Anda di halaman 1dari 4

Kenaikan harga minyak goreng

Naiknya harga minyak goreng itu entah mengapa sulit untuk turun atau
dikembalikan kepada harga normal. Dikatakan sulit turun karena pemerintah sudah
melakukan peredaman harga Minyak Goreng yang melambung tinggi itu.
Peredaman dilakukan seperti biasanya yakni melakukan Operasi Pasar (OP).
 
Ketika melakukan OP, Pemerintah yakin harga minyak goreng kembali normal
dengan menyalurkan minyak goreng kemasan sederhana sebanyak 11 juta liter
seharga Rp14.000 per liter. Operasi pasar dilakukan dengan minyak goreng murah
disalurkan merata ke ritel modern dan langsung kemasyarakat lewat pasar
tradisional.
 
Namun, faktanya dari sejak bulan September 2021 hingga akhir Desember 2021
dan bahkan Januari 2022 belum juga terjadi penurunan harga minyak goreng di
masyarakat. Harga Minyak Goreng kemasan bermerek sempat naik hingga
Rp35.000 per liter. Namun, faktanya Minyak Goreng masih tersedia dalam jumlah
yang cukup.
 
Artinya, masyarakat yang memiliki uang atau memiliki kemampuan untuk
menebus harga minyak goring Rp35.000 per liter itu ada di pasaran. Jadi jelas
Minyak Goreng sesungguhnya tidak langka, akan tetapi harganya mahal. Apa
penyebab harga Minyak Goreng mahal. Minyak Goreng tidak langka akan tetapi
harganya naik hampir 100 persen dari harga sebelumnya.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) memprediksi harga minyak goreng akan


mengalami kenaikan hingga tahun 2022. Faktor penyebab harga minyak goreng di
Indonesia mengalami kenaikan adalah karena harga minyak kelapa sawit dunia
atau crude palm oil (CPO) mengalami peningkatan dan saya telah mendatangi
beberapa warung sembako di Pamulang dan sekitarnya terdapat harga minyak
goreng yang sangat tinggi yaitu berada di angkat Rp 50.000. Hal tersebut banyak
menuai pertanyaan dari masyarakat kenapa bisa harga tersebut melambung tinggi.
1. Meningkatnya harga kelapa sawit dunia
CPO memiliki dampak negatif dan beberapa kelebihan terhadap harga minyak
goreng sebagai komoditas supercycle. Menurut pemahaman saya, bahwa harga
komoditas minyak goreng akan mengalami peningkatan jika harga dari CPO terus
meningkat.(Horas, Hartono, 2010) Kenaikan minyak goreng diperparah dengan
adanya kecurangan oknum yang mencari keuntungan lebih banyak, salah satu
kecurangan yang ada adalah, banyak pedagang yang menimbun minyak goreng
dan menjual kembali diatas HET (Harga Eceran Tertinggi). Dengan keadaan
seperti ini menjadi salah satu faktor pendukung kenaikan harga minyak goreng di
Indonesia.
2. Penimbunan yang dilakukan oknum tidak bertanggung jawab
Hukum akan ditegakkan pada penimbunan bahan pokok yaitu minyak goreng dan
pihak Polri akan menindak tegas kepada para pelaku atau masyarakat yang
melakukan penimbunan minyak goreng dan setelah itu di jual Kembali dengan
harga tinggi.(Mulyana, 2022) Pemerintah telah menetapkan harga jual minyak
goreng Rp14.000/liter untuk seluruh kemasan berbagai merek. Jika terdapat oknum
atau masyarakat yang melakukan tindak pidana tersebut akan terjerat pidana
penjara tak akan lolos dari hukum. Hal ini sesuai Pasal 107 Undang-Undang (UU)
Nomor 7 Tahun 2014 tentang penimbunan, dengan ancaman 5 Tahun atau denda
Rp50 miliar. Oknum-oknum penimbun minyak goreng menyebabkan beberapa
masyarakat mengoplos minyak goreng curah. Hal itu menjadi salah satu pilihan
alternatif, agar kebutuhan minyak goreng terutama untuk masyarakat kebawah
terpenuhi.
3. Terbatasnya produksi kelapa sawit
Salah satu penyebab terjadinya kenaikan harga minyak goreng di Indonesia adalah
terbatasnya produksi kelapa sawit seiring naiknya harga minyak goreng sejak
kuartal keempat 2021 hingga awal kuartal pertama 2022.(USDA, 2021) Direktur
KPBN, seperti yang dikutip di beberapa situs media, dan laporan Outlook CPOPC
2022 mengaitkan turunnya produktivitas sawit dengan tiga faktor utama. Faktor
pertama adalah terbatasnya tenaga kerja yang ada di perkebunan kelapa sawit.
Karantina yang dilakukan selama pandemi Covid-19 sangat membatasi mobilitas
dan menyebabkan pembatasan jumlah tenaga kerja di perkebunan tersebut.
Akibatnya, terbatasnya kapasitas produksi perkebunan sawit. Faktor kedua adalah
cuaca yang buruk dapat menyebabkan banjir di perkebunan sawit. Faktor ketiga
adalah tingginya harga pupuk sangat menyulitkan petani untuk mendapatkan
pupuk yang terjangkau. Meningkat harga pupuk yang mengandung nitrogen dan
fosfat sering digunakan oleh para petani kelapa sawit meningkat 50-80% pada
pertengahan 2021.(Arief, 2022) Tingginya biaya pupuk dapat secara signifikan
mempengaruhi produksi minyak sawit oleh petani swadaya yang berkontribusi
hingga 34% dari total produksi minyak sawit Indonesia.
Dalam rangka merespon kenaikan harga minyak goreng, pemerintah akan
memberikan bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng (migor) kepada total 23
juta penerima. Kebijakan ini diambil sebagai dampak melonjaknya harga
komoditas CPO yang menjadi bahan baku minyak goreng di pasar internasional.

Ekonomi Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira


menilai kebijakan ini bukan solusi pamungkas. Harus ada kebijakan lain yang
mengiringi, yakni dengan menangani sejumlah masalah lain yang perlu dibenahi.
Agar harga dan keberadaan minyak goreng kemasan dan curah tidak menjadi
masalah lagi.

"Jadi BLT migor positif, tapi disatu sisi pemerintah harus selesaikan masalah tata
kelola migor kemasan dan curah," kata Bhima saat berbincang dengan
merdeka.com, Jakarta, Sabtu (2/4).
Pemerintah memutuskan hanya memberikan subsidi minyak goreng curah agar
dijual dengan harga eceran tertinggi (HET) di tingkat konsumen Rp 14.000 per
kilogram. Namun ketersediaan minyak goreng curah di pasar-pasar tradisional
masih langka. Bahkan harganya dijual sekitar Rp 20.000 per kilogramnya.

Ekonom asal Universitas Indonesia, Chatib Basri menilai, langkah pemerintah


memberikan BLT minyak goreng sudah tepat di tengah lonjakan harga minyak
sawit di pasar internasional. Menurut dia, BLT juga akan lebih tepat sasaran dan
mampu menghemat APBN. “Langkah pemerintah saya rasa itu sudah benar dengan
membiarkan harganya (minyak goreng) mengikuti pasar kemudian memberikan
BLT," ujar Chatib pada diskusi Indonesia Macroeconomic Updates 2022. Chatib
menyebut BLT ini akan lebih tepat sasaran dibanding pemerintah memberikan
subsidi untuk seluruh barang minyak goreng. Sebab, lanjut Chatib, subsidi
membuka peluang masyarakat kalangan menengah ke atas pun akan
menikmatinya. Chatib mengatakan penerima BLT dibatasi hanya untuk kelompok
masyarakat yang memang sangat membutuhkan bantuan. Hal tersebut tentu lebih
tepat sasaran karena data penerimanya sudah ada. “Beban dari BLT itu lebih kecil
dibandingkan subsidi dari seluruh barang. Bayangkan kalau seluruh minyak
gorengnya disubsidi, itu yang kaya juga menikmati. Tapi kalau dia targeted, punya
dampak kalau saya enggak salah 20 juta rumah tangga saja yang dapat,” jelas
Chatib.

BLT Minyak Goreng Tak Selesaikan Masalah

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmy


Radhi punya pandangan lain. Menurutnya, pemberian BLT justru tidak
menyelesaikan masalah yang terjadi di lapangan. Bahkan tidak ada jaminan setelah
mendapatkan BLT, masyarakat akan membeli minyak goreng. “Saya kira itu cari
gampangnya saja (BLT), dan itu nanti tidak menyelesaikan masalah, malah
menimbulkan masalah baru," kata Fahmi saat dihubungi reporter Tirto, Selasa
(5/4/2022). Fahmi melihat selama ini dalam pemberian BLT sering kali salah
sasaran. Orang yang tidak berhak terima BLT kemudian menerima. Hal ini tidak
terlepas dari buruknya data yang dimiliki pemerintah. “Jadi BLT itu cara instan,
kalau dia sakit dia tidak tahu sakitnya apa kemudian dikasih paracetamol," kata
Fahmi menganalogikan. Di sisi lain, pemberian BLT minyak goreng ini justru
menunjukkan bahwa pemerintah takluk dengan mafia minyak goreng. Padahal
adanya mafia minyak goreng sudah disebut oleh Kementerian Perdagangan, tapi
hingga saat ini Kemendag belum juga mengungkap siapa saja pelaku di balik
naiknya harga minyak goreng saat ini.

Anda mungkin juga menyukai