Anda di halaman 1dari 9

CODING DAN BIG DATA

ANALISIS DATA RAYA KELANGKAAN MINYAK GORENG DI INDONESIA


BEDASARKAN SIDUT PANDANG DATA RAYA

Dosen Pengampu :

Mochammad Djaohar M.Sc

Disusun Oleh :

ILYAS DWI SANTOSO 1501619033

PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2022
1. Deskripsi Komoditas

Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan
dan berbentuk cair dalam suhu kamar yang biasanya digunakan untuk menggoreng . Minyak
goreng terbuat dari, kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, jagung, kedelai, bunga matahari dan
kanola.
Secara umum, dipasarkan dua macam minyak goreng yaitu minyak goreng dari tumbuhan
(minyak nabati) dan minyak goreng dari hewan, terdiri dari tallow (minyak atau lemak sapi)
dan lard (minyak atau lemak babi). Contoh minyak goreng nabati adalah minyak sawit, minyak
kelapa, minyak jagung, minyak kedelai, minyak zaitun dan lain-lain.
Di Indonesia, minyak goreng yang paling sering digunakan adalah Minyak Goreng Sawit
(Refined Bleached Deodourised Olein/RDBO). Kondisi ini disebabkan karena Indonesia
merupakan negara penghasil sawit, minyak ini juga cukup ideal dari segi harga dan
ketersediaan. Jika harus mengimpor jenis minyak nabati yang tidak bisa diproduksi di
Indonesia, tentu membutuhkan biaya yang besar. Hal ini akan mempengaruhi daya jual
sehingga hanya dapat dikonsumsi oleh golongan masyarakat tertentu. Apalagi, Minyak Goreng
Sawit memiliki banyak keunggulan dibanding jenis-jenis minyak lain dan cocok dengan
kebiasaan menggoreng masyarakat Indonesia.

2. Produk Terkait

Dari berbagai industri produk makanan dan minuman yang ada, industri minyak goreng
merupakan salah satu industri makanan dan minuman yang mengalami perkembangan yang
sangat pesat. Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi keluarga yang
digunakan untuk keperluan sehari-hari sehingga peluang bisnis nya cukup menarik bagi
produsen. Saat ini terdapat banyak minyak goreng bermerek yang beredar di pasar dapat dilihat
pada tabel 1.1 minyak goreng yang beredar di Indonesia.
Tabel 1.4 Perusahaan minyak goreng bermerek di Indonesia berbahan baku minyak kelapa sawit

Nama Perusahaan Merek Produk


PT. Inti Boga Sejahtera Bimoli, Sunrise, Mahakam, Mahakam, Palmia
Dan Delima
PT. Sinar Mas Agro Resources and Filma, Kunci Mas, Jempol, Frills, Hero, Fiesta,
Technology (SMART) Corporation Tbk Salak, Sawit Mas dan Melodi
PT. Bina Karya Utama Tropical, Fraiswell, Hemart dan Pro Vita
PT. Multimas Nabati Asaha Sania
PT. Sinar Alam Permai Fortune
PT. Astra Agro Lestari Cap Sendok
PT. Incasi Raya Sari Murni
PT. Nutrifood Tropicana Slim
PT. Pasific Indomas Madina
PT. Tunas Baru Lampung Tbk Rose Brand
PT. Pasific Medan Industri Avena
PT. Barco Barco
PT. Bintang Era Sinar Mas Familie
Lain-lain 999, ABC, Happy Oil, Vetco, Prisco

Dari berbagai merek minak goreng yang beredar di pasaran, hanya lima merek utama yang
mendomonasi pasar dan digunakan oleh masyaraakat yaitu Bimoli, Filma, Sania, Kunci Mas
dan Tropical.
2. Kebijakan Pemerintah Terkait Harga
Dalam upaya menjaga stabilitas harga minyak goreng di dalam negeri, pemerintah Indonesia
melakukan campur tangan dalam berbagai bentuk kebijakan. Secara umum kebijakan
pemerintah terhadap minyak goreng sebagai berikut :

1. Keputusan Menteri Pertanian No. 339/KPTS/PD.300/5/2005 : Pasokan Crude Palm Oil


(CPO) untuk Kebutuhan Dalam Negeri Guna Stabilisasi Harga Minyak Goreng
Curah

Keputusan ini bertujuan untuk memenuhi dan mengendalikan kenaikan harga minyak goreng curah
diluar jangkauan daya beli masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan stabilisasi harga minyak goreng
dengan adanya jaminan suplai CPO dari produsen minyak kelapa sawit. Pasokan CPO Mei 2007
sebesar 97.525 ton dan juni 2007 sebesar 2007 102.800 ton untuk dikirim ke pabrik minyak goreng
anggota Assosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI) dan atau Gabungan Industri Minyak
Nabati Indonesia (GIMNI) untuk diolah menjadi Olein (minyak goreng) dengan ratio 1 (satu)
kilogram CPO menjadi 1 (satu) kilogram minyak goreng. Pasokan CPO diserahkan oleh perusahaan
perkebunan kepada pabrik minyak goreng dengan harga menurun secara bertahap sampai harga akhir
Rp. 5.700,- perkilogram (termasuk PPN sebesar 10%) sampai di lokasi pabrik minyak goreng yang
telah ditentukan.

Data Kementerian Pertanian: Minyak Goreng Surplus 716.564 Ton hingga Akhir 2022
Kompas.com, 22 Maret 2022, 14:53 WIB

Data Prognosa Neraca Komoditas Pangan Strategis Kementerian Pertanian menunjukkan


bahwa ketersediaan minyak goreng dalam negeri melimpah ratusan ribu ton hingga akhir 2022.

Data itu dipaparkan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, dalam rapat kerja bersama
Komisi IV DPR RI pada Selasa (22/3/2022). Dalam data tersebut, stok minyak goreng
diperkirakan surplus 716.564 ton pada akhir 2022.

Tahun ini, produksi minyak goreng dalam negeri diperkirakan mencapai 6.067.350 ton
ditambah dengan stok awal 2022 sebanyak 618.590 ton.

Sementara itu, proyeksi kebutuhan minyak goreng dalam negeri per bulannya diperkirakan
497.448 ton atau 5.969.376 ton per tahun.
Produktivitas Kelapa Sawit Tetap Terbatas Seiring Melonjaknya Harga Minyak Goreng di

Indonesia
Tingginya harga minyak goreng di Indonesia telah menjadi sorotan sejak kuartal keempat 2021
hingga awal kuartal pertama 2022. Indeks BU RT (1) mencatat kenaikan harga minyak goreng
sebesar 56% antara Maret sampai Desember 2021 dan harganya sempat mencapai Rp
20.667/liter pada bulan Desember. Walaupun harganya sempat turun pada Januari 2022
menjadi Rp 19.555/liter, harga tersebut tetap tergolong mahal karena masih 46,2% lebih tinggi
dari harga pada Januari 2021.
Gambar 1. Harga Minyak Goreng di Indonesia (Rupiah), Januari 2021 - Januari 2022

Sumber: Indeks Bu RT
Minyak goreng yang umumnya dikonsumsi di Indonesia dihasilkan dari minyak sawit mentah
atau crude palm oil (CPO) (2). Harga CPO di Indonesia menggunakan patokan harga lelang
yang ditetapkan oleh PT. Kharisma Pemasaran Besar Nusantara (KPBN) Dumai, yang
merupakan anak usaha PT. Perkebunan Nusantara. Harga lelang KPBN berkorelasi langsung
dengan harga CPO di pasar internasional. Oleh karena itu, harga CPO Internasional secara
langsung mempengaruhi harga minyak goreng di Indonesia (Gambar 2). Sepanjang tahun
2021, harga CPO di pasar internasional naik secara signifikan sebesar 36,3% dibandingkan
2020 (3). Pada akhir Januari 2022, kenaikan harga CPO mencapai Rp. 15.000/kg dan menjadi
harga tertinggi yang pernah tercatat dalam sejarah seperti yang dilansir Sawit Indonesia
mengutip Direktur KPBN, Rahmanto Amin Djatmiko (4). Tingginya harga tersebut terjadi
karena pasokan CPO turun, sementara permintaan sedang meningkat di berbagai bagian
dunia menyusul pemulihan ekonomi pasca gelombang kedua pandemi COVID-19.
Gambar 2. Harga Minyak Sawit Mentah (CPO) dan Olein di Pasar Internasional
Januari 2020 - Desember 2021

Sumber: Kementerian Perdagangan RI, 2021 (5)


Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan seperti
yang dikutip Ekonomi Bisnis mengatakan, kelangkaan pasokan tersebut disebabkan oleh
menurunnya produktivitas perkebunan sawit milik BUMN, swasta, dan petani swadaya di
Indonesia dan Malaysia (6), yang merupakan dua negara produsen utama yang memasok
setidaknya 85% produksi minyak sawit dunia (7). Selain menurunnya produktivitas kelapa sawit,
kelangkaan pasokan tersebut terjadi karena produksi minyak nabati jenis lain seperti
minyak rapeseed dan minyak kedelai juga menurun. Hal ini menyebabkan permintaan
terhadap minyak sawit sebagai pilihan alternatif, meningkat (8).
Produksi CPO di Indonesia sendiri terus menurun sejak tahun 2019. Pada 2021, produksi CPO
menurun sebesar 0.9% dari tahun sebelumnya menjadi 46,89 juta ton (Tabel 1). Data rinci
terkait stok akhir CPO tahun 2021 tidak tersedia pada waktu penulisan ini, namun laporan dari
Dewan Negara Produsen Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries atau CPOPC)
memberikan perkiraan bahwa stok akhir CPO di Indonesia pada 2021 berada di bawah tingkat
rata-rata 4 juta ton.
Penyebab Harga Minyak Goreng Meroket di Awal Tahun 2022

Kondisi minyak goreng langka adalah hal baru yang dialami masyarakat Indonesia. Tentunya, kondisi
ini sangat menyulitkan terutama bagi masyarakat desa yang memiliki perekonomian mengenah ke
bawah.

Lantas, apa solusi yang diberikan oleh pemerintah dalam menghadapi harga minyak goreng 2022 yang
terus naik ini? Apa saja penyebabnya? Mari temukan jawabannya dalam ulasan ini.

1. Pandemi Covid-19 menjadi faktor utama yang mempengaruhi


Dari tahun 2020, pandemi Covid-19 terus berlangsung yang melumpuhkan banyak sektor bisnis dan
perekonomian negara. Hal ini juga menjadi penyebab tingkat produksi CPO menurun drastis dan
mempengaruhi proses distribusi logistik.

Karena dua faktor itulah, harga minyak kian meroket tajam. Sebab, terlalu banyak permintaan, tetapi
jumlah produksi semakin turun.

Penyebab lainnya adalah karena pemasok minyak sawit mulai berkurang produksinya. Salah satunya
ialah Malaysia yang menjadi salah satu di antara penghasil minyak sawit terbesar di dunia. Hal itu tentu
mempengaruhi produksi minyak di beberapa negara, salah satunya Indonesia, yang berakibat ke
harganya kian naik.

2. Lonjakan harga pada minyak nabati di dunia


Faktor pertama yang menjadi penyebab naiknya harga minyak goreng ialah naiknya harga pada Crude
Palm Oil (CPO) di dunia yang mencapai US$ 1.340/MT. Faktor lainnya yang mempengaruhi mahalnya
harga minyak di pasaran saat ini adalah adanya lonjakan harga pada minyak nabati.

Kenaikan harga pada CPO dan minyak nabati terjadi karena adanya gangguan cuaca yang akhirnya
menekan nilai produksinya hingga 3,5% di akhir 2021. Demand terus bertambah, tetapi supplysedikit,
secara otomatis akan memberi dampak kenaikan harga minyak goreng yang cukup drastis.

Baca Juga: Dari Modal Kecil, Penjual Gorengan Ini Bisa Renovasi Rumah
Diperkirakan, pada tahun 2022 ini, jumlah produksi dari minyak nabati pun tidak akan berbeda dengan
tahun sebelumnya. Jadi, dapat dipastikan bila harga minyak akan sangat kecil kemungkinannya untuk
turun. Sebab, permintaan terus bertambah hingga mencapai sekitar 240,1 juta ton.
3. Adanya permintaan biodiesel yang akan digunakan dalam
program B30
Meroketnya harga minyak juga dipengaruhi dari kebijakan pemerintah yang mewajibkan untuk
mencampur 30% biodiesel dan 70% solar untuk mengurangi impor BBM. Sehingga dalam program B30
tersebut, pemerintah bisa menaikkan nilai devisa negara.

Akan tetapi, dalam kondisi yang tidak ideal ini, yang mana produksi CPO menurun dan kebutuhan akan
minyak begitu tinggi, membuat program B30 dinilai merugikan. Sehingga, para pengusaha memberi
usulan solusi minyak goreng mahal dengan mengurangi kewajiban mencampurkan minyak sawit
dengan solar. Sehingga, minyak sawit dapat diarahkan untuk memperbanyak proses produksi minyak
dan lonjakan harga pun dapat diredam.

Harga minyak goreng memang kian hari kian naik. Meskipun saat ini sudah mulai ada solusi dari
pemerintah dengan adanya subsidi, tetapi akan lebih baik jika kamu berjaga-jaga dengan menyisihkan
sedikit hasil gaji untuk investasi P2P Lending Amartha. Sehingga, ketika ada kenaikan harga lagi,
kamu bisa tenang menghadapinya.

Pasalnya, berinvestasi di Amartha akan memperoleh imbal hasil hingga 15% per tahun. Kamu juga bisa
memilih sendiri mitra usaha yang akan kamu danai. Jadi, rencanakan keuangan dengan baik bersama
Amartha.

Gapki: Produksi Minyak Sawit Turun pada Awal 2022


Produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan minyak inti sawit (crude palm kernel oil/CPKO)
mengalami penurunan sepanjang Januari 2022.Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat,
total produksi minyak sawit dalam negeri pada Januari 2022 sebesar 4,22 juta ton. Jumlah itu menurun 3% dari
4,36 juta ton pada bulan sebelumnya.Secara rinci, produksi CPO sebesar 3,86 juta ton atau turun 3% secara
bulanan. Sementara, produksi CPKO turun 3,9% menjadi 365 ribu ton pada Januari 2022.Menurut Direktur
Eksekutif Gapki Mukti Sardjono, penurunan tersebut disebabkan oleh faktor musiman. Namun, penurunan
produksi CPO pada Januari 2022 lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya."Penurunan produksi CPO
dari Desember 2021 ke Januari 2022 yang sebesar 3% jauh lebih rendah dari penurunan musiman tahun lalu dari
Desember 2020 ke Januari 2021 yang mencapai 7%", tulis Mukti dalam siaran pers tertulis, Jumat
(11/3/2022).(Baca Juga: Ini Negara Tujuan Ekspor Minyak Sawit Terbesar Indonesia)
Sumber : Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), 11 Maret 2022
Tabel 5. Perhitungan proyeksi Ketersediaan dan Kebutuhan Minyak Goreng Tahun 2021

Ton
Perkiraanketers PerkiraanKebutuh PerkiraanNeraca PerkiraanNeracaKumulatif(Sur
B ediaan an Total Domestik plus/Defisit)
u
l
a
n
1 2 3 4 = 3-2 5= stok awal + 4

Stock Awal 2 576,000


021
Jan-21 353,000 458,200 (105,200) 470,800
Feb-21 551,000 472,500 78,500 549,300
Mar-21 455,000 473,200 (18,200) 531,100
Apr-21 498,000 483,400 14,600 545,700
May-21 498,000 488,800 9,200 554,900
Jun-21 455,123 446,199 8,924 563,824
Jul-21 470,517 461,291 9,226 573,050
Aug-21 470,294 461,072 9,221 582,271
Sep-21 455,123 446,199 8,924 591,195
Oct-21 470,294 461,072 9,221 600,417
Nov-21 455,123 446,199 8,924 609,341
Dec-21 471,708 462,459 9,249 618,590
Total 2021 5,603,183 5,560,593 42,590 618,590
Sumber : Ditjen Perkebunan, diolah BKP
KESIMPULAN
Stok minyak goreng dalam negeri akhir tahun 2021 sebesar 618,59 ribu ton, berasal dari ketersediaan
minyak goreng dari produksi dalam negeri sebesar 5,6 juta ton dan stok awal tahun 2021 sebesar 576
ribu ton untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng nasional selama 1 (satu) tahun yang sebesar 5,56
juta ton. Namun demikian perlu mendapat perhatian mengingat stok akhir tahun 2021 hanya dapat
untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng selama 1-2 bulan kedepan. Padahal kita memahami bahwa
gejolak harga minyak goreng begitu tinggi, sebagai dampak dari naik nya harga CPO.

Perlu dilakukan upaya antisipasi terjadinya gangguan pasokan minyak goreng untuk penanganan
pemenuhan ketersediaan minyak goreng, serta dalam upaya stabilitas harga minyak goreng

Anda mungkin juga menyukai