Anda di halaman 1dari 16

PENDAPAT HUKUM ATAS PERMASALAHAN HUKUM

“KEBIJAKAN LARANGAN EKSPOR BAHAN BAKU DAN MINYAK


GORENG BERPOTENSI DIGUGAT DI WORLD TRADE ORGANIZATION
(WTO)”
Oleh:

A. KASUS POSISI
Kebijakan larangan sementara ekspor Crude Palm Oil (CPO), Refined, Bleached, Deodorized
(RBD) Palm Oil, Refined, Bleached, Deodorized (RBD) Palm Olein, dan minyak jelantah
merupakan upaya untuk mendorong ketersediaan bahan baku juga pasokan minyak goreng di
dalam negeri dan menurunkan harga minyak goreng ke harga yang lebih terjangkau oleh
masyarakat menengah kebawah. Keputusan tersebut diambil dengan sangat tetap
memperhatikan perkembangan hari demi hari situasi ketersediaan minyak goreng curah untuk
masyarakat.  Larangan ekspor tersebut berlaku mulai hari ini 28 April 2022 sampai harga
minyak goreng curah mencapai keterjangkauan. Hal ini termaktub dalam Peraturan Menteri
Perdagangan nomor 22 tahun 2022 tentang larangan sementara ekspor CPO, RBD Palm oil,
RBD Palm Olein, dan minyak jelantah. Kebijakan ini juga berlaku untuk seluruh daerah pabean
Indonesia, dari Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPDPB) yaitu Batam,
Bintan Karimun, dan Sabang. Kebijakan ini tidak mempengaruhi konsumsi dan harga tandan
buah sawit sepanjang suplai yang berlebih bisa dikonversikan ke produk-produk lain seperti
oleokimia, biodiesel, dan lain-lain. Namun sejak Presiden Jokowi mengumumkan larangan
ekspor bahan baku minyak goreng sejak Jumat lalu, harga Tandan Buah Sawit (TBS) telah
anjlok hingga 60% dari Rp3.850 per kilogram menjadi Rp1.600 per kilogram karena penetapan
harga sepihak oleh perusahaan. larangan ekspor minyak goreng merupakan tindakan
pengulangan kesalahan stop ekspor mendadak komoditas batubara yang pernah dilakukan
pemerintah pada Januari 2022. Kebijakan larangan ekspor minyak goreng tersebut tidak
memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian di Indonesia. Keputusan itu
secara ekonomi tidak terlalu bermanfaat. Tapi mungkin secara politik bermanfaat karena
meredakan protes dan keresahan sosial lainnya 1.

1
Alinda Hardiantoro. “Larangan Ekspor Minyak Goreng dan Sejumlah Dampaknya”.
https://www.kompas.com/tren/read/2022/04/23/161100065/larangan-ekspor-minyak-goreng-dan-sejumlah dampaknya?
page=all. Diakses pada tanggal 04 Mei 2022, 15:02 WIB.
B. PERMASALAHAN
1. Tindakan Pemerintah Apakah yang terdapat dalam Artikel tersebut dan Setujukah
anda atas Kebijakan tersebut?
Pemerintah terus berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dengan harga
terjangkau. Terkait tingginya harga minyak goreng, Pemerintah menetapkan kebijakan satu
harga minyak goreng dengan harga setara Rp14.000/liter. Kebijakan Minyak Goreng Satu
Harga merupakan upaya lanjutan Pemerintah untuk menjamin ketersediaan minyak goreng
dengan harga terjangkau. Melalui kebijakan ini, seluruh minyak goreng, baik kemasan premium
maupun kemasan sederhana, akan dijual dengan harga setara Rp14.000/liter untuk pemenuhan
kebutuhan rumah tangga serta usaha mikro dan kecil. Sebagai awal pelaksanaan, penyediaan
minyak goreng dengan satu harga akan dilakukan melalui ritel modern yang menjadi anggota
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), dan untuk pasar tradisional diberikan waktu satu
minggu untuk melakukan penyesuaian. Pemerintah, melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan
Kelapa Sawit (BPDPKS), telah menyiapkan dana sebesar Rp7,6 triliun yang akan digunakan
untuk membiayai penyediaan minyak goreng kemasan bagi masyarakat sebesar 250 juta liter per
bulan atau 1,5 miliar liter selama enam bulan. Kebijakan ini, telah disosialisasikan kepada
semua produsen minyak goreng dan ritel modern, dan pada prinsipnya baik produsen maupun
ritel modern mendukung kebijakan pemerintah untuk menstabilkan harga minyak goreng.
Sampai dengan saat ini, sebanyak 34 produsen minyak goreng telah menyampaikan
komitmennya untuk berpartisipasi dalam penyediaan minyak goreng kemasan dengan satu harga
bagi masyarakat 2.
Berdasarkan dari adanya kebijakan pelarangan ekspor minyak goreng saya merasa kurang setuju
dikarenakan berbagai dampak negatif yang ditimbulkan dengan adanya kebijakan ini. kebijakan
pelarangan ekspor untuk produk minyak kelapa sawit (CPO) termasuk RBD Palm Olein,
POME, hingga used-cooking oil akan membawa dampak negatif pada produk lain selain minyak
goreng. ukan hanya ke minyak goreng tapi juga ke industri-industri turunan CPO yang lain
padahal dari data sebetulnya suplai CPO untuk domestik itu lebih dari 50 persennya untuk ke
industri yang bukan terkait dengan minyak goreng, yaitu seperti biokimia, biodisel. Jadi ini
industri-industri yang tidak ada sangkut-pautnya dengan kasus minyak goreng tapi ikut terkena
getahnya. Menurut saya, alih-alih bisa mengatasi permasalahan minyak goreng yang ada
2
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Mendag: Kebijakan Minyak Goreng Satu
Harga.www.kemendag.go.id. Diakses pada 04 Mei 2022. 15:18 WIB.
sekarang, kebijakan tersebut justru bisa menciptakan masalah baru. Belum lagi adanya
permasalahan antara pihak eksternal dengan negara mitra dagang yang bergantung pada ekspor
CPO dan turunan dari negara Indonesia sendiri. Jadi ini dikhawatirkan bahwa kebijakannya
akan lebih banyak dampak negatifnya kepada yang lain untuk mengatasi satu masalah yaitu
minyak goring.
2. Bgaiamana Pengaruh Kebijakan Larangan Ekspor Bahan Baku dan Minyak Goreng
terhadap Politik Internasional?
Masalah minyak goreng sebenarnya sederhana, yang rumit adalah kebijakannya. Berbagai
kebijakan sudah dicoba mulai dari DMO (Domestic Market Obligation), HET (Harga Eceran
Tertinggi) hingga subsidi untuk meredak gejolak harga. Sebagai respon atas kegagalan aneka
kebijakan, solusi final digagas yaitu pelarangan total ekspor bahan baku minyak goreng. Nahas,
Indonesia kembali mengulang drama pelarangan total ekspor batubara pada Januari lalu.
Diperkirakan kebijakan pelarangan ekspor produk turunan CPO juga berumur pendek. Presiden
Jokowi yang mengumumkan bahwa pemerintah akan melarang ekspor bahan baku minyak
goreng dan minyak goreng pada 28 April 2022 sebenarnya menimbulkan multi-persepsi.
Apakah yang dimaksud bahan baku minyak goreng adalah CPO atau spesifik pada RBD Olein.
Pengumuman Presiden sayangnya tidak dibarengi dengan peraturan Menteri Perdagangan
misalnya sehingga publik tambah bingung.  Asumsi bahwa CPO yang dilarang ekspor dituliskan
oleh berbagai media, dan itu sah-sah saja karena statemen Pemerintah pada awalnya masih
mengambang. Sekarang data menunjukkan estimasi produksi CPO tahun 2022 sebesar 50 juta
ton, sedangkan konsumsi CPO untuk bahan baku minyak goreng sebesar 5-6 juta ton per tahun.
Artinya, minyak goreng hanya menyumbang sekitar 10% dari total kebutuhan CPO. Jika CPO
dilarang ekspor, bagaimana dengan sisa 45 juta ton stok?. Siapa yang akan menampung
kelebihan pasokan CPO? Berlimpahnya pasokan CPO di dalam negeri tidak bisa langsung
berkorelasi dengan pembukaan pabrik minyak goreng baru secara spontan. Proses pendirian
pabrik minyak goreng butuh waktu, dan perlu hitung-hitungan matang dalam jangka panjang
soal kebutuhan pasar. Artinya, kelebihan pasokan CPO bisa menumpuk dan justru akan menjadi
kerugian yang ditanggung oleh pekebun dan perusahaan. Sementara sawit yang masih di pohon,
berisiko dibiarkan membusuk karena harga TBS anjlok di level petani. Akibat pelarangan
ekspor dilakukan secara mendadak, efek shock therapy yang ditujukan kepada pengusaha sawit
nakal justru blunder. Selain harga TBS di level petani terkoreksi hingga 30-50%, petani minyak
nabati di luar negeri sedang kegirangan. Keuntungan mutlak misalnya bagi produsen pesaing
minyak sawit Indonesia, yakni Malaysia. Harga CPO justru melonjak 6% di pasar internasional
dalam 3 hari jelang pelarangan ekspor. Harga minyak nabati jenis lain naik cukup signifikan,
contohnya Soybean Oil (minyak kedelai) naik 12% dibanding setahun lalu. Efek lain adalah
adanya protes dan retaliasi dagang dari negara mitra yang selama ini menikmati minyak sawit
dari Indonesia. India misalnya mengimpor US$3,1 miliar CPO per tahun dari Indonesia.
Bagaimana jika India membalas dengan stop ekspor bawang putih atau bahan baku obat-obatan
ke Indonesia? Ini adalah reaksi yang mungkin dilakukan untuk merespon naiknya harga
produksi industri di India yang bergantung pada CPO. Konsumen di negara tujuan ekspor CPO
juga menanggung kerugian, tidak mungkin Pemerintah negara tersebut berdiam saja tanpa
lakukan reaksi ke Indonesia. Kehilangan devisa merupakan risiko yang sebelumnya tidak
diperkirakan. Sepertinya internal pemerintah sendiri belum solid ketika menyampaikan larangan
ekspor bahan baku minyak goreng. Apakah BI dan OJK sudah mengetahui efek hilangnya
devisa bisa menyeret kurs rupiah dan stabilitas sektor keuangan? Berkaca dari data neraca
dagang per Maret 2022, nilai ekspor CPO mencapai US$3 miliar setara Rp43 triliun per tahun.
Jika pelarangan ekspor dilakukan sebulan penuh Rp43 triliun niscaya akan hilang. Tentu
berimbas ke pelemahan nilai tukar rupiah, karena 12% dari total ekspor non-migas bersumber
dari CPO 3.

C. PEMBAHASAN
1. Tindakan Pemerintah yang terdapat dalam Artikel tersebut.
a) Landasan Filosofis/Teoritis, Normatif dan Sosiologis
Minyak Sawit merupakan komoditi yang banyak digunakan sebagai bahan baku untuk
berbagai macam produk di dunia seperti margarin, biodiesel, obat-obatan, kosmetik serta
berbagai macam produk lainnya. Didunia minyak sawit produksi oleh beberapa negara
seperti Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Benin, serta UAE. Besarnya jumlah nilai
pendapatan dari ekspor minyak sawit yang diproduksi Indonesia menempatkan minyak sawit
pada posisi penting bagi sumber devisa negara. minyak sawit berkontribusi senilai US$4,817
milyar dari GDP Indonesia Pada tahun 2006 yang bernilai US$364.57 milyar. Dengan
besaran tersebut menjadikan minyak sawit sebagai komoditi penyumbang pendapatan negara
terbesar yang berasal dari sektor non migas. Indonesia mengekspor minyak sawit ke berbagai
negara tujuan di dunia seperti India, Tiongkok, Belanda, Jerman dan Malaysia. Dari beberapa
negara tujuan tersebut India merupakan tujuan pasar ekspor minyak sawit terbesar Indonesia,
diikuti oleh Tiongkok dan Belanda. Posisi Belanda sebagai pengimpor terbesar ketiga

3
Bhima Yudhistira Adhinegara. “Semrawut Kebijakan Pelarangan Ekspor Minyak Goreng”.
https://kolom.tempo.co/read/1586077/pakar-menjawab-kenapa-banyak-korban-kekerasan-seksual-malah-minta-maaf-
atau-menarik-laporannya. Diunggah 26 April 2022. Diakses 04 Mei 2022. 15:47 WIB.
didunia dan terbesar di Eropa membuat Belanda menjadi penting bagi para eksportir minyak
sawit Indonesia 4.
Kelapa sawit (Elaeis Guineesis) merupakan salah satu komoditi Ekspor yang telah diproduksi
oleh Indonesia sejak abad ke-19. Pada tahun 1848 tumbuhan kelapa sawit dibawa pertama
kali ke Indonesia oleh Dr. D. T. Pryce dari Afrika. Kelapa sawit ditanam di tepi-tepi jalan
sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara. Pada pertengahan abad 19 ketika terjadinya
Revolusi Industri pertama (1750-1850) menyebabkan permintaan minyak nabati dunia
meningkat. Dengan meningkatnya permintaan akan minyak nabati dunia muncullah ide untuk
mengkomersialkan kelapa sawit di Indonesia. Pada tahun 1911 usaha budidaya tanaman
sawit mulai dirintis oleh Adrien Hallet yang berasal dari Belgia. Perkebunan kelapa sawit
pertama tersebut berlokasi di Pantai Timur Sumatera di daerah Deli dan Aceh dengan luas
area mencapai 5.123 ha 5.
Pada tahun 1957 perkebunan-perkebunan sawit dinasionalisasi oleh pemerintah dibawah
kontrol dari perusahaan perkebunan negara baru (Gelder 2004; 21). Pada saat zaman era
Orde Baru perluasan areal perkebunan kelapa sawit digalakkan oleh pemerintah. Untuk
mengawal usaha pemerintah dalam mendorong pertumbuhan perkebunan sawit maka dibuat
Keputusan Presiden RI Nomor 11 Tahun 1974 tentang Repelita II. Kemudian pada tahun
1977 dibentuk Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR-Bun) yang merupakan gabungan
dari perkebunan besar negara dengan perkebunan rakyat. Melalui program-program yang
digagas oleh pemerintah mampu mendorong pertumbuhan luas areal perkebunan kelapa
sawit yang tercatat pada tahun 1980 mencapai 294.560 hektar. Produksi minyak sawit juga
meningkat hingga enam kali lipat dimana pada tahun 1969 hanya sebanyak 180.000 ton
sedangkan pada tahun 1984 mencapai 1.147.190 ton 6.
Keadaan darurat pandemi Covid-19 menyebabkan dilakukan penangguhan hampir di semua
aktivitas sosial, ekonomi, dan kemasyarakatan. Dampak ekonomi dari penangguhan memiliki
sifat segera terjadi memengaruhi pasar komoditas dunia. Tidak ada kepastian berapa lama
pengaruh ini akan berlangsung, dan kemungkinan akan terjadi selama berbulan-bulan atau
beberapa tahun mendatang. Terlalu dini untuk memahami dampak yang ditimbulkan oleh
wabah virus Covid-19 saat ini pada masyarakat dunia secara keseluruhan, tetapi indikasi awal
menunjukkan bahwa biaya ekonomi akan sangat besar dan kemungkinan akan dirasakan

4
Fahriadi. UPAYA PEMERINTAH INDONESIA DALAM MEMPERTAHANKAN EKSPOR PRODUK SAWIT DI
PASAR BELANDA PASCA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REACH UNI EROPA. eJournal Ilmu Hubungan
Internasional. 2018, 6 (4) 1761-1776.
5
Pardamean, Marulli. 2014. “Mengelola Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit Secara Profesional”. Jakarta : Penebar
Swadaya.
6
Bangun, Derom. 2010. :Memoar “Duta Besar” Sawit Indonesia”. Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara.
setidaknya selama beberapa tahun7. Kekhawatiran setiap negara mengenai ketahanan pangan
telah meningkat. Banyak negara pengekspor pangan mengumumkan pembatasan
perdagangan berupa larangan ekspor dan pembelian secara berlebihan. Hal ini dapat
mengganggu ketahanan pangan di negara-negara yang memiliki ketergantungan tinggi
terhadap impor pangan.
Kelapa sawit merupakan komoditas unggulan terpopuler di Indonesia, mengalahkan karet,
kelapa/kopra dan tembakau. Komoditas ini memberi manfaat dalam peningkatan pendapatan
petani dan masyarakat, produksi yang menjadi bahan baku industri pengolahan yang
menciptakan nilai tambah di dalam negeri, ekspor CPO yang menghasilkan devisa dan
menyediakan kesempatan kerja 8 . Produksi kelapa sawit Indonesia mempunyai potensi untuk
terus mengalami peningkatan, hal ini ditunjang dengan luasnya wilayah Indonesia yang
memungkinkan untuk memperluas area perkebunan terutama kelapa sawit. Selain itu iklim di
Indonesia sangat cocok untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya tanaman perkebunan
kelapa sawit. Produksi minyak sawit murni (Crude Palm Oil/CPO) Indonesia pada 2018
mencapai 47,6 juta ton, terdiri atas CPO 43 juta ton dan Palm Kernel Oil (PKO) 4,2 juta ton.
Angka tersebut naik dari tahun ke tahun seiring pembukaan lahan baru 9.
Di antara beberapa kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan industri CPO, kebijakan
tentang pajak ekspor yang paling banyak mendapat perhatian, baik dari kalangan pengusaha,
pemerintah, maupun akademisi. Di sisi lain, analisis ilmiah mengenai kebijakan tersebut
belum dilakukan secara mendalam. Hal ini antara lain tercermin dari seringnya pemerintah
mengubah besarnya pajak ekspor tanpa didukung oleh analisis yang memadai. Ketika
kebijakan tersebut pertama diterapkan (31 Agustus 1994), besarnya pajak ekspor bersifat
progresif yaitu berbanding lurus dengan harga ekspor, dengan kisaran antara 40-60 persen
terhadap selisih harga eksportir dengan harga patokan ekspor (HPE). Secara rata-rata,
besarnya pajak ekspor adalah sekitar 11 persen terhadap harga ekspor. Kemudian, SK
tersebut diganti dengan SK Menkeu No. 300/KMK.01/1997 pada tanggal 4 Juli yaitu
menurunkan pajak ekspor menjadi 5 persen. Ketika harga CPO di pasar internasional
melonjak tajam pada awal tahun 1998, pemerintah menetapkan kebijakan larangan ekspor
pada Februari 1998, kemudian kembali pajak ekspor sebesar 60 persen dan terus diturunkan
sampai akhirnya mencapai 30 persen sejak Juli 1999.

7
Tybring-Gjedde C. 2020. The economic consequences of the Covid-19 pandemic [Internet] Draft Special Report.
Brussels (BG): NATO Parliamentary Assembly; [cited 2020 Oct 1]. Available from:
https://www.nato-pa.int/document/2020-economic-consequences-covid19-pandemic-report-christian-tybring-gjedde-
094-esc-20-e.
8
Ayunadya, G. (2016). Analisis daya saing produk turunan minyak sawit indonesia dan negara pesaingnya di negara
importir utama gita ayunadya. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
9
Alatas, A. (2015). Trend Produksi dan Ekspor Minyak Sawit (CPO) Indonesia. AGRARIS: Journal of Agribusiness
and Rural Development Research, 1(2), 114–124. https://doi.org/10.18196/agr.1215.
Perubahan kebijakan tersebut mempunyai dampak yang cukup luas pada industri CPO
Indonesia, dan juga terhadap pasar CPO di pasar internasional. Untuk industri CPO
Indonesia, kebijakan tersebut berdampak terhadap areal, produksi, konsumsi, ekspor, impor,
harga domestik, lapangan kerja, nilai tambah, pendapatan petani, dan kesejahteraan
konsumen-produsen. Selanjutnya, distribusi dan besarnya dampak dari hasil estimasi ini
sangat menentukan bentuk formulasi pajak ekspor yang adil, baik dari sisi produsen,
konsumen maupun pemerintah 10.
Namun, yang menjadi kajian dalam hal ini yaitu dengan dekeluarkannya aturan terbaru
mengenai larangan ekspor minyak goreng. Mulai 28 April 2022 pukul 00.00 WIB,
pemerintah resmi menerapkan kebijakan pelarangan ekspor produk minyak sawit mentah
atau crude palm oil (CPO),  minyak sawit merah atau Red Palm Oil (RPO), Palm Oil Mill
Effluent (POME), serta Refined, Bleached, Deodorized (RBD) Palm Olein dan Used
Cooking Oil. Pemerintah juga akan menindak tegas pihak-pihak yang melanggar aturan ini.
Pelarangan ekspor sementara minyak goreng ini merupakan komitmen kuat pemerintah untuk
memprioritaskan masyarakat. Oleh sebab itu setiap pelanggaran yang terjadi akan ditindak
dengan tegas. Pemerintah akan tegas menindak siapa saja yang melanggar keputusan
tersebut. sesuai dengan arahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan memperhatikan
pandangan serta tanggapan masyarakat, agar tidak menjadi perbedaan interpretasi maka
kebijakan pelarangan ekspor didetailkan berlaku untuk semua produk CPO, RPO, POME,
RBD palm olein, dan used cooking oil. Kebijakan ini diatur dengan Peraturan Menteri
Perdagangan (Permendag). Kebijakan pelarangan ini diterapkan hingga tersedianya minyak
goreng curah di masyarakat seharga Rp14 ribu per liter yang merata di seluruh wilayah
Indonesia. Kebijakan ini diberlakukan untuk memastikan bahwa produk CPO dapat
didedikasikan seluruhnya untuk ketersediaan minyak goreng curah dengan harga Rp14 ribu
per liter terutama di pasar-pasar tradisional dan untuk UMK (usaha mikro kecil). Sebelumnya
pemerintah telah menerapkan kebijakan terkait minyak goreng curah, namun kebijakan ini
dianggap belum efektif karena di beberapa tempat masih ditemui minyak goreng curah
dengan harga di atas Rp14 ribu per liter. Direktorat Jenderal Bea Cukai, Kementerian
Keuangan dan Polri melalui Satuan Tugas Pangan akan menerapkan pengawasan yang ketat
dalam pelaksanaan kebijakan ini. Pengawasan akan dilakukan secara terus-menerus termasuk
10
WAYAN R. SUSILA dan IDM. DARMA SETIAWAN. DAMPAK PAJAK EKSPOR CPO
TERHADAP BEBERAPA ASPEK INDUSTRI CPO INDONESIA: SIMULASI MODEL EKONOMETRIK
(IMPACTS OF CPO-EXPORT TAX ON SEVERAL ASPECTS OF INDONESIAN CPO INDUSTRY:
SIMULATION OF ECONOMETRIC MODEL). Ahli Peneliti Madya pada Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia,
Bogor.
dalam masa libur Idulfitri. Evaluasi akan dilakukan secara terus-menerus atas kebijakan
pelarangan ekspor ini. Setiap pelanggaran akan ditindak tegas sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Dan dalam hal dianggap perlu, maka akan dilakukan penyesuaian
kebijakan dengan situasi yang ada. Selain itu, dalam mempercepat distribusi minyak goreng
curah ke masyarakat pemerintah melakukan percepatan pembayaran subsidi harga melalui
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) tanpa mengurangi good
governance-nya. Pemerintah juga menugaskan Perum BULOG untuk melakukan distribusi
minyak goreng curah ke masyarakat, terutama di pasar-pasar tradisional 11.
b) Analisis
Larangan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) dan sejumlah produk
turunannya yang dimulai sejak Kamis (28/4/2022) ternyata membawa banyak dampak
negatif terhadap Indonesia. Salah satu efek dari kebijakan ini yakni berkurangnya devisa dan
penerimaan negara. Larangan ekspor membuat negara tak bisa meraup pemasukan dari
transaksi jual/beli CPO yang kerap mendatangkan untung. Pemerintah diperkirakan
kehilangan penerimaan negara dan pungutan ekspor hingga Rp 13 per triliun per bulan akibat
kebijakan larangan ekspor minyak sawit mentah (CPO). Di sisi lain, produksi sawit juga akan
alami penurunan. Sehingga menjadi beban bagi para petani. Kebijakan ini akan berdampak
lebih buruk jika larangan ekspor hanya berlaku singkat, sementara harga patokan CPO tetap
tinggi. Dengan begitu, minyak goreng kemasan yang masih menggunakan mekanisme pasar
akan semakin mahal. Larangan ekspor adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah
yang mana pemerintah menginginkan stok dalam negeri terpenuhi terlebih dahulu. Hal ini
berkebalikan dengan larangan impor yang mana pemerintah memberhentikan impor dan
membatasi jumlah barang yang beredar. Larangan ekspor CPO dan minyak goreng
berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi petani sawit dan pengusaha CPO kelas
menengah ke bawah karena para pengusaha tidak bisa menyimpan hasil
produksi lantaran keterbatasan alat. Di lain sisi, pengusaha CPO besar memiliki fasilitas serta
kapasitas penyimpanan yang lebih baik, sehingga meski berpotensi kehilangan pendapatan,
mereka masih mampu bertahan dengan alat yang mumpuni.

2. Pengaruh Kebijakan Larangan Ekspor Bahan Baku dan Minyak Goreng terhadap
Politik Internasional.

11
Humas. Dipublikasikan pada 27 April 2022. Kategori: Berita. Mulai 28 April, Pemerintah Berlakukan Larangan
Ekspor CPO dan Turunannya. https://setkab.go.id/mulai-28-april-pemerintah-berlakukan-larangan-ekspor-cpo-dan-
turunannya/. Diakses pada 06 Mei 2022. 11:31 WIB.
a) Landasan Filosofis/Teoritis, Normatif dan Sosiologis
Terjadinya perang dagang internasional kerap menjadi sesuatu hal yang lazim terjadi
beriringan dengan terciptanya perdagangan bebas yang memberikan keuntungan dan peran
yang cukup besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Setiap
negaranegara di dunia berbondong-bondong menjual kekayaan alamnya dan menjualnya ke
negaranegara lain yang membutuhkan pasokan kekayaan alam tersebut dengan cara ekspor
maupun impor, atau dengan kata lain jual beli. Dalam perdagangan internasional pihak
penjual lazimnya disebut sebagai eksportir dan pihak pembeli disebut sebagai importir.
Perdagangan internasional kemudian terjadi setelah adanya kesepakatan antara kedua negara
dalam transaksi jual beli tersebut. Sejak perdagangan bebas internasional diberlakukan,
seluruh negara di dunia turut berpartisipasi dalam kehidupan ekonomi dunia, baik negara
maju maupun berkembang, yang keseluruhannya dilakukan dengan cara terus meningkatkan
produksi untuk pasokan kebutuhan dalam dan luar negeri, agar tetap bisa bersaing secara
global di era perdagangan bebas ini. Perdagangan bebas internasional ini juga dimanfaatkan
oleh Indonesia, sebagai negara berbkembang untuk membangun perekonomian negara serta
memberikan kesejahteraan bagi warga negaranya. Ekspor impor merupakan salah satu faktor
utama dalam meningkatkan perekomonian Indonesia dari segi lalu lintas devisa dan
pendapatan nasional, mengingat Indonesia merupakan salah satu pemegang ekonomi terbesar
di Asia Tenggara 12.
Tujuan dari pemerintah Indonesia dalam melakukan kebijakan adalah karena minyak kelapa
sawit adalah produk penting pada perekonomian Indonesia. Salah satu dari konstribusinya
dalam perekonomian negara sebagai penyumbang devisa terbesar. Selain itu CPO merupakan
bahan baku utama dalam pembuatan minyak goreng. Konsumsi minyak goreng untuk
Indonesia sendiri terus mengalami peningkatan, dimana konsumsi perkapita adalah 16,5 kg
per orang dan khusus untuk minyak goreng sawit sebesar 12,7 kg per orang. Pada tahun
2005 konsumsi minyak goreng Indonesia adalah 6 juta ton dan 83,3 persen dari jumlah
tersebut adalah untuk penggunaan minyak goreng sawit. Penggunaan CPO untuk minyak
goreng adalah sebanyak 76 persen 13.
Terdapat beberapa kebijakan di Indonesia yang diterapkan terkait komoditas kelapa sawit
khususnya CPO. Sebagai salah satu unggulan ekspor dari pemerintah dan sekaligus
merupakan bahan baku untuk memenuhi kebutuhan pokok dari masyarakat yang pasokannya
tidak boleh terputus atau akan dapat merusak kestabilan ekonomi masyarakat, pemerintah
12
3Admin, “Bagaimana Peran Ekspor Impor Dalam Perdagangan Internasional di Era Milenial ?”,
viglobalchain.com/bagaimana-peran-ekspor-impor-dalam-perdagangan-internasional-di-era-milenial/, Diakses pada 06
Mei 2022. 12:51 WIB.
13
Rifin, A. 2009. Analisis Pemasaran Minyak Kelapa Sawit di Indonesia. Dalam Bunga Rampai Agribisnis: Seri
Pemasaran. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor Press, Bogor.
ikut mengatur jumlah dan harga CPO baik untuk kebutuhan domestik maupun untuk tujuan
ekspor. Berdasarkan hal tersebut pemerintah harus menerapkan suatu kebijakan yang tepat
sehingga CPO sebagai produk ekspor unggulan Indonesia dapat bersaing di pasar
internasional. Sehingga menyumbang devisa namun juga tidak mengabaikan ketersediannya
untuk memenuhi kebutuhan domestic.
Uni Eropa merupakan salah satu pasar terbesar minyak sawit Indonesia di dunia. Di pasar
Uni Eropa sendiri masih terbagi ke dalam beberapa negara yang mengimpor sawit dari
Indonesia. Belanda yang merupakan salah satu anggota Uni Eropa menjadi pengimpor
minyak sawit terbesar di pasar Uni Eropa. Minyak sawit yang diimpor oleh belanda
digunakan untuk sebagai bahan baku pembuatan minyak nabati dan biodiesel. Ekspor minyak
sawit ke Belanda dari tahun 2002-2007 yang cukup stabil. Belanda menguasai rata-rata 75%
pangsa pasar Uni Eropa setiap tahunnya yang menjadikan Belanda sebagai negara tujuan
ekspor terbesar ketiga Indonesia di dunia dan terbesar di Eropa. Sebagian besar minyak sawit
mentah yang diimpor oleh Belanda kemudian diolah lagi menjadi minyak nabati untuk
diekspor lagi ke negaranegara lainnya yang ada di Eropa 14.
Posisi minyak sawit yang semakin penting di dalam perdagangan biodesel dunia ditanggapi
negatif oleh negara eksportir minyak nonsawit terutama Uni Eropa. Eropa mengendalikan
impor minyak sawit dengan memberlakukan kebijakan tarif impor yang tinggi, bea masuk
anti-dumping, kampanye negatif (isu deforestasi lahan gambut, pembakaran hutan dan HAM)
dan penolakan produk minyak sawit (palm oil free pada produk makanan) hingga rencana
melarang impor biodiesel yang berbahan baku Minyak sawit dari Indonesia pada tahun 2021
dan ditunda menjadi tahun 2030. Kebijakan ini dapat juga dilakukan oleh negara India dan
Tiongkok sebagai importir terbesar minyak sawit dunia yang permintaannya mengalami
peningkatan setiap tahun 15.
Bagi Indonesia, minyak sawit merupakan penyumbang terbesar devisa negara mencapai
Rp239 triliun pada tahun 2017 (Ditjenbun 2018). Devisa tersebut berasal dari ekspor minyak
sawit dan produk hilirnya (minyak goreng, biodiesel, dan produk industri lainnya). Indonesia
sebagai negara importir minyak mentah fosil juga sedang menjalankan program
pengembangan bahan bakar nabati menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku utama.
Peraturan Menteri ESDM No. 25/2013 menetapkan kewajiban melakukan bauran (blending)
biodiesel minyak sawit sebesar 10% (B10) pada Januari 2014, dilanjutkan dengan B15 tahun
2015, B20 pada tahun 2016, dan B30 tahun 2020 pada sektor transportasi Public Service

Ibid. 4
14

[OECD/FAO] Organisation for Economic Cooperation and Development/Food and Agriculture Organization of the
15

United Nations. 2015. Agricultural Outlook 2012-2021. Paris (FR): Organisation for Economic Cooperation and
Development/Food and Agriculture Organization of the United Nations.
Obligation (PSO). Kebijakan ini bertujuan mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan
bakar asal fosil dan membangun kemandirian energi nasional sekaligus menghemat devisa 16.
Kebijakan Uni Eropa yang mengklasifikasikan produk sawit sebagai komoditas bahan bakar
nabati yang tidak berkelanjutan dan beresiko tinggi kini telah diadopsi dalam kebijakan
Renewable Energy Directive (RED) II. Kecenderungan diskriminatif atas produk sawit
Indonesia oleh Uni Eropa dirasa sangat merugikan Indonesia. Bersama Malaysia, Filipina
dan Kolumbia, Indonesia terus melakukan perlawanan guna protes dan menyampaikan
keberatan terhadap kebijakan Uni Eropa yang membatasi bahkan menghentikan produk sawit
dunia. Pada tanggal 8-9 April 2019, negara-negara penghasil minyak sawit yang tergabung
dalam dewan negara-negara produsen minyak sawit (CPOPC) termasuk Indonesia
mengunjungi Uni Eropa. Misi gabungan ini dipimpin Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian Republik Indonesia, Darmin Nasution. Pemerintah menyiapkan tiga opsi
untuk melawan diskriminasi Uni Eropa terhadap produk sawit nasional. Pemerintah
Indonesia siap mengugat sejumlah kebijakan dalam RED II Uni Eropa beserta aturan
teknisnya (delegated act). Mulai dari gugatan ke pengadilan, mengadukan ke Organisasi
Perdagangan Internasional (WTO), hingga mengancam keluar dari kesepakatan Paris (Paris
Agreement) 17.
Indonesia merupakan produsen dan eksportir minyak sawit terbesar di dunia. Pada tahun
2016, Indonesia dapat menghasilkan minyak kelapa sawit sebesar 36 juta ton metrik
(Indonesia Investments, 2017). Selain itu, negara-negara di Uni Eropa merupakan negara
yang memiliki tingkat konsumsi energi yang tinggi. Sehingga Uni Eropa merupakan salah
satu negara yang menjadi tujuan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia. Hingga akhir tahun
2017, ekspor minyak kelapa sawit ke negara-negara Uni Eropa mencapai 4,4 juta ton. Uni
Eropa menempati posisi ke lima sebagai negara tujuan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia
di tahun 2017 18. Sehingga keputusan Parlemen Uni Eropa untuk melarang impor minyak
kelapa sawit pada tahun 2021 akan memukul industri sawit dalam negeri. Selain itu,
pelarangan impor minyak kelapa sawit ke Uni Eropa dapat menimbulkan potensi oversupply
terhadap pasokan minyak kelapa sawit di pasar global 19. Hal ini terjadi karena sekitar 46

16
Helena Juliani Purba, Bonar M. Sinaga, Tanti Novianti, Reni Kustiari. 2018. DAMPAK KEBIJAKAN
PERDAGANGAN TERHADAP PENGEMBANGAN INDUSTRI BIODIESEL INDONESIA. Jurnal Agro Ekonomi,
Vol. 36 No.1.
17
Dewi Restu Mangeswuri. HAMBATAN EKSPOR MINYAK SAWIT KE UNI EROPA DAN UPAYA
MENGATASINYA. KAJIAN SINGKAT TERHADAP ISU AKTUAL DAN STRATEGIS. Vol. XI,
No.08/II/Puslit/April/2019.
18
Fauzie, Y. Y. (2017). Mendag Akui Promosikan CPO ke Negara Tujuan Ekspor Baru. Retrieved from
www.cnnindoneisa.com: https://www.cnnindonesia.com/ konomi/20171103121419-92-253213/ mendag-akui-
promosikan-cpo-kenegara-tujuan-ekspor-baru. Diakses pada 06 Mei 2021. 14:10 WIB.
19
Rahman, R. (2018). Emiten Produsen CPO bisa Terdampak larangan Impor di Eropa. Retrieved from www.kontan.
co.id: http://investasi.kontan.co.id/ news/emiten-produsen-cpo-bisaterdampak-larangan-impor-di-eropa. Diakses pada
06 Mei 2021. 14:10 WIB.
persen total ekspor minyak kelapa sawit ke Eropa atau sekitar 7,5 juta ton minyak kelapa
sawit digunakan untuk konversi ke biodiesel. Apabila oversupply terjadi, maka sangat
dimungkinkan harga minyak kelapa sawit akan terkoreksi. Hal ini akan menimbulkan
penurunan pendapatan emiten minyak kelapa sawit. Penurunan pendapatan dapat menjadi
pukulan bagi pelaku di industri kelapa sawit Indonesia.
Selanjutnya dalah hal ini terkait dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi
menetapkan pelarangan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan produk
turunannya, seperti RPO, RBD Palm Olein, Pome dan used cooking oil, terhitung Kamis
(28/04). Kebijakan tersebut mendapatkan kritik dari pengamat perdagangan internasional.
Seperti disampaikan Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies), Bhima
Yudhistira. Menurutnya, kebijakan tersebut sangat tidak efektif jika pemerintah hanya ingin
memastikan harga minyak goreng turun di pasaran dalam negeri. Ia menilai kebijakan
Presiden Jokowi tersebut terlalu eksesif sehingga tidak jelas menyasar pihak mana yang ingin
diberikan shock therapy. pelarangan ekspor akan memengaruhi neraca perdagangan
Indonesia yang selama ini surplus. Indonesia akan kehilangan pendapatan dari sektor
nonmigas sebanyak 12% atau sekitar 3 miliar dolar AS per bulan. Hilangnya pendapatan
tersebut akan dikompensasikan dengan harga minyak goreng dalam negeri dan produk
turunan CPO lainnya. Estimasi Celios produksi CPO sepanjang tahun 2022 akan berada di
angka 50 juta ton. Jumlah tersebut naik 3,12 juta ton dari data produksi CPO GAPKI tahun
2021 sebanyak 46,88 juta ton. "Dari jumlah tersebut kebutuhan untuk RBD palm olein hanya
5%. Artinya terjadi over supply.
b) Analisis
Dari sisi perdagangan internasional kebijakan larangan ekspor CPO dan turunannya akan
menimbulkan protes dari negara-negara pengimpor CPO dan minyak sawit dari Indonesia.
India, Pakistan, Tiongkok, pasti akan protes. Importir dari negara-negara tersebut akan
memberikan penalti atas pemutusan ekspor sepihak, dan Indonesia berpotensi digugat ke
World Trade Organization (WTO), ketika ini terjadi dan Indonesia kalah maka akan
Indonesia akan membayar sangat mahal. Kebijakan larangan ekspor CPO ini akan
menimbulkan gelombang protes dari negara-negara tujuan ekspor Indonesia. Apalagi, India,
Cina, dan Pakistan merupakan tiga negara importir CPO terbesar dari dalam negeri.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor CPO ke Negeri Tirai Bambu
tersebut mencapai 4,55 miliar dolar AS sepanjang Januari-November 2021 lalu. Nilai
tersebut mencapai 17,47 persen dari total nilai ekspor minyak sawit Indonesia. Negara tujuan
ekspor CPO terbesar berikutnya adalah India, yakni sebesar 3,11 miliar dolar AS (11,96
persen). Diikuti Pakistan sebesar 2,46 miliar dolar AS "[Mereka] merasa dirugikan dengan
kebijakan ini. Dengan adanya larangan ekspor CPO dari Indonesia otomatis membuat biaya
produksi manufaktur maupun harga barang konsumsi di tiga negara tersebut akan naik
signifikan. Indonesia dalam hal ini akan disalahkan.
D. PENUTUP
1. Kesimpulan
Pembangunan ekonomi telah menghasilkan banyak kemajuan, antara lain meningkatnya
kesejahteraan rakyat. Kemajuan pembangunan yang telah dicapai didorong oleh kebijakan
pembangunan di berbagai bidang. Peluang-peluang usaha yang tercipta dalam kenyataannya
belum membuat seluruh masyarakat mampu dan dapat berpartisipasi dalam pembangunan di
berbagai sektor ekonomi. Sebagai Negara hukum dan Negara kesejahteraan, Indonesia
bertujuan untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur materil dan spiritual yang
dalam pelaksanaannya berdasarkan pada Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Kebijakan pajak ekspor minyak sawit dan minyak inti
sawit Indonesia dalam jangka pendek diperlukan untuk membatasi ekspor minyak sawit dan
minyak inti sawit Indonesia guna mendorong pengembangan industri hilir minyak sawit dan
minyak inti sawit. Kebijakan larangan ekspor bahan baku dan minyak goreng berpotensi
digugat di World Trade Organization (WTO) oleh negara-negara yang selama ini sebagai
pengimpor. Seperti diketahui, sebelumnya Uni Eropa menggugat Indonesia karena
menghentikan ekspor bijih nikel.  Pemerintah mesti melakukan persiapan dan/atau antisipasi
jika nantinya Indonesia digugat ke WTO karena kebijakan larangan ekspor bahan baku
minyak goreng dan minyak goreng.
Untuk memperbaiki posisi tawar Indonesia maka salah satu strategi yang dapat dilakukan
adalah dengan mengefektifkan bursa berjangka di Indonesia dan mengembangkan industri
hilir dari minyak kelapa sawit.  Selain rawan digugat di WTO dan belum tentu selesaikan
krisis minyak goreng, larangan ekspor CPO ini juga malah untungkan negara pengekspor
lain seperti Malaysia. Kebijakan tersebut sangat tidak efektif jika pemerintah hanya ingin
memastikan harga minyak goreng turun di pasaran dalam negeri. pelarangan ekspor akan
memengaruhi neraca perdagangan Indonesia yang selama ini surplus. Indonesia akan
kehilangan pendapatan dari sektor nonmigas sebanyak 12% atau sekitar 3 miliar dolar AS
per bulan. Hilangnya pendapatan tersebut akan dikompensasikan dengan harga minyak
goreng dalam negeri dan produk turunan CPO lainnya. Berpotensi digugat di WTO dari sisi
perdagangan internasional kebijakan larangan ekspor CPO dan turunannya akan
menimbulkan protes dari negara-negara pengimpor CPO dan minyak sawit dari Indonesia.
India, Pakistan, Tiongkok, pasti akan protes. Importir dari negara-negara tersebut akan
memberikan penalti atas pemutusan ekspor sepihak, dan Indonesia berpotensi digugat ke
World Trade Organization (WTO), ketika ini terjadi dan Indonesia kalah maka akan
Indonesia akan membayar sangat mahal.
2. Saran
Langkah awal yang perlu dilakukan pemerintah untuk menyelamatkan industri adalah
melakukan upaya diplomasi untuk memerangi stigma negatif bagi industri kelapa sawit.
Upaya ini perlu dilakukan untuk menahan efek domino yang mungkin timbul akibat
berkembangnya stigma negatif terhadap minyak kelapa sawit. Tanpa adanya political will
yang kuat dari pemerintah, upaya diplomasi tidak akan dapat dilakukan dan industri kelapa
sawit Indonesia akan semakin suram mengingat banyaknya stigma negatif yang
berkembang. Selain upaya mematahkan stigma negatif, pemerintah juga perlu mencari
pangsa pasar minyak sawit selain ke Uni Eropa. Berdasarkan proyeksi IMF pada tahun
2018, perekonomian Uni Eropa diproyeksikan melambat sebesar 0,02 persen atau menjadi
1,9 persen (tabel 1). Melemahnya perekonomian Uni Eropa dapat berdampak pada
menurunnya bahan bakar nabati yang diperlukannya. Langkah awal yang perlu pemerintah
lakukan adalah memberikan landasan hukum yang jelas untuk setiap pengembangan industri
minyak kelapa sawit. Hal ini sangat diperlukan mengingat belum terdapat undang-undang
yang digunakan menjadi dasar setiap pembangunan industri minyak kelapa sawit. Insentif
diperlukan untuk menurunkan harga jual dari minyak kelapa sawit yang diproduksi. Dan
insentif tersebut perlu diatur secara jelas dan adil bagi pelaku industri, pemerintah, dan
masyarakat di dalam peraturan perundang-undangan tersebut. Fasilitasi yang perlu
dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendukung pengembangan industri hilir minyak
sawit dan minyak inti sawit diantaranya pengembangan infrastruktur, menerapkan tax
holiday, serta penghapusan peraturan daerah yang menghambat pengembangan industri hilir
minyak sawit dan minyak inti sawit.
DAFTAR PUSTAKA

[OECD/FAO] Organisation for Economic Cooperation and Development/Food and Agriculture


Organization of the United Nations. 2015. Agricultural Outlook 2012-2021. Paris (FR):
Organisation for Economic Cooperation and Development/Food and Agriculture
Organization of the United Nations.
Admin, “Bagaimana Peran Ekspor Impor Dalam Perdagangan Internasional di Era Milenial ?”,
viglobalchain.com/bagaimana-peran-ekspor-impor-dalam-perdagangan-internasional-di-era
milenial/, Diakses pada 06 Mei 2022. 12:51 WIB.
Alatas, A. (2015). Trend Produksi dan Ekspor Minyak Sawit (CPO) Indonesia. AGRARIS: Journal
of Agribusiness and Rural Development Research, 1(2), 114–124.
https://doi.org/10.18196/agr.1215.
Alinda Hardiantoro. “Larangan Ekspor Minyak Goreng dan Sejumlah Dampaknya”.
https://www.kompas.com/tren/read/2022/04/23/161100065/larangan-ekspor-minyak
goreng-dan-sejumlah dampaknya?page=all. Diakses pada tanggal 04 Mei 2022, 15:02 WIB.
Ayunadya, G. (2016). Analisis daya saing produk turunan minyak sawit indonesia dan Negara
pesaingnya di negara importir utama gita ayunadya. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Bangun, Derom. 2010. :Memoar “Duta Besar” Sawit Indonesia”. Jakarta : PT. Kompas Media
Nusantara.
Bhima Yudhistira Adhinegara. “Semrawut Kebijakan Pelarangan Ekspor Minyak Goreng”.
https://kolom.tempo.co/read/1586077/pakar-menjawab-kenapa-banyak-korban-kekerasan
seksual-malah-minta-maaf-atau-menarik-laporannya. Diunggah 26 April 2022. Diakses 04
Mei 2022. 15:47 WIB.
Dewi Restu Mangeswuri. HAMBATAN EKSPOR MINYAK SAWIT KE UNI EROPA DAN
UPAYA MENGATASINYA. KAJIAN SINGKAT TERHADAP ISU AKTUAL DAN
STRATEGIS. Vol. XI, No.08/II/Puslit/April/2019.
Fahriadi. UPAYA PEMERINTAH INDONESIA DALAM MEMPERTAHANKAN EKSPOR
PRODUK SAWIT DI PASAR BELANDA PASCA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
REACH UNI EROPA. eJournal Ilmu Hubungan Internasional. 2018, 6 (4) 1761-1776.
Fauzie, Y. Y. (2017). Mendag Akui Promosikan CPO ke Negara Tujuan Ekspor Baru. Retrieved
from www.cnnindoneisa.com: https://www.cnnindonesia.com/ konomi/20171103121419
92-253213/ mendag-akui-promosikan-cpo-kenegara-tujuan-ekspor-baru. Diakses pada 06
Mei 2021. 14:10 WIB.
Helena Juliani Purba, Bonar M. Sinaga, Tanti Novianti, Reni Kustiari. 2018. DAMPAK
KEBIJAKAN PERDAGANGAN TERHADAP PENGEMBANGAN INDUSTRI
BIODIESEL INDONESIA. Jurnal Agro Ekonomi, Vol. 36 No.1.
Humas. Dipublikasikan pada 27 April 2022. Kategori: Berita. Mulai 28 April, Pemerintah
Berlakukan Larangan Ekspor CPO dan Turunannya. https://setkab.go.id/mulai-28-april
pemerintah-berlakukan-larangan-ekspor-cpo-dan-turunannya/. Diakses pada 06 Mei 2022.
11:31 WIB.
Ibid. 4
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Mendag: Kebijakan Minyak Goreng Satu
Harga.www.kemendag.go.id. Diakses pada 04 Mei 2022. 15:18 WIB.
Pardamean, Marulli. 2014. “Mengelola Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit Secara Profesional”.
Jakarta : Penebar Swadaya.
Rahman, R. (2018). Emiten Produsen CPO bisa Terdampak larangan Impor di Eropa. Retrieved
from www.kontan. co.id: http://investasi.kontan.co.id/ news/emiten-produsen-cpo
bisaterdampak-larangan-impor-di-eropa. Diakses pada 06 Mei 2021. 14:10 WIB.
Rifin, A. 2009. Analisis Pemasaran Minyak Kelapa Sawit di Indonesia. Dalam Bunga Rampai
Agribisnis: Seri Pemasaran. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Institut Pertanian Bogor Press, Bogor.
Tybring-Gjedde C. 2020. The economic consequences of the Covid-19 pandemic [Internet] Draft
Special Report. Brussels (BG): NATO Parliamentary Assembly; [cited 2020 Oct 1].
Available from: https://www.nato-pa.int/document/2020-economic-consequences-covid19
pandemic-report-christian-tybring-gjedde-094-esc-20-e.
WAYAN R. SUSILA dan IDM. DARMA SETIAWAN. DAMPAK PAJAK EKSPOR CPO
TERHADAP BEBERAPA ASPEK INDUSTRI CPO INDONESIA: SIMULASI MODEL
EKONOMETRIK (IMPACTS OF CPO-EXPORT TAX ON SEVERAL ASPECTS OF
INDONESIAN CPO INDUSTRY: SIMULATION OF ECONOMETRIC MODEL). Ahli
Peneliti Madya pada Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai