesia, sektor
perkebunan kelapa sawit atau crude plam oil (CPO) merupakan penyumbang
devisa tertinggi dalam sektor ekspor non-migas yaitu sebesar 12,7%. Pada tahun
2021 indonesia memproduksi sebanyak 46 juta ton crude plam oil (CPO), oleh
karna itu menjadikan Indonesia sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar di
dunia.
Namun pada tanggal 22/4/2022 presiden menyatakan terkait kebijakan
larangan ekspor bahan baku minyak goreng, hal ini mengejutkan sejumlah pihak
terutama di bidang komuditi perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Kebijakan larangan ekspor minyak kelapa sawit atau crude plam oil (CPO)
dan beberapa turunannya yang di berlakukan sejak tanggal 28 april 2022. Upaya
larangan ekspor CPO ini menurut pemerintah merupakan salah satu bentuk
perlindunganterhadap kepentingan rakyat dalam mengatasi persoalan kelangkaan
dan mahal nya harga minyak goreng yang terjadi.
Keputusan ini muncul setelah presiden jokowi memimpin rapat terbatas
mengenai pemenuhan kebutuhan pokok. Presiden mengatakan larangan ekspor ini
memiliki tujuan antara lain adalah untuk memastikan ketersediaan dan harga
minyak goreng di dalam negeri, sehingga dapat menekan atau menurunkan harga
minyak goring yang melambung tinggi.
Pernyataan presiden ini mengejutkan banyak pihak dan menjadi perbincangan,
masyarakat beranggapan bahwa bahan baku minyak goring yang dimaksud
adalah CPO yang memiliki notabene komoditas andalan Indonesia.
Kebijakan tentang larangan ekspor sangat memiliki pengaruh negative
terhadap sektor petani sawit. Banyak sekali petani sawit yang merasa dirugikan
karena anjloknya harga pasar atau harga jual tandan buah segar (TBS).
Adanya kebijakan tersebut membuat turunnya harga TBS mencapai 40-70%
dari harga yang telah ditetapkan dinas perkebunan kelapa sawit. Di kabupaten
muko-muko, Bengkulu utara, harga TBS sawit petani pada 13-14 mei 2022 turun
sebesar 150,00/kg. sebagai respon dari turunnya harga TBS sawit, sebanyak 40-
70% banyak pabrik minyak kelapa sawit menghentikan pembelian TBS sawit dari
petani.
Adanya kebijakan larangan ekspor CPO dan produk turunannya menebabkan
banyak persoalan antara lain yang pertama adalah kelebihan pasokan CPO yang
selama ini terserap di pasar ekspor global tidak dapat mungkin di serap di pasar
domestic. Melimpahnya pasokan CPO didalam negeri, sementara permintaan CPO
dari luar negri atau ekspor menurun ini di akibatkan oleh adanya kebijakan
pemerintah untuk mengekspor CPO yang kemudian menyebabkan penurunan
harga TBS di dalam negeri. Penurunan harga TBS secara sepihak ini
menyebabkan kerugian yang begitu besar bagi petani yakni mencapai angka 14
triliun.
Permasalahan yang kedua ialah larangan ekspor ini menyebabkan banyak
pabrik-pabrik kelapa sawit menghentikan pembelian TBS sawit dari petani hal ini
dikarnakan penuh nya tangki CPO karena harus disimpan akibat tidak adanya
pembeli terutama dibidang ekspor global, tidak hanya itu berhentinya kegiatan di
industri perkebunan kelapa sawit juga menyebabkan pengurangan serapan pekerja
disebabkan CPO merupakan komudits yang padat.
Kemudian masalah ketiga yang timbul ialah akibat larangan ekspor CPO ini
banyak permintaan CPO beralih ke Negara competitor. kompetitor Indonesia
dalam pasar CPO global adalah tidak lain yaitu Negara Malaysia, yang menduduki
posisi pengekspor CPO terbesar ke dua di dunia dengan ekspor sebesar 26% dari
nilai ekspor dunia tahun 2020. Dibandingkan dengan Indonesia, Malaysia hanya
mencapai 60% dari nilai ekspor CPO Indonesia dan akan meraup untung yang
lebih besar apabila keran ekspor CPO di Indonesia di tutup.
Indonesia adalah Negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup
dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang
memegang peran penting dalam kesejahteraan kehidupan penduduknya. Dalan hal
demikian maka pertanian sangat bergantung pada bagaimana keadaan pasar
global, jika pasar global tidak stabil maka akibatnya akan terjadi yang dinamakan
fluktuasi yang berdampak pada pendapatan dan juga tingkat kesejahteraan petani.
Saat ini tekanan sangat dirasakan pleh petani sawit di Indonesia karena produk
atau hasil dari pertanian ini cendrung berorientasi ekspor dan harga nya
tergantung pada pasar internasional.
Harga yang cendrung menurun pada beberapa jenis komuditi salah satu nya
adalah kelapa sawit merupakan masalah ekonomis yang secara lansung
mengancam kesejahteraan petani sawit di Indonesia, karena perkebunan kelapa
sawit adalah salah satu kegiatan pertanian yang berorientasi pada ekspor.
BAB 2
PEMBAHASAN
Gambar 1.
Hasil buah sawit Indonesia
Sawit yaitu merupakan salah satu dari komoditas ekspor unggulan yang ada di
Indonesia. Menurut badan Pusat Statistik atau BPS mencatat, pada tahun 2021 volume
ekspor CPO Indonesia mencapai angka 48% dari produksinya, yaitu sebesar 23,69
juta ton ekspor CPO dari 49,71 juta ton produksi CPO. Berdasarkan data OEC World
2020, Indonesia mengekspor USD17,9 miliar CPO, menjadikan Indonesia sebagai
pengekspor CPO terbesar dunia. Destinasi ekspor CPO dari Indonesia terbesar adalah
India (USD3,05 miliar) diikuti Cina (USD2,47 miliar) dan Pakistan (USD1,62 miliar).
Indonesia berperan penting dalam pasar CPO baik sebagai produsen maupun
eksportir. Sungguh ironi, dengan kontribusi lebih dari setengah produksi CPO dunia
58%, Indonesia belum mampu berperan sebagai penentu harga CPO dunia. Posisi
penentu harga komoditas ini ada di tangan Malaysia yang menduduki posisi kedua
eksportir CPO dunia terbesar, melalui Bursa Malaysia Derivatives (BMD).
Produksi CPO di Indonesia sendiri terus menurun sejak tahun 2019. Pada
tahun 2021, produksi CPO kembali menurun sebesar 0,9% dari tahun sebelumnya
menjadi 46,89 juta ton. Data rinci terkait stok akhir CPO tahun 2021 tidak tersedia
pada waktu penulisan ini, namun laporan dari Dewan Negara Produsen Sawit
(Council of Palm Oil Producing Countries ) memberikan perkiraan bahwa stok akhir
CPO di Indonesia pada 2021 berada di bawah tingkat rata-rata 4 juta ton.
Gambar 2.
Table produksi CPO di Indonesia
Gambar 3.
Ilustrasi larangan ekspor CPO
Namun Larangan ekspor minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dan
minyak goreng membawa justru dampak negatif bagi para petani kelapa sawit. kebijakan
larangan ekspor ini tidak efektif untuk menjamin stabilitas harga minyak goreng karena
masalah minyak goreng sebetulnya adalah persoalan distribusi bukan bahan baku.
BAB 3
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kebijakan larangan ekspor CPO dan produk turunan CPO merupakan bentuk
kedaulatan pemerintah dalam pengambilan kebijakan yang memprioritaskan
kesejahteraan rakyat untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng dalam negeri.
Namun demikian, akibat pelarangan ekspor ini, Indonesia harus rela kehilangan
devisa negara yang besar, mengingat sawit merupakan salah satu komoditas ekspor
unggulan Indonesia dan memberikan kontribusi devisa negara nonmigas yang utama.
Di sisi lain pelindungan terhadap petani sawit juga perlu diperhatikan.
Evaluasi terhadap moratorium CPO menjadi langkah tepat sebagai solusi mengatasi
dampak larangan ekspor CPO. Namun pemerintah tetap harus menjamin ketersediaan
dan keterjangkauan kebutuhan minyak goreng dalam negeri. Terkait hal ini,
pemerintah perlu melakukan pembenahan tata niaga sawit melalui beberapa strategi,
antara lain: (a) melakukan pengawasan ketat terhadap pelaksanaan penetapan harga
TBS sawit dan pemberian sanksi/ peringatan tegas kepada perusahaan yang
melanggar kesepakatan penetapan harga TBS; (b) pelindungan petani yang tidak
bermitra dengan perusahaan dalam memperoleh harga TBS sawit; (c) mendorong
peningkatan daya saing komoditas CPO Indonesia melalui sertifikasi internasional;
dan (d) mendukung hadirnya kelembagaan petani yang memiliki pabrik dan
pengolahan TBS untuk menjaga harga TBS sawit.
B. SARAN
Upaya lainnya ialah memberikan hak bagi petani untuk menentukan komoditas apa
yang hendak mereka budidayakan. Hal ini juga sebagai konsekuensinya yang akan
menciptakan diversifikasi alami terhadap komoditas yang terdapat di Indonesia, serta
perlu adanya audit atau pengawasan agar cita-cita undang-undang dapat tercipta,
dengan begitu kesejahteraan petani ikut berkembang.
C. DAFTAR PUSTAKA
Setiono, Benny Agus. “Fluktuasi Harga Minyak Dan Pengaruhnya Bagi Ekonomi
Indonesia.” Jurnal Aplikasi Pelayaran dan Kepelabuhanan 4, no. 2 (2014): 1–13
Anggraini, Anna Maria Tri. “Penggunaan Bukti Ekonomi Dalam Kartel Berdasarkan
Hukum Persaingan Usaha.” Jurnal Hukum PRIORIS 3, no. 3 (2016): 1–25.
https://media.neliti.com/media/publications/37179-ID-penggunaan-buktiekonomi-
dalam-kartel-berdasarkan-hukum-pesaingan-usaha.pdf.
Irna Nurhayati, et, al., 2011, Implikasi Kebijakan Standarisasi Produk Crude Palm Oil
(CPO) Melalui Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) Terhadap Perdagangan
Ekspor Produk CPO di Indonesia, Monograph Series: Legal Dimension of Trade.
Carter, Finley, Fry Jackson and Willis. (2007). Palm Oil Markets and Future Supply.
Europan Journal of Lipid Science and Technology Vol 109 No 4.
https://lldikti5.kemdikbud.go.id/home/detailpost/larangan-ekspor-tidak-otomatis-
menurunkan-harga-minyak-goreng
https://journal.unpar.ac.id/index.php/Sentris/article/view/4185/3103
https://bisnis.tempo.co/read/1587822/menilik-dampak-pelarangan-ekspor-cpo-ke-
petani-emiten-hingga-kurs-rupiah
http://jurnal.kemendag.go.id/bilp/article/view/104
https://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-XIV-10-II-P3DI-
Mei-2022-230.pdf
Horas, Hartono. (2010) Dampak Kenaikan Harga Minyak Bumi Terhadap Permintaan
CPO Untuk Biodiesel dan Beberapa Aspek Pada Industri Kelapa Sawit Indonesia;
Volume Semester I 2010